Åöäø ÇáúÍóãúÏó öááåö äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ æóäóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóÓóíøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáåó ÅöáÇø Çááåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäø ãõÍóãøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ
Çóááåõãø Õóáø æóÓóáøãú Úóáì ãõÍóãøÏò æóÚóáì Âáöåö æöÃóÕúÍóÇÈöåö æóãóäú ÊóÈöÚóåõãú ÈöÅöÍúÓóÇäò Åöáóì íóæúãö ÇáÏøíúä.
íóÇÃóíøåóÇ ÇáøÐóíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøÞõæÇ Çááåó ÍóÞø ÊõÞóÇÊöåö æóáÇó ÊóãõæúÊõäø ÅöáÇø æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæúäó
íóÇÃóíøåóÇ ÇáäóÇÓõ ÇÊøÞõæúÇ ÑóÈøßõãõ ÇáøÐöí ÎóáóÞóßõãú ãöäú äóÝúÓò æóÇÍöÏóÉò æóÎóáóÞó ãöäúåóÇ ÒóæúÌóåóÇ æóÈóËø ãöäúåõãóÇ ÑöÌóÇáÇð ßóËöíúÑðÇ æóäöÓóÇÁð æóÇÊøÞõæÇ Çááåó ÇáóÐöí ÊóÓóÇÁóáõæúäó Èöåö æóÇúáÃóÑúÍóÇã ó Åöäø Çááåó ßóÇäó Úóáóíúßõãú ÑóÞöíúÈðÇ
íóÇÃóíøåóÇ ÇáøÐöíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøÞõæÇ Çááåó æóÞõæúáõæúÇ ÞóæúáÇð ÓóÏöíúÏðÇ íõÕúáöÍú áóßõãú ÃóÚúãóÇáóßõãú æóíóÛúÝöÑúáóßõãú ÐõäõæúÈóßõãú æóãóäú íõØöÚö Çááåó æóÑóÓõæúáóåõ ÝóÞóÏú ÝóÇÒó ÝóæúÒðÇ ÚóÙöíúãðÇ¡ ÃóãøÇ ÈóÚúÏõ ...
ÝóÃöäø ÃóÕúÏóÞó ÇáúÍóÏöíúËö ßöÊóÇÈõ Çááåö¡ æóÎóíúÑó ÇáúåóÏúìö åóÏúìõ ãõÍóãøÏò Õóáøì Çááå Úóáóíúåö æóÓóáøãó¡ æóÔóÑø ÇúáÃõãõæúÑö ãõÍúÏóËóÇÊõåóÇ¡ æóßõáø ãõÍúÏóËóÉò ÈöÏúÚóÉñ æóßõáø ÈöÏúÚóÉò ÖóáÇóáóÉð¡ æóßõáø ÖóáÇóáóÉö Ýöí ÇáäøÇÑö.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Saya wasiatkan kepada anda semua dan diri saya sendiri untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
íóÇÃóíøåóÇ ÇáøÐóíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøÞõæÇ Çááåó ÍóÞø ÊõÞóÇÊöåö æóáÇó ÊóãõæúÊõäø ÅöáÇø æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæúäó
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. 3:102)
Åöäøó ÇáÕøóáóÇÉó Êóäúåóì Úóäö ÇáúÝóÍúÔóÇÁ æóÇáúãõäßóÑö æóáóÐößúÑõ Çááøóåö ÃóßúÈóÑõ æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ ãóÇ ÊóÕúäóÚõæäó
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan".
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Pembicaraan tentang shalat membutuhkan pengingatan dan pengulangan, tidak boleh ada kebosanan untuk mendengarkannya. Karena shalat merupakan kewajiban yang paling besar pengaruhnya, paling agung penjelasan dan kebaikannya dan yang paling berbahaya apabila ditinggalkan. Shalat merupakan tiang agamadan kunci surga Allah. barangsiapa yag menjaga shalat, berarti dia telah berpegang dengan syariat Islam dan mengambil pondasinya. Barang siapa yang melalaikan shalat berarti dia telah melalaikan agamanya dan pondasinya.
Shalat juga merupakan obat yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit hati, kejelakan jiwa. Penyakitnya-penyakitnya bagaikan cahaya yang menghilangkan pekatnya dosa-dosa dan kemaksiatan. Rasulullah shallahu’alaihi wasallam memberikan permisalan dan sabdanya,”
ÃóÑóÃóíúÊõãú áóæú Ãóäøó äóåúÑðÇ ÈöÈóÇÈö ÃóÍóÏößõãú íóÛúÊóÓöáõ ãöäúåõ ßõáøó íóæúãò ÎóãúÓó ãóÑøóÇÊò åóáú íóÈúÞóì ãöäú ÏóÑóäöåö ÔóìúÁñ. ÞóÇáõæÇ áÇó íóÈúÞóì ãöäú ÏóÑóäöåö ÔóìúÁñ.ÞóÇáó ÝóÐóáößó ãóËóáõ ÇáÕøóáóæóÇÊö ÇáúÎóãúÓö íóãúÍõæ Çááøóåõ Èöåöäøó ÇáúÎóØóÇíóÇ.
“Apa pendapat kalian, seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang dari kalian, dia mandi di sungai itu lima kali sehari; Apakah ada kotoran/daki yang tersisa?” Mereka menjawab, “Tidak akan ada kotoran yang tersisa sedikitpun.” Nabi berkata, “Demikianlah permisalan shalat lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat.” (HR. Muslim).
Hal ini juga dikuatkan oleh hadits tentang keutamaan wudhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ÝóÅöäú åõæó ÞóÇãó ÝóÕóáøóì ÝóÍóãöÏó Çááøóåó æóÃóËúäóì Úóáóíúåö æóãóÌøóÏóåõ ÈöÇáøóÐöì åõæó áóåõ Ãóåúáñ æóÝóÑøóÛó ÞóáúÈóåõ áöáøóåö ÅöáÇøó ÇäúÕóÑóÝó ãöäú ÎóØöíÆóÊöåö ßóåóíúÆóÊöåö íóæúãó æóáóÏóÊúåõ Ãõãøõåõ
“Apabila dia berdiri untuk mengerjakan shalat, kemudian memuji dan mengagungkan dengan pujian yang pantas bagi Allah, dia mengkhusu’kan hatinya untuk Allah, kecuali dia berpisah dengan kesalahannya sebagaimana keadaannya pada hari dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Muslim)
Seperti inilah buah dari ibadah, dan sedemikian besar hasil dari pelaksanaan ibadah shalat ini, sehingga pantas untuk diperhatikan dan ditegakkan. Mari kita jadikan shalat sebagai penghias hidup kita dan bisikan hati kita.
Allahu Akbar! Hayya ‘alash Shalah! Hayya ‘alal Falah! Mari kita kerjakan shalat! Mari menuju kebahagian!
Panggilan yang bergema di segenap penjuru, adzan yang menembus telinga untuk membangunkan jasad yang bercahaya dengan keimanan dan hati yang khusyu’.
ÞóÏú ÃóÝúáóÍó ÇáúãõÄúãöäõæäó. ÇáøóÐöíäó åõãú Ýöí ÕóáóÇÊöåöãú ÎóÇÔöÚõæäó
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (QS. al-Mu’minun: 1-2)
Dengan khusu’ seseorang yang shalat dapat menyatukan antara keberhasilan lahiriyan dan kebersihan batiniyah, ketika dia berkata dalam ruku’nya,
ÎóÔóÚó áóßó ÓóãúÚöì æóÈóÕóÑöì æóãõÎøöì æóÚóÙúãöì æóÚóÕóÈöì
“Khusyu’ kepadaMu pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku dan otot-ototku.” (HR. Muslim)
æóãóÇ ÇÓúÊóÞóáøóÊú Èöåö ÞóÏóãöì
“Dan apa yang ditopang oleh kedua kakiku.” (HR. Ahmad).
Dengan kekhusyu’an, akan diampuni dosa-dosa dan dihapus kesalahan-kesalahan, dan ditulislah shalat di timbangan kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam shahih Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
ãóÇ ãöäö ÇãúÑöÆò ãõÓúáöãò ÊóÍúÖõÑõåõ ÕóáÇóÉñ ãóßúÊõæÈóÉñ ÝóíõÍúÓöäõ æõÖõæÁóåóÇ æóÎõÔõæÚóåóÇ æóÑõßõæÚóåóÇ ÅöáÇøó ßóÇäóÊú ßóÝøóÇÑóÉð áöãóÇ ÞóÈúáóåóÇ ãöäó ÇáÐøõäõæÈö ãóÇ áóãú íõÄúÊö ßóÈöíÑóÉð æóÐóáößó ÇáÏøóåúÑó ßõáøóåõ
“Tidaklah seorang muslim mendapati shalat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudhu, khusu’ dan ruku’nya, kecuali akan menjadi penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar, dan ini untuk sepanjang masa.” (HR. Muslim)
Shalat apabila dihiasi dengan khusyu’ dalam perkataan, dan gerakkannya dihiasi dengan kerendahan, ketulusan, pengagungan, kecintaan dan ketenangan, sungguh ia akan bisa menahan pelakunya dari kekejian dan kemungkaran. Hatinya bersinar, keimanannya meningkat, kecintaannya semakin kuat, untuk melaksanakan kebaikan, dan keinginannya untuk berbuat kejelakan akan sirna. Dengan khusyu’, bertambahlah munajat seseorang kepada Rabbnya, demikian pula kedekatan Rabbnya kepadanya. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’I meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
áóÇ íóÒóÇáõ Çááøóåõ ÚóÒøó æóÌóáøó ãõÞúÈöáðÇ Úóáóì ÇáúÚóÈúÏö Ýöí ÕóáóÇÊöåö ãóÇ áóãú íóáúÊóÝöÊú ÝóÅöÐóÇ ÇáúÊóÝóÊó ÇäúÕóÑóÝó Úóäúåõ
“Senantiasa Allah ‘Azza wa Jalla menghadap hambaNya di dalam shalatnya, selama dia (hamba) tidak berpaling. Apabila dia memalingkan wajahnya, maka Allah pun berpaling darinya.”
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Khusyu’ memiliki kedudukan yang sangat besar. Ia sangat cepat hilangnya, dan jarang sekali didapatkan. Terlebih lagi pada jaman kita sekarang ini. Tidak bisa menggapai khusyu’ dalam shalat merupakan musibah dan penyakit yang paling besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merasa perlu berlindung darinya, sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a,
Çááåãøó Åäí ÃÚæÐõ Èßó ãäú ÞáÈò áÇ íÎÔÚõ
“Ya Allah, Aku berlindung kepadaMu dari hati yang tidak khusyu’. (HR. at-Tirmidzi)
Dan tidaklah penyimpangan moral menimpa sebagian kaum muslimin, kecuali karena shalat mereka bagaikan bangkai tanpa ruh, dan sebatas gerakan belaka. Ath-Thabrani dan selainnya meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Ãóæøóáõ ãóÇ íõÑúÝóÚõ ãöäú åóÐöåö ÇúáÃõãøóÉö ÇóáúÎõÔõæÚõ ÍóÊøóì áÇó ÊóÑóì ÝöíåóÇ ÑóÌõáÇð ÎóÇÔöÚðÇ
“Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyu’ sehingga engkau tidak akan melihat seorang pun yang khusyu’.”
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak ada kebaikannya, dan hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai di dalamnya seorangpun yang khusyu’.
Shalat adalah penenang seorang muslim dan hiburannya, puncak tujuan dan cita-citanya. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallamberkata kepada bilal, “Tenangkanlah kami dengan shalat.” Beliau bersabda,
ÌõÚöáóÊú ÞõÑøóÉõ Úóíúäöí Ýöí ÇáÕøóáÇÉö
“Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)
Shalat menjadi penyejuk hati , kenikmatan jiwa dan surga hati bagi seorang muslim di dunia. Seolah-olah ia senantiasa berada di dalam penjara dan kesempitan, sampai akhirnya masuk ke dalam shalat, sehingga baru bisa beristirahat dari beban dunia dengan shalat. Dia meninggalkan dunia dan kesenangannya di depan pintu masjid, dia meninggalkan di sana harta dunia dan kesibukannya di dalam hatinya. Masuk masjid dengan hati yang penuh rasa takut karena mengagungkan Allah mengharapkan pahalaNya.
Abu baker ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, apabila sedang dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat yang ditancapkan. Apabila mengeraskan bacaannya, isakan tangis menyesaki batang lehernya. Sedangkan ‘Umar al-Faruq radhiyallahu ‘anhu, apabila membaca, orang yang di belakangnya tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya. Demikian juga ‘Umar bin abdul ‘Aziz rahimahullah, apabila dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat kayu. Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, apabila datang waktu shalat, bergetarlah ia dan berubah wajahnya. Tatkala ditanya, dia menjawab, “Sungguh sekarang ini adalah waktu amanah yang Allah tawarkan kepada langit, bumi dan gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan takut dengan amanah ini, akan tetapi aku memikulnya.”
Di antara manusia ada yang shalat dengan badan dan seluruh persendiriannya, menggerakkan lisannya dengan ucapan, menundukkan punggung mereka untuk ruku’, turun ke bumi untuk sujud, akan tetapi hati mereka tida k bergerak kea rah Allah Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Mereka menampakkan ketundukkan, sedangkan hatinya lari menjauh. Mereka membaca al-Qur’an, akan tetapi tidak meresapinya. Mereka bertasbih, akan tetapi tidak memahaminya. Mereka berdiri di hadapan Allah dan di dalam rumahNya, akan tetapi sebenarnya pandangannya kea rah pekerjaan mereka, tinggal bersama ruh mereka di tempat tinggal mereka. Begitulah keadaannya, seseorang telah mengerjakan shalat dalam waktu yang lama, akan tetapi ia tidak pernah menyempurnakan shalatnya, meskipun hanya sehari saja, karena ia tidak menyempurnakan ruku’nya, sujudnya, dan khusyu’nya. Barangsiapa keadaannya seperti ini, sungguh ia tidak bisa mengambil manfaat dari shalatnya, sehingga kadang-kadang ia memakan harta manusia dengan batil, melakukan kerusakan di antara manusia, melaksanakan amalan yang bertentangan dengan agama dan akhlak, bahkan dia menjadikan shalatnya hanya untuk mendapatkan pujian manusia, untuk menutupi kedua tangan dan kakinya.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Saudaraku seiman, hadits berikut ini sebagai renungan, sikapilah dirimu dengan jujur, agar mampu melihat posisi kita masing-masing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Åä ÇáÑÌá áíäÕÑÝ æãÇ ßõÊöÈó áå ÅáÇ ÚõÔúÑ ÕáÇÊå ¡ ÊõÓõÚõåÇ ¡ ¡ ËõãõäåÇ ¡ ÓõÈõÚåÇ¡ ÓõÏõÓåÇ ¡ ÎõãõÓåÇ¡ ÑõÈõÚåÇ ¡ ËõáõËõåÇ ¡ äöÕúÝõåÇ
“Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis (pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya.” (HR. Abu Daud)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Hasan bin ‘Athiyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya ada dua orang berada dalam satu shalat, akan tetapi perbedaan keutamaan (pahala) antara keduanya bagaikan langit dan bumi”.
Wahai orang yang shalat, sesungguhnya shalat adalah kobaran api pertempuran bersama setan, pertempuran was-was dan bisikan-bisikan, karena kita berdiri pada tempat yang agung, paling dekatnya kedudukan (dengan Allah) dan paling dibenci setan. Kemudian setan menghiasi di depan pandanganmu dengan kesenangan, menawarkan keindahan dan godaan. Dia juga mengingatkan yang engkau lupakan, sehingga dia merasa senang ketika shalatmu rusak, sebagaimana baju yang usang, rusak, tidak mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan keutamaaan.
Wahai orang yang shalat, barangsiapa yang menempuh metode Nabi dan meniti jalan Nabi dalam shalatnya, niscaya dia dapat memperoleh kekhusyu’aan. Untuk bisa meraih khusyu’ ada beberapa hal yang bisa membantunya. Yaitu orang yang akan shalat, hendaknya segera menuju masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, ia telah membersihkan pakaiannya, mensucikan badannya, mengkosongkan hatinya dari kesibukan dunia, semerbak harum badannya, meluruskan barisan dan menutup celah dalam barisan, dan ia tidak mengangkat kepalanya ke langit saat shalat, karena hal ini terlarang dan bisa menghilangkan kekhusyuaannya.
Termasuk yang juga bisa menolong untuk khusyu’ dalam shalat, yaitu tidak mengganggu orang lain dengan bacaan al-Qur’an, tidak shalat dengan pakaian atau baju yang ada gambarnya, tulisannya, ataupun baju berwarna-warni yang bisa mengganggunya, dan mengganggu orang lain. Begitu juga suara-suara yang berasal dari handphone yang mengganggu kaum Muslimin, sehingga merusak kekhusyu’an. Oleh karena itu janganlah membawa suara musik yang berdendang di dalam rumah-rumah Allah tercampur dengan kalam Allah. kita meminta kepada Allah salamah dan ‘afiyah dari dosa dan kesalahan.
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Åöäøó ÃóÓúæóÃó ÇáäøóÇÓö ÓóÑöÞóÉð ÇáøóÐöì íóÓúÑöÞõ ÕóáÇóÊóåõ. ÞóÇáõæÇ íóÇ ÑóÓõæáó Çááøóåö æóßóíúÝó íóÓúÑöÞõåóÇ ÞóÇáó áÇó íõÊöãøõ ÑõßõæÚóåóÇ æóáÇó ÓõÌõæÏóåóÇ. Ãóæú ÞóÇáó áÇó íõÞöíãõ ÕõáúÈóåõ Ýöì ÇáÑøõßõæÚö æóÇáÓøõÌõæÏö
“Sejelek-jelek pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencuri shalatnya?” Rasulullah menjawab, “Dia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” Atau ia (Rasulullah) berkata, “Tidak menegakkan tulang punggungnya ketika ruku’ dan sujud.” (HR. Ahmad).
ÃóÞõæúáõ Þóæúáöí åóÐÇ ÃóÓúÊóÛúÝöÑõ Çááåó áöí æóáóßõãú æóáöÓóÇÆöÑö ÇáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö ÝóÇÓúÊóÛúÝöÑõæúåõ Åöäøåõ åõæó ÇáúÛóÝõæúÑõ ÇáÑøÍöíúãö
Khutbah yang keduaÅöäø ÇáúÍóãúÏó öááåö äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ æóäóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóÓóíøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáåó ÅöáÇø Çááåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäø ãõÍóãøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ æÈÚÏ,
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan tanamkan perasaan kedekatan Allah pada diri kalian, saat sendirian maupun ketika bersama manusia.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Termasuk hal terbesar untuk bisa tenang dan khusyu’ dalam shalat, yaitu merenungi dan meresapi makna. Ketika mengucapkan Allahu Akbar, maka renungkanlah kedalaman pemahamannya dan petunjuknya. Allah Maha Besar dari setan yang menipu di dunia. Allah Maha Besar dari nafsu syahwat, harta, kedudukan, dan anak. Maka mantapkan dan tanamkan ke dalam hati, kemudian laksanakan segala konsekuensinya.
Juga renungkanlah pahala yang besar pada setiap bacaan al-Fatihah, bacaan ruku’ ataupun bacaan-bacaan shalata lainnya. Renungkanlah pahala yang besar, di antaranya apabila imam mengucapkan,
ÛóíÑö ÇáãóÛÖõæÈö Úóáóíåöãú æóáÇó ÇáÖøóÇáøöíäó
“Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” Maka para malaikat mengucapkan ‘Amin’. Barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Begitu pula renungkanlah pahala-pahala yang agung, serta keutamaan-keutamaan besar lainnya saat berdiri, duduk, dzikir-dzikir ruku’ dan sujud. Barangsiapa yang merenunginya, dia akan yakin dengan rahmat Allah, sesembahannya.
Termasuk yang bisa mengantarkan kepada khusyu’, yaitu wasiat Rasulullah yang kekal, “Shalatlah dengan shalat orang yang akan berpisah (dengan dunia)”. .
Çóááøóåõãøó Õóáøö Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãøóÏò ßóãóÇ ÕóáøóíúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäøóßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ. æóÈóÇÑößú Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãøóÏò ßóãóÇ ÈóÇÑóßúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäøóßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ.
Çóááøóåõãøó ÇÛúÝöÑú áöáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö¡ æóÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö ÇúáÃóÍúíóÇÁö ãöäúåõãú æóÇúáÃóãúæóÇÊö¡ Åöäøóßó ÓóãöíúÚñ ÞóÑöíúÈñ ãõÌöíúÈõ ÇáÏøÚóæóÇÊö.
ÑóÈøäóÇ áÇóÊõÄóÇÎöÐú äóÇ Åöäú äóÓöíúäóÇ Ãóæú ÃóÎúØóÃúäóÇ ÑóÈøäóÇ æóáÇó ÊóÍúãöáú ÚóáóíúäóÇ ÅöÕúÑðÇ ßóãóÇ ÍóãóáúÊóåõ Úóáóóì ÇøáÐöíúäó ãöäú ÞóÈúáöäóÇ ÑóÈøäóÇ æóáÇó ÊðÍóãøáúäóÇ ãóÇáÇó ØóÇÞóÉó áóäóÇ Èöåö æóÇÚúÝõ ÚóäøÇ æóÇÛúÝöÑú áóäóÇ æóÇÑúÍóãúäóÇ ÃóäúÊó ãóæúáÇóäóÇ ÝóÇäúÕõÑúäóÇ Úóáóì ÇáúÞóæúãö ÇáúßóÇÝöÑöíúäó.
ÑóÈóäóÇ ÁóÇÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøäúíóÇ ÍóÓóäóÉð æóÝöí ÇúáÃóÎöÑóÉö ÍóÓóäóÉð æóÞöäóÇ ÚóÐóÇÈó ÇáäøÇÑö. æÇáÍãÏ ááå ÑÈ ÇáÚÇáãíä.
Dikutib dari Majalah as-Sunnah, Solo. Edisi 01/X/1427H/2006M.