Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Sanggahan Terhadap Orang Yang Berpendapat Bahwa Jeddah Adalah Miqat
Jumat, 02 April 04

Tanya :

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tetap atas Nabi terakhir, wa ba’d:
Dewan Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa telah memeriksa dan mempelajari surat yang masuk kepada yang mulia Mufti Umum dari seseorang yang meminta fatwa yang berinisial RSH, dan yang dialihkan kepada Dewan dari Sekjen Hai’ah Kibar Ulama dengan nomor 3990 tertanggal 16/7/1417 H. Penanya di dalam suratnya mengatakan:

“Saya ingin mengetahui pendapat Syaikh yang terhormat tentang isi risalah yang ditulis oleh Adnan Ar’ur dengan judul ‘Dalil-dalil yang membuktikan bahwa Jaddah adalah Miqat’ dan saya berharap penjelasan-nya. Semoga Allah membimbing Syaikh yang terhormat untuk setiap kebaikan.”

Jawab :

Setelah penelitian Dewan Riset dan Fatwa, Dewan memberikan jawaban sebagai berikut:
Telah keluar pejelasan dari yang mulia Mufti Umum tentang buku (risalah) tersebut, berikut ini nashnya:
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam; shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap shahabatnya... wa ba’d:

Sesungguhnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah menjelaskan miqat-miqat untuk berihram yang tidak boleh dilewati tanpa ihram oleh siapa saja yang hendak melakukan ibadah haji atau ibadah umrah. Miqat-miqat tersebut adalah Dzul-Hulaifah (Abyar Ali) untuk penduduk kota Madinah dan orang yang datang dari arah sana, Juhfah untuk orang-orang yang datang dari negeri Syam, Mesir dan Maroko serta orang yang datang dari arah sana, Yalamlam (Sa’diyah) untuk orang dari negeri Yaman dan orang yang datang dari arah sana, Dzatu ‘Irq untuk orang-orang dari negeri Irak dan yang datang dari arah sana, Qarnul Manazil untuk orang-orang yang berasal dari negeri Nejed dan Thaif serta orang yang datang dari arah sana. Sedangkan orang-orang yang rumahnya berada di daerah-daerah sesudah miqat-miqat tersebut, maka mereka berihram dari rumah masing-masing, hingga penduduk kota Mekkah pun berihram haji dari Mekkah. Adapun ihram umrah harus mereka ambil dari luar tanah haram. Sedangkan penduduk kota Jedah dan orang-orang yang bermukim di Jedah berihram dari Jedah, baik untuk ihram haji maupun untuk ihram umrah.

Dan siapa saja yang melalui miqat-miqat tersebut menuju Mekkah bukan untuk haji atau umrah maka ia tidak harus ihram, menurut pendapat yang shahih. Namun jika kemudian muncul keinginan untuk haji atau umrah sesudah ia melampaui miqat-miqat tersebut maka ia berihram dari tempat di mana keinginan itu muncul, kecuali jika ia telah berada di Mekkah lalu muncul keinginan untuk umrah, maka ia keluar dari tanah haram, lalu berihram dari sana (sebagaimana dijelaskan di atas). Jadi, ihram itu wajib dimulai dari miqat bagi setiap orang yang melaluinya dari udara, darat maupun laut apabila ia hendak menunaikan ibadah haji atau umrah.

Hal yang mewajibkan kami menjelaskan masalah ini adalah adanya buku kecil yang datang dari sebagian rekan pada akhir-akhir ini berjudul “Dalil-dalil yang membuktikan Jeddah adalah Miqat”. Di dalam buku kecil itu penulisnya berupaya mengadakan miqat tambahan di luar miqat-miqat yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dia beranggapan bahwa Jeddah itu adalah miqat bagi orang-orang yang datang dengan pesawat udara di bandara atau datang ke Jeddah lewat laut atau lewat darat. Maka (menurut penulis buku tersebut) mereka boleh menunda ihramnya sampai tiba di Jeddah, kemudian berihram dari sana. Karena, menurut anggapan dia, Jeddah itu sejajar dengan dua miqat, yaitu Sa’diyah dan Juhfah.

Ini adalah kesalahan besar yang dapat diketahui oleh setiap orang yang mempunyai sedikit pengetahuan tentang realita. Sebab Jeddah itu berada di dalam wilayah miqat, dan orang yang datang ke Jedah pasti telah melalui salah satu miqat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atau berada dalam posisi sejajar dengannya baik di darat, di laut maupun di udara. Maka tidak boleh melewati miqat itu tanpa ihram jika berniat menunaikan ibadah haji atau ibadah umrah, sebab Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ketika menentukan miqat-miqat tersebut bersabda,

åõäøó áóåõäøó æóáöãóäú ÃóÊóì Úóáóíúåöäøó ãöäú ÛóíúÑö Ãóåúáöåöäøó ãöãøóäú íõÑöíúÏõ ÇáúÍóÌøó Ãóæö ÇáúÚõãúÑóÉó.

“Miqat-miqat itu masing-masing bagi penduduk negeri yang telah ditetapkan dan bagi orang yang bukan berasal darinya yang datang melewatinya dari siapa saja yang hendak melaksanakan ibadah haji atau umrah.”

Maka dari itu tidak boleh bagi orang yang akan berhaji atau ber-umrah melewati miqat-miqat tersebut hingga sampai di Jeddah tanpa ihram, lalu berihram dari Jeddah, sebab Jeddah itu berada di dalam wilayah miqat.

Tatkala ada sebagian ulama bertindak sembrono sebagaimana dilakukan oleh penulis buku kecil tadi, dan ia memfatwakan bahwa Jeddah adalah miqat bagi orang-orang yang datang kepadanya, maka keluarlah keputusan dari dewan komisi Kibar Ulama yang menyatakan kepalsuan dugaan tersebut dan kerapuhan dalil-dalilnya, di mana di dalam keputusan itu disebutkan: “Setelah melihat kepada dalil-dalil dan penjelasan-penjelasan para ulama berkenaan dengan miqat makaniyah dan melakukan analisa dari segala aspeknya, maka Dewan Komisi fatwa Kibar Ulama menetapkan keputusan sebagai berikut:

1. Sesungguhnya fatwa khusus yang dikeluarkan tentang bolehnya menjadikan Jeddah sebagai miqat bagi para penumpang pesawat udara dan kapal laut adalah fatwa batil (palsu) karena tidak berdasar kepada nash Al-Qur’an ataupun Hadits Rasulullah a ataupun ijma’ para ulama salaf, dan tidak pernah dikatakan oleh seorang ulama kaum Muslimin yang dapat dijadikan sandaran.


2. Bagi orang yang melewati salah satu miqat makaniyah (tempat ihram) atau berada dalam posisi sejajar dengannya, baik di udara, di darat maupun di laut tidak boleh melaluinya tanpa ihram bila ia hendak melakukan haji atau umrah, sebagaimana ditegaskan di dalam banyak dalil dan sebagaimana dinyatakan oleh para ahli ilmu.

Kewajiban kita semua adalah memberikan nasehat, maka saya dan segenap anggota Komisi Tetap Dewan riset ilmiyah dan fatwa mengeluarkan penjelsan ini agar tidak ada seorang pun yang tertipu dengan buku kecil tersebut.
Semoga Allah selalu memberi kita taufiq-Nya, shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan segenap shahabatnya.

(Fatwa no. 19210, tanggal 2/11/1417 H (Lajnah Da’imah) ).

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=685