| Konsultasi | Bulletin | Do'a | Fatwa | Hadits | Khutbah | Kisah | Mu'jizat | Qur'an | Sakinah | Tarikh | Tokoh | Aqidah | Fiqih | Sastra | Resensi |
| Dunia Islam | Berita Kegiatan | Kajian | Kaset | Kegiatan | Materi KIT | Firqah | Ekonomi Islam | Analisa | Senyum | Download |
 
Menu Utama
·Home
·Tentang Kami
·Buku Tamu
·Produk Kami
·Formulir
·Jadwal Shalat
·Kontak Kami
·Download Artikel
·Download Murattal

Aqidah
· Termasuk Kesyirikan atau Termasuk Sarana Kesyirikan (1)
· Menghina Sesuatu yang Mengandung Dzikrullah

Firqah (Aliran-aliran)
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 5
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 4

Analisa
· Kerancauan Ilmu Hisab Dalam Penentuan Awal & Akhir Ramadhan
· Studi Kritis Seputar Puasa Hari Sabtu

Ekonomi Islam
· KPR Bank Syariah Ternyata Penuh Dengan Riba
· Produk Al-Mudharabah (Bagi Hasil) Dalam Islam Sebagai Solusi Perekonomian Islam

Produk Kami

Informasi!
·Serial Buku Dakwah Al-Sofwa 2021
·Tebar Serial Buku Tauhid
·Tebar Buku Risalah Puasa Nabi dan Panduan Praktis Ramadhan

Liputan Kegiatan
·Konsultasi Islam
·Penyaluran Hewan Qurban
·Santunan Yatim

Konsultasi Online

Ust.Husnul Yaqin, Lc

Ust.Amar Abdullah

Ust.Saed As-Saedy, Lc

Fatwa Seputar Sholat

Berangkatnya Wanita Muslimah ke Masjid

Apa Hukum Shalat Wanita di Masjid

Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu di Dalam Masjid

Wanita di Rumah Berma'mum Kepada Imam di Masjid

Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram

Manakah yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Melaksanakan Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah

Shalatnya Kaum Wanita yang Sedang Umrah di Bulan Ramadhan

Apakah Shalat Seseorang di Masjidil Haram Bisa Batal Ketika Ia Ikut Berjama'ah Dengan Imam atau Shalat Sendirian Karena Ada Wanita yang Melintas di Hadapannya?

Bila Terdapat Pembatas (Tabir) Antara Kaum Pria dan Kaum Wanita, Maka Masih Berlakukah Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam (sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan)

Apakah Kaum Wanita Harus Meluruskan Shafnya Dalam Shalat

Benarkah Shaf yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Shaf yang Paling Belakang

Benarkah Shalat Jum'at Sebagai Pengganti Shalat Zhuhur

Hukum Shalat Jum'at Bagi Wanita

Hanya Membaca Surat Al-Ikhlas

Hukum Meninggalkan Shalat

Hukum Menangis Dalam Shalat Jama'ah

Jika seorang musafir masuk masjid di saat orang sedang shalat jama'ah Isya' dan ia belum shalat maghrib.

Bolehkah bagi kaum wanita untuk berkunjung ke rumah orang yang sedang terkena musibah kematian, kemudian melakukan shalat jenazah berjama'ah dirumah tersebut ?

Apabila seseorang tidak melakukan shalat fardlu selama 3 tahun tanpa uzur, kemudian bertaubat , apakah dia harus mengqodha shalat tersebut ?

Apabila suatu jama'ah melakukan shalat tidak menghadap qiblah, bagaimanakah hukumnya ?

Membangunkan Tamu Untuk Shalat Shubuh

Doa-Doa Menjelang Azan Shubuh

Bacaan Sebelum Imam Naik Mimbar Pada Hari Jum'at

Shalat Tasbih

Hukum Wirid Secara Jama'ah/Bersama-sama Setelah Setiap Shalat Fardhu

Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit

Jika Telah Suci Saat Shalat Ashar atau Isya, Apakah Wajib Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Maghrib

Jika Wanita Mendapatkan Kesuciannya di waktu Ashar Apakah Ia Harus Melaksanakan Shalat Zhuhur

Mendapatkan Haidh Beberapa Saat Setelah Masuk Waktu Shalat, Wajibkah Mengqadha Shalat Tersebut Setelah Suci

Urutan Shalat yang Diqadha

Seorang Wanita Mendapatkan Kesuciannya Beberapa Saat Sebelum Terbenamnya Matahari, Wajibkah Ia Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Ashar?

Keutamaan Shaf Wanita Dalam Shalat Berjama'ah

Berkumpulnya Wanita Untuk Shalat Tarawih

Bolehkah Seorang Wanita Shalat Sendiri dibelakang Shaf

Bolehkah kaum Wanita Menetapkan Seorang Wanita Untuk Mengimami Mereka Dalam Melakukan Shalat di Bulan Ramadhan

Wajibkah Kaum Wanita Melaksanakan Shalat Berjama'ah di Rumah

Apa hukum Shalat Berjama'ah Bagi Kaum Wanita

Apakah Ada Niat Khusus Bagi Imam Yg Mengimami Shalat Kaum Pria & Wanita

Shalatnya Piket Penjaga ( Satpam )

Gerakan Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Jama’ah

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Meremehkan Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Subuh Dari Waktunya

Dampak Hukum Bagi yang Meninggalkan Shalat

Hukum Shalat Seorang Imam Tanpa Wudhu Karena Lupa

Hukum Orang yang Tayammum Menjadi Imam Para Makmum yang Berwudhu

Posisi Kedua Kaki Ketika Berdiri Dalam Shalat

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat

Jika Ketika Shalat Ragu Apakah Ia Meninggalkan Salah Satu Rukun

Shalat Bersama Imam, Tapi Lupa Berapa Rakaat Yang Telah Dikerjakan

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Menulis Tamimah Untuk Orang Lain

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Berinteraksi Dengan Tamimah dan Sihir

Mengumumkan Barang Hilang Di Dalam Masjid, Bolehkah?

Seputar Posisi Makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Di Masjid Nabawi

Shalatnya Penjaga Piket/Satpam

Hukum Membaca Al-Qur'an Dalam Shalat Secara Berurutan

Haruskah Imam Menunggu Makmum Masbuk Ketika Ruku

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Hukum Pergi Ke Masjid Yang Jauh Agar Bisa Shalat Di Belakang Imam Yang Bagus Bacaannya

Sahkah Shalat Di Belakang Imam Yang Bacaanya Tidak Bagus?

HUKUM BACAAN AL-QUR'AN SEBELUM ADZAN JUM'AT

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunat

Shalatnya Piket Penjaga / Satpam

Shalat Fardhu Berma’mum Kepada Orang Yang Shalat Sunnat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Berjama'ah

Bacaan Al-Qur’an Dengan Pengeras Suara Sebelum Shalat Subuh

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Imam Menunggu Para Ma’mum Ketika Ruku’

Mendengar Adzan Tetapi Tidak Datang Ke Masjid

Menempatkan Dupa Di Depan Orang-Orang Yang Sedang Shalat

Kapan Dibacakannya Do’a Istikharah

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

TATA CARA SHALAT DI PESAWAT

Menjama’ Shalat Dalam Kondisi Dingin

Menghadap Kiblat Ketika Buang Air

Hukum Shalat Bergeser Dari Arah Kiblat

Mendapatkan Najis Di Pakaian Setelah Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburan Di Dalamnya?

Doa Atau Dzikir Sebelum Adzan

Hukum Membaca Shalawat Kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Secara Berjama’ah Di Setiap Akhir Shalat

Mana Yang Harus Didahulukan Mendengarkan Ta'lim Atau Tahiyatul Masjid?

Hukum Menahan Buang Angin Ketika Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Seseorang Yang Terbuka Sebagian Kecil Dari Auratnya?

Beberapa Masalah Mengenai Sujud Syukur

Hukum Mengakhirkan Shalat Shubuh Hingga Terbit Matahari

Beberapa Masalah Tentang Shalat Jum'at Bagi Musafir

Aurat Terbuka Ketika Shalat

Wajibkah Mengqadha Puasa yang Tertinggal?

Do'a Qunut

Sunnah Sebelum Melaksanakan Shalat 'Ied

Membaca al-Qur'an di Rumah Selepas Shalat Subuh Sampai Terbit Matahari

Shalat Dua Rekaat Antara Adzan dan Iqamah

Shalatnya Piket Penjaga/Satpam

Gerakan dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Kacaunya Pikiran Ketika Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Menangguhkan Shalat Shubuh dari Waktunya

Hukum Meremehkan Shalat

Bersalaman (Berjabat tangan) setelah shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Shalat Fardhu Bermakmum Kepada Orang yang Shalat Sunnah

Hukum Mengambil Mushaf dari Masjid, Memanjangkan Punggung Ketika Sujud dan Melakukan Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Masbuq Pada Saat Tahiyat Akhir

Tata Cara Melaksanakan Shalat di Dalam Pesawat

Shalat Di Dalam Pesawat

Imam Menunggu Para Makmum Ketika Rukuk

Hikmah Dimasukkannya Kuburan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam Ke Dalam Masjid

Hukum Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya 1

Hukum Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburannya 2

Mendengar Adzan Tapi Tidak Datang ke Masjid

Hukum Menyepelekan Shalat Berjamaah

Waktu Mustajab pada Hari Jum'at

Memakan Bawang Putih Atau Bawang Merah Sebelum Shalat

Hukum Memakan Kuras (Daun Bawang), Bawang Putih atau Bawang Merah dan Datang ke Masjid

Kapan Dibacakannya Doa Istikharah

Shalat di Waktu Terlarang

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Hukum Pergi ke Masjid yang Jauh Agar Bisa Shalat di Belakang Imam yang Bagus Bacaannya

Shalat Tarawih

Pembacaan al-Qur`an pada Hari Jum'at dan Bacaan-Bacaan Lainnya Sebelum Shubuh dengan Pengeras Suara

Memberi Kode kepada Imam Agar Menunggu

Berpindah Tempat untuk Melakukan Shalat Sunnah

Menempatkan Dupa di Depan Orang-Orang yang Shalat

Shalat Seorang Wanita Berjama’ah dengan Suaminya

Standar Panjang dan Pendeknya Shalat adalah Sunnah, Bukan Selera

Batasan Medapatkan Keutamaan Berjama’ah

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunnah

Bermakmum kepada Orang yang Mencukur Jenggot dan Musbil

Memanjangkan Doa

Memanjangkan Doa

Berganti-ganti dalam Bermakmum

Menirukan Bacaan Orang Lain dalam Shalat Tarawih

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Shalat jamaah dan mengakhirkan shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

Musafir Selama Dua Tahun, Apakah Boleh Mengqashar Shalat?

Tergesa-Gesa untuk Shalat

Duduk Istirahat Tidak Wajib

Bermakmum kepada Orang yang Sedang Shalat Sendirian

Tidak Sah Shalat Sendirian di Belakang Shaf

Shalat Jahr dan Adzan Bagi yang Shalat Sendirian

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Pembatas Di Depan Orang Yang Shalat

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Bel Pintu Rumah Berbunyi Ketika Sedang Shalat

Bagusnya Suara Imam Memotivasi Para Makmum

Imam Tidak Bagus Bacaannya

Makmum yang Masbuq Berarti Shalat Sendirian Setelah Imam Salam, maka Tidak Boleh Membiarkan Orang Lain Lewat Di Depannya

Mengurutkan Surat dalam Membaca al-Qur`an

Melakukan yang Makruh dan Hukum Pelakunya

Shalat Berjamaah di Dalam Bangunan yang Terpisah dari Imam

Meninggalkan Shalat dengan Alasan yang Dibuat-Buat


Info Khusus

Cinta Rasul

Ada Apa Dengan Valentine's Day ?

Manisnya Iman

Hukum Merayakan Hari Valentine

Adakah Amalan Khusus di Bulan Rajab?

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah & Kejawen..!!

Ada Apa Dengan Valentine’s Day?


Kajian Islam
· Ada Apa Dengan Valentine's Day..??
· Mutiara Fiqih Islam
· KITAB TAUHID 3
· Untuk Diketahui Setiap Muslim

SMS Dakwah Hari Ini

áóíúÓó ßóãöËúáöåö ÔóíúÁñ æóåõæó ÇáÓóøãöíÚõ ÇáúÈóÕöíÑõ Allah berfirman,yang artinya, Tidak ada yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS.Asy-Syura:11)

( Index SMS Dakwah )

   


Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU DAKWAH AL-SOFWA :: Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU TAUHID :: Tebar Buku Risalah Puasa & Panduan Praktis Bulan Ramadhan ::

Kajian Islam


Pertama: Dalil-dalil dari al-Qur'an al-Karim:

Banyak ditemukan ayat-ayat al-Qur'an al-Karim yang membahas tentang masalah ini, semisal dalam surat an-Nûr dan al-Ahzâb yang menegaskan kewajiban memakai hijab untuk selamanya bagi wanita kaum mukminin, yaitu:

  • Dalil pertama, adalah firman Allah Ta’ala:

    æóÞóÑúäó Ýöí ÈõíõæÊößõäóø

    " Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu", yang terdapat dalam surat al-Ahzâb ayat 32 – 33 yang berbunyi:

    íóÇäöÓóÂÁó ÇáäóøÈöíöø áóÓúÊõäóø ßóÃóÍóÏò ãöøäó ÇáäöøÓóÂÁö Åöäö ÇÊóøÞóíúÊõäóø ÝóáÇó ÊóÎúÖóÚúäó ÈöÇáúÞóæúáö ÝóíóØúãóÚó ÇáóøÐöí Ýöí ÞóáúÈöåö ãóÑóÖñ æóÞõáúäó ÞóæúáÇð ãóøÚúÑõæÝðÇ æóÞóÑúäó Ýöí ÈõíõæÊößõäóø æóáÇóÊóÈóÑóøÌúäó ÊóÈóÑõøÌó ÇáúÌóÇåöáöíóøÉö ÇúáÃõæúáóì æóÃóÞöãúäó ÇáÕóøáÇóÉó æóÁóÇÊöíäó ÇáÒóøßóÇÉó æóÃóØöÚúäó Çááåó æóÑóÓõæáóåõ . ÅöäóøãóÇ íõÑöíÏõ Çááåõ áöíõÐúåöÈó Úóäßõãõ ÇáÑöøÌúÓó Ãóåúáó ÇáúÈóíúÊö æóíõØóåöøÑóßõãú ÊóØúåöíÑðÇ

    " Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."

    Perintah Allah ini memang disampaikan kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun pada dasarnya berlaku bagi semua wanita yang beriman. Adapun di sini Allah Ta’ala mengkhususkannya bagi istri-istri Rasulullah saja, itu tidak lain karena posisi, kedudukan dan kedekatan mereka dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di samping bahwa mereka merupakan suri teladan bagi para wanita yang beriman.

    Allah Ta’ala berfirman:

    íóÇÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÞõæÇ ÃóäÝõÓóßõãú æóÃóåúáöíßõãú äóÇÑðÇ

    " Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. at-Tahrîm: 6).

    Ayat ini disampaikan kepada orang-orang yang beriman. Padahal diyakini, bahwasanya istri-istri Nabi itu tidak mungkin melakukan perbuatan zina. Yang demikian ini sudah menjadi bentuk semua perintah dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena, maksud dari perintah ini pada dasarnya berlaku umum, mengingat syariat Islam memang diperuntukkan dan diberlakukan secara umum bagi semua manusia. Sebagaimana terdapat kaidah yang mengatakan, bahwa “al-‘ibratu bi ‘umûmi al-lafdzi, lâ bi khushûshi as-sabab” (Dasar pengambilan hukum dari nash-nash al-Qur’an maupun hadis, adalah keumuman lafazhnya, bukan kekhususan sebabnya). Kaidah ini akan tetap berlaku bagi semua nash-nash yang ada, selama tidak ada dalil yang menyatakan kekhususan nash-nash tersebut.

    Sedangkan di sini, tidak ada satu pun dalil yang menyatakan kekhususan ayat di atas. Sebagaimana itu terjadi pada firman Allah yang ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

    áóÆöäú ÃóÔúÑóßúÊó áóíóÍúÈóØóäóø Úóãóáõßó æóáóÊóßõæäóäóø ãöøäó ÇáúÎóÇÓöÑöíäó

    “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. az- Zumar:65)

    Oleh karena itu, maka hukum-hukum yang terkandung dalam kedua ayat ini dan yang semisalnya, tentu saja berlaku umum bagi semua wanita yang beriman. Contohnya, seperti larangan melontarkan kata-kata "ah" terhadap kedua orang tua yang ada dalam firman Allah Ta’ala yang berbunyi:

    ÝóáÇó ÊóÞõá áóøåõãóÇ ÃõÝòø

    “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘"ah" “ (QS. al-Isrâ’:23). Maka, di sini tentunya memukul lebih dilarang dan diharamkan lagi.

    Bahkan, di dalam kedua ayat al-Ahzâb tersebut terdapat suatu keterkaitan yang menjelaskan, bahwa hukum hijab berlaku umum bagi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun yang lainnya, yaitu: firman Allah Ta’ala yang artinya:"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya".(QS. al-Ahzâb: 33). Ini merupakan kewajiban-kewajiban umum yang bisa diketahui dalam agama secara pasti (dharûrah).

    Jika hal itu telah diketahui, maka selanjutnya di dalam kedua ayat ini terdapat beberapa poin yang menyatakan kewajiban berhijab dan menutup muka bagi seluruh wanita yang beriman, di mana itu bisa dilihat dari tiga aspek berikut ini:

    Aspek pertama,larangan merendahkan suara. Allah Ta’ala melarang istri-istri Rasulullah beserta para wanita kaum mukminin, untuk merendahkan suara dan menghaluskannya di hadapan kaum laki-laki. Larangan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya keinginan berzina bagi orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, dan bahkan cenderung menggerakkan hatinya itu kepada hal-hal yang mengarah kepada perbuatan zina. Semestinya para wanita berbicara seperlunya saja, tanpa bertele-tele, banyak basa-basi dan diperhalus-haluskan suaranya.

    Aspek pertama yang berupa larangan merendahkan suara ini, merupakan target poin paling urgen dalam rangka menyatakan kewajiban berhijab bagi para wanita yang beriman. Dan, sesungguhnya menjauhi dari perbuatan ini bagi seorang wanita, termasuk bagian dari upaya menjaga kemaluannya. Namun, itu tidak akan terwujud tanpa ditopang oleh rasa malu, sifat 'iffah dan kewajaran. Dan kesemuanya ini pada dasarnya terkandung dan bisa direalisasikan melalui hijab. Oleh karena itu, maka pada aspek berikutnya dibahas tentang perintah yang secara gamblang menyuruh untuk berhijab di dalam rumah.

    Aspek kedua, adalah firman Allah Ta’ala:

    æóÞóÑúäó Ýöì ÈõíõæÊößõäóø

    "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu". (QS. al-Ahzâb: 33). Ini berhubungan dengan perintah untuk menutup seluruh tubuh wanita, dengan berada di dalam rumah, dari pandangan laki-laki lain yang bukan muhrimnya.

    Ayat ini adalah perintah Allah Ta’ala yang ditujukan baik kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para wanita kaum mukminin lainnya, agar berdiam diri, menetap dan tenang di dalam rumah. Karena, rumah merupakan tempat tugas dan aktivitas hariannya. Juga, agar mereka menahan diri untuk keluar rumah, kecuali dalam keadaan terpaksa, atau dikarenakan suatu keperluan yang mendesak.

    Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    ÇúáãóÑúÃóÉõ ÚóæúÑóÉñ, ÝóÅöÐóÇ ÎóÑóÌóÊú ÇöÓúÊóÔúÑóÝóåóÇ ÇáÔóøíúØóÇäõ, æóÃóÞúÑóÈõ ãóÇ Êóßõæúäõ ãöäú ÑóÍúãóÉö ÑóÈöøåóÇ æóåöíó Ýöíú ÞóÚúÑö ÈóíúÊöåóÇ

    “Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar (rumah), maka setan bergegas mendekatinya. Sedang wanita dalam keadaan paling dekat dari rahmat Tuhannya, ketika ia berada di dalam rumahnya”. (HR. Tirmizi dan Ibnu Hibban).

    Syeikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya al-Fatâwâ berkata, “Oleh karena wanita wajib dilindungi dan dijaga, tidak seperti laki-laki, maka dikhususkan baginya untuk mengenakan hijab, tidak memamerkan perhiasan dan tidak tabarruj (menampilkan dandanan). Maka, wajib bagi seorang wanita menutup tubuhnya, dengan pakaian atau dengan berdiam diri di dalam rumahnya, di mana yang demikian ini tidak wajib bagi kaum laki-laki. Karena, penampilan wanita terhadap laki-laki lain, merupakan penyebab munculnya fitnah. Padahal, laki-laki adalah penguasa atas mereka.” (Lihat: al-Fatâwâ 15/297)

    Begitu pula dalam kitab yang sama, beliau berkata, “Sebagaimana hal itu meliputi ghaddu al-bashar (menundukkan pandangan) terhadap aurat orang lain dan melihat hal-hal yang diharamkan lainnya, begitu juga mencakup ghaddu al-bashar terhadap rumah orang lain. Maka, rumah seseorang seperti halnya pakaiannya, adalah sebagai penutup tubuhnya.

    Allah Ta’ala menyebut ayat tentang ghaddu al-bashar dan menjaga kemaluan ini, setelah ayat isti’dzân, yaitu: ayat berisi anjuran untuk meminta izin bila ingin masuk rumah orang lain. Hal itu, mengingat rumah bisa dikatakan sebagai penutup seperti pakaian yang menutupi badan. Sebagaimana pada sisi lain, Allah Ta’ala menggabungkan antara dua pakaian ini di dalam firman-Nya:

    æóÇááåõ ÌóÚóáó áóßõã ãöøãóøÇ ÎóáóÞó ÙöáÇóáÇð æóÌóÚóáó áóßõã ãöøäó ÇáúÌöÈóÇáö ÃóßúäóÇäðÇ æóÌóÚóáó áóßõãú ÓóÑóÇÈöíáó ÊóÞöíßõãõ ÇáúÍóÑóø æóÓóÑóÇÈöíáó ÊóÞöíßõã ÈóÃúÓóßõãú

    “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan ”.(QS. an-Nahl:81).

    Maka, hal-hal tersebut merupakan pelindung terhadap apa yang dapat membahayakan, seperti: rasa panas, terik matahari dan dingin. Juga, terhadap keusilan orang lain, semisal: keisengan pandangan mata, kejahilan tangan dan lain sebagainya." (Lihat: al-Fatâwâ 15 /379)

    Aspek ketiga, adalah firman Allah Ta’ala yang berbunyi:

    æóáÇóÊóÈóÑóøÌúäó ÊóÈóÑõøÌó ÇáúÌóÇåöáöíóøÉö ÇúáÃõæúáóì

    “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”.( QS. al-Ahzâb: 33)

    Ketika Allah Ta’ala menyuruh kaum wanita untuk berdiam diri di dalam rumah, maka pada waktu yang bersamaan, Allah Ta’ala juga melarang mereka untuk mengikuti kebiasaan orang-orang Jahiliyah dulu, yaitu: dengan sering keluar rumah, atau keluar dalam keadaan berdandan, memakai wangi-wangian, dalam keadaan muka terbuka, dan menampilkan segala keindahan dan perhiasan yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk ditutupi.

    Tabarruj berasal dari lafazh “burj”. Lalu berkembang artinya menjadi, "menampakkan perhiasan dan keindahan-keindahan tubuh wanita", semisal: kepala, muka, leher, dada, lengan, betis dan bentuk tubuh yang serupa lainnya. Atau, bisa berupa keindahan yang berasal dari perhiasan yang diciptakan. Hal itu, karena sering keluar rumah atau keluar dalam keadaan terbuka aurat, itu merupakan kerusakan dan fitnah yang sangat besar.

    Adapun pemberian sifat terhadap orang-orang Jahiliyah dengan sebutan “pertama” di sini, merupakan bentuk penyifatan yang menjelaskan. Seperti lafazh “kâmilah” dalam firman Allah Ta’ala:

    Êöáúßó ÚóÔóÑóÉñ ßóÇãöáóÉñ

    “Itulah sepuluh (hari) yang sempurna”. (QS. al-Baqarah: 196).

    Juga, seperti lafazh “al-ûlâ” dalam firman Allah Ta’ala:

    æóÃóäóøåõ Ãóåúáóßó ÚóÇÏðÇ ÇúáÃõæáóì

    “Dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum 'Aad yang pertama”. (QS. an-Najm:50).

    Sedangkan tabarruj dapat terjadi dengan beberapa faktor yang insya Allah akan dibahas pada dasar yang keenam.

  • Dalil Kedua, adalah ayat hijab.

    Allah Ta’ala berfirman:

    íóÇÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇóÊóÏúÎõáõæÇ ÈõíõæÊó ÇáäóøÈöíöø ÅöáÂóø Ãóä íõÄúÐóäó áóßõãú Åöáóì ØóÚóÇãò ÛóíúÑó äóÇÙöÑöíäó ÅöäóÇåõ æóáóßöäú ÅöÐóÇ ÏõÚöíÊõãú ÝóÇÏúÎõáõæÇ ÝóÅöÐóÇ ØóÚöãúÊõãú ÝóÇäÊóÔöÑõæÇ æóáÇóãõÓúÊóÆúäöÓöíäó áöÍóÏöíËò Åöäóø Ðóáößõãú ßóÇäó íõÄúÐöí ÇáäóøÈöíóø ÝóíóÓúÊóÍúíö ãöäßõãú æóÇááåõ áÇóíóÓúÊóÍúíö ãöäó ÇáúÍóÞöø æóÅöÐóÇ ÓóÃóáúÊõãõæåõäóø ãóÊóÇÚðÇ ÝóÓúÆóáõæåõäóø ãöä æóÑóÂÁö ÍöÌóÇÈò Ðóáößõãú ÃóØúåóÑõ áöÞõáõæÈößõãú æóÞõáõæÈöåöäóø æóãóÇßóÇäó áóßõãú Ãóäú ÊõÄúÐõæÇ ÑóÓõæáó Çááåö æóáÂóÃóä ÊóäßöÍõæÇ ÃóÒúæóÇÌóåõ ãöä ÈóÚúÏöåö ÃóÈóÏðÇ Åöäóø Ðóáößõãú ßóÇäó ÚöäÏó Çááåö ÚóÙöíãðÇ . Åöä ÊõÈúÏõæÇ ÔóíúÆðÇ Ãóæú ÊõÎúÝõæåõ ÝóÅöäóø Çááåó ßóÇäó Èößõáöø ÔóìúÁò ÚóáöíãðÇ . áÇóøÌõäóÇÍó Úóáóíúåöäóø Ýöí ÁóÇÈóÂÆöåöäóø æóáÂÃóÈúäóÂÆöåöäóø æóáÂÅöÎúæóÇäöåöäóø æóáÂÃóÈúäóÂÁö ÅöÎúæóÇäöåöäóø æóáÂÃóÈúäóÂÁö ÃóÎóæóÇÊöåöäóø æóáÇóäöÓóÂÆöåöäóø æóáÇóãóÇãóáóßóÊú ÃóíúãóÇäõåõäóø æóÇÊóøÞöíäó Çááåó Åöäóø Çááåó ßóÇäó Úóáóì ßõáöø ÔóìúÁò ÔóåöíÏðÇ

    " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu ke luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. Jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (QS. al-Ahzâb: 53-55)

    Ayat yang pertama dikenal dengan nama "ayat hijab", karena merupakan ayat pertama yang diturunkan tentang kewajiban memakai hijab bagi istri-istri Rasulullah dan para wanita kaum mukminin. Ayat tersebut turun pada bulan Dzul Qa'dah tahun ke-5 H.

    Adapun sebab turunnya ayat tersebut, adalah sebagaimana dijelaskan hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata, "Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya, "Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berkunjung kepadamu orang baik dan orang jahat, maka seandainya engkau memerintahkan kepada istri-istrimu untuk mengenakan hijab? Lalu, Allah pun menurunkan ayat tentang perintah memakai hijab. (HR. Imam Ahmad dan Bukhari dalam kitab Shahîh-nya).

    Ini adalah salah satu ucapan Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, yang akhirnya dibenarkan oleh wahyu Allah Ta’ala dan termasuk keistimewaan agung yang dimilikinya.

    Pada saat ayat ini turun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam segera menutupi istri-istrinya agar terhindar dari pandangan laki-laki yang bukan muhrimnya. Begitu pula, kaum muslimin serentak menutupi istri-istri mereka dari penglihatan laki-laki lain, yaitu: dengan menutupi tubuh istri mereka mulai dari kepala hingga kedua telapak kaki, dan menutupi semua perhiasan yang dikenakannya (maksudnya: zînah muktasabah). Dengan demikian, hijab adalah kewajiban yang berlaku bagi semua wanita yang beriman selamanya sampai hari kiamat. Adapun konotasi ayat tersebut terhadap kewajiban berhijab terdiri dari berbagai aspek, antara lain:

    Aspek pertama, pada saat ayat ini diturunkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta sahabatnya radhiallahu ‘anhum seketika menutupi semua istri mereka. Mereka menutupi muka, seluruh anggota tubuh dan perhiasan yang dipakai oleh istri mereka. Tindakan semacam ini terus berlanjut bagi istri orang-orang yang beriman, dan bahkan merupakan ijma' amali yang menunjukkan umumnya hukum ayat ini bagi semua wanita yang beriman.

    Oleh karena itu, Ibnu Jarir rahimahullah ketika menafsirkan ayat :

    æóÅöÐóÇ ÓóÃóáúÊõãõæåõäóø ãóÊóÇÚðÇ ÝóÓúÆóáõæåõäóø ãöä æóÑóÂÁö ÍöÌóÇÈò

    Beliau berkata, " Dan jika kalian meminta sesuatu keperluan kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan istri orang-orang beriman yang bukan istri kalian, maka mintalah dari balik tabir. Maksudnya, dari belakang tabir yang menutupi antara kalian dan mereka."

    Aspek kedua, di dalam firman Allah atau ayat hijab ini terdapat pernyataan:

    Ðóáößõãú ÃóØúåóÑõ áöÞõáõæÈößõãú æóÞõáõæÈöåöäóø

    “Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”

    Ini merupakan 'illah (alasan) terhadap kewajiban memakai hijab yang ada dalam firman Allah:

    ÝóÓúÆóáõæåõäóø ãöä æóÑóÂÁö ÍöÌóÇÈò

    “maka mintalah dari belakang tabir”, yaitu: melalui pendekatan isyarat dan peringatan. Adapun hukum 'illah di sini bersifat umum terhadap hal yang di-'illah-kan, karena kesucian hati laki-laki dan perempuan serta keselamatannya dari kecurigaan, adalah suatu yang dituntut dari semua orang Islam. Maka, kewajiban mengenakan hijab bagi istri kaum mukminin, tentunya menjadi suatu yang lebih diutamakan daripada kewajiban berhijab bagi istri-istri Rasulullah, dikarenakan istri-istri Rasulullah itu –tanpa diragukan lagi- adalah wanita yang suci dan bersih dari semua cela dan kekurangan.

    Maka menjadi jelaslah, bahwa hukum kewajiban hijab di sini berlaku umum bagi semua wanita, tidak khusus untuk istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena, keumuman 'illah yang ada pada hukum ini, merupakan bukti nyata yang menunjukkan keumuman hukum ini. Apakah mungkin seorang muslim mengatakan, bahwa illah ini, yaitu: ayat yang berbunyi:

    Ðóáößõãú ÃóØúåóÑõ áöÞõáõæÈößõãú æóÞõáõæÈöåöäóø

    “Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”, tidak dimaksudkan seorang pun dari kaum mukminin? Sungguh, ini merupakan illah yang lengkap dan sempurna, di mana tidak ada sedikit pun tujuan dari perintah diwajibkannya hijab ini, melainkan semuanya telah tercakup di dalamnya.

    Aspek ketiga, kaidah yang mengatakan, bahwa dasar pertimbangan hukum adalah keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab, kecuali bila ada dalil yang menyatakan kekhususannya. Memang, kebanyakan ayat al-Qur'an pada dasarnya memiliki sebab diturunkannya. Namun, membatasi hukum ayat-ayat itu hanya sebatas pada sebab-sebabnya saja, tanpa suatu dalil, merupakan upaya mematikan syariat. Jika seperti itu yang terjadi, lalu di mana lagi bagian orang-orang yang beriman?

    Alhamdulillah, di sini semuanya menjadi jelas. Kemudian itu diperjelas lagi oleh kaidah pengarahan khithâb (perintah) Allah Ta’ala dalam konteks syariat; yaitu: bahwa khithâb yang ditujukan kepada satu orang, hukumnya berlaku umum bagi seluruh umat, karena adanya kesamaan dalam hukum-hukum taklîf (pembebanan);dan itu selama tidak ada dalil rujukan yang menyatakan kekhususannya. Padahal dalam ayat hijab ini, tidak ditemukan satu pun dalil yang menjadi pengkhusus baginya.

    Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memba’iat kaum wanita pernah bersabda:

    Åöäöøíú áÇó ÃõÕóÇÝöÍõ ÇáäöøÓÂÁó, æóãóÇ Þóæúáöíú áÇöãúÑóÃóÉò æóÇÍöÏóÉò ÅöáÇóø ßóÞóæúáöíú áãöÇöÆóÉö ÇãúÑóÃóÉò

    “Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan para wanita, dan tiadalah ucapanku kepada seorang wanita melainkan itu seperti ucapanku kepada seratus orang wanita”.

    Aspek keempat, istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibu bagi seluruh kaum mukminin, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

    æóÃóÒúæóÇÌõåõ ÃõãóøåóÇÊõåõãú

    “Dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.”(QS. al-Ahzâb:6), dan hukum menikahi mereka sampai kapan pun diharamkan bagi kaum muslimin, karena hal itu seperti menikahi ibu kandung sendiri. Firman Allah Ta’ala:

    æóáÂóÃóä ÊóäßöÍõæÇ ÃóÒúæóÇÌóåõ ãöä ÈóÚúÏöåö ÃóÈóÏðÇ

    “Dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat.” (QS. al-Ahzâb: 53).

    Jika memang istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti demikian adanya, maka tentunya pembatasan perintah untuk memakai hijab hanya kepada mereka saja, bukan untuk wanita lainnya, menjadi tidak ada artinya sama sekali. Oleh sebab itulah, maka pemberlakuan hukum memakai hijab ini menjadi umum bagi semua wanita yang beriman, hingga datang hari kiamat nanti. Hal inilah yang telah dipahami oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang telah dipaparkan pada pembahasan terdahulu, di mana mereka serentak menutupi istri-istri mereka dari penglihatan laki-laki lain, begitu diturunkannya ayat perintah hijab ini.

    Aspek kelima, di antara beberapa petunjuk yang menyatakan keumuman hukum kewajiban memakai hijab bagi semua wanita yang beriman adalah, bahwa Allah Ta’ala telah membuka ayat hijab ini dengan firman-Nya:

    íóÇÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇóÊóÏúÎõáõæÇ ÈõíõæÊó ÇáäóøÈöíöø ÅöáÂóø Ãóä íõÄúÐóäó áóßõãú

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan” (QS. al-Ahzâb : 53).

    Artinya, permohonan izin ini sebagai tata krama umum yang berlaku untuk semua rumah orang-orang yang beriman. Dan tak ada satu pun orang yang mengatakan, bahwa hukum ini hanya berlaku untuk rumah yang dimiliki Rasululllah semata, dan bukan semua rumah orang-orang yang beriman.

    Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah di dalam kitabnya Tafsîr al-Qurân al-‘Adhîm berkata, “Orang-orang yang beriman dilarang masuk tempat tinggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa meminta izin terlebih dahulu, sebagaimana hal itu telah mereka lakukan di dalam rumah mereka pada masa Jahiliyah dan masa permulaan Islam. Sehingga, Allah pun cemburu kepada mereka dengan memberlakukan syariat yang sama. Semua itu sebagai penghormatan Allah Ta’ala kepada mereka. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    ÅöíóøÇßõãú æóÇáÏõøÎõæúáó Úóáìó ÇáäöøÓÂÁö ...... ÇáÍÏíË

    “ Janganlah kalian memasuki rumah yang terdapat para wanita.” (Lihat Tafsîr al-Qurân al-‘Adhîm 3/505).

    Barangsiapa yang mengkhususkan kewajiban memakai hijab hanya berlaku bagi istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semata, maka sebagai konsekwensinya, ia harus membatasi pula hukum isti’dzân (meminta izin ketika ingin masuk ke dalam rumah orang lain) di sini, juga hanya berlaku untuk rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Sayangnya, tidak ada satu pun orang yang mengatakan atau berpendapat seperti itu.

    Aspek keenam, di antara yang menyatakan umumnya ayat hijab di atas adalah, bahwa ayat setelahnya berbunyi:

    áÇóøÌõäóÇÍó Úóáóíúåöäóø Ýöí ÁóÇÈóÂÆöåöäóø

    “ Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka “. (QS. al-Ahzâb: 55).

    Dari sini disimpulkan, bahwa menafikan atau meniadakan “dosa” yang ada dalam ayat ini, sebagai pengecualian dari landasan umum, yaitu: kewajiban berhijab.

    Sedangkan klaim yang menyatakan, bahwa pengkhususan terhadap landasan pertama (al-‘ashl) mengharuskan pengkhususan terhadap cabangnya (al-far’), adalah klaim yang menurut ijma’ atau kesepakatan ulama tidak bisa diterima. Hal itu, sebagaimana diketahui dari umumnya bentuk peniadaan “dosa”, yang ada pada masalah keluarnya wanita di depan muhrim-muhrimnya, semisal: bapaknya; dengan muka dan kedua telapak tangannya terbuka, tanpa memakai penutup. Adapun terhadap orang-orang yang bukan muhrimnya, maka diwajibkan baginya untuk menutup tubuhnya dari penglihatan mereka.

    Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsiri ayat ini berkata, “Manakala Allah Ta’ala memerintahkan para wanita untuk berhijab dari laki-laki yang bukan muhrim mereka, maka Allah Ta’ala pun menjelaskan, bahwa mereka tidak diwajibkan untuk berhijab terhadap kerabat dekat mereka. Sebagaimana Allah Ta’ala telah memberi pengecualian bagi para kerabat dekat tersebut dalam surat an-Nûr, yaitu: dalam firman-Nya:

    æóáÇóíõÈúÏöíäó ÒöíäóÊóåõäóø ÅöáÇóø áöÈõÚõæáóÊöåöäóø

    “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka.” (QS. an Nûr: 31) (Lihat Tafsîr al-Qurân al-‘Adhîm 3/506).

    Ayat ini insya Allah akan ditulis secara lengkap pada dalil keempat nanti. Sementara, Ibnu al-Arabi rahimahullah menyebut ayat ini dengan istilah “âyat ad-dhamâir” (ayat kata ganti), mengingat ayat ini merupakan ayat dalam al-Qur'an, yang di dalamnya paling banyak terdapat dhamîr (kata ganti).

    Aspek ketujuh, di antara hal yang menyatakan keumuman ayat hijab dan membatalkan pengkhususannya, adalah firman Allah subahnahu wata’ala yang menyebutkan:

    æóäöÓóÂÁö ÇáúãõÄúãöäöíäó

    “Dan istri-istri orang mukmin”, yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala:

    íóÂÃóíõøåóÇ ÇáäóøÈöíõø Þõá áÃóÒúæóÇÌößó æóÈóäóÇÊößó æóäöÓóÂÁö ÇáúãõÄúãöäöíäó íõÏúäöíäó Úóáóíúåöäóø ãöä ÌóáÇóÈöíÈöåöäóø

    “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".(QS.al-Ahzâb: 59)

    Dengan demikian, maka jelaslah keumuman tentang kewajiban memakai hijab yang berlaku sampai kapan pun (untuk selamanya) bagi para wanita yang beriman.

  • Dalil ketiga, adalah ayat hijab kedua yang memerintahkan untuk mengulurkan jilbab.

    Allah subhanahu wata’ala berfirman:

    íóÂÃóíõøåóÇ ÇáäóøÈöíõø Þõá áÃóÒúæóÇÌößó æóÈóäóÇÊößó æóäöÓóÂÁö ÇáúãõÄúãöäöíäó íõÏúäöíäó Úóáóíúåöäóø ãöä ÌóáÇóÈöíÈöåöäóø Ðóáößó ÃóÏúäóì Ãóä íõÚúÑóÝúäó ÝóáÇó íõÄúÐóíúäó æóßóÇäó Çááåõ ÛóÝõæÑðÇ ÑóøÍöíãðÇ

    “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzâb:59)

    Imam Suyuthi rahimahullah berkata, “Ayat ini adalah ayat hijab yang berlaku bagi seluruh wanita. Di dalamnya berisi kewajiban untuk menutupi kepala dan wajah mereka”.

    Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala secara khusus telah menyebut istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan putri-putrinya. Hal itu, mengingat tingginya kedudukan mereka, dan bahwa mereka lebih berhak untuk mengamalkannya dibandingkan yang lain, dikarenakan kedekatan mereka di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan Allah Ta’ala berfirman:

    íóÇÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÞõæÇ ÃóäÝõÓóßõãú æóÃóåúáöíßõãú äóÇÑðÇ

    "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. at-Tahrîm:6)

    Kemudian, Allah Ta’ala memberlakukan hukum memakai hijab ini bagi semua wanita yang beriman. Ayat ini seperti halnya pada ayat hijab yang pertama, memiliki kandungan yang sangat jelas, yaitu: diwajibkan bagi semua wanita yang beriman, agar menutup wajah, seluruh tubuh beserta perhiasan yang dipakainya, dari pandangan laki-laki lain yang bukan muhrim mereka. Sedangkan hijab tersebut adalah, dengan memakai jilbab yang dapat menutupi wajah, seluruh tubuh beserta perhiasan yang dipakai. Semua ini dimaksudkan, agar wanita yang berhijab tersebut berbeda dengan para wanita jahiliyah yang terbuka auratnya. Sehingga, bagi para wanita yang berhijab, akan terjaga dari tangan jahil yang berupaya mengusiknya.

    Adapun dalil-dalil dalam ayat ini, yang menyatakan perintah menutup wajah, terdiri dari beberapa aspek berikut ini:

    Aspek pertama, makna jilbab di dalam ayat ini, adalah sebagaimana dalam bahasa Arab; yaitu: pakaian besar yang bisa menutupi seluruh tubuh. Disebut juga dengan al-mulâah dan al-‘abâah. Dipakai wanita di atas pakaiannya, mulai dari atas kepala dalam keadaan menjulur ke bawah sampai muka, seluruh tubuh dan perhiasan yang melekat pada tubuhnya, lalu memanjang hingga menutupi kedua telapak kakinya.

    Dengan demikian, maka menutup muka dengan jilbab sebagaimana menutup seluruh anggota tubuh lainnya, secara bahasa maupun syar’i, adalah suatu keharusan.

    Aspek kedua, bahwa jilbab dipakai untuk menutup muka, merupakan makna yang pertama kali dimaksud di sini. Hal itu, mengingat realitas yang tampak pada sebagian kaum wanita zaman jahiliyah dulu, adalah muka mereka. Lalu, Allah Ta’ala memerintahkan kepada istri-istri Nabi dan para wanita yang beriman, agar menutupi muka mereka, dengan menjulurkan jilbab yang mereka pakai ke arah mukanya.

    Sedangkan untuk mengungkapkan perintah tersebut, di sini Allah Ta’ala menggunakan lafazh “yudnîna”, dengan huruf bantu “’ala”, yang mengandung arti: menjulurkan. Sedang menjulurkan hanya bisa dilakukan dari atas. Berarti, di sini maksudnya: mulai dari atas kepala sampai ke muka dan badan.

    Aspek ketiga, bahwa penutupan jilbab pada muka dan seluruh tubuh beserta perhiasan yang dipakai, adalah sebagaimana yang telah dipahami oleh istri-istri para sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka-. Hal itu sesuai dengan riwayat Abdurrrazaq dalam kitab “al-Mushannaf”, dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha yang berkata:

    áóãÇóø äóÒóáóÊú åÐöåö ÇáÂíóÉõ: (íõÏúäöíäó Úóáóíúåöäóø ãöä ÌóáÇóÈöíÈöåöäóø ....) ÇáÂíÉó, ÎóÑóÌó äöÓÂÁõ ÇúáÃóäúÕóÇÑößóÃóäóø Úóáóì ÑõÄõæúÓöåöäóø ÇúáÛöÑúÈóÇäó ãöäó ÇáÓóøßíúäóÉö, æóÚóáóíúåöäóø ÃóßöíúÓóÉñ ÓõæúÏñ íóáúÈóÓúäóåóÇ

    “Pada saat turun ayat, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…" dst, maka keluarlah para wanita dari kalangan Anshar dengan tenang, seolah-olah di atas kepala mereka ada burung gagak, dan ada di atas mereka adalah pakaian hitam yang mereka kenakan”.

    Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata:
    [

    ÑóÍöãó Çááåõ ÊóÚóÇáóì äöÓÂÁó ÇúáÃóäúÕóÇÑö, áãÇ äÒáÊ (íóÂÃóíõøåóÇ ÇáäóøÈöíõø Þõá áÃóÒúæóÇÌößó æóÈóäóÇÊößó......) ÇáÂíÉ, ÔÞÞä ãÑæØåä, ÝÇÚÊÌÑä ÈåÇ, ÝÕáøíä ÎáÝ ÑÓæá Çááå Õáøì Çááå Úáíå æÓáã ßÃäãÇ Úáì ÑÄæÓåä ÇáÛÑÈÇä

    “Semoga Allah Ta’ala merahmati para wanita kalangan Anshar, karena pada saat turun ayat,"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu…." dst, mereka menyobek pakaian mantel mereka dan menutupi muka mereka dengannya. Lalu, mereka shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (dengan khusyu' dan tenang), seolah-olah di atas kepala mereka ada burung gagak.

    Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata:

    íÑÍã Çááå äÓÂÁ ÇáãåÇÌÑÇÊ ÇáÃæá, áãÇ ÃäÒá Çááå: (æóáúíóÖúÑöÈúäó ÈöÎõãõÑöåöäóø Úóáóì ÌõíõæÈöåöäóø) ÔÞÞä ãÑæØåä ÝÇÎÊãÑä ÈåÇ

    “Mudah-mudahan Allah merahmati para wanita generasi pertama yang hijrah ke Medinah, mengingat ketika Allah menurunkan ayat, "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka."(QS. an-Nûr:31), maka mereka menyobek pakaian mantel mereka, lalu menjadikannya kerudung.

    Arti harfiah lafazh al-‘itijâr adalah al-ikhtimâr. Maka, arti kalimat “‘itajarna bihâ” yang ada di dalam hadis Aisyah radhiallahu ‘anha di atas adalah “ikhtamarna bihâ”, yang juga berarti “ghaththaina wujûhahunna”; yaitu: mereka menutupi muka mereka.

    Diriwayatkan dari Ummu Athiyah radhiallahu ‘anha, ia berkata:

    ÃãÑäÇ ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáøã Ãä äÎÑÌåä Ýí ÇáÝØÑ æÇáÃÖÍìº ÇáÚæÇÊÞ, æÇáÍíÖ, æÐæÇÊ ÇáÎÏæÑ, ÃãÇ ÇáÍíÖ ÝíÚÊÒáä ÇáÕáÇÉ æíÔåÏä ÇáÎíÑ æÏÚæÉ ÇáãÓáãíä. ÞáÊ: íÇ ÑÓæá Çááå! ÅÍÏÇäÇ áÇíßæä áåÇ ÌáÈÇÈ¿ ÞÇá: áÊáÈÓåÇ ÃÎÊåÇ ãä ÌáÈÇÈåÇ

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyuruh kami, agar pada hari raya iedul fitri dan iedul adha, mengajak keluar para gadis (yang belum kawin), wanita yang sedang haid dan yang berdiam diri dalam rumah. Adapun para wanita yang sedang haid, mereka tidak usah melakukan shalat dan cukup berpartisipasi dalam kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab? Beliau menjawab, “Hendaknya saudara perempuannya memakaikan dari jilbabnya kepadanya”. Kedudukan hadis ini sahih menurut kesepakatan ulama ahli hadis.

    Hadis ini sangat jelas menyatakan larangan bagi seorang wanita menampakkan dirinya di depan laki-laki lain, tanpa mengenakan jilbab. Wallâhu a’lam

    Aspek keempat, di dalam ayat hijab di atas terdapat qarînah nashshiyah atau petunjuk tekstual, yang menyatakan makna jilbab, serta respons cepat para wanita dari kalangan Anshar dan Muhajirin, yang segera menutupi muka, dengan menjulurkan jilbab mereka ke arah muka-muka mereka. Petunjuk tersebut adalah, bahwa di dalam firman Allah Ta’ala, “katakanlah kepada istri-istrimu“ itu, tersirat kewajiban untuk memberi hijab dan menutupi muka istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan, hal itu tidak ada seorang pun di antara kaum muslimin yang menentang atau memperdebatkannya. Di dalam ayat hijab ini, disebutkan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta anak-anak perempuannya dan para wanita yang beriman. Hal ini secara jelas menunjukkan kewajiban bagi seluruh wanita yang beriman, agar menutupi muka-muka mereka, dengan cara mengulurkan jilbab.

    Aspek kelima, penetapan alasan, dengan pernyataan “yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”, kembali kepada tindakan wanita tersebut untuk mengulurkan jilbab mereka, di mana itu dipahami dari lafazh “yudnîna” (menjulurkan), yang terdapat dalam ayat hijab ini. Secara prioritas, ini menetapkan kewajiban menutup muka, karena menutup muka adalah sebagai tanda untuk mengenali para wanita 'afîfât (yang suci). Sehingga, dengan demikian, mereka pun tidak diganggu dan disakiti.

    Ayat ini dengan tegas memerintahkan wanita untuk menutup mukanya. Hal itu dikarenakan wanita yang menutupi mukanya, tidak mungkin ada laki-laki usil yang berusaha menjahilinya, dengan menyingkap bagian lain tubuhnya maupun aurat utamanya. Dengan demikian, ketika seorang wanita membuka penutup mukanya, maka yang demikian itu, akan memicu orang-orang bodoh untuk berbuat usil kepadanya. Maka, penetapan alasan dalam ayat ini, menunjukkan kewajiban bagi para wanita yang beriman untuk menutup seluruh tubuh beserta perhiasan yang dipakainya dengan jilbab. Hal itu tiada lain, agar mereka diketahui memiliki 'iffah (kesucian diri), jauh dan terjaga dari pengaruh orang-orang jahat dan mencurigakan. Juga, agar mereka tidak terfitnah, dan tidak menimbulkan fitnah bagi yang lainnya. Sehingga, dengan demikian, mereka tidak akan diganggu dan disakiti.

    Sangat dimaklumi, jika seorang wanita dalam keadaan sangat tertutup rapat, maka tidak seorang pun yang dalam hatinya terdapat penyakit, berani menjahilinya, dan ia pun terhindar dari pandangan-pandangan mata yang khianat. Berbeda dengan seorang wanita yang membuka auratnya, yang mengumbar wajahnya, maka tentunya, ia dengan penampilannya itu akan menggugah birahi laki-laki manapun yang memandangnya.

    Ketahuilah, bahwa menutup dengan memakai jilbab, yaitu: menutupi para wanita 'afîfât (yang suci); konsekwensinya, bahwa jilbab tersebut harus dipakai di atas kepala, bukan di atas kedua pundak. Juga, agar pada kain jilbab atau ‘abâ’ah itu tidak terdapat hiasan, atau bahkan diberi motif-motif maupun bordiran. Serta, jilbab tersebut harus tidak mengundang orang lain untuk memandangnya. Jika ternyata tidak demikian, maka jilbab tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan maksud syariat, yaitu: menyembunyikan dan menutupi tubuh wanita beserta perhiasan yang dipakainya, dari penglihatan laki-laki yang bukan muhrimnya.

    Seorang wanita muslimah seharusnya tidak tertipu, atau terpedaya dengan para wanita tomboi (yang menyerupai laki-laki), yang lebih asyik bergelut dengan kaum laki-laki dan berusaha mencari perhatian orang lain, yang dengan penampilannya, memproklamirkan sebagai para pesolek dan pengumbar aurat, dan membelot dari garis wanita yang semestinya; yaitu: wanita yang seharusnya menjadi lentera bagi rumah tangga yang suci, yang bertakwa dan yang mulia. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan bagi para wanita yang beriman, untuk tetap mempunyai kesucian dan semua hal yang mengantarkan kepadanya. Amîn.

  • Dalil keempat: Dua ayat dalam surat an-Nûr.

    Allah ‘azza wajalla berfirman:

    Þõáú áöøáúãõÄúãöäöíäó íóÛõÖõøæÇ ãöäú ÃóÈúÕóÇÑöåöãú æóíóÍúÝóÙõæÇ ÝõÑõæÌóåõãú Ðóáößó ÃóÒúßóì áóåõãú Åöäóø Çááåó ÎóÈöíÑñ ÈöãóÇíóÕúäóÚõæäó . æóÞõá áöøáúãõÄúãöäóÇÊö íóÛúÖõÖúäó ãöäú ÃóÈúÕóÇÑöåöäóø æóíóÍúÝóÙúäó ÝõÑõæÌóåõäóø æóáÇóíõÈúÏöíäó ÒöíäóÊóåõäóø ÅöáÇóøãóÇÙóåóÑó ãöäúåóÇ æóáúíóÖúÑöÈúäó ÈöÎõãõÑöåöäóø Úóáóì ÌõíõæÈöåöäóø æóáÇóíõÈúÏöíäó ÒöíäóÊóåõäóø ÅöáÇóø áöÈõÚõæáóÊöåöäóø Ãóæú ÁóÇÈóÂÆöåöäóø Ãóæú ÁóÇÈóÂÁö ÈõÚõæáóÊöåöäóø Ãóæú ÃóÈúäóÂÆöåöäóø Ãóæú ÃóÈúäóÂÁö ÈõÚõæáóÊöåöäóø Ãóæú ÅöÎúæóÇäöåöäóø Ãóæú Èóäöí ÅöÎúæóÇäöåöäóø Ãóæú Èóäöí ÃóÎóæóÇÊöåöäóø Ãóæú äöÓóÂÆöåöäóø Ãóæú ãóÇãóáóßóÊú ÃóíúãóÇäõåõäóø Ãóæö ÇáÊóøÇÈöÚöíäó ÛóíúÑö Ãõæúáöì ÇúáÅöÑúÈóÉö ãöäó ÇáÑöøÌóÇáö Ãóæö ÇáØöøÝúáö ÇáóøÐöíäó áóãú íóÙúåóÑõæÇ Úóáóì ÚóæúÑóÇÊö ÇáäöøÓóÂÁö æóáÇóíóÖúÑöÈúäó ÈöÃóÑúÌõáöåöäóø áöíõÚúáóãó ãóÇíõÎúÝöíäó ãöä ÒöíäóÊöåöäóø æóÊõæÈõæÇ Åöáóì Çááåö ÌóãöíÚðÇ Ãóíõøåó ÇáúãõÄúãöäõæäó áóÚóáóøßõãú ÊõÝúáöÍõæäó

    “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. an-Nûr:30-31).

    Di dalam kedua ayat suci ini terdapat banyak petunjuk yang menyatakan kewajiban memakai hijab dan menutup muka, ditinjau dari empat aspek yang saling berkaitan; yaitu:

    Aspek pertama, perintah untuk ghadhdhu al-bashar (menundukkan pandangan) dan menjaga kemaluan terhadap laki-laki dan perempuan, pada ayat pertama dan permulaan ayat kedua, mempunyai kedudukan yang sama. Semua itu tiada lain dikarenakan besarnya kekejian yang ditimbulkan oleh perbuatan zina, dan bahwa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan itu, lebih suci bagi orang-orang yang beriman baik di dunia maupun akhirat, sebagaimana ia juga lebih menjauhkan mereka untuk terjerumus ke dalam kekejian semacam ini. Sesungguhnya menjaga kemaluan itu tidak akan terlaksana, tanpa mengerahkan sebab-sebab untuk meraih keselamatan dan perlindungan, di antaranya yang paling agung adalah: menundukkan pandangan. Sedang menundukkan pandangan tidak dapat terpenuhi dengan sempurna, kecuali dengan memakai hijab yang menutupi seluruh badan wanita. Siapa pun orang yang berakal tidak akan meragukan, bahwa membuka muka adalah salah satu di antara hal yang menyebabkan mata melihat dan menikmati. Padahal, kedua mata itu bisa berzina, yaitu: dengan melihat. Dan semua sarana mempunyai kedudukan hukum seperti tujuan. Oleh karenanya, pada aspek berikutnya secara gamblang terdapat perintah memakai hijab.

    Aspek kedua, adalah firman Allah Ta’ala:

    æóáÇóíõÈúÏöíäó ÒöíäóÊóåõäóø ÅöáÇóøãóÇÙóåóÑó ãöäúåóÇ

    (Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka).

    Maksudnya, mereka tidak memamerkan sedikit pun perhiasan mereka kepada laki-laki lain dengan sengaja, kecuali apa yang mau tidak mau nampak, tanpa berusaha menampakkannya; yaitu: suatu yang tidak mungkin disembunyikan, semisal bagian luar jilbab atau 'abâ’ah atau mulâ’ah, yang biasanya dikenakan oleh seorang wanita di atas baju dan kerudungnya. Artinya, jika ia dipandang, tidak mengakibatkan salah satu anggota tubuh (aurat) wanita tersebut terlihat; karena yang demikian itu dimaafkan.

    Coba renungkanlah di antara rahasia yang tersembunyi di dalam firman Allah Ta’ala ini, “dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka”!? Bagaimana fi’il (kata kerja) dalam hal tidak mempertontonkan perhiasan dinisbatkan kepada para wanita dalam bentuk muta’addi (transitif); yaitu: fi’il mudhâri’ “yubdîna”. Adalah dimaklumi, bahwa suatu larangan jika disampaikan dalam bentuk fi’il mudhâri’, akan semakin memperkuat hukum pengharamannya. Ini merupakan dalil yang sangat jelas, berkenaan dengan kewajiban mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh wanita beserta semua perhiasan yang dipakainya. Sedangkan menutup muka dan kedua telapak tangan, sudah barang tentu termasuk di antaranya.

    Namun, dalam pengecualian, “kecuali yang (biasa) nampak dari mereka”, kata kerja "zhahara" tidak dinisbatkan kepada para wanita. Hal itu, mengingat kata kerja tersebut bukan berbentuk muta’addi (transitif), melainkan ia adalah kata kerja yang berbentuk lâzim (intransitif). Sebagai konsekwensinya adalah, bahwa seorang wanita diperintahkan untuk menyembunyikan perhiasannya secara mutlak, tanpa diberi pilihan lain untuk bisa memamerkannya sedikit pun. Di samping itu pula, ia tidak diperbolehkan memamerkan sedikit pun perhiasannya itu, kecuali apa yang memang harus nampak, tanpa sengaja untuk memperlihatkannya. Maka, yang demikian itu ia tidak berdosa. Semisal: jika sebagian perhiasannya itu tersingkap oleh angin, atau dikarenakan adanya keperluan pengobatan dan lain sebagainya, yang termasuk hal-hal yang mendesak dan memaksa. Sehingga, pengecualian di sini memiliki arti: “tidak berdosa”, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala:

    áÇó íõßóáöøÝõ Çááåõ äóÝúÓðÇ ÅöáÇóø æõÓúÚóåóÇ

    “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Dan firman-Nya:

    æóÞóÏú ÝóÕóøáó áóßõãú ãóøÇÍóÑóøãó Úóáóíúßõãú ÅöáÇóø ãóÇÇÖúØõÑöÑúÊõãú Åöáóíúåö

    “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.(QS. al-An’âm:119).

    Aspek ketiga, adalah firman Allah Ta’ala:

    æóáúíóÖúÑöÈúäó ÈöÎõãõÑöåöäóø Úóáóì ÌõíõæÈöåöäóø

    “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka”.

    Ketika Allah Ta’ala mewajibkan para wanita yang beriman untuk menutupi seluruh badan beserta perhiasan yang ada dalam kedua tempat terdahulu, juga agar tidak mempertontonkan sedikit pun perhiasannya dengan sengaja, dan bahwa apa yang nampak dari perhiasannya tanpa sengaja dipamerkan itu dimaafkan, maka untuk kesempurnaan hijab ini, Allah Ta’ala menjelaskan bahwasanya perhiasan yang haram diperlihatkan itu, termasuk di dalamnya seluruh tubuh wanita. Dan, mengingat bahwa bentuk baju umumnya terbelah atau berlobang, yang memungkinkan leher, jakun dan dada bisa kelihatan, maka Allah Ta’ala menjelaskan kewajiban untuk menutupinya beserta cara wanita tersebut memakaikan hijab itu, pada dearah tubuhnya yang belum tertutupi baju tadi. Lalu, Allah Ta’ala berfirman:

    æóáúíóÖúÑöÈúäó ÈöÎõãõÑöåöäóø Úóáóì ÌõíõæÈöåöäóø

    “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka”.

    Adh-dharbu berarti, "menimpakan sesuatu pada sesuatu yang lain", sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

    ÖõÑöÈóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáÐöøáóøÉõ

    “Mereka ditimpa (diliputi) kehinaan”. Maksudnya, mereka diliputi kehinaan layaknya tenda atau kemah yang meliputi orang yang bernaung di bawahnya.

    Sedangkan al-khumur adalah bentuk jamak dari khimâr, diambil dari kata al-khamr, yang berarti: menutupi. Dari sini, minuman keras disebut khamr, karena ia menutupi dan meliputi akal fikiran. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitabnya Fath al-Bârî (8/489) berkata, “Di antara al-khamr tersebut adalah khimâr al-mar’ah (kerudung wanita), karena ia menutupi wajah wanita tersebut”.

    Dikatakan: ikhtamarat al-mar’atu wa takhammarat, idzâ ihtajabat wa ghaththat wajhahâ. Artinya, seorang wanita bisa disebut memakai kerudung, jika ia berhijab dan menutupi wajahnya.

    Serta, al-juyûb bentuk mufradnya adalah jaib, yaitu: lobang atau belahan di ujung baju. Jadi, makna ayat:

    æóáúíóÖúÑöÈúäó ÈöÎõãõÑöåöäóø Úóáóì ÌõíõæÈöåöäóø

    adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada wanita-wanita kaum mukminin, agar mengenakan kerudung dengan tepat, pada daerah anggota tubuhnya yang kelihatan; antara lain: kepala, muka, leher, jakun dan dada. Caranya, dengan menempelkan kain kerudung pada kepalanya,lalu melingkarkannya dari sisi kanan ke arah leher bagian kiri. Yang demikian ini dinamakan dengan taqannu’. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, di mana wanita kala itu menjulurkan kerudung pada kepala dari bagian belakang, sementara kepala bagian depannya dibiarkan terbuka, maka mereka pun diperintahkan untuk menutupinya.

    Penafsiran yang relevan dengan pengertian sebelumnya dan sesuai dengan bahasa Arab ini, dibuktikan oleh apa yang dipahami para istri sahabat –semoga Allah meridhai semuanya-, maka mereka pun mengamalkannya. Oleh karenanya, imam Bukhari meletakkan satu bab di dalam kitab Shahîh-nya dan berkata, “Bab: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka”. Lalu, imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sebuah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha yang mengatakan, “Semoga Allah Ta’ala merahmati para wanita generasi pertama yang melakukan hijrah manakala Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka”, mereka segera merobek baju mantel mereka untuk kemudian menjadikannya sebagai penutup muka mereka”.

    Ibnu Hajar di dalam kitabnya “Fath al-Bârî” (8/489) ketika menerangkan hadis ini, ia berkata, “Arti perkataan Aisyah “fakhtamarna” adalah, mereka menutupi muka-muka mereka”.

    Barangsiapa yang membantah tafsiran ini dan mengatakan, yaitu: dengan membuka muka, karena Allah Ta’ala tidak secara jelas menyebutkan hal itu di sini, maka kita katakan kepadanya, “Memang di sini Allah Ta’ala tidak menyebutkan kepala, leher, jakun, dada, kedua bahu, kedua hasta dan kedua telapak tangan, namun apakah dengan demikian, wanita diperbolehkan membuka atau memperlihatkan anggota tubuh yang tersebut tadi?” Jika ia menjawab, “Tidak”, maka kami katakan, “Demikian pula wajah, tentu saja tidak diperbolehkan dibuka, karena wajah adalah sentra kecantikan dan sumber fitnah. Maka, bagaimana mungkin syariat Islam menyuruh untuk menutup kepala, leher, jakun, dada, kedua hasta dan kedua telapak kaki, sementara ia tidak menyuruh untuk menutup muka, padahal kita tahu, muka adalah anggota tubuh yang sering menimbulkan fitnah dan paling banyak memberikan pengaruh pada orang yang melihat maupun yang dilihatnya sekalipun? Begitu pula, bagaimana menurutmu tentang pemahaman para wanita atau istri sahabat Rasulullah radhiyallâhu’anhunna yang bergegas menutupi muka-muka mereka manakala turun ayat ini?

    Aspek keempat, adalah firman Allah subhanahu wata’ala:

    æóáÇóíóÖúÑöÈúäó ÈöÃóÑúÌõáöåöäóø áöíõÚúáóãó ãóÇíõÎúÝöíäó ãöä ÒöíäóÊöåöäóø

    “Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan."

    Ketika Allah Ta’ala memerintahkan para wanita itu untuk menyembunyikan perhiasan dan menunjukkan mereka cara memakai kerudung, yaitu: dengan menutupkan kain kerudung itu pada muka, dada dan anggota tubuh mereka lainnya, maka untuk meraih kesempurnaan hijab tersebut dan untuk mencegah terjadinya fitnah, Allah Ta’ala melarang para wanita yang beriman itu, untuk tidak memukul-mukulkan kaki mereka ke tanah ketika mereka berjalan. Hal itu, agar dari perhiasan yang mereka pakai seperti gelang kaki atau yang lainnya, tidak mengeluarkan bunyi-bunyian, yang oleh karena bunyiannya itu, maka perhiasan mereka akan diketahui. Akibatnya, perhiasan itu pun akan menyebabkan timbulnya fitnah. Oleh karenanya, perbuatan wanita yang memukul-mukulkan kakinya ke tanah, agar perhiasan yang ia pakai bisa diketahui orang, adalah termasuk di antara perbuatan setan.

    Di dalam aspek keempat ini setidaknya terdapat tiga dalil yang bisa dijadikan acuan, yaitu:

    Pertama, diharamkan bagi para wanita yang beriman memukulkan kaki mereka ke tanah, dengan tujuan agar perhiasan mereka bisa diketahui.

    Kedua, diwajibkan bagi mereka menutup kaki mereka beserta perhiasan yang dipakainya. Mereka tidak boleh memamerkannya.

    Ketiga, Allah Ta’ala mengharamkan kepada mereka semua hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya fitnah. Yang lebih utama lagi daripada itu, adalah diharamkan bagi wanita melepas dan membuka penutup mukanya di depan laki-laki yang bukan muhrimnya, karena membuka muka merupakan penyebab dan pemicu terjadinya fitnah yang paling besar. Oleh karena itu, muka wanita lebih berhak untuk ditutupi dan tidak ditampakkan ke hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya. Yang demikian ini tidak diragukan lagi oleh siapa pun orang yang mengaku berakal.

    Coba perhatikan!, bagaimana ayat ini mengatur hijab yang menutupi tubuh wanita dari penglihatan laki-laki bukan muhrimnya, mulai dari atas kepala sampai kepada kedua telapak kakinya, dan mencegah segala sarana yang bisa menimbulkan wanita tersebut membuka sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya dengan sengaja, yang mana hal itu untuk menghindari terjadinya fitnah yang menimpa wanita tersebut. Maha suci Allah, Yang Maha Bijaksana dalam syariat-Nya.

  • Dalil Kelima: Rukhsah bagi para wanita tua untuk menanggalkan hijab, namun bila mereka menjaga kesucian mereka itu lebih baik bagi mereka.

    Allah subhanahu wata’ala berfirman:

    æóÇáúÞóæóÇÚöÏõ ãöäó ÇáäöøÓóÂÁö ÇáÇóøÊöí áÇóíóÑúÌõæäó äößóÇÍðÇ ÝóáóíúÓó Úóáóíúåöäóø ÌõäóÇÍñ Ãóä íóÖóÚúäó ËöíóÇÈóåõäóø ÛóíúÑó ãõÊóÈóÑöøÌóÇÊò ÈöÒöíäóÉò æóÃóä íóÓúÊóÚúÝöÝúäó ÎóíúÑñ áóøåõäóø æóÇááåõ ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ

    “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. an-Nûr:60)

    Allah Ta’ala telah memberi rukhsah atau keringanan bagi para wanita jompo yang telah lanjut usia, terhenti dari haid,hamil dan melahirkan, untuk menanggalkan pakaian luar berupa jilbab dan kerudung. Sebagaimana hal ini telah disebutkan Allah Ta’ala di dalam ayat tentang kewajiban hijab bagi istri orang-orang yang beriman, sehingga mereka dibolehkan membuka muka dan kedua telapak tangan saja. Hilangnya dosa atas para wanita jompo ini terikat oleh dua syarat:

    • Syarat pertama, bahwa mereka (para wanita jompo tersebut) sudah tidak memiliki keindahan, dan tidak lagi membangkitkan birahi laki-laki. Mereka itu adalah para wanita yang sudah tidak butuh dan tidak ingin menikah. Begitu pula mereka tidak berharap dinikahi, karena mereka telah menjadi jompo yang sudah tidak mempunyai syahwat, dan tidak lagi membangkitkan birahi laki-laki. Sedangkan wanita yang masih memiliki kecantikan dan bisa membangkitkan birahi laki-laki, maka mereka tidak diperbolehkan melepaskan jilbab mereka.

    • Syarat kedua, bahwa mereka tidak berdandan dan menampilkan perhiasan. Hal ini terdiri dari dua hal:

      Pertama, mereka menanggalkan atau melepas pakaian bukan karena ingin membuka aurat atau tabarruj, namun untuk mencari kemudahan manakala mereka membutuhkannya.

      Kedua, mereka tidak menampilkan perhiasan seperti gelang, celak mata dan gincu, dan berhias dengan pakaian yang mencolok dan perhiasan lainnya yang bisa menggoda dan merangsang laki-laki.

      Seorang wanita yang beriman sebaiknya menghindari cara-cara yang direkayasa dalam menggunakan rukhsah ini, dengan mengaku bahwasanya dirinya tergolong wanita yang telah tua, padahal sebenarnya tidak. Atau, ia menampakkan diri dengan memamerkan segala macam perhiasan.

      Allah subhanahu wata’ala berfirman:

      æóÃóä íóÓúÊóÚúÝöÝúäó ÎóíúÑñ áóøåõäóø

      "Dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka". Ayat ini menganjurkan para wanita tua atau jompo agar menjaga kesucian atau berlaku sopan, karena yang demikian itu lebih baik dan utama, meskipun dengan melepas jilbab tersebut, mereka tidak bermaksud memamerkan perhiasan mereka.

      Dengan demikian, ayat ini juga menyatakan tentang kewajiban bagi para wanita yang beriman, agar menutup muka dan seluruh badan beserta perhiasannya. Sebab, rukhsah ini hanya dikhususkan bagi para wanita tua yang telah dinyatakan tiada dosa dan kesalahan atas mereka. Hal itu, karena tidak ada kemungkinan ataupun dugaan bagi para wanita tua ini untuk berbuat zina, mengingat mereka telah berumur dan mengalami masa menopause. Sedangkan rukhsah tidak akan terjadi, kecuali oleh adanya 'azîmah, dan 'azîmah tersebut adalah kewajiban memakai hijab sebagaimana yang termuat dalam ayat terdahulu.

      Mengingat ayat di atas, yang menyatakan bahwa kesopanan atau menjaga kesucian bagi para wanita tua itu, lebih baik daripada memilih mengambil rukhsah dengan menanggalkan penutup muka dan kedua telapak tangan, maka yang demikian itu wajib bagi wanita yang usianya belum mencapai usia para wanita tua tersebut. Yang demikian itu lebih utama bagi mereka dan lebih dapat menghindarkan dari fitnah dan terjadinya perbuatan mesum. Jika ternyata mereka melanggarnya, maka konsekwensinya, mereka pun akan berdosa dan bersalah.

      Karenanya, ayat ini merupakan dalil paling kuat yang menunjukkan kewajiban menutup muka, kedua telapak tangan, seluruh badan beserta perhiasannya, dengan memakai jilbab dan kerudung.


    Hit : 0 | IndexJudul | IndexSubjudul | kirim ke teman | versi cetak 

     
   
Statistik Situs
Selasa,23-4-2024 M 25:9:39 
Hijri: 14 Syawal 1445 H
Hits ...: 311538083
Online : 59 users

Pencarian

cari di  

 

Iklan

















Jajak Pendapat
Rubrik apa yang paling anda sukai di situs ini ?

Analisa
Buletin
Fatwa
Kajian
Khutbah
Kisah
Konsultasi
Nama Islami
Quran
Tarikh
Tokoh
Doa
Hadits
Mu'jizat
Sakinah
Akidah
Fiqih
Sastra
Resensi
Dunia Islam
Berita Kegiatan
Kaset
Kegiatan
Materi KIT
Firqah
Ekonomi Islam
Senyum
Download


Hasil Jajak Pendapat

Mutiara Hikmah

Mathraf bin Abdullah ibnusy Syakhir menulis surat balasan kepada sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, "Kepada hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, dari Mathraf bin Abdullah. Salamullah 'alaik, ya Amiral Mukminin, wa Rahmatullah wa Barakatuh. Sesungguhnya, aku mengajakmu memuji kepada Allah yang tidak ada tuhan yang hak selain Dia. Amma ba'du. "Jadikanlah rasa tenangmu bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan perhatian penuhmu kepada-Nya. Sesungguhnya, kaum yang merasa damai dengan Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan sepenuhnya memberikan perhatiannya kepada-Nya, mereka merasa lebih damai bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dalam kesendirian daripada beramai-ramai dengan jumlah yang banyak, mereka mematikan apa saja di dunia yang mereka khawatirkan akan mematikan hati mereka, mereka meninggalkan apa saja di dunia yang mereka ketahui bakal meninggalkannya, mereka menjadi musuh terhadap apa yang diterima manusia dari dunia. Semoga Allah menjadikan kita semua bagian dari mereka karena mereka sedikit jumlahnya di dunia. Wassalam." (Abdullah bin Abdul Hakam, al-Khalifah al-'Adil Umar bin Abdil Aziz, hal.182)

( Index Mutiara )


Fiqh Wanita

Benarkah Kaum Wanita Tidak Boleh Masuk Masjid Karena Mereka Adalah Najis

Jika Mendapat Kesucian Setelah Shubuh

Haid Datang Beberapa Saat Sebelum Matahari Terbenam

Merasa Ada Darah Tapi Belum Keluar Sebelum Matahari Terbenam

Hukum Wanita Yang Mandi Setelah Jima', Kemudian Keluar Cairan Dari Kemaluannya

Hukum Orang Yang Kentut Terus Menerus.

Shalat Dengan Pakaian Terkena Najis

Hukum Orang Haidh Berdiam di Masjid

Hukum air kencing anak yang mengenai pakaian wanita

Menggunakan air laut untuk berwudlu

Hukum Operasi Cesar

Menyentuh wanita dalam keadaan berwudhu'

Menyentuh wanita asing(selain isteri) dalam keadaan berwudhu'

Hukum membawa Mushaf ke dalam WC

Bersuci dari Air Kencing Bayi

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Kutek

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Inai (Pacar)

Hukum Wudhunya Wanita yang Tidak Menghilangkan Kutek

Membasuh Kepala Bagi Wanita

Hukum Mengusap Rambut yang Disanggul (dikepang)

Sifat Mandi Junub dan Perbedaan dengan Mandi Haidh

Melepaskan Ikatan Rambut Untuk Mandi Haidh

Haruskah Meresapkan Air ke Dalam Kulit Kepala Dalam Mandi Junub?

Samakah Wanita yang Memiliki Rambut Panjang yang Tidak Digulung dengan yang Digulung

Hukum Mengusap Kain Penutup Kepala Saat Mandi Junub

Haruskah Dua Kali Bersuci Karena Dua Hadats

Wajib Mandikah Wanita Yang Bermimpi (Mimpi Basah)

Jika Seorang Wanita Bermimpi dan Mengeluarkan Cairan yang Tidak Mengenai Pakaiannya, Apakah Ia Wajib Mandi

Wajib Mandikah Bila Keluarnya Mani Karena Syahwat Tanpa Bersetubuh

Berdosakah Seorang Wanita yang Mimpi Bersetubuh Dengan Seorang Pria

Wajib Mandikah Jika Seorang Wanita Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya atau Jika Seorang Dokter Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya

Jika Seorang Ragu Tentang Junubnya

Bolehkah Menunda Mandi Wajib Hingga Terbit Fajar

Bolehkah Orang yang Junub Tidur Sebelum Berwudhu

Mandi Junub Merangkap Mandi Jum'at, atau Merangkap Mandi Haidh dan Mandi Nifas

Apakah Penggunaan Inai Pada Masa Haidh Akan Mempengaruhi Sahnya Mandi Setelah Masa Haidh?

Apakah Tubuh Orang yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Ia Mandi Junub

Masa di Mana Para Wanita yang Sedang Nifas Tidak Boleh Melaksanakan Shalat

Pendapat yang Kuat Tentang Masa Nifas

Nifas, Suci Sebelum Empat Puluh Hari Lalu Berpuasa

Apakah Wanita Nifas yang Suci Sebelum Genap Empat Puluh Hari Tetap Wajib Melaksanakan Ibadah

Nifas, Jika Darah Terus Mengalir Setelah Empat Puluh Hari

Darah Nifas Berhenti Sebelum Empat Puluh Hari, Apakah Hal Ini Membolehkan Shalat Walaupun Darah Itu Kembali Lagi Pada Hari Keempat Puluh

Apakah Masa Nifas Itu Dapat Lebih dari Empat Puluh Hari?

Tidak Mengeluarkan Darah Setelah Melahirkan, Bolehkah Suaminya Mencampurinya?

Jika Wanita Hamil Keluar Darah Banyak Tapi Bayi yang Dikandungnya Tidak Keluar ( Keguguran )

Bila Seorang Wanita Hamil Mengalami Goncangan Namun Ia Tidak Tahu Apakah Kandungannya Keguguran atau Tidak, Dalam Keadaan Ia Mengalami Haidh

Hukum Darah yang Menyertai Keguguran Prematur Sebelum Sempurnanya Bentuk Janin dan Setelah Sempurnanya Janin

Hukum Darah yang Mengalir Terus Menerus Dalam Waktu yang Lama Setelah Keguguran

Keguguran Pada Umur Tiga Bulan Kehamilan, Apakah Tetap Wajib Shalat

Hukum Darah yang Keluar Setelah Keluarnya Janin ( Keguguran )

Keguguran Sebelum dan Setelah Terbentuknya Janin

Banyak Mengeluarkan Darah Saat Keguguran

Keguguran Pada Bulan Ketiga dari Masa Kehamilan, Kemudian Setelah Lima Hari Melaksanakan Puasa dan Shalat

Wajibkah Puasa dan Shalat Bagi Wanita yang Mengalami Keguguran

Kapankah Darah Keguguran Prematur Dianggap Darah Nifas

Mengeluarkan Darah Lebih dari Tiga Hari Sebelum Persalinan

Mengeluarkan Darah Lima Hari Sebelum Datangnya Masa Nifas

Mengeluarkan Darah Satu atau Dua Hari Sebelum Persalinan

Kewajiban Wanita Nifas Pada Akhir Masa Nifas

Darah Nifas Mengalir Kembali Setelah Empat Puluh Hari

Hukum Darah Nifas yang Keluar Lagi

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

Hukum Berhadats Kecil Dan Menyentuh Mushaf

Mencium Istri Tidak Membatalkan Wudhu’

Darah Nifas Berhenti Kemudian Kembali Lagi Setelah Empat Puluh Hari

Yang Dibolehkan Bagi Suami Terhadap Istrinya yang Sedang Nifas

Apakah Disyaratkan Empat Puluh Hari untuk Dibolehkannya Mencampuri Istri Setelah Melahirkan

Hukum Membaca Al-Qur’an Tanpa Wudhu’

Boleh Menyentuh Kaset Rekaman Al-Qur’an Bagi Yang Sedang Junub

Bersetubuh Setelah Tiga Puluh Hari Melahirkan

Darah yang Keluar dari Wanita yang Melahirkan Melalui Operasi

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Cara Shalat Wanita yang Terus Mengeluarkan Darah

Seorang Wanita Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Darah, Lalu Beberapa Hari Kemudian Ia Mengeluarkan Da-rah Haidh yang Sebenarnya

Setelah Operasi dan Sebelum Masa Haidh Mengeluarkan Darah Hitam, Kemudian Setelah Itu Masa Haidh Datang

Seorang Wanita Telah Berhenti Masa Haidhnya Karena Usianya yang Sudah Lanjut Kemudian Dalam Suatu Perjalanan Ia Mengeluarkan Darah Terus Menerus

Wanita Mengeluarkan Darah yang Bukan Darah Haidh dan Bukan Pula Darah Nifas

Setelah Bersuci dari Haidh yang Biasanya Selama Sem-bilan atau Sepuluh Hari, Keluar Lagi Darah Pada Waktu-waktu yang Tidak Tentu

Di Bulan Ramadhan Mengeluarkan Darah Sedikit yang Terus Berlanjut Sepanjang Bulan

Setelah Nifas Mengeluarkan Darah Sedikit yang Bukan di Masa Haidh

Cara Bersucinya Wanita Mustahadhah

Perbedaan Antara Darah Haidh dan Darah Istihadhah

Penjelasan Tentang Cairan Berwarna Kuning dan Cairan Keruh Serta Hukumnya, Juga Tentang Cairan Putih (Keputihan)

Penggunaan Pil-pil Pencegah Kehamilan Mengakibatkan Timbulnya Cairan Keruh yang Merusak Haidh

Mengeluarkan Cairan Keruh Sehari atau Dua Hari Sebelum Datangnya Masa Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar Sehari atau Dua Hari Sebelum Masa Haidh

Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Cairan Keruh Sebelum Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Setelah Suci

Mengeluarkan Tetasan Bening yang Berwarna Agak Kuning di Luar Waktu Haidh

Apakah Cairan yang Keluar dari Wanita Itu Najis dan Membatalkan Wudhu

Hukum Orang yang Yakin Bahwa Cairan-cairan Itu Tidak Membatalkan Wudhu

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Bolehkah Ia Melakukan Shalat Sunat dan Membaca Al-Qur'an

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Tapi Kemudian Setelah Berwudhu Itu dan Sebelum Shalat Cairan Itu Keluar Lagi

Bolehkah Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan Melakukan Shalat Dhuha Dengan Wudhu Shalat Shubuh

Bolehkah Melakukan Shalat Tahajud Dengan Wudhu Shalat Isya Bagi Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Cukupkah Membasuh Anggota Wudhu Bagi Wanita Yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Bagaimana Hukumnya Jika Cairan Itu Mengenai Bagian Tubuh

Tidak Berwudhu Saat Mengeluarkan Cairan Itu Karena Tidak Tahu

Mengapa Tidak Ada Riwayat dari Rasulullah SAW yang Menyatakan Bahwa Cairan yang Keluar dari Wanita Dapat Membatalkan Wudhu, Sementara Para Shahabiyah Sangat Menjaga Cairan yang Keluar ?

Apa Betul Syaikh Ibnu Utsaimin Berpendapat Bahwa Cairan Tidak Membatalkan Wudhu ?

Mengeluarkan Cairan Setelah Mandi Junub dan Setelah Bangun Tidur

Wanita Hamil Mengeluarkan Cairan Sejak Satu Bulan

Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Perawan dan Janda Tanpa Mimpi

Keluarnya Mani Beserta Air Kencing Kemudian Setelah Itu Keluar Mani Tanpa Syahwat

Saya Mengeluarkan Cairan Putih dan Terkadang Cairan Itu Keluar Ketika Saya Sedang Shalat

Hukum Cairan yang Keluar Setetes Demi Setetes

Hukum Membaca Kitab Tafsir Bagi Wanita Haidh

Bagaimana Shalat Orang Yang Mengidap Penyakit Kencing Netes?

Hukum Kencing Berdiri

Panas Matahari Tidak Menghilangkan Najis

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Doa Membasuh Muka Pada Saat Berwudhu.

Doa Mandi Junub

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu?

Hukum Mimpi (junub) Namun Tidak Keluar Mani

Menyisir Rambut dan Memotong Kuku Saat Haidh

Hukum Berhadats Kecil dan Menyentuh Mushaf


Senyum
Tes Kecerdasan !
Jawablah pertanyaan dibawah ini tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu !

Pertanyaan pertama: jika anda sedang mengikuti lomba lari, kamudian anda bisa mendahului pelari yang kedua, maka pada urutan berapakah anda sekarang?????

Jawaban !
jika anda menjawab bahwa anda diurutan pertama
Maka jawaban anda salah
Sebab jika anda mendahului pelari kedua maka anda hanya menggantikan posisinya diurutan kedua tidak menggantikan posisi pelari urutan pertama.

Sekarang soal kedua: tapi jawablah dengan cepat gak pake lama, oke ?

Pertanyaan: jika anda mendahului pelari terakhir, maka anda diurutan …… ????

Jawaban:
Jika jawaban anda adalah terakhir atau sebelum akhir, maka jawaban anda salah

Karena bagaimana mungkin anda mendahului pelari terakhir padahal yang terakhir itu adalah anda !!!?


Fatwa Puasa

Kapan Remaja Putri Diwajibkan untuk Berpuasa?

Remaja Putri Berusia Dua Belas atau Tiga Belas Tahun Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan

Tidak Berpuasa Selama Masa Haidh, dan Setiap Kali Tidak Berpuasa Ia Memberi Makan, Apakah Wajib Qadha Baginya

Istri Saya Hamil dan Mengeluarkan Darah Pada Permulaan Ramadhan

Mendapat Kesucian dari Haidh atau dari Nifas Sebelum Fajar dan Tidak Mandi Kecuali Setelah Fajar

Seorang Wanita Mendapat Kesuciannya dari Nifas Dalam Satu Pekan, Kemudian Ia Berpuasa Bersama Kaum Muslimin, Setelah Itu Darah Tersebut Datang Lagi

Mendapat Kesucian Setelah Tujuh Hari Melahirkan Lalu Berpuasa di Bulan Ramadhan

Setelah Empat Puluh Hari Sejak Melahirkan, Darah yang Keluar Berubah, Apakah Saya Harus Shalat dan Puasa

Melahirkan di Bulan Ramadhan dan Tidak Mengqadha Setelah Bulan Ramadhan Karena Ada Kekhawatiran Pada Bayi, Kemudian Pada Bulan Ramadhan Selanjutnya Ia Melahirkan Lagi

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Dan Menyusui Jika Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bagaimana Hukumnya Jika Wanita Menyusui Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya

Meninggalkan Puasa Dengan Sengaja Selama Enam Hari di Bulan Ramadhan Karena Ujian Sekolah

Memaksa Isteri untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

Memaksa Istri untuk Tidak Berpuasa

Seorang Pria Musafir Tiba di Rumahnya Pada Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya

Apakah Keluar Darah dari yang Hamil Termasuk yang Membatalkan Shaum

Suami Mencium dan Mencumbui Istrinya di Siang Hari Ramadhan

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -1

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -2

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan - 3

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -1

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -2

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -3

Menggunakan Inai Pada Rambut Saat Berpuasa

Mengobati Pilek dengan Obat yang Dihirup Melalui Hidung

Apakah Keluarnya Air Ketuban Dapat Membatalkan Puasa

Mengqadha Puasa Bagi yang Tidak Puasa Karena Hamil

Tidak Mampu Mengqadha Puasa

Tidak Berpuasa Karena Sakit Lalu Meninggal Beberapa Hari Setelah Ramadhan

Orang Meninggal yang Mempunyai Tanggungan Puasa

Sekarang Berusia Lima Puluh Tahun, Dua Puluh Tujuh Tahun yang Lalu Tidak Menjalankan Puasa Ramadhan Selama Lima Belas Hari

Beberapa Tahun yang Lalu Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Haidh dan Belum Mengqadhanya

Mempunyai Utang Puasa Selama Dua Ratus Hari Karena Ketidaktahuannya dan Sekarang Sedang Sakit

Minum Obat Beberapa Saat Setelah Fajar

Di Depan Keluarganya Ia Berpuasa, Namun Sebenarnya Dengan Cara Sembunyi-sembunyi Ia Tidak Berpuasa Selama Tiga Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan Kedua Telah Datang Tapi Ia Belum Mengqadha Puasa Ramadhan yang Lalu

Tidak Pernah Mengqadha Puasa yang Ditinggalkannya Karena Haidh Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Tidak Berpuasa Karena Menyusui Anaknya Dan Belum Mengqadhanya, Kini Anak Itu Telah Berusia Dua Puluh Empat Tahun

Belum Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan Pada Dua Tahun Pertama Sejak Menjalankan Puasa Wajib

Menunda Qadha Puasa Hingga

Hikmah dari Diwajibkannya Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Tidak Berpuasa Selama Dua Ramadhan Karena Sakit, Kemudian Pada Ramadhan Ketiga Ia Berpuasa, Apa yang Harus Dilakukan untuk Dua Ramadhan yang Telah Lewat

Meninggalkan Puasa Ramadhan Selama Empat Tahun Karena Gangguan Kejiwaan

Ibu Saya Telah Lanjut Usia, Ia Berpuasa Selama Lima Belas Hari Kemudian Tidak Berpuasa Karena Tak Sanggup Puasa

Mencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa

Saya Pernah Bertanya Kepada Seorang Dokter, Ia Mengatakan, Bahwa Pil Pencegah Haidh Itu Tidak Berbahaya

Mengkonsumsi Pil Pencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa Bersama Orang-Orang Lainnya

Hukum Mencicipi Makanan Ketika Berpuasa

Mengeluarkan Darah Selama Tiga Tahun, Apa yang Harus Dilakukan di Bulan Ramadhan

Bernadzar untuk Berpuasa Selama Satu Tahun

Hukum Mengisi Bulan Ramadhan Dengan Begadang, Berjalan-jalan di Pasar dan Tidur

Faktor-faktor yang Mendukung Wanita di Bulan Ramadhan

Apa Hukum Berbicara Dengan Seorang Wanita atau Menyentuh Tangannya di Siang Hari Ramadhan

Mengakhirkan Qadha Puasa Ramadhan Hingga Datang Ramadhan Berikutnya.

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Mencampuri Isteri Pada Hari yang Diragukan

Memberi Makan Kaum Miskin Sebagai Pengganti Puasa Orang Lanjut Usia

Orang yang Tidak Mampu Berpuasa

Terapi di Bulan Ramadhan

Berbukanya Musafir

Berbukanya Wanita Hamil dan Wanita yang Menyusui

Onani/Masturbasi dan Bersetubuh di Siang Bulan Ramadhan

Hukum Darah yang Keluar dari Orang yang Sedang Berpuasa

Masih makan dan minum saat fajar karena ia tidak tahu.

Menonton Televisi Bagi yang Berpuasa

Seorang Musafir Tidak Berpuasa Lalu Ia Memaksa Isterinya yang Sedang Berpuasa untuk Berhubungan Badan

Wajib Puasa Bagi Wanita yang Telah Haidh

Bila Seorang Wanita Melanjutkan Puasanya Kendatipun Keluar Darah Haidh

Mengqadha’ Puasa Beberapa Tahun

Menyepelekan Puasa Sejak Pertama Kali Mengalami Haidh

Berbuka Karena Kesibukannya Dalam Bangunan dan Persiapan Nikah

Orang yang Meninggal di Bulan Ramadhan Tidak Wajib Mengqadha Sisa Harinya

Puasa dan Terapi

Sekitar Nadzar Puasa

Bertekad Puasa Tiga Hari (Tgl 13, 14, 15)

Puasa Pada Hari Sabtu

Hukum Puasanya Orang Yang Tidak Shalat Tarawih

Hukum Mencium Bagi yang Berpuasa

Darah yang Merusak Puasa

Hukum Berbekam Bagi yang Berpuasa dan Hukum Keluarnya Darah

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Terlihatnya Hilal (Bulan) Ramadhan Atau Syawwal di Suatu Negara Tidak Mengharuskan Negara-Negara Lain Mengikutinya

Tidur Sepanjang Hari Ketika Puasa

Berkumur Sampai Airnya Masuk ke Tenggorokan

Hukum Menggunakan Minyak Wangi di Siang Bulan Ramadhan

Makan Karena Lupa Ketika Puasa

Banyak Mandi Ketika Puasa

Tidak Mengqadha Puasa Karena Menghawatirkan Bayinya

Laksanakan Puasa Qadha Lebih Dulu

Panjangnya Malam dan Siang Saat Ramadhan

Negara yang Terlambat Terbenamnya Matahari

Anak Kecil Tidak Wajib Puasa Tapi Disuruh Melaksanakannya

Berbuka Berdasarkan Pemberitahuan Penyiar

Puasa Wishal

Hukum “Hidangan Orang Tua”

I’tikaf dan Syaratnya

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman Pada Ru’yat (Penglihatan) Biasa

Puasa Berdasarkan Satu Ru’yat (Penglihatan)

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Subuh, Maka Ia Harus Berpuasa Dan Mengqadha’

Puasa Dan Junub

Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum Ketika Adzan Subuh

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah Bagi Yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler Bagi Yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang Yang Puasa Dan Shalat Hanya Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak Di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak Bagi Yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang Yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha’ Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha’ Puasa

Apakah orang yang meninggal dengan menanggung utang qadha’ puasa boleh dipuasakan untuknya (diqadha’kan)?

Hukum Mengqadha Enam Hari Puasa Syawwal

Mengqadha Enam Hari Puasa Ramadhan di Bulan Syawwal, Apakah Mendapat Pahala Puasa Syawwal Enam Hari

Apakah Suami Berhak untuk Melarang Istrinya Berpuasa Sunat

Hukum Puasa Sunnah Bagi Wanita Bersuami

Hukum Zakat Yang Diserahkan Ke Lembaga Zakat Atau Instansi Pemerintah

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Yang Digunakan Sebagai Pehiasan Atau Dipinjamkan, Baik Berupa Emas Maupun Perak

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Jika Mencapai Nishab Dan Tidak Diproyeksikan Untuk Perdagangan

Apakah Seorang Wanita Harus Menggabungkan Perhiasan Putri-Putrinya Ketika Hendak Mengeluarkan Zakat Perhiasannya?

Apa Hukum Zakat Perhiasan Yang Dikenakan

Hukum Buka Warung Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Lupa Meniatkan Puasa Bulan Syawwal Dari Sejak Malam Hari, Sah Tidak?

BAGAIMANA MENENTUKAN AWAL PUASA

HIKMAH DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TETAPI TIDAK MENGQADHA SHALAT

BAGAIMANA PUASA YANG BENAR?

NIAT BERBUKA,TAPI BELUM MAKAN DAN MINUM APAKAH MEMBATALKAN PUASA?

beberapa tanda Lailatul Qadr

Puasa Muharram dan 'Asyura

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa

Tetesan Air Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

HUKUM ORANG YANG PUASA TETAPI TIDAK SHOLAT

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Mengakhirkan Qadha Puasa Hingga Datang Ramadhan Berikutnya

Perbedaan Ru-yah

Shaum (Berpuasa) Berdasarkan Hisab.

Hukum Puasa Bagi Orang Yang Melanjutkan Makan Sahurnya Setelah Adzan?

Hukum Shiam (Puasa) Yang Dilakukan Pada Masa Nifas.

Mengqadha Shiyam (Puasa) Yang Telah Terlupakan Selama Sepuluh Tahun

Bolehkah Membatalkan Shiyam (Puasa) Yang Diqhadha?

Kafarat Bagi Orang Yang Mengumpuli Istrinya Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Mengqadha Shiyam Yang Terlupakan Jumlahnya

Beberapa Permasalahan Wanita Dalam Melakukan Shiyam.

Penentuan Hari dan Shiyam (Puasa) Arafah Pada Tiap Negara

Bid’ahkah Puasa 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah ?

Hisab Dijadikan Acuan Dalam Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan

Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Niat Dalam Melaksanakan Shiyam (Puasa)

Makan Sahur Ketika Fajar Terbit Tanpa Disadari

Air Yang Masuk Ke Tenggorokan Tanpa Sengaja Ketika Berwudhu

KADAR FIDYAH BAGI ORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA KARENA TUA ATAU SAKIT

Memakai Obat Mata Dan Telinga Ketika Berpuasa

Permasalahan-Permasalahan Yang Berkaitan Dengan I'tikaf

Apakah Ada Perselisihan Pendapat Tentang Dianjurkannya Puasa Di Sembilan Hari Awal Bulan Dzulhijah

Menyikapi Dua Hadits Yang Bertentanggan Dalam Masalah Puasa 1-9 Dzulhijjah

Hukum Tidak Berpuasa Karena Alasan Pekerjaan

Hukum tetap berpuasa selama masa haidh karena tidak tahu

Menelan Pil Pencegah Haid

Apakah malam lailatul qadar jatuh pada malam ke-27 dari bulan Ramadhan

Hukum mengakhirkan qadha puasa Ramadhan sebelumnya sampai memasuki bulan Ramadhan yang baru?

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha' Puasa

Antara Berbuka atau Berpuasa Saat Safar (Bepergian)

Jika Terjadi Perbedaan Hari Arafah

Jika Puasa Arafah Jatuh Pada Hari Sabtu..?

Berpuasa Tapi Meninggalkan Shalat

Antusias Ibadah Saat Ramadhan Saja

Kesalahan Sebagian Muda-Mudi Saat Puasa

Apa yang Lazim dan yang Wajib Dilakukan Orang yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman pada Ru'yah [Penglihatan] Semata

Puasa Berdasarkan Satu Ru'yah [Penglihatan]

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Maag dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Shubuh, maka Ia Harus Berpuasa dan Mengqadha'

Puasa dan Junub

Puasanya Orang yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh di Siang Hari Ramadhan ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum ketika Adzan Subuh

Suntikan di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah dari Orang yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah bagi yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler bagi yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang yang Puasa dan Shalat Hanya pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak bagi yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang bagi Orang yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan oleh Orang yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa untuk Orang yang Sudah Meninggal

Orang yang Meninggal dengan Menanggung Qadha Puasa

Apa Petunjuk Rasul dan Para Sahabat di Bulan Ramadhan ?

Keadaan Para Sahabat di Musim-musim Kebaikan

Makna Berpuasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Hal-hal yang Hendaknya Dilakukan Orang yang Berpuasa

Sebelum Rakaat Terakhir Shalat Witir Berniat Puasa

Banyak Berbicara Saat Berpuasa


Puasa Asyura Terlewatkan Karena Lupa


Kajian Ramadhan

Menyambut Bulan Ramadhan

Keutamaan Bulan Ramadhan

Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan

Kiat-Kiat Menghidupkan Bulan Ramadhan...!

Panduan Ringkas Puasa Ramadhan

Hikmah dan Manfa'at Puasa

Qiyam Ramadhan

Adab Shalat Tarawih Bagi Wanita

Nuzulul Qur'an Sebagai Peringatan atau Pelajaran

I'tikaf Hukum dan Keutamaanya

Menggapai Lailatul Qadar

Ramadhan Bersama al-Qur'an

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (1)

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (2)

Zakat Fitrah

Kebahagiaan Bersama Iedul Fithri

Ramadhan Telah Berlalu

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal

Waspada Terhadap Hadits-Hadits Dha'if (Lemah) Seputar Ramadhan


Fatwa Haji & Qurban

Apa hikmah thawaf(disekitar Ka'bah)? Apakah hikmah mencium Hajar Aswad adalah tabarruk (memohon barakah) kepadanya?

Disyari'atkannya menyembelih hewan qurban

Hukum menyembelih hewan qurban dan cara membagikan dagingnya

Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba?

Menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang

Seekor unta untuk satu orang

Umur hewan qurban

Hewan Yang Tidak Sah Dijadikan Hewan Qurban

Berqurban dengan harga hewan qurban

Penerima daging hewan qurban

Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

Menyembelih sebelum Imam menyembelih

Barang siapa ingin berqurban, maka janganlah mengambil(memotong) rambut dan kukunya

Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram

Hukum orang yang ingin melakukan haji namun masih memiliki hutang

Mahram Tidak Sanggup Mendampingi Dalam Ibadah Haji

Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji

Apakah Suami Seorang Perempuan Bisa Menjadi Mahram Bagi Bibi Perempuan Tersebut

Wanita Ingin Haji Didampingi Anak Laki-Lakinya Yang Belum Baligh

Pergi Haji Hanya Ditemani Wanita Yang Dipercaya

Mahram Wanita Meninggal Pada Saat Ibadah Haji

Izin Suami Untuk Pergi Haji

Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin Dari Suaminya

Biaya Haji Ditanggung Wanita

Mengganti Haji Wanita Tua Lagi Buta

Wanita Haji Bersama Lelaki Yang Bukan Mahram

Wanita Pergi Haji Bersama Lelaki Shalih Yang Disertai Keluarganya

Seorang Wanita Mendatangkan Ibunya Untuk Diajak Pergi Haji

Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram

Wanita Pergi Haji Dengan Harta Suaminya

Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram

Puasa di Jeddah Lalu Berihram Haji Tanggal Delapan

Wanita Niat Haji Tamattu', Kemudian Tidak Memungkinkan Thawaf Dan Sa'i Kemudian Dia Menuju Ke Mina Dan Arafah

Mencium Hajar Aswad Pada Waktu Mulai Thawaf

Wanita Shalat di Belakang Maqam Ibrahim

Wanita Mendaki Shafa dan Marwah

Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama dari thawaf qudum khusus bagi laki-laki saja

Apakah Wanita Mempercepat Sa'i Tatkala Berada

Wanita Menyesal Karena Berumrah, Tapi Tidak Men-ziarahi Makam Rasul

Wanita Mencium Hajar Aswad

Wanita Keluar Dari Muzdalifah

Wanita Mencukur Rambut Pada Saat Haji Dan Umrah

Bentuk Pakaian Ihram Bagi Wanita

Wanita Telah Menyelesaikan Semua Manasik Haji Kecuali Melempar Jumrah Karena Punya Anak Kecil

Wakil Dalam Melempar Jumrah

Wanita Telah Selesai Dari Seluruh Manasik Kecuali Menggunting Rambut

Thawaf Ifadhah Diganti Dengan Thawaf Wada'

Hikmah Dilarang Mengenakan Pakaian Berjahit Saat Ihram

Melaksanakan Ibadah Haji Tanpa Ihram

Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji

Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal

Wanita Haid Tinggal di Jeddah Sebelum Thawaf Ifadhah dan Thawaf Wada' Setelah Suci Digauli Suaminya

Wanita Meletakkan Kayu atau Pengikat Untuk Mengangkat Jilbab Dari Wajahnya

Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya

Wanita Pulang ke Negerinya Sebelum Thawaf Ifadhah

Pakaian Ihram Wanita Dan Hukum Mengenakan Cadar dan Sarung Tangan

Hukum Sarung Tangan Dan Kaos Kaki Saat Ihram

Hukum Mengenakan Purdah Dan Masker Saat Ihram

Hukum Membuka Wajah Dan Telapak Tangan

Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram

Hukum Ihram Disaat Haid

Wanita Berihram Dari Miqat Sebelum Suci

Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid dan Tatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian

Wanita Dalam Kondisi Haid Dan Nifas Saat Akan Ihram

Ihram Dari Sail Dalam Keadaan Haid Lalu Pergi ke Jeddah dan Setelah Suci Menyempurnakan Ibadah Haji

Pemalsuan Pasport Tidak Mempengaruhi Keshahan Ibadah Haji

Fadhilah Ibadah Haji Itu Sangat Besar

Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang Yang Mampu

Suatu Masalah Penting Bagi Orang Yang Thawaf

Setiap Orang Dari Anda Wajib Bayar Fidyah

Anda Mempunyai Dua Pilihan

Tidak Apa-Apa Istirahat Sejenak Di Waktu Thawaf

Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan Di Setiap Masjid

Hajinya Orang Yang Meninggalkan Shalat

Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?

Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf Ifadhah Dan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci

Hukum Melontar Dengan Kerikil Bekas Pakai

Apa Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Orang Yang Berkesempatan Menunaikan Ibadah Haji?

Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak Pada Pelakunya

Kewajiban Orang Yang Telah Kembali Ke Kampung Halamannya Terhadap Keluarganya Seusai Melaksanakan Ibadah Haji

Perempuan Telah Berniat Padahal Ia Sedang Haid Atau Nifas

Menghajikan Orang Tua (Ayah) Dengan Harta Yang Telah Diwasiatkan

Melaksanakan Haji Dibiayai Suatu Yayasan

Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit

Pakain Berjahit Yang Dilarang Adalah Jahitannya Yang Meliputi Seluruh Tubuh

Mendahulukan Sa’i Daripada Thawaf

Cukur Rambut Itu Gugur Bagi Orang Yang Berkepala Botak (Tidak Berambut)

Harus Melakukan Thawaf Wada’ (Perpisahan) Jika Kepulangannya Tertunda Di Mekkah

Hukum Melontar Jumroh Aqabah Di Malam Hari

Sanggahan Terhadap Orang Yang Berpendapat Bahwa Jeddah Adalah Miqat

Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan

Tutuplah Kepala Anda... Anda Wajib Bayar Fidyah

Sa’i Itu Adalah Salah Satu Rukun Haji

Nabi Tidak Pernah Menentukan Do’a Khusus Untuk Thawaf

Tidak Ada Kewajiban Bagi Anda

Yang Wajib Adalah Tinggal Di Perkemahan Paling Akhir

Inilah Hari-Hari Tasyriq

Ini Adalah Maksiat Besar

Bagi Orang Yang Akan Menunaikan Ibadah Haji Atau Umrah Wajib Mempelajari Hukum-Hukumnya

Keteladanan Itu Ada Pada Rasulullah

Saat Thawaf atau Sa'i Afdhalnya Adalah Menyibukkan Diri Dengan Dzikir

Hukumnya Berbeda, Tergantung Kepada Perbedaan jenis Iddah

Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan Mengulangi Thawaf

Anda Wajib Menundukkan Pandangan

Thawaf Wada’ Itu Adalah Nusuk Wajib

Tersentuh Tubuh Wanita Tidak Membatalkan Thawaf

Tidak Boleh Bagi Jama’ah Haji Keluar Ke Jeddah Pada Hari ‘Idul Adha

Bagi Orang Yang Sehat Tidak Boleh Mewakilkan Di Dalam Melontar Jumroh

Jama’ah Haji Pergi Ke Jeddah

Seputar Sa’i Dan Thawaf

Hukum Melontar Jumroh Pada Hari-Hari Tasyriq Sekaligus

Tidak Mabit Di Muzdalifah Apakah Mewajibkan Hadyu?

Waktu Melontar Jumroh ‘Aqabah

Menghadiahkan Pahala Amal Seperti Thawaf

Hak Allah Lebih Penting Daripada Hak Suami

Larangan-Larangan Ihram

Menggunakan Pil Pencegah Haid Untuk Ibadah Haji

Hikmah Di Balik Mencium Hajar Aswad

Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka’bah Dan Menujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

An-Nusuk dan Macam-macamnya

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

Hukum Ibadah Haji

Hukum Ibadah Umrah

Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera, Ataukah Dapat Ditunda

Syarat Wajib Haji dan Umrah

Syarat Ijza’ (Tertunaikannya Kewajiban) di Dalam Melaksanakan Ibadah Haji

Etika Bepergian untuk Menunaikan Haji

Apa yang Harus Dipersiapkan Oleh Seorang Muslim untuk Menunaikan Haji dan Umrah?

Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa

Waktu Musim Haji

Hukum Melakukan Ihram Haji Sebelum Ketentuan Waktunya Tiba

Penjelasan Tentang Miqat Haji (Tempat-tempat Berihram)

Hukum Berihram Sebelum Sampai di Tempat Ihram (Miqat)

Hukum Orang yang Melalui Miqat Dengan Tidak Berihram

Perbedaan Antara Ihram Sebagai Kewajiban dan Ihram Sebagai Rukun Haji

Hukum Melafalkan Niat di Saat Berihram

Tata Cara Berihramnya Orang yang Datang ke Mekkah Melalui Udara

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

Rukun Umrah

Rukun Haji

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah

Kewajiban-kewajiban Haji

Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atau Umrah

Cara Menunaikan Haji Qiran

Hukum Melakukan Umrah Sesudah Beribadah Haji

Hukum Berpindah Niat dari Satu Bentuk Ibadah Haji ke Bentuk Ibdah Haji yang Lain

Hukum dan Ketentuan-ketentuan Mewakilkan Kepada Orang Lain di Dalam Menunaikan Haji

Syarat Seorang Pengganti Dalam Menunaikan Ibadah Haji

Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yang Niatnya Hanya Mencari Uang Semata

Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang Lain Mendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?

Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji

Mengkiaskan Perwakilan Dalam Melontar Kepada Amalan/ Manasik Haji Lainnya

Tidak Mampu Menyempurnakan Salah Satu Manasik, Apa yang Harus Dilakukan?

Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang Ihram Menunaikan Manasik

Cara Bersyarat Jika Tak mampu Menyempurnakan Amalan Haji

Kalimat Bersyarat

Pantangan Ihram

Hukum Meletakkan Sesuatu yang Menempel di Kepala Orang yang Sedang Ihram

Perbedaan Antara Niqab dengan Burqa’

Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram Menutup Wajahnya di Hadapan Laki-Laki

Haji Yang Bagaimana Yang Dapat Menghapus Dosa Itu?

Berkurban Untuk Mayit, Bolehkah?

Mengucapkan NIAT Ketika BERQURBAN

Menyembelih Kurban Bagi Seorang Yang Melaksanakan Haji Untuk Orang Lain

Tuntunan Melaksanakan Ibadah Haji

Manusia Berhaji Sebelum Kedatangan Islam

Hukum Berkurban dan Berserikat dalam Berkurban

Mengulangi Haji dan Umrah


Kurban Satu Ekor Kambing untuk Dua Orang Saudara Sekandung dalam Satu Rumah

Apabila Hari Arafah Berbeda

 
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info@alsofwah.or.id | website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa
Artikel yang dimuat di situs ini boleh dicopy & diperbanyak dengan syarat mencantumkan sumber: http://alsofwah.or.id serta tidak untuk komersil.