Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

Kita meyakini bahwa yang menjadi suri tauladan yang baik bagi umat ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan sunnahnya adalah hakim bagi setiap sesuatu selainnya. Bila sunnah itu derajatnya shahih tanpa ada dalil yang bertolak belakang dengannya, maka tidak halal bagi setiap orang untuk menolaknya berdasarkan pendapat salah seorang manusia.

Firman Allah ,

áóÞóÏú ßóÇäó áóßõãú Ýöí ÑóÓõæáö Çááóøåö ÃõÓúæóÉñ ÍóÓóäóÉñ áöãóäú ßóÇäó íóÑúÌõæ Çááóøåó æóÇáúíóæúãó ÇáúÂÎöÑó æóÐóßóÑó Çááóøåó ßóËöíÑðÇ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).

Mengikuti apa yang dibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan bukti kecintaan kepada Allah Subhaanahu Wata'ala. Firman-Nya,

Þõáú Åöäú ßõäúÊõãú ÊõÍöÈõøæäó Çááóøåó ÝóÇÊóøÈöÚõæäöí íõÍúÈöÈúßõãõ Çááóøåõ æóíóÛúÝöÑú áóßõãú ÐõäõæÈóßõãú

“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. (Ali Imran: 31).

Al-Qur’anul Karim telah mengancam orang-orang yang menyelisihi perintahNya dan menjanjikan baginya musibah dan adzab yang pedih. Firman-Nya,

ÝóáúíóÍúÐóÑö ÇáóøÐöíäó íõÎóÇáöÝõæäó Úóäú ÃóãúÑöåö Ãóäú ÊõÕöíÈóåõãú ÝöÊúäóÉñ Ãóæú íõÕöíÈóåõãú ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ


“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.”
(An-Nur: 63).

Para ahli fikih dan imam-imam madzhab sangat mengerti tentang hal ini. Mereka tidak menjadikan fikih yang diajarkannya sebagai wahyu setelah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pula menganggap bahwa ijtihad mereka terlepas dari kesalahan. Mereka tidak memegangi pendapatnya sendiri yang dianggapnya paling benar apabila ternyata bertentangan dengan As-Sunnah. Mereka mempunyai tulisan-tulisan yang membahas hal ini yang bisa dibaca oleh umat-umat di berbagai zaman dan tempat.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku khawatir akan diturunkan atas kalian batu-batu dari langit, apabila aku berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda’ kemudian kalian berkata, ‘Menurut Abu Bakar dan Umar.”

Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Pendapat kami ini merupakan pendapat terbaik yang kami ketahui. Apabila kemudian datang yang lebih baik dari pendapat kami tersebut, maka itu lebih benar dari pendapat kami.”

Pernah dikatakan kepadanya, “Wahai Abu Hanifah, yang engkau fatwakan ini adalah yang paling benar. Tidak ada keraguan di dalamnya.” Beliau menjawab, “Demi Allah saya tidak mengetahui, boleh jadi pendapat ini adalah yang paling salah yang tidak diragukan lagi.”

Zufar berkata, “Suatu ketika kami berselisih pendapat dan meminta pendapat Abu Hanifah. Saat itu kami bersama Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan. Kami menulis pendapat Abu Hanifah tentang perkara itu, kemudian Abu Hanifah berkata kepada Abu Yusuf, “Wahai Ya’kub, janganlah engkau menuliskan setiap apa yang engkau dengar dariku. Karena boleh jadi aku hari ini berpendapat demikian, besok berpendapat lain. Besok berpendapat demikian besoknya lagi aku tinggalkan pendapat itu.”

Imam Malik rahimahullah berkata, “Setiap pendapat orang bisa diterima atau ditolak, kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Beliau juga berkata, “Tidak ada yang lebih berat bagiku daripada ditanya tentang halal atau haramnya suatu hal. Karena perkara halal dan haram merupakan kepastian dalam hukum Allah. Yang saya ketahui dari para ulama di daerah saya, bahwa saat mereka ditanya suatu masalah, kematian lebih baik bagi mereka. Dan pada jaman sekarang, saya lihat orang-orang senang membicarakan dan memfatwakannya. Seandainya mereka mengerti apa yang akan mereka jalani esok hari, niscaya mereka tidak banyak melakukannya.”

Diriwayatkan oleh Rabi’ bin Sulaiman, “Saya mendengar Imam Syafi’i rahimahullah –saat ditanya seseorang tentang suatu masalah- berkata, “Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda begini dan begini.” Orang tersebut berkata kepada Imam Syafi’i, “Apakah engkau sependapat dengannya?” Maka dengan seketika beliau kaget dan memucat wajahnya, beliau berkata, “Bumi mana yang mau menerimaku dan langit mana yang mau menaungiku jika aku meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian aku tidak menerimanya sepenuh hati?”

Rabi’ berkata, “Saya mendengar Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Bagi setiap orang, ada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diketahuinya dan ada pula sunnah yang tidak diketahuinya. Apabila aku menetapkan suatu pendapat, dan ternyata ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka yang benar adalah pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan itulah pendapatku.” Beliau mengulangi pernyataannya itu berulang kali.”

Al-Hakim dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi’i, bahwasanya beliau berkata, “Jika hadits itu shahih, maka itulah pendapatku.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika kalian menemukan pendapatku bertentangan dengan suatu hadits, maka ambillah hadits tersebut dan campakkan pendapatku jauh-jauh.” Suatu hari beliau berkata kepada Al-Muzani, “Wahai Abu Ibrahim, janganlah kamu bertaqlid kepadaku atas segala apa yang aku ucapkan. Pikirkanlah dalam dirimu, sesungguhnya itu adalah perkara agama.”

Adapun Imam Ahmad rahimahullah, beliau berkata, “Tidak ada seorang pun yang berhak berpendapat lain menyelesihi perintah Allah dan Rasul-Nya.” Beliau berkata pula kepada seorang lelaki, “Janganlah kalian bertaqlid kepadaku, jangan pula kepada Malik, Al-Auza’i, An-Nakha’i dan selain mereka. Ambillah hukum dari dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits yang mereka pergunakan.”

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001