Shalat jamaah terlaksana dan dihukumi sah sebagai jamaah dengan imam dan seorang makmum, ini jumlah minimalnya. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Dua orang ke atas adalah jamaah.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Musa).
Namun semakin besar jumlah hadirin semakin dicintai oleh Allah. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya shalat seseorang bersama seseorang adalah lebih suci daripada shalatnya sendirian, shalatnya bersama dua orang adalah lebih baik daripada shalatnya bersama satu orang, semakin banyak semakin dicintai oleh Allah." Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ibnu Khuzaemah dan Ibnu Hibban di Shahih mereka berdua dan al-Hakim. Al-Albani berkata, “Hasan.”
Salah seorang dari dua orang ini mungkin anak-anak atau wanita, jamaah sah dengannya. Ibnu Abbas berkata, “Aku menginap di rumah bibiku Maemunah, Nabi shallallohu 'alaihi wasallam berdiri shalat malam, aku berdiri shalat bersamanya, aku berdiri ke sebelah kirinya maka beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanannya.” (HR. Al-Bukhari).
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam mengimaminya bersama ibunya atau bibinya, Anas berkata, “Beliau memintaku berdiri di kanannya dan ibuku di belakang kami.” (Muttafaq alaihi)
Kapan masbuq mendapatkan jamaah?
Madzhab Maliki berkata, masbuq mendapatkan shalat jamaah jika dia mendapatkan satu rakaat, tidak kurang darinya, jika kurang maka dia hanya mendapatkan bagian dari jamaah yang dia dapatkan bukan seluruhnya. Ini adalah riwayat dari Imam Ahmad.
Madzhab Hanafi dan Syafi'i berkata, masbuq mendapatkan jamaah jika dia mendapat satu takbir sebelum salam imam. Ini adalah riwayat kedua dari Imam Ahmad.
Dalil pendapat pertama hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda,
ãóäú ÃóÏúÑóßó ÑóßúÚóÉð ãöäó ÇáÕóáÇóÉö ãóÚó ÇáÅãóÇãö ÝóÞóÏú ÃóÏúÑóßó ÇáÕóáÇóÉó
Hadits ini menunjukkan secara jelas bahwa siapa yang mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat, termasuk shalat berjamaah bersama imam, maka dia mendapatkan shalat tersebut, termasuk shalat jamaah, ini berarti jika dia mendapatkan kurang dari satu maka dia tidak mendapatkan.
Dalil pendapat kedua, hadits Abu Hurairah “Jika shalat telah didirikan maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergopoh-gopoh, akan tetapi datangilah dengan berjalan tenang. Shalatlah apa yang kamu dapatkan dan sempurnakanlah apa yang tertinggal.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Pendapat ini berkata, sabda Nabi shallallohu 'alaihi wasallam, “Shalatlah apa yang kamu dapatkan dan sempurnakanlah apa yang tertinggal.” menunjukkan bahwa masbuq mendapatkan jamaah walaupun dia hanya mendapatkan imam sedang sujud atau duduk di antara dua sujud pada rakaat akhir, selanjutnya dia menyempurnakan yang tertinggal.
Pendapat pertama lebih rajih karena dalilnya shahih dan jelas. Wallahu a'lam.
Jamaah Wanita
Hukum shalat jamaah yang telah dibahas dua minggu yang lalu adalah untuk kaum laki-laki. Adapun kaum wanita maka shalat fardhunya mempunyai tiga pilihan:
Pertama, di masjid berjamaah dengan kaum laki-laki.
Kedua, di rumah secara munfaridah, tidak berjamaah.
Ketiga, di rumah dengan berjamaah.
Pilihan pertama berdasarkan izin Nabi shallallohu 'alaihi wasallam kepada para wanita untuk hadir berjamaah. Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah dia melarangnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat Muslim, “Jangan melarang hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.”
Jika wanita memilih ini maka dia mendapatkan keutamaan jamaah seperti laki-laki. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam melarang suami melarang istrinya yang ingin ke masjid karena larangan suami ini menghalanginya meraih keutamaan jamaah.
Pilihan kedua dan ini lebih utama daripada pilihan sebelumnya, dalilnya adalah sabda Nabi shallallohu 'alaihi wasallam, “Jangan menghalangi kaum wanita untuk datang ke masjid, meskipun rumah lebih baik untuk mereka.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar).
Pilihan ketiga, ini yang terbaik karena dengan ini dia meraih keutamaan jamaah dan keutamaan tempat shalat yaitu rumah. Jamaah bisa dia lakukan dengan suaminya sepulang dia dari masjid, bisa pula dengan anggota keluarga yang tidak wajib ke masjid seperti anak perempuannya yang sudah dewasa atau pembantu perempuannya atau anak laki-lakinya yang belum dewasa. Wallahu a'lam.
(Izzudin Karimi)