Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Apakah Manusia Itu 'Mukhayyar' (Bebas Memilih) atau 'Musayyar' (Tidak Punya Hak Pilih)?
Senin, 27 September 21

Pertanyaan:

Apakah manusia itu mukhayyar atau musayyar?

Jawaban:

Kami katakan, manusia itu 'musayyar' dan 'mukhayyar' juga, sebab Allah -سبحانه وتعالى- telah menakdirkan atasnya apa yang akan terjadi terhadapnya dan apa yang akan dilakukannya. Namun demikian, Allah -سبحانه وتعالى- juga telah memberikannya kekuatan dan kemampuan yang dengannya dia dapat melakukan aktifitas-aktifitasnya dan bebas memilih perbuatan yang diganjar pahala atau diganjar dosa. Padahal, Allah Mahakuasa untuk mengembalikannya kepada petunjukNya. Dalil untuk statement ini adalah FirmanNya,

وَمَنْ يُضْلِلِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (36) وَمَنْ يَهْدِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ


"Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya." (Az-Zumar: 36-37).

Sedangkan dari hadits, sabda beliau -صلى الله عليه وسلم-,

اِعْمَلُوْا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ


"Bekerjalah kalian, sebab masing-masing sudah dimudahkan bekerja sesuai dengan tujuan dia diciptakan." Setelah itu (mengucapkan sabda beliau ini),

beliau -صلى الله عليه وسلم- membaca Firman Allah-سبحانه وتعالى-,

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)


"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." (Al-Lail: 5-7).

Dalam ayat ini, Allah -سبحانه وتعالى- telah menetapkan adanya perbuatan dari manusia, yaitu memberi, bertakwa dan membenarkan. Beliau -صلى الله عليه وسلم- juga telah memberitakan bahwa Allah-lah Yang memudahkannya alias membantu dan menjadikannya kuat. Andaikata Dia menghendaki, niscaya Dia akan menyesatkannya dan memberikan kemudahan bagi orang yang ingin mengalihkannya dari kebenaran. Dialah Yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan menyesatkan bagi orang yang dikehendakiNya pula.

Menurut madzhab Ahlus Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan maksiat dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, semuanya adalah atas Iradah (kehendak) Allah -سبحانه وتعالى-, yaitu Iradah Kauniyyah Qadariyyah (Kehendak yang bersifat sunnatullah dan sudah ditakdirkan). Artinya, bahwa Allah -سبحانه وتعالى- telah menciptakan hal itu dan mengadakannya (dari tidak ada) akan tetapi Allah -سبحانه وتعالى- membencinya, tidak menyukai pelakunya bahkan akan menyiksanya bila melakukannya. Perbuatan yang dilakukan dan dikerjakan secara langsung oleh si hamba dinisbatkan kepada dirinya sendiri dan dia dinyatakan sebagai orang yang berdosa, kafir, fajir dan fasiq. Meskipun demikian, sesungguhnya Allah-lah Yang menakdirkan dan menjadikannya. Jika dia menghendaki, pasti Dia akan memberikan petunjuk kepada semua manusia, Allah-lah Yang memiliki hikmah pada apa yang Dia ciptakan dan perintahkan dan tidak akan terjadi di dalam kerajaan-Nya sesuatu yang tidak Dia kehendaki.

Sedangkan kaum Mu'tazilah mengambil pendapat yang mengingkari 'Qudrat' Allah -سبحانه وتعالى- atas perbuatan para hambaNya bahkan menurut mereka, si hambalah yang membuat dirinya sesat sekaligus mendapatkan petunjuk, kekuasaannya lebih kuat daripada Qudrat Rabb.

Lain halnya dengan kaum Jabariyyah, mereka justru bertentangan dengan pendapat kaum Mu'tazilah di atas, sehingga berlebih-lebihan di dalam menetapkan Qudrat Rabb -سبحانه وتعالى- dan merampas kekuasaan si hamba dan hak pilihnya dengan menjadikannya sebagai orang yang dipaksa (pasif), tidak ada daya baginya dan tidak pula ada pilihan.

Dalam hal ini, Ahlus Sunnah berada pada posisi tengah; mereka berkata, "Sesungguhnya para hamba memiliki kekuasaan atas segala perbuatan mereka dan mereka juga memiliki kehendak yang memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan tersebut sedangkan Allah -سبحانه وتعالى- adalah Khaliq mereka dan Khaliq kekuasaan dan kehendak mereka sehingga syariat Allah tidak menjadi mandeg, demikian pula perintah dan laranganNya. Dan, hal itu tidak menafikan perbuatanNya dan QudratNya secara umum terhadap segala sesuatu. Wallahu a'lam.

Kumpulan Fatwa Tentang Aqidah dari Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 52-53


Sumber: 'al-Fatawa asy-Syar'iyyah Fi al-Masail al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama al-Balad al-Haram,'
(Fatwa-Fatwa Syar'i Terhadap Permasalahan Kontemporer Oleh Para Ulama Kota Suci dari syaikh Khalid bin Abdurrahman al-Juraisiy).
Diposting oleh: Abdul Wakhid

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1727