| Konsultasi | Bulletin | Do'a | Fatwa | Hadits | Khutbah | Kisah | Mu'jizat | Qur'an | Sakinah | Tarikh | Tokoh | Aqidah | Fiqih | Sastra | Resensi |
| Dunia Islam | Berita Kegiatan | Kajian | Kaset | Kegiatan | Materi KIT | Firqah | Ekonomi Islam | Analisa | Senyum | Download |
 
Menu Utama
·Home
·Tentang Kami
·Buku Tamu
·Produk Kami
·Formulir
·Jadwal Shalat
·Kontak Kami
·Download Artikel
·Download Murattal

Aqidah
· Termasuk Kesyirikan atau Termasuk Sarana Kesyirikan (1)
· Menghina Sesuatu yang Mengandung Dzikrullah

Firqah (Aliran-aliran)
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 5
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 4

Analisa
· Kerancauan Ilmu Hisab Dalam Penentuan Awal & Akhir Ramadhan
· Studi Kritis Seputar Puasa Hari Sabtu

Ekonomi Islam
· KPR Bank Syariah Ternyata Penuh Dengan Riba
· Produk Al-Mudharabah (Bagi Hasil) Dalam Islam Sebagai Solusi Perekonomian Islam

Produk Kami

Informasi!
·Serial Buku Dakwah Al-Sofwa 2021
·Tebar Serial Buku Tauhid
·Tebar Buku Risalah Puasa Nabi dan Panduan Praktis Ramadhan

Liputan Kegiatan
·Konsultasi Islam
·Penyaluran Hewan Qurban
·Santunan Yatim

Konsultasi Online

Ust.Husnul Yaqin, Lc

Ust.Amar Abdullah

Ust.Saed As-Saedy, Lc

Fatwa Seputar Sholat

Berangkatnya Wanita Muslimah ke Masjid

Apa Hukum Shalat Wanita di Masjid

Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu di Dalam Masjid

Wanita di Rumah Berma'mum Kepada Imam di Masjid

Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram

Manakah yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Melaksanakan Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah

Shalatnya Kaum Wanita yang Sedang Umrah di Bulan Ramadhan

Apakah Shalat Seseorang di Masjidil Haram Bisa Batal Ketika Ia Ikut Berjama'ah Dengan Imam atau Shalat Sendirian Karena Ada Wanita yang Melintas di Hadapannya?

Bila Terdapat Pembatas (Tabir) Antara Kaum Pria dan Kaum Wanita, Maka Masih Berlakukah Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam (sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan)

Apakah Kaum Wanita Harus Meluruskan Shafnya Dalam Shalat

Benarkah Shaf yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Shaf yang Paling Belakang

Benarkah Shalat Jum'at Sebagai Pengganti Shalat Zhuhur

Hukum Shalat Jum'at Bagi Wanita

Hanya Membaca Surat Al-Ikhlas

Hukum Meninggalkan Shalat

Hukum Menangis Dalam Shalat Jama'ah

Jika seorang musafir masuk masjid di saat orang sedang shalat jama'ah Isya' dan ia belum shalat maghrib.

Bolehkah bagi kaum wanita untuk berkunjung ke rumah orang yang sedang terkena musibah kematian, kemudian melakukan shalat jenazah berjama'ah dirumah tersebut ?

Apabila seseorang tidak melakukan shalat fardlu selama 3 tahun tanpa uzur, kemudian bertaubat , apakah dia harus mengqodha shalat tersebut ?

Apabila suatu jama'ah melakukan shalat tidak menghadap qiblah, bagaimanakah hukumnya ?

Membangunkan Tamu Untuk Shalat Shubuh

Doa-Doa Menjelang Azan Shubuh

Bacaan Sebelum Imam Naik Mimbar Pada Hari Jum'at

Shalat Tasbih

Hukum Wirid Secara Jama'ah/Bersama-sama Setelah Setiap Shalat Fardhu

Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit

Jika Telah Suci Saat Shalat Ashar atau Isya, Apakah Wajib Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Maghrib

Jika Wanita Mendapatkan Kesuciannya di waktu Ashar Apakah Ia Harus Melaksanakan Shalat Zhuhur

Mendapatkan Haidh Beberapa Saat Setelah Masuk Waktu Shalat, Wajibkah Mengqadha Shalat Tersebut Setelah Suci

Urutan Shalat yang Diqadha

Seorang Wanita Mendapatkan Kesuciannya Beberapa Saat Sebelum Terbenamnya Matahari, Wajibkah Ia Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Ashar?

Keutamaan Shaf Wanita Dalam Shalat Berjama'ah

Berkumpulnya Wanita Untuk Shalat Tarawih

Bolehkah Seorang Wanita Shalat Sendiri dibelakang Shaf

Bolehkah kaum Wanita Menetapkan Seorang Wanita Untuk Mengimami Mereka Dalam Melakukan Shalat di Bulan Ramadhan

Wajibkah Kaum Wanita Melaksanakan Shalat Berjama'ah di Rumah

Apa hukum Shalat Berjama'ah Bagi Kaum Wanita

Apakah Ada Niat Khusus Bagi Imam Yg Mengimami Shalat Kaum Pria & Wanita

Shalatnya Piket Penjaga ( Satpam )

Gerakan Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Jama’ah

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Meremehkan Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Subuh Dari Waktunya

Dampak Hukum Bagi yang Meninggalkan Shalat

Hukum Shalat Seorang Imam Tanpa Wudhu Karena Lupa

Hukum Orang yang Tayammum Menjadi Imam Para Makmum yang Berwudhu

Posisi Kedua Kaki Ketika Berdiri Dalam Shalat

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat

Jika Ketika Shalat Ragu Apakah Ia Meninggalkan Salah Satu Rukun

Shalat Bersama Imam, Tapi Lupa Berapa Rakaat Yang Telah Dikerjakan

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Menulis Tamimah Untuk Orang Lain

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Berinteraksi Dengan Tamimah dan Sihir

Mengumumkan Barang Hilang Di Dalam Masjid, Bolehkah?

Seputar Posisi Makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Di Masjid Nabawi

Shalatnya Penjaga Piket/Satpam

Hukum Membaca Al-Qur'an Dalam Shalat Secara Berurutan

Haruskah Imam Menunggu Makmum Masbuk Ketika Ruku

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Hukum Pergi Ke Masjid Yang Jauh Agar Bisa Shalat Di Belakang Imam Yang Bagus Bacaannya

Sahkah Shalat Di Belakang Imam Yang Bacaanya Tidak Bagus?

HUKUM BACAAN AL-QUR'AN SEBELUM ADZAN JUM'AT

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunat

Shalatnya Piket Penjaga / Satpam

Shalat Fardhu Berma’mum Kepada Orang Yang Shalat Sunnat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Berjama'ah

Bacaan Al-Qur’an Dengan Pengeras Suara Sebelum Shalat Subuh

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Imam Menunggu Para Ma’mum Ketika Ruku’

Mendengar Adzan Tetapi Tidak Datang Ke Masjid

Menempatkan Dupa Di Depan Orang-Orang Yang Sedang Shalat

Kapan Dibacakannya Do’a Istikharah

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

TATA CARA SHALAT DI PESAWAT

Menjama’ Shalat Dalam Kondisi Dingin

Menghadap Kiblat Ketika Buang Air

Hukum Shalat Bergeser Dari Arah Kiblat

Mendapatkan Najis Di Pakaian Setelah Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburan Di Dalamnya?

Doa Atau Dzikir Sebelum Adzan

Hukum Membaca Shalawat Kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Secara Berjama’ah Di Setiap Akhir Shalat

Mana Yang Harus Didahulukan Mendengarkan Ta'lim Atau Tahiyatul Masjid?

Hukum Menahan Buang Angin Ketika Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Seseorang Yang Terbuka Sebagian Kecil Dari Auratnya?

Beberapa Masalah Mengenai Sujud Syukur

Hukum Mengakhirkan Shalat Shubuh Hingga Terbit Matahari

Beberapa Masalah Tentang Shalat Jum'at Bagi Musafir

Aurat Terbuka Ketika Shalat

Wajibkah Mengqadha Puasa yang Tertinggal?

Do'a Qunut

Sunnah Sebelum Melaksanakan Shalat 'Ied

Membaca al-Qur'an di Rumah Selepas Shalat Subuh Sampai Terbit Matahari

Shalat Dua Rekaat Antara Adzan dan Iqamah

Shalatnya Piket Penjaga/Satpam

Gerakan dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Kacaunya Pikiran Ketika Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Menangguhkan Shalat Shubuh dari Waktunya

Hukum Meremehkan Shalat

Bersalaman (Berjabat tangan) setelah shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Shalat Fardhu Bermakmum Kepada Orang yang Shalat Sunnah

Hukum Mengambil Mushaf dari Masjid, Memanjangkan Punggung Ketika Sujud dan Melakukan Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Masbuq Pada Saat Tahiyat Akhir

Tata Cara Melaksanakan Shalat di Dalam Pesawat

Shalat Di Dalam Pesawat

Imam Menunggu Para Makmum Ketika Rukuk

Hikmah Dimasukkannya Kuburan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam Ke Dalam Masjid

Hukum Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya 1

Hukum Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburannya 2

Mendengar Adzan Tapi Tidak Datang ke Masjid

Hukum Menyepelekan Shalat Berjamaah

Waktu Mustajab pada Hari Jum'at

Memakan Bawang Putih Atau Bawang Merah Sebelum Shalat

Hukum Memakan Kuras (Daun Bawang), Bawang Putih atau Bawang Merah dan Datang ke Masjid

Kapan Dibacakannya Doa Istikharah

Shalat di Waktu Terlarang

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Hukum Pergi ke Masjid yang Jauh Agar Bisa Shalat di Belakang Imam yang Bagus Bacaannya

Shalat Tarawih

Pembacaan al-Qur`an pada Hari Jum'at dan Bacaan-Bacaan Lainnya Sebelum Shubuh dengan Pengeras Suara

Memberi Kode kepada Imam Agar Menunggu

Berpindah Tempat untuk Melakukan Shalat Sunnah

Menempatkan Dupa di Depan Orang-Orang yang Shalat

Shalat Seorang Wanita Berjama’ah dengan Suaminya

Standar Panjang dan Pendeknya Shalat adalah Sunnah, Bukan Selera

Batasan Medapatkan Keutamaan Berjama’ah

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunnah

Bermakmum kepada Orang yang Mencukur Jenggot dan Musbil

Memanjangkan Doa

Memanjangkan Doa

Berganti-ganti dalam Bermakmum

Menirukan Bacaan Orang Lain dalam Shalat Tarawih

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Shalat jamaah dan mengakhirkan shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

Musafir Selama Dua Tahun, Apakah Boleh Mengqashar Shalat?

Tergesa-Gesa untuk Shalat

Duduk Istirahat Tidak Wajib

Bermakmum kepada Orang yang Sedang Shalat Sendirian

Tidak Sah Shalat Sendirian di Belakang Shaf

Shalat Jahr dan Adzan Bagi yang Shalat Sendirian

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Pembatas Di Depan Orang Yang Shalat

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Bel Pintu Rumah Berbunyi Ketika Sedang Shalat

Bagusnya Suara Imam Memotivasi Para Makmum

Imam Tidak Bagus Bacaannya

Makmum yang Masbuq Berarti Shalat Sendirian Setelah Imam Salam, maka Tidak Boleh Membiarkan Orang Lain Lewat Di Depannya

Mengurutkan Surat dalam Membaca al-Qur`an

Melakukan yang Makruh dan Hukum Pelakunya

Shalat Berjamaah di Dalam Bangunan yang Terpisah dari Imam

Meninggalkan Shalat dengan Alasan yang Dibuat-Buat


Info Khusus

Cinta Rasul

Ada Apa Dengan Valentine's Day ?

Manisnya Iman

Hukum Merayakan Hari Valentine

Adakah Amalan Khusus di Bulan Rajab?

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah & Kejawen..!!

Ada Apa Dengan Valentine’s Day?


Kajian Islam
· Ada Apa Dengan Valentine's Day..??
· Mutiara Fiqih Islam
· KITAB TAUHID 3
· Untuk Diketahui Setiap Muslim

SMS Dakwah Hari Ini

áóíúÓó ßóãöËúáöåö ÔóíúÁñ æóåõæó ÇáÓóøãöíÚõ ÇáúÈóÕöíÑõ Allah berfirman,yang artinya, Tidak ada yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS.Asy-Syura:11)

( Index SMS Dakwah )

   


Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU DAKWAH AL-SOFWA :: Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU TAUHID :: Tebar Buku Risalah Puasa & Panduan Praktis Bulan Ramadhan ::

Kajian Islam


DALIL KELIMA: PEMBAHASAN DAN BANTAHANNYA

Maliki, menyebutkan dalil kelima dengan berkata,
“Perayaan Maulid tidak terjadi pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Perayaan Maulid bid’ah, namun hasanah (bagus), sebab berdasarkan dalil-dalil syar’i dan kaidah-kaidah umum. Perayaan Maulid bid’ah dari sudut pandang format sosialnya, bukan dari sudut pandang individu-individunya, sebab mereka sudah ada sejak jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti akan kita ketahui korelasinya Insya Allah.”

Kita punya beberapa catatan untuk Al-Maliki terkait dengan dalilnya di atas.

Catatan Pertama:

Al-Maliki mengakui perayaan Maulid bid’ah, sebab tidak pernah ada pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak diragukan, perayaan Maulid itu bid’ah dan tidak pernah terjadi pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada jaman beliau, ada generasi yang amat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, gembira dengan beliau, berkorban dengan ikhlas bersama beliau, meneladani beliau dengan cermat, dan dekat dengan beliau. Apakah Maliki dapat mengatakan Qaramithah, Rafidhah, sufi, dan aliran-aliran bid’ah lain, yang merupakan teladannya lebih mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, gembira dengan beliau, dan dekat dengan beliau, daripada generasi sahabat? Apakah ia bisa mengatakan Qaramithah, Fathimiyah, Rafidhah, sufi, dan lain-lain, lebih tahu hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada generasi sahabat? Lebih paham maksud beliau? Lebih cerdas dan jago memahami rahasia syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada generasi sahabat? Betul, perayaan Maulid tidak pernah terjadi pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jaman sahabat, jaman tabi’in, dan jaman para imam pakar fiqh, hadits, dan pakar dalam tujuan-tujuan syariat, semisal Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, Al-Auzai, Ats-Tsauri, Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain. Apakah kita rela menerima sesuatu yang berasal dari manusia paling brengsek di dunia, seperti Qaramithah, Fathimiyah, dan lain-lain? Pantaskah kita lebih sreg menerima mereka yang selama ini dikenal sejarah Islam mengotori citra Islam dan meninggalkan manhaj tiga generasi cemerlang: generasi sahabat, tabi’in, dan generasi imam? Padahal, ketiga generasi tersebut berada di puncak keilmuan, ketakwaan, keshalihan, istiqamah, kebersihan akidah, kecermatan berpikir, dan meneladani dengan jujur pihak-pihak yang diperintahkan Allah kita jadikan figur panutan, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Ya Tuhan kami, jangan sesatkan kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami.

Catatan Kedua:

Maliki mengatakan perayaan Maulid bid’ah, namun bid’ah hasanah (bagus). Sungguh, kita ingin dia bertakwa kepada Allah, bahu membahu dengan para pembela Islam, dan tidak berkomplot dengan pihak lain dalam membuka celah keburukan dan bid’ah untuk kaum Muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberi kemampuan mengatakan kalimat komprehensif, kelancaran tutur kata, dan kemampuan menjelaskan dengan segamblang mungkin sanggup menerangkan jenis-jenis bid’ah, jika memang bid’ah berjenis, menjelaskan bid’ah yang diperbolehkan dan bid’ah yang tidak diperbolehkan. Nyatanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ãóäú ÃóÍúÏóËó Ýöíú ÃóãúÑöäóÇ åóÐóÇ ãóÇ áóíúÓó ãöäúåõ Ýóåõæó ÑóÏñø.


“Barangsiapa membuat hal-hal baru dalam urusan (agama) kami, padahal tidak termasuk bagiannya, maka tertolak.” (Diriwayatkan Al-Bukhari)

Di riwayat lain, beliau bersabda,

ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏñø.


“Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang tidak ada dasarnya, maka tertolak.”

Beliau juga bersabda,

ÅöíóøÇßõãú æóãõÍúÏóËóÇÊö ÇúáÃõãõæúÑö¡ ÝóÅöäóø ßõáóø ãóÍúÏóËóÉò ÈöÏúÚóÉñ æóßõáóø ÈöÏúÚóÉò ÖóáÇóáóÉñ æóßõáóø ÖóáÇóáóÉò Ýöí ÇáäóøÇÑö.


“Tinggalkan hal-hal baru yang diada-adakan, karena hal baru itu bid’ah, setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan masuk neraka.”

Pada hadits-hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bid’ah dan kesesatan secara umum. Apa itu maksudnya? Umum atau terbagi ke dalam beberapa jenis?

Kalaupun ada segelintir ulama berpendapat bid’ah berjenis, maka ulama pakar menyerang pola pikir seperti itu yang membuka pintu-pintu bid’ah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Dengan demikian, menjadi jelas bagi Anda bahwa bid’ah dalam agama itu tercela berdasarkan Al-Qur’an atau Sunnah, baik bid’ah dalam perkataan atau perbuatan. Di selain buku ini, sudah saya katakan bahwa kita harus berpatokan kepada keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Semua bid’ah itu sesat.’ Sekali lagi, hadits ini harus dipraktekkan menurut keumumannya. Barangsiapa mengklasifikasi bid’ah ke dalam bid’ah hasanah (bagus) dan bid’ah qabihah (tidak bagus), serta menjadikan klasifikasi sebagai langkah awal untuk tidak mengatakan bid’ah itu terlarang, maka ia melakukan kesalahan besar, seperti dikerjakan orang-orang mengklaim faqih, ahli kalam, sufi, dan ahli ibadah. Jika mereka dilarang mengerjakan ibadah-ibadah bid’ah dan membicarakannya, mereka berdalih bahwa tidak ada bid’ah yang dibenci kecuali bid’ah yang terlarang. Di sini, saya harus kembali mengatakan, seluruh hal yang dilarang, atau haram, atau berseberangan dengan hadits, itu sesat. Masalah seperti ini semestinya tidak perlu lagi dijelaskan, karena sudah saking jelasnya. Saya tegaskan lagi, apa saja yang tidak disyariatkan dalam agama pasti sesat. Jika suatu perbuatan dinamakan bid’ah, namun dianggap baik berdasarkan dalil syar’i, maka ada dua kemungkinan dalam hal ini.

Pertama, hal itu bukan bid’ah dalam agama, kendati bid’ah menurut bahasa, seperti dikatakan Umar bin Khaththab, ‘Bid’ah paling baik ialah ini (shalat Tarawih berjama’ah).’

Kedua, secara umum bid’ah, kecuali bid’ah tersebut, karena dalil kuat. Sedang bid’ah lainnya tetap bersifat umum, seperti halnya seluruh hal umum di Al-Qur’an dan Sunnah. Ini sudah saya tegaskan di buku Iqtidhau Ash-Shirathi Al-Mustaqim, Qaidatu As-Sunnah wa Al-Bid’ah, dan buku-buku lain.”

Di halaman lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Bukan rahasia umum bahwa apa saja yang tidak disunnahkan atau dipandang baik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau salah seorang dari generasi yang mesti dijadikan teladan kaum Muslimin dalam agama, maka bid’ah yang mungkar. Hal seperti ini tidak boleh dikatakan bid’ah hasanah oleh siapa pun.”

Di halaman lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Siapa pun tidak dibenarkan mengatakan bid’ah hasanah seperti adzan yang dikumandangkan sebagian orang pada saat hari raya, yang diadakan oleh Marwan bin Al-Hakam. Kendati adzan termasuk dzikir kepada Allah, namun tidak disunnahkan pada hari raya. Begitu juga, seandainya kaum Muslimin mengadakan pertemuan rutin, tapi tidak syar’i, misalnya berkumpul untuk mengerjakan shalat tertentu pada bulan Rajab, atau awal Jum’at bulan Rajab, atau malam pertengahan Sya’ban, tentu hal itu semua dikecam ulama Islam. Andai sebagian kaum Muslimin mengerjakan shalat keenam secara berjama’ah, selain lima shalat dalam sehari semalam, tentu hal itu ditentang kaum Muslimin dan mereka melarangnya.

Sedang shalat Tarawih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengerjakannya secara berjama’ah bersama para sahabat selama beberapa malam. Pada masa beliau, para sahabat melaksanakan shalat Tarawih secara berjama’ah dan secara sendiri-sendiri. Mereka tidak terus mengerjakan shalat Tarawih satu jama’ah, agar cara seperti itu tidak diwajibkan pada mereka. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, syariat telah baku. Ketika Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu menjabat sebagai khalifah, ia menyelenggarakan shalat Tarawih dengan satu imam, yaitu Ubai bin Ka’ab, yang akhirnya mengerjakan shalat Tarawih secara berjama’ah dengan kaum Muslimin atas perintah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu yang notabene salah satu dari khulafaur rasyidin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ÝóÚóáóíúßõãú ÈöÓõäóøÊöíú æóÓõäóøÉö ÇáúÎõáóÝóÇÁö ÇáÑóøÇÔöÏöíúäó ÇáúãóåúÏöíöøíúäó ãöäú ÈóÚúÏöíú¡ ÚóÖõøæúÇ ÚóáóíúåóÇ ÈöÇáäóøæóÇÌöÐö.


‘Karena itu, hendaklah kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk sepeninggalku. Pegang Sunnah tersebut kuat-kuat.’

Perbuatan Umar bin Khaththab termasuk Sunnah, tapi ia berkata, ‘Bid’ah paling baik ialah ini (shalat Tarawih secara ber-jama’ah).’ Shalat Tarawih secara berjama’ah merupakan bid’ah menurut bahasa, karena mereka mengerjakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu berkumpul untuk mengerjakan shalat Tarawih secara berjama’ah pada satu imam. Perbuatan sahabat seperti itu dapat dikategorikan syariah. Begitu juga sikap Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu mengusir orang-orang Yahudi dan Nashrani dari Jazirah Arab yang mencakup Hijaz, Yaman, Yamamah, dan seluruh Jazirah Arab yang dulunya tidak dikuasai Persia dan Romawi. Begitu juga perubahan status beberapa wilayah menjadi kota seperti Kufah dan Basrah, pengumpulan Al-Qur’an di satu mushaf, pembuatan administrasi negara, pemberlakuan adzan awal pada shalat Jum’at, menyuruh seseorang menjadi imam shalat Hari Raya di luar daerah, dan hal-hal lain yang dibuat khulafaur rasyidin. Karena mereka menetapkan itu semua atas perintah Allah dan Rasul-Nya, maka dikategorikan Sunnah, kendati dinamakan bid’ah menurut bahasa.”

Di halaman lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang Shalat Ar-Raghaib, “Sedang Shalat Ar-Raghaib, maka tidak punya landasan hukum. Shalat Ar-Raghaib itu bid’ah dan tidak disunnahkan dikerjakan, baik secara berjama’ah atau sendiri-sendiri.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menambahkan, “Jika sekelompok kaum Muslimin berkumpul pada malam tertentu untuk mengerjakan shalat Sunnah, tanpa menjadikannya kebiasaan rutin seperti Sunnah, maka tidak makruh. Tapi, menjadikannya kebiasaan secara rutin pada waktu tertentu itu makruh, karena merubah syariat dan menyejajarkan sesuatu yang tidak disyariatkan dengan sesuatu yang disyariatkan. Jika itu dibenarkan, tentu mereka mengerjakan shalat lain pada waktu Dhuha, atau di antara waktu Dhuhur dengan Ashar, atau shalat Tarawih di bulan Sya’ban, atau mengumandangkan adzan di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, atau berhaji ke shakhrah di Baitul Maqdis. Itu semua merubah agama Allah. Begitu juga mengadakan perayaan Maulid dan lain-lain.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan, “Barangsiapa menciptakan sesuatu menjadi agama dan ibadah, tanpa dalil syar’i dari Allah, ia pembuat bid’ah yang sesat. Inilah yang disinyalir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadits beliau, ‘Seluruh bid’ah itu sesat.’ Bid’ah itu kebalikan syariat. Dan, syariat ialah apa saja yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya, baik berbentuk perintah wajib atau sunnah. Kendati itu belum pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, misalnya shalat Tarawih secara berjama’ah dengan satu imam, kompilasi Al-Qur’an, pembunuhan orang-orang murtad, orang-orang Khawarij, dan lain sebagainya. Apa saja yang tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya itu bid’ah dan sesat. Misalnya menentukan tempat atau waktu untuk mengerjakan salah satu ibadah, seperti halnya Allah dan Rasul-Nya menentukan waktu-waktu shalat lima waktu, hari-hari Jum’at, dan Hari Raya.”

Di halaman lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Allah mengecam dua hal pada orang-orang musyrik. Pertama, mereka menyekutukan Allah dengan membuat hal-hal yang tidak pernah ditetapkan Allah. Kedua, mereka mengharamkan hal-hal yang tidak diharamkan Allah, seperti dijelaskan Rasulullah di hadits Iyadh dari Muslim. Allah Ta’ala berfirman, ‘Orang-orang yang menyekutukan Tuhan akan mengatakan Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.’ (Al-An’am: 148).

Mereka melakukan dua sekaligus: syirik dan mengharamkan hal-hal yang tidak diharamkan Allah. Termasuk dalam kategori syirik ialah semua ibadah yang tidak disyariatkan Allah. Orang-orang musyrik mengklaim ibadah mereka ada yang berbentuk wajib dan ada yang berbentuk sunnah. Di antara mereka ada yang menyembah selain Allah dengan bertujuan mendekat kepada Allah dengan tuhan selain Allah tersebut. Di antara mereka ada yang menciptakan agama lalu menyembah Allah dengannya, seperti diperbuat orang-orang Yahudi dan Nashrani. Sumber kesesatan pada manusia di dunia ini berasal dari dua hal: menciptakan agama yang tidak disyariatkan Allah dan mengharamkan hal-hal yang tidak diharamkan Allah. Itu pula prinsip Imam Ahmad dan lain-lain. Menurut mereka, perbuatan ada yang merupakan ibadah dan ada yang merupakan kebiasaan. Segala bentuk ibadah tidak boleh dikerjakan, kecuali yang disyariatkan Allah. Dan, pada dasarnya kebiasaan itu diperbolehkan, kecuali yang dilarang Allah. Acara-acara peringatan yang diselenggarakan sekarang ini dilarang agama, karena termasuk bid’ah yang dijadikan sebagai sarana taqarrub kepada Allah.”

Asy-Syathibi berkata, “Secara umum, seluruh bid’ah tercela. Termasuk di dalamnya hal-hal mirip bid’ah yang dijadikan hujjah sejumlah orang. Ketahuilah, semoga kalian dirahmati Allah, dalil-dalil yang telah saya sebutkan itu hujjah bahwa semua bid’ah itu tercela, karena beberapa alasan.

  • 1. Dalil-dalil tersebut bersifat mutlak dan umum. Kendati dalil-dalil tersebut banyak, namun tidak ada pengecualian di dalamnya. Juga tidak ada kalimat tambahan selain kalimat, ‘Semua bid’ah itu sesat.’ Jika ada hal baru yang perlu dipandang syariat sebagai hal baik atau disatukan dengan hal-hal yang telah disyariatkan, tentu hal tersebut disebutkan di Al-Qur’an atau Sunnah. Tapi, itu semua tidak ada. Ini menandakan semua dalil dalam masalah ini bersifat umum dan tidak ada seorang pun yang berbeda pendapat dalam masalah ini.

  • 2. Sudah menjadi kaidah ilmiah jika semua kaidah umum atau dalil umum syar’i disebutkan secara berulang-ulang, dan didukung dalil-dalil bermakna prinsipil atau tidak prinsip, tanpa ada pengkhususan di dalamnya, maka dalil-dalil tersebut tetap pada bentuk aslinya, yaitu bersifat umum, seperti firman Allah Ta’ala, ‘(yaitu) bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.’ (An-Najm: 39). Pembahasan hal ini bukan di sini tempatnya, tapi di tempat lain.

    Di beberapa hadits di tempat dan kondisi yang berbeda, redaksinya selalu berbunyi, “Sesungguhnya bid’ah itu sesat dan segala hal baru itu bid’ah.” Dan redaksi-redaksi lain yang menegaskan bid’ah itu tercela, tanpa pengkhususan di ayat maupun hadits, serta tidak ada dalil yang merubah keumuman hadits tersebut. Ini menunjukkan hadits tersebut tetap pada bentuk aslinya, yaitu umum dan mutlak.

  • 3. Generasi salaf dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in, sepakat bid’ah itu tercela dan buruk. Mereka berpaling darinya dan para pelakunya, tanpa ragu. Ini ijma’ kuat dan menunjukkan bid’ah tidak benar, tapi batil.

  • 4. Pembuat bid’ah sendiri menuntut kesimpulan di atas, karena ia oposisi pembuat syariat (Allah dan Rasul-Nya) dan mencampakkan syariat. Apa saja seperti ini mustahil terbagi menjadi dua; baik dan buruk, tercela atau terpuji. Sangat tidak masuk akal dan tidak syar’i menganggap baik sesuatu yang tidak dianggap baik oleh pembuat syariat. Hal ini telah dibahas di bab kedua. Kalaupun misalnya ada dalil yang menganggap baik salah satu bid’ah atau tidak mencela salah satu bentuk bid’ah, maka tetap tidak masuk akal, karena bid’ah itu metode menandingi syariat. Misalnya pembuat syariat menganggap baik salah satu bentuk bid’ah, itu bukti bid’ah tersebut disyariatkan. Seandainya pembuat syariat berkata, ‘Bid’ah ini baik,’ tentu bid’ah tersebut termasuk hal-hal yang disyariatkan. Karena bid’ah terbukti tercela, maka tercela pula pelakunya. Bid’ah tidak tercela karena sifatnya saja, namun orang yang bersifat dengannya ikut tercela. Jadi, sejatinya, pihak tercela adalah pelaku bid’ah. Celaan sama dengan berdosa. Karena itu, pelaku (atau pembuat) bid’ah itu tercela plus berdosa. Ini berlaku pada seluruh bid’ah secara umum, dan itu ditunjukkan oleh empat sebab.”( Al-I’tisham, jilid I, hal. 180-182.)

Di tempat lain ketika menjelaskan definisi bid’ah, Asy-Syathibi berkata, “Yang dimaksud dengan ungkapan bid’ah itu metode menandingi syariat ialah bid’ah mirip dengan cara-cara syar’i, bahkan bid’ah kebalikan syariat dari banyak sisi.”

Asy-Syathibi menambahkan, “Contohnya, mengerjakan cara-cara tertentu secara rutin, seperti dzikir massal tapi satu suara, merayakan hari kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan lain sebagainya.”( Ibid, jilid I, hal. 34.)

Ketika menjelaskan hadits Al-Irbadh bin Sariyah, Ibnu Rajab berkata,

“Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Tinggalkan hal-hal baru yang diada-adakan, karena hal baru itu bid’ah dan semua bid’ah itu sesat,’ melarang umat mengikuti hal-hal baru yang merupakan bid’ah. Beliau menegaskan hal itu, dengan bersabda, ‘Karena semua bid’ah itu sesat.’ Bid’ah ialah apa saja yang dibuat tanpa landasan hukum di syariat. Jika punya landasan hukum di syariat, maka bukan bid’ah, kendati merupakan bid’ah menurut bahasa. Di Shahih Muslim disebutkan hadits dari Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di khutbah beliau, ‘Perkataan paling baik Al-Qur’an, petunjuk terbaik petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sesuatu paling buruk hal-hal baru yang diada-adakan dan seluruh bid’ah itu sesat.’ Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Majah dari Katsir bin Abdullah Al-Muzani, yang merupakan perawi lemah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, ‘Barangsiapa membuat bid’ah sesat yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, ia mendapat dosa sebesar dosa orang-orang yang mengerjakannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun’.”

Ibnu Rajab menambahkan, “Kalimat, ‘Semua bid’ah itu sesat,’ kalimat komprehensif yang mencakup segala hal. Kalimat ini prinsip agung agama dan mirip dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Barangsiapa membuat hal-hal baru dalam urusan kami, padahal tidak termasuk bagiannya, maka tertolak.’ (Diriwayatkan Al-Bukhari). Barangsiapa membuat sesuatu dan mengatasnamakannya agama, padahal tidak punya landasan hukum di agama, maka termasuk kesesatan dan agama bersih darinya. Baik hal ini dalam masalah-masalah akidah, amal perbuatan, perkataan nyata, atau perkataan tersembunyi. Sedang perkataan generasi salaf yang menganggap baik sebagian ibadah, maka itu bid’ah menurut bahasa. Contohnya, perkataan Umar bin Khaththab ketika menyelenggarakan shalat Tarawih secara berjama’ah di masjid. Ia keluar rumah dan melihat kaum Muslimin shalat Tarawih secara berjama’ah, lalu berkata, ‘Bid’ah paling baik adalah ini.’ Juga diriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa ia berkata, ‘Jika ini bid’ah, maka ini bid’ah paling baik.’ Diriwayatkan bahwa Ubai bin Ka’ab berkata kepada Umar bin Khaththab, ‘Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.’ Umar bin Khaththab berkata, ‘Tapi hal ini bagus.’ Maksudnya, shalat Tarawih sebelumnya tidak diselenggarakan seperti itu. Tapi, shalat Tarawih punya landasan hukum di syariat. Di antara landasan hukumnya ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan kaum Muslimin mengerjakan shalat Tarawih. Pada jaman beliau, kaum Muslimin mengerjakan shalat Tarawih secara sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok dengan imam masing-masing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengerjakan shalat Tarawih dengan para sahabat beberapa malam, lalu tidak melakukannya lagi seperti itu, karena khawatir menjadi wajib bagi mereka dan akibatnya mereka tidak mampu mengerjakannya. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kondisi sudah aman dari tasyri’. Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shalat bersama para sahabat secara sendiri-sendiri di sepuluh terakhir Ramadhan. Landasan hukum lainnya ialah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar umat mengikuti sunnah khulafaur rasyidin. Dan, shalat Tarawih secara berjama’ah termasuk sunnah khulafaur rasyidin. Buktinya, hal tersebut dikerjakan pada zaman Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib.

Contoh lainnya, adzan pertama hari Jum’at. Utsman bin Affan menambah adzan shalat Jum’at menjadi dua, karena kaum Muslimin membutuhkannya. Hal ini disetujui Ali bin Abu Thalib dan dikerjakan kaum Muslimin secara terus-menerus.”

Ibnu Rajab menambahkan, “Al-Hafidz Abu Nu’aim meriwayatkan dengan sanad dari Ibrahim bin Al-Junaid, yang berkata, aku dengar Imam Syafi’i berkata, ‘Bid’ah ada dua: bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Jika bid’ah sesuai dengan Sunnah, maka bid’ah terpuji. Jika bertentangan dengan Sunnah, maka tercela.’ Imam Syafi’i berhujjah dengan perkataan Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, “Bid’ah paling baik adalah ini (shalat Tarawih berjama’ah).’ Apa yang dikatakan Imam Syafi’i sama dengan apa yang baru saja saya katakan. Bid’ah tercela adalah bid’ah yang tidak punya landasan hukum di syariat. Itulah bid’ah menurut syariat. Sedang bid’ah terpuji, maka bid’ah yang sinkron dengan Sunnah. Artinya punya landasan hukum di Sunnah. Bid’ah tersebut hanya bid’ah menurut bahasa, bukan syar’i, sebab sesuai dengan Sunnah.”

Ketika menjelaskan hadits, “Sesunggunya perkataan paling baik adalah Al-Qur’an,” Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata di bukunya Fathul Bari, bab Al-I’tishom, “Muhdatsaat adalah jamak kata muhdatsah yang berarti hal-hal baru yang diada-adakan dan tidak punya landasan hukum di syariat. Menurut syariat, itu dinamakan bid’ah. Sedang yang punya landasan hukum di syariat, maka tidak dinamakan bid’ah. Menurut syariat, bid’ah itu tercela. Sedang menurut bahasa, segala hal baru yang diada-adakan tanpa contoh sebelumnya dinamakan bid’ah, baik terpuji atau tercela. Hal yang sama berlaku pada kata muhdatsah dan kata muhdats di hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, ‘Barangsiapa membuat hal-hal baru di agama kami, padahal tidak termasuk di dalamnya, maka tertolak.’ Hadits ini telah dijelaskan sebelumnya di bab Al-Ahkam. Di hadits Jabir disebutkan, ‘Dan seluruh bid’ah itu sesat.’ Di hadits Al-Irbadh bin Sariyah disebutkan, ‘Tinggalkan hal-hal baru yang diada-adakan, karena segala hal baru itu sesat.’ Permulaan hadits ini ialah, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menasihati kami dengan nasihat mengesankan dan seterusnya.’ Hadits ini diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi. Dishahihkan Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim. Hadits ini maknanya mirip hadits Aisyah dan termasuk kalimat komprehensif. Imam Syafi’i berkata, ‘Bid’ah ada dua: bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Jika bid’ah sesuai dengan Sunnah, maka bid’ah terpuji. Jika bertentangan dengan Sunnah, maka tercela.’ Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang berkata, ‘Kalian telah berada di atas fitrah. Kalian akan membuat bid’ah atau bid’ah dibuat untuk kalian. Jika kalian melihat bid’ah, berpegang teguhlah dengan petunjuk pertama (petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).’ Ahmad meriwayatkan dengan sanad bagus dari Ghudhaif bin Al-Harits yang berkata, ‘Abdul Malik bin Marwan menemuiku lalu berkata, aku menyuruh orang-orang menyepakati dua hal: mengangkat tangan mereka di atas mimbar pada hari Jum’at dan mendengar acara pemaparan kisah setelah Shubuh dan Ashar.’ Aku (perawi) ber-kata, menurutku, ini model bid’ahmu yang paling nyata dan aku tidak sudi mengerjakan salah satu dari keduanya, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, jika ada kaum menciptakan bid’ah maka sunnah sepertinya diangkat dari mereka. Berpegang teguh dengan Sunnah itu lebih baik daripada menciptakan bid’ah.’ Jika itu jawaban sahabat atas sesuatu yang punya landasan hukum di sunnah, bagaimana dengan sesuatu yang tidak punya landasan hukum di Sunnah? Bagaimana dengan sesuatu yang malah bertentangan dengan Sunnah?”

Ibnu Hajar melanjutkan, “Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadits Al-Irbadh, ‘Karena semua bid’ah itu sesat,’ setelah sabda beliau, ‘Tinggalkan hal-hal baru yang diada-adakan,’ menunjukkan hal baru yang diada-adakan itu dinamakan bid’ah dan sabda beliau, ‘Karena semua bid’ah itu sesat,’ merupakan kaidah umum syar’i, secara harfiyah (literally) atau makna. Berdasarkan tinjauan harfiyahnya, dapat dikatakan, hukum masalah ini bid’ah, semua bid’ah sesat, dan tidak termasuk syariat, karena kandungan syariat seluruhnya petunjuk. Jika hukum hal tersebut bid’ah, maka dua premis sebelumnya itu benar dan membuahkan hasil. Yang dimaksud dengan kalimat, ‘Karena semua bid’ah itu sesat,’ ialah seluruh hal baru yang diada-adakan tanpa punya dalil syar’i, dengan cara umum atau khusus.”( Fathul Bari, jilid XIII, hal. 253-254.)

Ibnu An-Nahhas berkata di bukunya, Tanbihul Ghafilin an A’maali Al-Jahilin berkata,

“Ulama besar Abu Muhammad Izzuddin bin Abdussalam rahimahullah berkata, ‘Bid’ah terbagi ke dalam tiga jenis:

  • 1. Bid’ah dalam hal-hal mubah. Misalnya makan dan minum bervariasi, mode pakaian, cara nikah, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini tidak ada masalah.

  • 2. Bid’ah dalam hal-hal positif, yaitu bid’ah yang sinkron dengan kaidah-kaidah syar’i dan sama sekali tidak bertentangan dengannya, misalnya membangun pesantren, hotel, sekolah, dan tempat-tempat positif lain yang belum pernah ada pada zaman generasi pertama. Sebab, itu sinkron dengan syariat, yaitu membuat kebaikan, kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Begitu juga pengajaran bahasa Arab. Itu hal baru. Tapi, mengkaji Al-Qur’an dan memahami maknanya tidak dapat terealisir kecuali dengan bahasa Arab. Jadi, mempelajari bahasa Arab sinkron dengan yang diperintahkan kepada kita, yaitu merenungkan Al-Qur’an dan memahami maknanya. Begitu juga penulisan hadits dan klasifikasinya menjadi hasan, shahih, maudhu’, dan dhaif, itu hal baru yang positif, karena menjaga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari upaya diberi tambahan dengan ucapan yang sebenarnya tidak termasuk dalam cakupan hadits atau dari kemungkinan isinya dikurangi. Begitu juga menetapkan kaidah-kaidah fiqh dan ushul fiqh. Itu semua hal baru yang positif, sinkron dengan syariat, dan tidak bertentangan dengannya.

  • 3. Bid’ah yang bertentangan dengan syariat atau selalu berseberangan dengannya. Misalnya shalawat Ar-Raghaib. Itu shalawat dusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kebohongan terhadap beliau.

Ulama lain berkata, bid’ah terbagi ke dalam lima jenis.

Pertama, bid’ah wajib seperti mengarang buku, memberi harakat dan titik pada Al-Qur’an.

Kedua, bid’ah sunnah, misalnya membangun jembatan, sekolah, dan lain sebagainya.

Ketiga, bid’ah mubah, misalnya menggunakan saringan tepung, dan lain sebagainya.

Keempat, bid’ah makruh, seperti makan di atas meja.

Kelima, bid’ah haram, yang contohnya tidak bisa dihitung. Ketahuilah, di bab ini, saya sebutkan sejumlah contoh bid’ah dan hal-hal haram.”( Tanbihul Ghafilin, hal. 320-321.)

Setelah menyebutkan sejumlah bid’ah hingga hampir lima puluh halaman di bukunya dan di antaranya perayaan Maulid pada bulan Rabiul Awal, Ibnu Al-Haj berkata, “Di antara bid’ah dan diyakini ibadah paling agung ialah penyelenggaraan perayaan Maulid. Tidak tertutup kemungkinan, perayaan Maulid sarat dengan bid’ah dan hal-hal haram. Misalnya, pagelaran musik, kehadiran anak-anak ABG dan remaja, kaum wanita melihat anak-anak remaja, dan lain sebagainya yang membawa kerusakan.”

Ibnu Al-Haj menambahkan, “Jika perayaan Maulid tanpa pagelaran musik, hanya berupa hidangan makanan, kaum Muslimin diundang kepadanya, dan tidak ada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, maka itu tetap bid’ah, karena menambah ajaran agama ini yang tidak pernah dikerjakan generasi salaf. Mengikuti generasi salaf lebih diutamakan dan dengan niat seperti itu sudah menyalahi manhaj mereka.

Saya berharap perayaan Maulid tidak dilatari keinginan debat kusir, perasaan merasa besar, riya’, dan berbuat melebihi kemampuan. Meskipun, motif perayaan Maulid seperti di atas, maka makanan hidangan seperti itu makruh, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang makanan orang yang berlomba-lomba dalam masalah seperti itu. Terkadang motif acara seperti itu ialah ingin memperkenalkan yang diundang, misalnya hakim, penguasa setempat, syaikh tertentu, dan lain sebagainya. Terkadang, motifnya ialah keinginan oknum syaikh tertentu untuk memperkaya diri, sebab dengan perayaan Maulid, orang-orang memberi bantuan dan hadiah kepadanya. Atau terkadang motifnya ialah sebagai ajang perdebatan teman-teman tuan rumah dengan pengikut syaikh tertentu. Terkadang, ada orang jahat dan ditakuti orang menyelenggarakan perayaan Maulid, dengan mengundang orang-orang tak bernyali kuat dan orang-orang yang takut kepadanya sebab orang yang bersangkutan tidak segan-segan menyerang kehormatan mereka dan menyakiti mereka. Terkadang, motifnya ialah hal-hal lain yang tidak mungkin bisa dihitung di sini, namun secara umum dapat disimpulkan, yaitu keinginan untuk memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memperlihatkan kegembiraan dengan kelahiran beliau, dan bersedekah kepada orang-orang miskin seperti kebiasaan beliau. Tujuan sesungguhnya perayaan Maulid tidak seperti itu dan hal sudah saya jelaskan sebelumnya. Tindakan seperti itu termasuk kemunafikan, kendati sekilas ibadah. Keinginan batil seperti itu menjauhkan orang dari Sunnah. Pelakunya, hadirin, dan orang yang tidak bereaksi dengan memberi nasihat, berdosa. Allah mengatakan yang benar dan menunjukkan ke jalan lurus.”( Tanbihul Ghafilin an A’mali Al-Jahilin, hal. 381-382.)

Dengan mengkaji perkataan-perkataan ulama yang mumpuni dan dikenal bertakwa, shalih, pola pikirnya lurus, akidahnya benar, diberi ilmu dan pemahaman luas, maka terlihat dengan jelas semuanya membid’ahkan hal-hal baru yang diada-adakan, kendati secara sekilas terlihat bagus dan logis. Juga terlihat jelas oleh kita ketidakbenaran pendapat yang membagi bid’ah ke dalam bid’ah tercela dan bid’ah terpuji atau bid’ah hasanah (bagus) dan bid’ah sayyi’ah (tidak bagus). Yang dimaksud sebagian generasi salaf dengan bid’ah yang logis ialah bid’ah secara bahasa. Sedang bid’ah menurut syar’i, maka tertolak, sesat, dan masuk neraka, seperti disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jika kita ingin menambah perkataan ulama tentang bid’ah, larangan darinya, serta pendapat yang tidak membenarkan pembagian bid’ah ke dalam bid’ah bagus dan bid’ah tidak bagus, atau bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, maka kita sanggup menulis beberapa buku. Tapi, kami berkeyakinan apa yang telah kami paparkan, yaitu perkataan Syakhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, Asy-Syathibi, Ibnu Rajab, dan Ibnu An-Nahhas, sudah memadai bagi para pencari kebenaran dan orang-orang obyektif.

Semua perkataan mereka menunjukkan bid’ah itu bid’ah, seindah apa pun bentuknya. Dalil-dalil tentang larangan dari bid’ah semuanya menyebut bid’ah secara umum. Pembagian bid’ah ke dalam bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah itu hanya menurut bahasa. Menurut mereka, bid’ah hasanah dalam realitasnya bukan merupakan bid’ah, tapi termasuk ajaran agama, syariat, dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kendati menamakannya bid’ah, namun yang mereka maksud ialah dari sisi bahasa semata, seperti dikatakan Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu tentang penyelenggaraan shalat Tarawih secara berjama’ah, “Bid’ah paling baik adalah ini (shalat Tarawih secara berjama’ah). Generasi salaf kita telah menyebutkan contoh-contoh bid’ah menurut bahasa, tapi punya landasan hukum di syariat, seperti penulisan ilmu, pengumpulan Al-Qur’an, pembangunan mushalla, dan lain sebagainya. Mereka tidak menyebutkan perayaan Maulid, shalawat-shalawat baru yang diadakan seperti shalawat Ar-Raghaib, shalawat Al-Fatih lima Ughliqa, dan bid’ah-bid’ah lainnya termasuk bid’ah hasanah. Justru, mereka menegaskan itu semua bid’ah yang mungkar, tercela, dan buruk, seperti terlihat di perkataan-perkataan di atas. Mereka juga menandaskan, apa saja yang tidak didukung dalil-dalil syar’i, maka bid’ah, sesat, pelakunya masuk neraka, kendati bentuk fisiknya bagus. Kendati misalnya bid’ah-bid’ah tersebut tidak punya latar belakang jelek, kita tetap menolaknya karena adanya niat menciptakan bid’ah. Apalagi, jika bid’ah-bid’ah tersebut sarat dengan kemungkaran, misalnya kaum laki-laki membaur menjadi satu dengan kaum perempuan, ada pagelaran musik, hidangan makanan hingga taraf berlebihan untuk para panitia perayaan Maulid, dan perayaan Maulid menjadi sarana memperkaya diri tokoh tertentu, seperti dikatakan Ibnu An-Nahhas di bukunya, Tanbihul Ghafilin, dan dinukil Ibnu Al-Haj di kata pengantarnya. Selain itu, di perayaan-perayaan seperti itu dilantunkan beragam pujian setinggi langit kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga menempatkan beliau di posisi Tuhan, seperti fakta yang sekarang terjadi di perayaan Maulid dewasa ini, kendati hal ini tidak diakui Maliki. Kalaulah kita sepakat dengan Maliki bahwa perayaan Maulid bersih dari pemandangan campur baurnya kaum laki-laki dengan kaum perempuan, kemungkaran, hidangan makanan dan minuman secara berlebihan, tapi ia mendukung dan membela habis-habisan pendapat bahwa ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hadir di perayaan Maulid. Maliki menegaskan para hadirin boleh berdiri menyambut kehadiran ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini keyakinan sesat, membuka pintu lebar-lebar kebohongan pada masyarakat umum, memberi peluang seluas-luasnya kepada pengikut tarikat untuk merusak akidah kaum Muslimin, membuat masyarakat awam langsung mempercayai bualan, khurafat ini, dan ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diklaim hadir di perayaan Maulid. Menurut mereka, ruh beliau datang secara rutin di pertemuan-pertemuan mereka, guna memberi perintah atau larangan, meridhai dan murka, seperti diakui pemimpin pertemuan kacau ini. Bagaimana Maliki dapat berkata perayaan Maulid disyariatkan? Realitas Maliki persis seperti dinyatakan Haiah Kibar Al-Ulama (Forum Ulama Senior) di kesepakatan bersama mereka seperti berikut,

“Maliki berusaha mengembalikan paganisme ke negeri ini, penyembahan kuburan dan para nabi, bersandar kepada selain Allah, melecehkan dakwah tauhid, menyebarkan dengan gigih syirik, khurafat, bersikap berlebih-lebihan terhadap kuburan dan menetapkannya di buku-bukunya, mengajak kepadanya di forum-forumnya, dan berkunjung ke luar negeri untuk mengajak kaum Muslimin kepada hal-hal tersebut.”

Catatan Ketiga:

Maliki mengatakan perayaan Maulid bid’ah dari sudut pandang format sosialnya, bukan dari sudut pandang individu-individunya, sebab mereka sudah ada sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kita tidak tahu apa yang dimaksud Maliki dengan klaimnya ada individu-individu yang menyelenggarakan perayaan Maulid pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Apakah betul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri atau bersama istri-istri beliau menyelenggarakan perayaan Maulid? Apakah Ali bin Abu Thalib bersama istrinya, Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kedua anaknya, Al-Hasan dan Al-Husain, menggelar perayaan Maulid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah keluarga besar Al-Abbas merayakan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan sahabat lainnya, menyelenggarakan pesta Maulid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah perayaan Maulid perlu diadakan, berdasarkan puasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Senin, yang merupakan hari kelahiran beliau? Berhujjah dengan alasan ini sudah dibahas sebelumnya dan tidak perlu diulang lagi di sini.

Maliki pernah berjanji menyebutkan nama-nama sahabat yang mengadakan perayaan Maulid di bukunya. Kita tunggu saja realisasi janjinya, lalu mengoreksi seluruh dalil yang ia ajukan. Dalil-dalilnya pasti terbang seperti buih seperti dalil-dalilnya yang lain.

Hit : 0 | IndexJudul | IndexSubjudul | kirim ke teman | versi cetak 

 
   
Statistik Situs
Kamis,25-4-2024 M 23:1:55 
Hijri: 16 Syawal 1445 H
Hits ...: 311649989
Online : 104 users

Pencarian

cari di  

 

Iklan

















Jajak Pendapat
Rubrik apa yang paling anda sukai di situs ini ?

Analisa
Buletin
Fatwa
Kajian
Khutbah
Kisah
Konsultasi
Nama Islami
Quran
Tarikh
Tokoh
Doa
Hadits
Mu'jizat
Sakinah
Akidah
Fiqih
Sastra
Resensi
Dunia Islam
Berita Kegiatan
Kaset
Kegiatan
Materi KIT
Firqah
Ekonomi Islam
Senyum
Download


Hasil Jajak Pendapat

Mutiara Hikmah

Mathraf bin Abdullah ibnusy Syakhir menulis surat balasan kepada sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, "Kepada hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, dari Mathraf bin Abdullah. Salamullah 'alaik, ya Amiral Mukminin, wa Rahmatullah wa Barakatuh. Sesungguhnya, aku mengajakmu memuji kepada Allah yang tidak ada tuhan yang hak selain Dia. Amma ba'du. "Jadikanlah rasa tenangmu bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan perhatian penuhmu kepada-Nya. Sesungguhnya, kaum yang merasa damai dengan Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan sepenuhnya memberikan perhatiannya kepada-Nya, mereka merasa lebih damai bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dalam kesendirian daripada beramai-ramai dengan jumlah yang banyak, mereka mematikan apa saja di dunia yang mereka khawatirkan akan mematikan hati mereka, mereka meninggalkan apa saja di dunia yang mereka ketahui bakal meninggalkannya, mereka menjadi musuh terhadap apa yang diterima manusia dari dunia. Semoga Allah menjadikan kita semua bagian dari mereka karena mereka sedikit jumlahnya di dunia. Wassalam." (Abdullah bin Abdul Hakam, al-Khalifah al-'Adil Umar bin Abdil Aziz, hal.182)

( Index Mutiara )


Fiqh Wanita

Benarkah Kaum Wanita Tidak Boleh Masuk Masjid Karena Mereka Adalah Najis

Jika Mendapat Kesucian Setelah Shubuh

Haid Datang Beberapa Saat Sebelum Matahari Terbenam

Merasa Ada Darah Tapi Belum Keluar Sebelum Matahari Terbenam

Hukum Wanita Yang Mandi Setelah Jima', Kemudian Keluar Cairan Dari Kemaluannya

Hukum Orang Yang Kentut Terus Menerus.

Shalat Dengan Pakaian Terkena Najis

Hukum Orang Haidh Berdiam di Masjid

Hukum air kencing anak yang mengenai pakaian wanita

Menggunakan air laut untuk berwudlu

Hukum Operasi Cesar

Menyentuh wanita dalam keadaan berwudhu'

Menyentuh wanita asing(selain isteri) dalam keadaan berwudhu'

Hukum membawa Mushaf ke dalam WC

Bersuci dari Air Kencing Bayi

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Kutek

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Inai (Pacar)

Hukum Wudhunya Wanita yang Tidak Menghilangkan Kutek

Membasuh Kepala Bagi Wanita

Hukum Mengusap Rambut yang Disanggul (dikepang)

Sifat Mandi Junub dan Perbedaan dengan Mandi Haidh

Melepaskan Ikatan Rambut Untuk Mandi Haidh

Haruskah Meresapkan Air ke Dalam Kulit Kepala Dalam Mandi Junub?

Samakah Wanita yang Memiliki Rambut Panjang yang Tidak Digulung dengan yang Digulung

Hukum Mengusap Kain Penutup Kepala Saat Mandi Junub

Haruskah Dua Kali Bersuci Karena Dua Hadats

Wajib Mandikah Wanita Yang Bermimpi (Mimpi Basah)

Jika Seorang Wanita Bermimpi dan Mengeluarkan Cairan yang Tidak Mengenai Pakaiannya, Apakah Ia Wajib Mandi

Wajib Mandikah Bila Keluarnya Mani Karena Syahwat Tanpa Bersetubuh

Berdosakah Seorang Wanita yang Mimpi Bersetubuh Dengan Seorang Pria

Wajib Mandikah Jika Seorang Wanita Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya atau Jika Seorang Dokter Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya

Jika Seorang Ragu Tentang Junubnya

Bolehkah Menunda Mandi Wajib Hingga Terbit Fajar

Bolehkah Orang yang Junub Tidur Sebelum Berwudhu

Mandi Junub Merangkap Mandi Jum'at, atau Merangkap Mandi Haidh dan Mandi Nifas

Apakah Penggunaan Inai Pada Masa Haidh Akan Mempengaruhi Sahnya Mandi Setelah Masa Haidh?

Apakah Tubuh Orang yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Ia Mandi Junub

Masa di Mana Para Wanita yang Sedang Nifas Tidak Boleh Melaksanakan Shalat

Pendapat yang Kuat Tentang Masa Nifas

Nifas, Suci Sebelum Empat Puluh Hari Lalu Berpuasa

Apakah Wanita Nifas yang Suci Sebelum Genap Empat Puluh Hari Tetap Wajib Melaksanakan Ibadah

Nifas, Jika Darah Terus Mengalir Setelah Empat Puluh Hari

Darah Nifas Berhenti Sebelum Empat Puluh Hari, Apakah Hal Ini Membolehkan Shalat Walaupun Darah Itu Kembali Lagi Pada Hari Keempat Puluh

Apakah Masa Nifas Itu Dapat Lebih dari Empat Puluh Hari?

Tidak Mengeluarkan Darah Setelah Melahirkan, Bolehkah Suaminya Mencampurinya?

Jika Wanita Hamil Keluar Darah Banyak Tapi Bayi yang Dikandungnya Tidak Keluar ( Keguguran )

Bila Seorang Wanita Hamil Mengalami Goncangan Namun Ia Tidak Tahu Apakah Kandungannya Keguguran atau Tidak, Dalam Keadaan Ia Mengalami Haidh

Hukum Darah yang Menyertai Keguguran Prematur Sebelum Sempurnanya Bentuk Janin dan Setelah Sempurnanya Janin

Hukum Darah yang Mengalir Terus Menerus Dalam Waktu yang Lama Setelah Keguguran

Keguguran Pada Umur Tiga Bulan Kehamilan, Apakah Tetap Wajib Shalat

Hukum Darah yang Keluar Setelah Keluarnya Janin ( Keguguran )

Keguguran Sebelum dan Setelah Terbentuknya Janin

Banyak Mengeluarkan Darah Saat Keguguran

Keguguran Pada Bulan Ketiga dari Masa Kehamilan, Kemudian Setelah Lima Hari Melaksanakan Puasa dan Shalat

Wajibkah Puasa dan Shalat Bagi Wanita yang Mengalami Keguguran

Kapankah Darah Keguguran Prematur Dianggap Darah Nifas

Mengeluarkan Darah Lebih dari Tiga Hari Sebelum Persalinan

Mengeluarkan Darah Lima Hari Sebelum Datangnya Masa Nifas

Mengeluarkan Darah Satu atau Dua Hari Sebelum Persalinan

Kewajiban Wanita Nifas Pada Akhir Masa Nifas

Darah Nifas Mengalir Kembali Setelah Empat Puluh Hari

Hukum Darah Nifas yang Keluar Lagi

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

Hukum Berhadats Kecil Dan Menyentuh Mushaf

Mencium Istri Tidak Membatalkan Wudhu’

Darah Nifas Berhenti Kemudian Kembali Lagi Setelah Empat Puluh Hari

Yang Dibolehkan Bagi Suami Terhadap Istrinya yang Sedang Nifas

Apakah Disyaratkan Empat Puluh Hari untuk Dibolehkannya Mencampuri Istri Setelah Melahirkan

Hukum Membaca Al-Qur’an Tanpa Wudhu’

Boleh Menyentuh Kaset Rekaman Al-Qur’an Bagi Yang Sedang Junub

Bersetubuh Setelah Tiga Puluh Hari Melahirkan

Darah yang Keluar dari Wanita yang Melahirkan Melalui Operasi

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Cara Shalat Wanita yang Terus Mengeluarkan Darah

Seorang Wanita Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Darah, Lalu Beberapa Hari Kemudian Ia Mengeluarkan Da-rah Haidh yang Sebenarnya

Setelah Operasi dan Sebelum Masa Haidh Mengeluarkan Darah Hitam, Kemudian Setelah Itu Masa Haidh Datang

Seorang Wanita Telah Berhenti Masa Haidhnya Karena Usianya yang Sudah Lanjut Kemudian Dalam Suatu Perjalanan Ia Mengeluarkan Darah Terus Menerus

Wanita Mengeluarkan Darah yang Bukan Darah Haidh dan Bukan Pula Darah Nifas

Setelah Bersuci dari Haidh yang Biasanya Selama Sem-bilan atau Sepuluh Hari, Keluar Lagi Darah Pada Waktu-waktu yang Tidak Tentu

Di Bulan Ramadhan Mengeluarkan Darah Sedikit yang Terus Berlanjut Sepanjang Bulan

Setelah Nifas Mengeluarkan Darah Sedikit yang Bukan di Masa Haidh

Cara Bersucinya Wanita Mustahadhah

Perbedaan Antara Darah Haidh dan Darah Istihadhah

Penjelasan Tentang Cairan Berwarna Kuning dan Cairan Keruh Serta Hukumnya, Juga Tentang Cairan Putih (Keputihan)

Penggunaan Pil-pil Pencegah Kehamilan Mengakibatkan Timbulnya Cairan Keruh yang Merusak Haidh

Mengeluarkan Cairan Keruh Sehari atau Dua Hari Sebelum Datangnya Masa Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar Sehari atau Dua Hari Sebelum Masa Haidh

Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Cairan Keruh Sebelum Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Setelah Suci

Mengeluarkan Tetasan Bening yang Berwarna Agak Kuning di Luar Waktu Haidh

Apakah Cairan yang Keluar dari Wanita Itu Najis dan Membatalkan Wudhu

Hukum Orang yang Yakin Bahwa Cairan-cairan Itu Tidak Membatalkan Wudhu

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Bolehkah Ia Melakukan Shalat Sunat dan Membaca Al-Qur'an

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Tapi Kemudian Setelah Berwudhu Itu dan Sebelum Shalat Cairan Itu Keluar Lagi

Bolehkah Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan Melakukan Shalat Dhuha Dengan Wudhu Shalat Shubuh

Bolehkah Melakukan Shalat Tahajud Dengan Wudhu Shalat Isya Bagi Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Cukupkah Membasuh Anggota Wudhu Bagi Wanita Yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Bagaimana Hukumnya Jika Cairan Itu Mengenai Bagian Tubuh

Tidak Berwudhu Saat Mengeluarkan Cairan Itu Karena Tidak Tahu

Mengapa Tidak Ada Riwayat dari Rasulullah SAW yang Menyatakan Bahwa Cairan yang Keluar dari Wanita Dapat Membatalkan Wudhu, Sementara Para Shahabiyah Sangat Menjaga Cairan yang Keluar ?

Apa Betul Syaikh Ibnu Utsaimin Berpendapat Bahwa Cairan Tidak Membatalkan Wudhu ?

Mengeluarkan Cairan Setelah Mandi Junub dan Setelah Bangun Tidur

Wanita Hamil Mengeluarkan Cairan Sejak Satu Bulan

Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Perawan dan Janda Tanpa Mimpi

Keluarnya Mani Beserta Air Kencing Kemudian Setelah Itu Keluar Mani Tanpa Syahwat

Saya Mengeluarkan Cairan Putih dan Terkadang Cairan Itu Keluar Ketika Saya Sedang Shalat

Hukum Cairan yang Keluar Setetes Demi Setetes

Hukum Membaca Kitab Tafsir Bagi Wanita Haidh

Bagaimana Shalat Orang Yang Mengidap Penyakit Kencing Netes?

Hukum Kencing Berdiri

Panas Matahari Tidak Menghilangkan Najis

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Doa Membasuh Muka Pada Saat Berwudhu.

Doa Mandi Junub

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu?

Hukum Mimpi (junub) Namun Tidak Keluar Mani

Menyisir Rambut dan Memotong Kuku Saat Haidh

Hukum Berhadats Kecil dan Menyentuh Mushaf


Senyum
Tes Kecerdasan !
Jawablah pertanyaan dibawah ini tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu !

Pertanyaan pertama: jika anda sedang mengikuti lomba lari, kamudian anda bisa mendahului pelari yang kedua, maka pada urutan berapakah anda sekarang?????

Jawaban !
jika anda menjawab bahwa anda diurutan pertama
Maka jawaban anda salah
Sebab jika anda mendahului pelari kedua maka anda hanya menggantikan posisinya diurutan kedua tidak menggantikan posisi pelari urutan pertama.

Sekarang soal kedua: tapi jawablah dengan cepat gak pake lama, oke ?

Pertanyaan: jika anda mendahului pelari terakhir, maka anda diurutan …… ????

Jawaban:
Jika jawaban anda adalah terakhir atau sebelum akhir, maka jawaban anda salah

Karena bagaimana mungkin anda mendahului pelari terakhir padahal yang terakhir itu adalah anda !!!?


Fatwa Puasa

Kapan Remaja Putri Diwajibkan untuk Berpuasa?

Remaja Putri Berusia Dua Belas atau Tiga Belas Tahun Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan

Tidak Berpuasa Selama Masa Haidh, dan Setiap Kali Tidak Berpuasa Ia Memberi Makan, Apakah Wajib Qadha Baginya

Istri Saya Hamil dan Mengeluarkan Darah Pada Permulaan Ramadhan

Mendapat Kesucian dari Haidh atau dari Nifas Sebelum Fajar dan Tidak Mandi Kecuali Setelah Fajar

Seorang Wanita Mendapat Kesuciannya dari Nifas Dalam Satu Pekan, Kemudian Ia Berpuasa Bersama Kaum Muslimin, Setelah Itu Darah Tersebut Datang Lagi

Mendapat Kesucian Setelah Tujuh Hari Melahirkan Lalu Berpuasa di Bulan Ramadhan

Setelah Empat Puluh Hari Sejak Melahirkan, Darah yang Keluar Berubah, Apakah Saya Harus Shalat dan Puasa

Melahirkan di Bulan Ramadhan dan Tidak Mengqadha Setelah Bulan Ramadhan Karena Ada Kekhawatiran Pada Bayi, Kemudian Pada Bulan Ramadhan Selanjutnya Ia Melahirkan Lagi

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Dan Menyusui Jika Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bagaimana Hukumnya Jika Wanita Menyusui Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya

Meninggalkan Puasa Dengan Sengaja Selama Enam Hari di Bulan Ramadhan Karena Ujian Sekolah

Memaksa Isteri untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

Memaksa Istri untuk Tidak Berpuasa

Seorang Pria Musafir Tiba di Rumahnya Pada Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya

Apakah Keluar Darah dari yang Hamil Termasuk yang Membatalkan Shaum

Suami Mencium dan Mencumbui Istrinya di Siang Hari Ramadhan

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -1

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -2

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan - 3

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -1

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -2

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -3

Menggunakan Inai Pada Rambut Saat Berpuasa

Mengobati Pilek dengan Obat yang Dihirup Melalui Hidung

Apakah Keluarnya Air Ketuban Dapat Membatalkan Puasa

Mengqadha Puasa Bagi yang Tidak Puasa Karena Hamil

Tidak Mampu Mengqadha Puasa

Tidak Berpuasa Karena Sakit Lalu Meninggal Beberapa Hari Setelah Ramadhan

Orang Meninggal yang Mempunyai Tanggungan Puasa

Sekarang Berusia Lima Puluh Tahun, Dua Puluh Tujuh Tahun yang Lalu Tidak Menjalankan Puasa Ramadhan Selama Lima Belas Hari

Beberapa Tahun yang Lalu Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Haidh dan Belum Mengqadhanya

Mempunyai Utang Puasa Selama Dua Ratus Hari Karena Ketidaktahuannya dan Sekarang Sedang Sakit

Minum Obat Beberapa Saat Setelah Fajar

Di Depan Keluarganya Ia Berpuasa, Namun Sebenarnya Dengan Cara Sembunyi-sembunyi Ia Tidak Berpuasa Selama Tiga Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan Kedua Telah Datang Tapi Ia Belum Mengqadha Puasa Ramadhan yang Lalu

Tidak Pernah Mengqadha Puasa yang Ditinggalkannya Karena Haidh Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Tidak Berpuasa Karena Menyusui Anaknya Dan Belum Mengqadhanya, Kini Anak Itu Telah Berusia Dua Puluh Empat Tahun

Belum Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan Pada Dua Tahun Pertama Sejak Menjalankan Puasa Wajib

Menunda Qadha Puasa Hingga

Hikmah dari Diwajibkannya Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Tidak Berpuasa Selama Dua Ramadhan Karena Sakit, Kemudian Pada Ramadhan Ketiga Ia Berpuasa, Apa yang Harus Dilakukan untuk Dua Ramadhan yang Telah Lewat

Meninggalkan Puasa Ramadhan Selama Empat Tahun Karena Gangguan Kejiwaan

Ibu Saya Telah Lanjut Usia, Ia Berpuasa Selama Lima Belas Hari Kemudian Tidak Berpuasa Karena Tak Sanggup Puasa

Mencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa

Saya Pernah Bertanya Kepada Seorang Dokter, Ia Mengatakan, Bahwa Pil Pencegah Haidh Itu Tidak Berbahaya

Mengkonsumsi Pil Pencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa Bersama Orang-Orang Lainnya

Hukum Mencicipi Makanan Ketika Berpuasa

Mengeluarkan Darah Selama Tiga Tahun, Apa yang Harus Dilakukan di Bulan Ramadhan

Bernadzar untuk Berpuasa Selama Satu Tahun

Hukum Mengisi Bulan Ramadhan Dengan Begadang, Berjalan-jalan di Pasar dan Tidur

Faktor-faktor yang Mendukung Wanita di Bulan Ramadhan

Apa Hukum Berbicara Dengan Seorang Wanita atau Menyentuh Tangannya di Siang Hari Ramadhan

Mengakhirkan Qadha Puasa Ramadhan Hingga Datang Ramadhan Berikutnya.

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Mencampuri Isteri Pada Hari yang Diragukan

Memberi Makan Kaum Miskin Sebagai Pengganti Puasa Orang Lanjut Usia

Orang yang Tidak Mampu Berpuasa

Terapi di Bulan Ramadhan

Berbukanya Musafir

Berbukanya Wanita Hamil dan Wanita yang Menyusui

Onani/Masturbasi dan Bersetubuh di Siang Bulan Ramadhan

Hukum Darah yang Keluar dari Orang yang Sedang Berpuasa

Masih makan dan minum saat fajar karena ia tidak tahu.

Menonton Televisi Bagi yang Berpuasa

Seorang Musafir Tidak Berpuasa Lalu Ia Memaksa Isterinya yang Sedang Berpuasa untuk Berhubungan Badan

Wajib Puasa Bagi Wanita yang Telah Haidh

Bila Seorang Wanita Melanjutkan Puasanya Kendatipun Keluar Darah Haidh

Mengqadha’ Puasa Beberapa Tahun

Menyepelekan Puasa Sejak Pertama Kali Mengalami Haidh

Berbuka Karena Kesibukannya Dalam Bangunan dan Persiapan Nikah

Orang yang Meninggal di Bulan Ramadhan Tidak Wajib Mengqadha Sisa Harinya

Puasa dan Terapi

Sekitar Nadzar Puasa

Bertekad Puasa Tiga Hari (Tgl 13, 14, 15)

Puasa Pada Hari Sabtu

Hukum Puasanya Orang Yang Tidak Shalat Tarawih

Hukum Mencium Bagi yang Berpuasa

Darah yang Merusak Puasa

Hukum Berbekam Bagi yang Berpuasa dan Hukum Keluarnya Darah

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Terlihatnya Hilal (Bulan) Ramadhan Atau Syawwal di Suatu Negara Tidak Mengharuskan Negara-Negara Lain Mengikutinya

Tidur Sepanjang Hari Ketika Puasa

Berkumur Sampai Airnya Masuk ke Tenggorokan

Hukum Menggunakan Minyak Wangi di Siang Bulan Ramadhan

Makan Karena Lupa Ketika Puasa

Banyak Mandi Ketika Puasa

Tidak Mengqadha Puasa Karena Menghawatirkan Bayinya

Laksanakan Puasa Qadha Lebih Dulu

Panjangnya Malam dan Siang Saat Ramadhan

Negara yang Terlambat Terbenamnya Matahari

Anak Kecil Tidak Wajib Puasa Tapi Disuruh Melaksanakannya

Berbuka Berdasarkan Pemberitahuan Penyiar

Puasa Wishal

Hukum “Hidangan Orang Tua”

I’tikaf dan Syaratnya

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman Pada Ru’yat (Penglihatan) Biasa

Puasa Berdasarkan Satu Ru’yat (Penglihatan)

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Subuh, Maka Ia Harus Berpuasa Dan Mengqadha’

Puasa Dan Junub

Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum Ketika Adzan Subuh

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah Bagi Yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler Bagi Yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang Yang Puasa Dan Shalat Hanya Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak Di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak Bagi Yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang Yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha’ Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha’ Puasa

Apakah orang yang meninggal dengan menanggung utang qadha’ puasa boleh dipuasakan untuknya (diqadha’kan)?

Hukum Mengqadha Enam Hari Puasa Syawwal

Mengqadha Enam Hari Puasa Ramadhan di Bulan Syawwal, Apakah Mendapat Pahala Puasa Syawwal Enam Hari

Apakah Suami Berhak untuk Melarang Istrinya Berpuasa Sunat

Hukum Puasa Sunnah Bagi Wanita Bersuami

Hukum Zakat Yang Diserahkan Ke Lembaga Zakat Atau Instansi Pemerintah

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Yang Digunakan Sebagai Pehiasan Atau Dipinjamkan, Baik Berupa Emas Maupun Perak

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Jika Mencapai Nishab Dan Tidak Diproyeksikan Untuk Perdagangan

Apakah Seorang Wanita Harus Menggabungkan Perhiasan Putri-Putrinya Ketika Hendak Mengeluarkan Zakat Perhiasannya?

Apa Hukum Zakat Perhiasan Yang Dikenakan

Hukum Buka Warung Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Lupa Meniatkan Puasa Bulan Syawwal Dari Sejak Malam Hari, Sah Tidak?

BAGAIMANA MENENTUKAN AWAL PUASA

HIKMAH DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TETAPI TIDAK MENGQADHA SHALAT

BAGAIMANA PUASA YANG BENAR?

NIAT BERBUKA,TAPI BELUM MAKAN DAN MINUM APAKAH MEMBATALKAN PUASA?

beberapa tanda Lailatul Qadr

Puasa Muharram dan 'Asyura

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa

Tetesan Air Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

HUKUM ORANG YANG PUASA TETAPI TIDAK SHOLAT

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Mengakhirkan Qadha Puasa Hingga Datang Ramadhan Berikutnya

Perbedaan Ru-yah

Shaum (Berpuasa) Berdasarkan Hisab.

Hukum Puasa Bagi Orang Yang Melanjutkan Makan Sahurnya Setelah Adzan?

Hukum Shiam (Puasa) Yang Dilakukan Pada Masa Nifas.

Mengqadha Shiyam (Puasa) Yang Telah Terlupakan Selama Sepuluh Tahun

Bolehkah Membatalkan Shiyam (Puasa) Yang Diqhadha?

Kafarat Bagi Orang Yang Mengumpuli Istrinya Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Mengqadha Shiyam Yang Terlupakan Jumlahnya

Beberapa Permasalahan Wanita Dalam Melakukan Shiyam.

Penentuan Hari dan Shiyam (Puasa) Arafah Pada Tiap Negara

Bid’ahkah Puasa 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah ?

Hisab Dijadikan Acuan Dalam Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan

Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Niat Dalam Melaksanakan Shiyam (Puasa)

Makan Sahur Ketika Fajar Terbit Tanpa Disadari

Air Yang Masuk Ke Tenggorokan Tanpa Sengaja Ketika Berwudhu

KADAR FIDYAH BAGI ORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA KARENA TUA ATAU SAKIT

Memakai Obat Mata Dan Telinga Ketika Berpuasa

Permasalahan-Permasalahan Yang Berkaitan Dengan I'tikaf

Apakah Ada Perselisihan Pendapat Tentang Dianjurkannya Puasa Di Sembilan Hari Awal Bulan Dzulhijah

Menyikapi Dua Hadits Yang Bertentanggan Dalam Masalah Puasa 1-9 Dzulhijjah

Hukum Tidak Berpuasa Karena Alasan Pekerjaan

Hukum tetap berpuasa selama masa haidh karena tidak tahu

Menelan Pil Pencegah Haid

Apakah malam lailatul qadar jatuh pada malam ke-27 dari bulan Ramadhan

Hukum mengakhirkan qadha puasa Ramadhan sebelumnya sampai memasuki bulan Ramadhan yang baru?

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha' Puasa

Antara Berbuka atau Berpuasa Saat Safar (Bepergian)

Jika Terjadi Perbedaan Hari Arafah

Jika Puasa Arafah Jatuh Pada Hari Sabtu..?

Berpuasa Tapi Meninggalkan Shalat

Antusias Ibadah Saat Ramadhan Saja

Kesalahan Sebagian Muda-Mudi Saat Puasa

Apa yang Lazim dan yang Wajib Dilakukan Orang yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman pada Ru'yah [Penglihatan] Semata

Puasa Berdasarkan Satu Ru'yah [Penglihatan]

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Maag dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Shubuh, maka Ia Harus Berpuasa dan Mengqadha'

Puasa dan Junub

Puasanya Orang yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh di Siang Hari Ramadhan ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum ketika Adzan Subuh

Suntikan di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah dari Orang yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah bagi yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler bagi yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang yang Puasa dan Shalat Hanya pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak bagi yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang bagi Orang yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan oleh Orang yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa untuk Orang yang Sudah Meninggal

Orang yang Meninggal dengan Menanggung Qadha Puasa

Apa Petunjuk Rasul dan Para Sahabat di Bulan Ramadhan ?

Keadaan Para Sahabat di Musim-musim Kebaikan

Makna Berpuasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Hal-hal yang Hendaknya Dilakukan Orang yang Berpuasa

Sebelum Rakaat Terakhir Shalat Witir Berniat Puasa

Banyak Berbicara Saat Berpuasa


Puasa Asyura Terlewatkan Karena Lupa


Kajian Ramadhan

Menyambut Bulan Ramadhan

Keutamaan Bulan Ramadhan

Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan

Kiat-Kiat Menghidupkan Bulan Ramadhan...!

Panduan Ringkas Puasa Ramadhan

Hikmah dan Manfa'at Puasa

Qiyam Ramadhan

Adab Shalat Tarawih Bagi Wanita

Nuzulul Qur'an Sebagai Peringatan atau Pelajaran

I'tikaf Hukum dan Keutamaanya

Menggapai Lailatul Qadar

Ramadhan Bersama al-Qur'an

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (1)

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (2)

Zakat Fitrah

Kebahagiaan Bersama Iedul Fithri

Ramadhan Telah Berlalu

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal

Waspada Terhadap Hadits-Hadits Dha'if (Lemah) Seputar Ramadhan


Fatwa Haji & Qurban

Apa hikmah thawaf(disekitar Ka'bah)? Apakah hikmah mencium Hajar Aswad adalah tabarruk (memohon barakah) kepadanya?

Disyari'atkannya menyembelih hewan qurban

Hukum menyembelih hewan qurban dan cara membagikan dagingnya

Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba?

Menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang

Seekor unta untuk satu orang

Umur hewan qurban

Hewan Yang Tidak Sah Dijadikan Hewan Qurban

Berqurban dengan harga hewan qurban

Penerima daging hewan qurban

Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

Menyembelih sebelum Imam menyembelih

Barang siapa ingin berqurban, maka janganlah mengambil(memotong) rambut dan kukunya

Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram

Hukum orang yang ingin melakukan haji namun masih memiliki hutang

Mahram Tidak Sanggup Mendampingi Dalam Ibadah Haji

Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji

Apakah Suami Seorang Perempuan Bisa Menjadi Mahram Bagi Bibi Perempuan Tersebut

Wanita Ingin Haji Didampingi Anak Laki-Lakinya Yang Belum Baligh

Pergi Haji Hanya Ditemani Wanita Yang Dipercaya

Mahram Wanita Meninggal Pada Saat Ibadah Haji

Izin Suami Untuk Pergi Haji

Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin Dari Suaminya

Biaya Haji Ditanggung Wanita

Mengganti Haji Wanita Tua Lagi Buta

Wanita Haji Bersama Lelaki Yang Bukan Mahram

Wanita Pergi Haji Bersama Lelaki Shalih Yang Disertai Keluarganya

Seorang Wanita Mendatangkan Ibunya Untuk Diajak Pergi Haji

Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram

Wanita Pergi Haji Dengan Harta Suaminya

Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram

Puasa di Jeddah Lalu Berihram Haji Tanggal Delapan

Wanita Niat Haji Tamattu', Kemudian Tidak Memungkinkan Thawaf Dan Sa'i Kemudian Dia Menuju Ke Mina Dan Arafah

Mencium Hajar Aswad Pada Waktu Mulai Thawaf

Wanita Shalat di Belakang Maqam Ibrahim

Wanita Mendaki Shafa dan Marwah

Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama dari thawaf qudum khusus bagi laki-laki saja

Apakah Wanita Mempercepat Sa'i Tatkala Berada

Wanita Menyesal Karena Berumrah, Tapi Tidak Men-ziarahi Makam Rasul

Wanita Mencium Hajar Aswad

Wanita Keluar Dari Muzdalifah

Wanita Mencukur Rambut Pada Saat Haji Dan Umrah

Bentuk Pakaian Ihram Bagi Wanita

Wanita Telah Menyelesaikan Semua Manasik Haji Kecuali Melempar Jumrah Karena Punya Anak Kecil

Wakil Dalam Melempar Jumrah

Wanita Telah Selesai Dari Seluruh Manasik Kecuali Menggunting Rambut

Thawaf Ifadhah Diganti Dengan Thawaf Wada'

Hikmah Dilarang Mengenakan Pakaian Berjahit Saat Ihram

Melaksanakan Ibadah Haji Tanpa Ihram

Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji

Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal

Wanita Haid Tinggal di Jeddah Sebelum Thawaf Ifadhah dan Thawaf Wada' Setelah Suci Digauli Suaminya

Wanita Meletakkan Kayu atau Pengikat Untuk Mengangkat Jilbab Dari Wajahnya

Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya

Wanita Pulang ke Negerinya Sebelum Thawaf Ifadhah

Pakaian Ihram Wanita Dan Hukum Mengenakan Cadar dan Sarung Tangan

Hukum Sarung Tangan Dan Kaos Kaki Saat Ihram

Hukum Mengenakan Purdah Dan Masker Saat Ihram

Hukum Membuka Wajah Dan Telapak Tangan

Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram

Hukum Ihram Disaat Haid

Wanita Berihram Dari Miqat Sebelum Suci

Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid dan Tatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian

Wanita Dalam Kondisi Haid Dan Nifas Saat Akan Ihram

Ihram Dari Sail Dalam Keadaan Haid Lalu Pergi ke Jeddah dan Setelah Suci Menyempurnakan Ibadah Haji

Pemalsuan Pasport Tidak Mempengaruhi Keshahan Ibadah Haji

Fadhilah Ibadah Haji Itu Sangat Besar

Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang Yang Mampu

Suatu Masalah Penting Bagi Orang Yang Thawaf

Setiap Orang Dari Anda Wajib Bayar Fidyah

Anda Mempunyai Dua Pilihan

Tidak Apa-Apa Istirahat Sejenak Di Waktu Thawaf

Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan Di Setiap Masjid

Hajinya Orang Yang Meninggalkan Shalat

Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?

Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf Ifadhah Dan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci

Hukum Melontar Dengan Kerikil Bekas Pakai

Apa Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Orang Yang Berkesempatan Menunaikan Ibadah Haji?

Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak Pada Pelakunya

Kewajiban Orang Yang Telah Kembali Ke Kampung Halamannya Terhadap Keluarganya Seusai Melaksanakan Ibadah Haji

Perempuan Telah Berniat Padahal Ia Sedang Haid Atau Nifas

Menghajikan Orang Tua (Ayah) Dengan Harta Yang Telah Diwasiatkan

Melaksanakan Haji Dibiayai Suatu Yayasan

Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit

Pakain Berjahit Yang Dilarang Adalah Jahitannya Yang Meliputi Seluruh Tubuh

Mendahulukan Sa’i Daripada Thawaf

Cukur Rambut Itu Gugur Bagi Orang Yang Berkepala Botak (Tidak Berambut)

Harus Melakukan Thawaf Wada’ (Perpisahan) Jika Kepulangannya Tertunda Di Mekkah

Hukum Melontar Jumroh Aqabah Di Malam Hari

Sanggahan Terhadap Orang Yang Berpendapat Bahwa Jeddah Adalah Miqat

Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan

Tutuplah Kepala Anda... Anda Wajib Bayar Fidyah

Sa’i Itu Adalah Salah Satu Rukun Haji

Nabi Tidak Pernah Menentukan Do’a Khusus Untuk Thawaf

Tidak Ada Kewajiban Bagi Anda

Yang Wajib Adalah Tinggal Di Perkemahan Paling Akhir

Inilah Hari-Hari Tasyriq

Ini Adalah Maksiat Besar

Bagi Orang Yang Akan Menunaikan Ibadah Haji Atau Umrah Wajib Mempelajari Hukum-Hukumnya

Keteladanan Itu Ada Pada Rasulullah

Saat Thawaf atau Sa'i Afdhalnya Adalah Menyibukkan Diri Dengan Dzikir

Hukumnya Berbeda, Tergantung Kepada Perbedaan jenis Iddah

Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan Mengulangi Thawaf

Anda Wajib Menundukkan Pandangan

Thawaf Wada’ Itu Adalah Nusuk Wajib

Tersentuh Tubuh Wanita Tidak Membatalkan Thawaf

Tidak Boleh Bagi Jama’ah Haji Keluar Ke Jeddah Pada Hari ‘Idul Adha

Bagi Orang Yang Sehat Tidak Boleh Mewakilkan Di Dalam Melontar Jumroh

Jama’ah Haji Pergi Ke Jeddah

Seputar Sa’i Dan Thawaf

Hukum Melontar Jumroh Pada Hari-Hari Tasyriq Sekaligus

Tidak Mabit Di Muzdalifah Apakah Mewajibkan Hadyu?

Waktu Melontar Jumroh ‘Aqabah

Menghadiahkan Pahala Amal Seperti Thawaf

Hak Allah Lebih Penting Daripada Hak Suami

Larangan-Larangan Ihram

Menggunakan Pil Pencegah Haid Untuk Ibadah Haji

Hikmah Di Balik Mencium Hajar Aswad

Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka’bah Dan Menujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

An-Nusuk dan Macam-macamnya

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

Hukum Ibadah Haji

Hukum Ibadah Umrah

Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera, Ataukah Dapat Ditunda

Syarat Wajib Haji dan Umrah

Syarat Ijza’ (Tertunaikannya Kewajiban) di Dalam Melaksanakan Ibadah Haji

Etika Bepergian untuk Menunaikan Haji

Apa yang Harus Dipersiapkan Oleh Seorang Muslim untuk Menunaikan Haji dan Umrah?

Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa

Waktu Musim Haji

Hukum Melakukan Ihram Haji Sebelum Ketentuan Waktunya Tiba

Penjelasan Tentang Miqat Haji (Tempat-tempat Berihram)

Hukum Berihram Sebelum Sampai di Tempat Ihram (Miqat)

Hukum Orang yang Melalui Miqat Dengan Tidak Berihram

Perbedaan Antara Ihram Sebagai Kewajiban dan Ihram Sebagai Rukun Haji

Hukum Melafalkan Niat di Saat Berihram

Tata Cara Berihramnya Orang yang Datang ke Mekkah Melalui Udara

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

Rukun Umrah

Rukun Haji

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah

Kewajiban-kewajiban Haji

Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atau Umrah

Cara Menunaikan Haji Qiran

Hukum Melakukan Umrah Sesudah Beribadah Haji

Hukum Berpindah Niat dari Satu Bentuk Ibadah Haji ke Bentuk Ibdah Haji yang Lain

Hukum dan Ketentuan-ketentuan Mewakilkan Kepada Orang Lain di Dalam Menunaikan Haji

Syarat Seorang Pengganti Dalam Menunaikan Ibadah Haji

Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yang Niatnya Hanya Mencari Uang Semata

Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang Lain Mendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?

Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji

Mengkiaskan Perwakilan Dalam Melontar Kepada Amalan/ Manasik Haji Lainnya

Tidak Mampu Menyempurnakan Salah Satu Manasik, Apa yang Harus Dilakukan?

Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang Ihram Menunaikan Manasik

Cara Bersyarat Jika Tak mampu Menyempurnakan Amalan Haji

Kalimat Bersyarat

Pantangan Ihram

Hukum Meletakkan Sesuatu yang Menempel di Kepala Orang yang Sedang Ihram

Perbedaan Antara Niqab dengan Burqa’

Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram Menutup Wajahnya di Hadapan Laki-Laki

Haji Yang Bagaimana Yang Dapat Menghapus Dosa Itu?

Berkurban Untuk Mayit, Bolehkah?

Mengucapkan NIAT Ketika BERQURBAN

Menyembelih Kurban Bagi Seorang Yang Melaksanakan Haji Untuk Orang Lain

Tuntunan Melaksanakan Ibadah Haji

Manusia Berhaji Sebelum Kedatangan Islam

Hukum Berkurban dan Berserikat dalam Berkurban

Mengulangi Haji dan Umrah


Kurban Satu Ekor Kambing untuk Dua Orang Saudara Sekandung dalam Satu Rumah

Apabila Hari Arafah Berbeda

 
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info@alsofwah.or.id | website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa
Artikel yang dimuat di situs ini boleh dicopy & diperbanyak dengan syarat mencantumkan sumber: http://alsofwah.or.id serta tidak untuk komersil.