Artikel : Tokoh Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Wafatnya Imam Masjidil Haram

Jumat, 07 Oktober 11

Suara merdu yang menghiasi Masjidil Haram dengan lantunan ayat-ayat al-Quran kini telah pergi. Suara merdu itu pergi bersama Syaikh Ali bin Abdillah bin Ali Jabir yang menemui ajalnya di Jeddah pada hari Rabu tanggal 14 Desember 2005 setelah menjalani masa sakitnya yang cukup lama. Syaikh Ali Jabir imam Masjidil Haram yang lalu pernah menjadi staff pengajar mata kuliah fiqih muqaran (fiqih perbandingan madzhab) pada fakultas studi Islam di Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah. Beliau menjadi imam Masjidil Haram dari tahun 1401 hingga Ramadhan 1409 H.

Syaikh Ali Jabir, ketenarannya pernah memenuhi seluruh penjuru dunia Islam, karena suaranya yang sangat merdu dan indah ketika membacakan ayat-ayat al-Qur’an. Pernah kaum muslimin tergerak untuk memenuhi Masjidil Haram demi menikmati shalat yang khusyu’ di belakang imam yang mereka cintai bahkan di luar itu kaum muslimin suka menikmati bacaan ayat-ayatnya yang merdu melalui televisi dan siaran radio ketika beliau mengimami qiyam Ramadhan yang penuh berkah. Syaikh Ali Jabir termasuk qori` yang sangat masyhur bahkan suaranya adalah suara terindah yang pernah dikenal oleh Masjidil Haram dan dunia Islam pada umumnya di era modern ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberinya suara yang indah dan merdu ketika mentartilkan ayat-ayat al-Quran hingga dikagumi oleh semua orang.

Pertumbuhan Beliau

Syaikh Ali Jabir dilahirkan di kota Jeddah pada bulan Dzulhijjah 1373 H. Pada usia lima tahun beliau pindah ke Madinah al-Munawwarah bersama kedua orang tuanya untuk menjadikan kota Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sebagai tempat pemukimannya. Disana beliau hafal seluruh al-Quran pada usia sangat belia. Tentang masa itu, beliau menuturkan, “Setelah saya pindah ke Madinah an-Nabawiyah, saya masuk madrasah darul Hadits dan disana saya menamatkan ibtidaiyyah dan i’dadiyah. Kemudian saya melanjutkan ke ma’had tsanawi yang menjadi binaan Jamiah Islamiyah Madinah. Setelah itu saya melanjutkan ke kuliah syari’ah dan lulus pada tahun 1395/1396 H dengan nilai cumlaude. Kemudian saya melanjutkan ke ma’had ali lil qodho pada tahun 1396/1397 H. Disana saya menyelesaikan seluruh mata kuliah S2 kemudian saya menyiapkan tesis yang berjudul Fiqih Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu wa atsaruhu fi madrasatil Madinah (Fiqih Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu dan pengaruhnya dalam madzhab penduduk Madinah). Dan tesis itu diuji pada tahun 1400 H. Dengan demikian sayapun mendapatkan gelar Master.

Kehidupan Profesi Beliau

Syaikh Ali Jabir menyatakan keberatannya untuk menjadi Qodhi (hakim) setelah mendapatkan gelar Master di bidang hukum dan setelah ditunjuk untuk menjadi Qodhi. Kemudian Raja Khalid bin Abdil Aziz mengeluarkan instruksi tentang pengangkatan beliau menjadi dosen pada Fakultas Tarbiyah di Madinah Munawwarah cabang Universitas Malik Abdul Aziz di Madinah al-Munawwarah, tepatnya pada jurusan bahasa Arab dan studi Islam. Kemudian Raja Khalid mengeluarkan instruksi tentang pengangkatannya sebagai imam di Masjidil Haram. Disebutkan bahwa ketika pengangkatannya sebagai imam Masjidil Haram, Raja Khalid ikut keluar bersama beliau menuju Masjidil Haram dan menyuruhnya maju untuk mengimami shalat.

Syaikh Ali Jabir kemudian menyempatkan diri untuk mengikuti program doktoral dan mengajukan disertasi dalam mata kuliah perbandingan madzhab dengan judul Fiqih al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq yang diuji pada tanggal 22 Ramadhan 1407 H dan beliaupun mendapatkan gelar Doktor dengan nilai cumlaude. Salah seorang teman dekatnya menceritakan, “Pada hari dimana Syaikh Jabir berhasil mendapatkan gelar Doktor, beliau mengimami shalat tarawih di Masjidil Haram sesuai dengan jadwalnya, karena pada waktu itu imam shalat tarawih dibagi atas tiga imam, satu Syaikh mengimami satu hari dan libur dua hari. Kebetulan pada hari beliau bergiliran mengimami shalat tarawih itu beliau berhasil mempertahankan disertasinya. Meskipun demikian beliau tidak absen dari mengimami tarawih, tetapi begitu datang dari bandara, beliau langsung menuju Masjidil Haram untuk langsung menunaikan kewajibannya. Kemudian setelah itu beliau menjadi dosen pengajar di Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah, mengajarkan materi al-Fiqhul Muqaran. Kemudian ketika Syaikh meninggalkan jabatannya sebagai imam di Masjidil Haram pada tahun 1409 H, beliau tidak lagi menjabat sebagai imam di masjid manapun. Akan tetapi, kemanapun beliau pergi, para jamaah selalu meminta agar beliau mengimami shalat. Dan beliau diminta untuk mengimami shalat tarawih disebuah masjid di Qassan Jeddah karena masjid itu adalah masjid Jami’ yang paling dekat dengan rumah beliau.

Syaikh Ali Jabir masih mengimami shalat pada tahun 1410 H dan beberapa tahun sesudahnya. Kemudian setelah itu beliau mengalami sakit tidak mampu berdiri lama, sehingga beliau shalat separuh dan separuhnya lagi diteruskan oleh imam yang lain.

DR. Abdullah Bashfar, teman dekat Syaikh Ali Jabir menjelaskan bahwa Syaikh Ali Jabir adalah orang yang dekat terhadap hati masyarakat dan beliau adalah orang yang kuat hafalannya dan tidak lupa terhadap orang yang pernah ditemuinya. Beliau adalah sangat rajin mengulang-ngulang al-Quran dua juz pada setiap harinya. Beliau melakukan hal itu hingga pada masa sakitnya yang parah… Syaikh Ali Jabir, meskipun namanya memenuhi seluruh penjuru dunia tetapi beliau tetap rendah hati, mencintai manusia sebagaimana merekapun mencintainya. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar beliau dirahmati, diampuni dan ditempatkan di sorganya yang luas.

DR. Hasan Safar (teman dekatnya di Universitas Malik Abdul Aziz) mengatakan: “Beliau adalah termasuk dosen ilmu syar’i yang paling baik, ilmu, akhlak, ketulusan, kelapangan dan kecintaannya kepada manusia.

Syaikh Ali Jabir rahimahullah memberikan pelajaran pada studi Islam. Beliau memiliki metodologi yang khas dalam menghadirkan dalil-dalil. DR. Muhammad Basyir Haddad (teman dekatnya di Universitas) mengatakan, “Pertama kali umat Islam mengenal Syaikh Ali Jabir di al-Haram al-Makki adalah ketika pendengaran mereka tersentak dan tersentuh dengan suaranya yang merdu dan indah ketika mentartilkan ayat-ayat al-Quran pada waktu shalat tarawih. Mereka benar-benar dapat merasakan manisnya makna-makna agung yang terkandung didalam ayat-ayat al-Quran yang menyebabkan adanya perubahan yang sangat nampak. Yaitu banyak dari para pemuda dan orang tua yang tadinya malas dalam melaksanakan shalat tarawih, kini berlomba-lomba untuk mendatangi masjidil haram dari segala penjuru. Suatu fenomena yang belum dikenal sebelumnya. Bahkan suara beliau yang merdu itu banyak memotifasi anak kecil dan pemuda untuk menghafalkan al-Quran dan membacanya dengan tajwid yang sebelumnya juga belum dikenal. Di samping beliau diberi keindahan dalam melantunkan al-Quran, beliau juga diberi keistimewaan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kemampuan ilmu fiqih.”

Semoga Allah merahmati beliau dan memasukkannya kedalam syurganya.

Ketika beliau wafat, yang menangani pemandiannya adalah tiga orang; putranya yang bernama Abdullah, dan dua orang sukarela. Salah seorang yang memandikan menulis kesaksiannya ketika hendak pergi memandikan Syaikh. Abu Ghanim mengatakan, “Ketika saya mendengar berita wafatnya Syaikh, saya sangat tersentak dan kaget padahal saya tidak mengenal syaikh secara pribadi, setelah mengetahui tempat jenazah Syaikh di rumah sakit, saya memperlihatkan keinginan saya untuk memandikan Syaikh. Akan tetapi putra-putra beliau menolaknya dengan alasan sudah banyak orang yang meminta hal itu dan mereka merasa tidak enak. Akan tetapi setelah beberapa jam datanglah kemudahan, yaitu ketika putra beliau yang paling besar yang bernama Abdullah menyetujui keinginan saya. Saya segera bergegas menuju rumah sakit. Kamipun mulai memandikan beliau. Saya, seorang sukarelawan yang lain dan putra beliau, Abdullah. Maka terjadilah apa yang tidak kita sangka. Tatkala beliau dalam keadaan tertutup di atas keranda, dan beliau adalah orang yang badannya sangat besar, demi Allah kami bertiga menggotongnya dari keranda ke meja pemandian dengan sangat mudah hingga kami berpandangan sangat terheran-heran dari ringannya tubuh beliau yang sangat besar itu. Bukan ini tempat pelajarannya, dan bukan ini tempat perenungannya, ketika kami mulai melepas baju yang ada pada beliau, ternyata tubuh beliau seolah-olah tidak pernah masuk ruang pendingin. Tubuh beliau tidak dingin sama sekali akan tetapi suhu badan beliau normal seperti layaknya mayat biasa. Bukan disini tempat pelajaran dan perenungannya….

Ketika kami membuka wajah beliau, ternyata senyuman nampak jelas pada wajah beliau. Saya katakan kepada putranya, Abdullah: “Lihatlah senyuman ini!” Maka mengalirlah air matanya karena terharu dengan apa yang dia lihat.”

Bukan disini pelajarannya dan bukan disini perenungannya….

Dari tahun-tahun yang saya lalui dalam pekerjaan ini, dan dari sela-sela banyak dan banyak kondisi yang pernah melewati saya, apabila jasad berdiam dalam ruang pendingin selama lebih dari dua jam, maka ia mengeras dan membatu secara sempurna bahkan terkadang engkau dapat menyaksikan adanya potongan-potongan es diatas jasad tersebut hingga apabila engkau menyentuh bagian perut, seolah-olah engkau menyentuh papan kaca yang sangat dingin. Kedua tanganpun melekat di dada dan kedua kaki membatu sebagaimana keadaannya. Dan engkau tidak akan dapat menggerakkan apapun dari tubuhnya. Akan tetapi Syaikh Ali Jabir berdiam dalam lemari es selama dua belas jam dan ketika engkau menggerakkan tangannya, tangannya itu bergerak dengan sangat mudah seolah-olah beliau itu sedang tidur. Saya melihat kepada pembantu saya yang dengan cepat menggerakkan tangan yang lain diapun melihat kepada saya dengan terbengong-bengong sementara Abdullah putra beliau ada dibagian kepalanya. Saya tanyakan kepadanya: “Kapankah Syaikh ini masuk lemari es?” Dia menjawab: “Kemarin jam sembilan malam.” Allahu akbar! Sahut saya dengan suara keras. Saya katakan itu karena ini adalah keadaan yang paling aneh yang pernah alami. Dua belas jam dalam lemari es tidak ada pengaruh dingin pada jasadnya dan anggota tubuhnya dapat digerakkan dengan mudah!? Kini kedua mata Abdullah kembali mencucurkan air mata. Akan tetapi dia kini tidak sendirian karena semua dari kita melelehkan air mata yang membasahi pipi kita.

Setelah kami shalat Dzuhur di masjid Jami’, kami membawa Syaikh menuju tempat yang hati beliau sangat terpaut kepadanya. Tempat dimana beliau mengimami manusia shalat di dalamnya. Tempat yang dikenal oleh seluruh umat Islam yaitu menuju Masjidil Haram. Disana kami dapati manusia berdesak-desakkan masing-masing ingin mengambil bagian untuk mendapatkan kemuliaan membawa jenazah Syaikh. Setelah usai shalat jenazah, rombongan yang sangat besar jumlahnya dan iring-iringan mobil yang panjang mengikuti jenazah beliau menuju pemakaman. Kami menghabiskan banyak waktu di jalan karena kemacetan yang sangat padat sementara air mata manusia mengalir dan tangan terangkat semuanya mendoakan untuk seorang ulama yang telah pergi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu wahai DR. Ali bin Abdillah Jabir… Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu wahai Syaikh al-Haram… Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu wahai Qori’ yang memiliki suara merdu di zaman ini.

Kami keluarga besar majalah Qiblati menyampaikan rasa belasungkawa kepada keluarga Syaikh kami yang mulia. Kami memohon kepada Allah pemilik Arsy yang agung agar menganugerahkan kepada mereka ketenangan,kesabaran dan pahala yang agung serta ampunan bagi keluarga yang meninggal.

Ya Allah! Ampunilah Syaikh! Rahmati dan tempatkan dalam syurga Firdaus-Mu yang tinggi, sucikan dari segala dosa sebagaimana kain putih disucikan dari noda. Dan bersihkan ia dengan air salju dan embun. Ya Allah, ampunilah segenap kaum muslimin dan muslimat yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia. Amin.

Sumber: www.qiblati.com

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihattokoh&id=219