Artikel : Ekonomi Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - Senin, 07 Juli 03

Akhlak Usahawan Muslim
oleh : Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi

Kertas-Kertas Berharga

Kertas berharga adalah segala jenis surat perjanjian atau kwitansi yang memiliki nilai tukar seperti saham misalnya dan kwitansi piutang (surat obligasi). Surat obligasi sendiri adalah sejenis peminjaman dengan bunga yang ditetapkan, hukumnya haram menurut syariat, tanpa ada perbedaan pendapat di ka-langan ulama.

Sementara kertas saham adalah sebentuk pecahan modal dengan nilai yang sama (persahamnya seribu, misalnya), sehingga para pemilik saham itu secara kolektif memiliki modal suatu usaha. Mereka akan menanggung dan menerima keuntungan secara bersama sesuai dengan jumlah saham masing-masing.

Kalau badan usahanya disyariatkan, tidak bergerak di bidang usaha haram, memutar modal dengan cara yang disya-riatkan dan terbebas dari unsur riba, tipuan dan sejenisnya, maka terlibat kerja sama dengan usaha itupun dibolehkan.

Kalau badan usaha tersebut bergerak di bidang usaha ha-ram, seperti perniagaan minuman keras dan sejenisnya, atau memutar modalnya melalui berbagai transaksi batil, maka bekerja sama dengan badan usaha tersebut melalui penitipan saham juga haram hukumnya.

Akan tetapi apabila usahanya merupakan perpaduan antara yang halal dengan yang haram, maka masalahnya masih diper-selisihkan dan masih perlu diamati lagi: apakah pendapat yang melarang lebih tepat karena memang usaha itu mengandung unsur haram? Atau pendapat yang membolehkan karena usaha tersebut juga mengandung unsur-unsur yang halal? Atau yang dijadikan parameter adalah sisi yang lebih dominan? Kalau sisi halalnya lebih dominan daripada yang haram, masih bisa diberi keringanan untuk boleh menanam saham dalam badan usaha itu. Namun hendaknya seorang muslim yang ikut andil saham menjauhi bagian keuntungan yang menurut besar perkiraannya berasal dari usaha yang haram, yakni dengan tidak meng ambilnya namun mengalihkannya kepada berbagai kepentingan umum, sehingga sisa keuntungannya menjadi bersih.

Sertifikat Pengelolaan Modal

Definisi Sertifikat Pengelolaan Modal
Sertifikat pengelolaan modal ini adalah sejenis kertas yang menetapkan hak pada sejumlah modal yang dititipkan di bank dalam wujud deposito yang mengikuti peraturan simpan pinjam plus beberapa peraturan khusus lainnya. Pada umumnya serti-fikat ini dikeluarkan oleh pihak bank dengan pengarahan dari negara agar dapat menggunakan hasil modal tersebut dalam me-realisasikan program pengembangan ekonomi.

Sertifikat ini juga memiliki beberapa bentuk:
Macam-macam Sertifikat Pengelolaan Modal
Di antaranya adalah sertifikat yang memiliki nilai berlebih. Yakni yang keuntungannya ditambahkan pada harga asal dari sertifikat. Sehingga pembawa sertifikat ini tidak mendapatkan berbagai keuntungan secara terpisah dari modalnya sejak awal.

Sertifikat yang memiliki keuntungan balik yang terus mene-rus. Yakni bahwa pemegangnya akan mengeruk keuntungan demi keuntungan setiap enam bulan sekali, secara terpisah dari modal-nya sejak awal.

Sertifikat berhadiah. Yakni sertifikat yang dihitung keun-tungannya berdasarkan akumulasi berbagai sertifikat yang ada, lalu diundi berdasarkan nomor-nomor sertifikat. Bagi para peme-nangnya, diberikan hadiah-hadiah yang memikat.

Mendudukkan Posisi Sertifikat Pengelolaan Modal
Sertifikat pengelolaan modal ini tidak bisa disetarakan dengan deposito, karena sebagaimana telah dijelaskan sebelum-nya bahwa deposito itu hanya pemberian kuasa pada pihak bank untuk menyimpan uang dan mengembalikan lagi itu pada saatnya nanti. Namun tidak demikian kenyataannya dengan sertitifkat-sertifikat tersebut. Sertifikat itu justru bisa disamakan dengan piutang atau pinjaman karena unsur peminjaman terlihat di dalamnya. Peminjaman adalah pemindahan kepemilikan harta/ uang untuk suatu saat dikembalikan penggantinya. Demikianlah yang terjadi pada sertifikat-sertifikat tersebut, di mana pihak bank mengambil alih kepemilikannya untuk kemudian mengembali-kannya beserta bunganya pada saat yang ditentukan.

Hukum Sertifikat Pengelolaan Modal
Bila sudah jelas posisi sertifikat tersebut sebagai pinjaman, maka setiap bunga atau keuntungan yang diambil adalah riba yang jelas keharamannya dalam al-Qur'an, bahkan al-Qur'an me-ngancam pelakunya dengan perang melawan Allah dan RasulNya.

Hukum ini amat jelas dan gamblang pada sertifikat yang memiliki keuntungan berlebih yang langsung ditambahkan kepada harga asal sertifikat tersebut, yakni modalnya, dan juga sertifikat yang memiliki keuntungan balik yang terus-menerus. Yakni bahwa pemegangnya akan mengeruk keuntungan demi keun-tungan, secara terpisah dari modalnya sejak awal, sementara modal atau harga asal sertifikatnya tetap. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa riba jahiliyah meliputi kedua bentuk peminjaman semacam itu. Namun hukumnya menjadi sedikit rumit bila dikaitkan de-ngan bentuk sertifikat yang ketiga, yakni sertifikat berhadiah, karena tidak adanya kalkulasi keuntungan bagi masing-masing pemodal, hanya diberi kesempatan bagi para pemodal itu untuk menda-patkan hadiah.

Sebenarnya cara tersebut justru telah menggabungkan antara riba dengan judi. Karena pihak bank mengkalkulasikan keun-tungan/bunga berdasarkan total harga seluruh sertifikat, kemu-dian membagi-bagikannya kepada para pemiliknya. Namun meli-hat sedikitnya jumlah deposito modal pada cara ini, sehingga tidak memberikan prospek keuntungan untuk mereka, akhirnya untuk menarik perhatian mereka menjadikannya sebagai judi, yakni yang biasa mereka sebut dengan Grand Price, di mana para peme-nangnya mendapatkan keuntungan khususnya dari bunga riba yang sebenarnya merupakan hak pemodal lain juga. Cara ini justru menjudikan riba, yakni agar mereka yang terlibat dalam usaha sertifikat ini menggabungkan antara riba dengan per-judian!!

Yang pantas diingatkan di sini bahwa Lembaga Pengkajian Fiqih yang terikut dalam Organisasi Muktamar Islam telah me-ngeluarkan fatwa tentang sertifikat pengelolaan modal ini dalam seminar keenam mereka 1410 H. Lembaga memutuskan diha-ramkannya segala bentuk surat obligasi atau pinjaman yang berbunga. Sementara sertifikat berhadiah dijelaskan hukumnya sebagai berikut:

"Diharamkan juga sertifikat berhadiah karena dianggap sebagai pinjaman dengan bunga atau keuntungan untuk sekelom-pok pemodal atau pemberi pinjaman atau sebagian di antara mereka, namun tidak dengan ditunjuk secara langsung. Di sam-ping itu, masih ada kerancuan syubhat judi dalam kasus ini."

Alternatif yang Dibolehkan dari Sertifikat Pengelolaan Modal dan Surat Obligasi
Alternatif untuk sertifikat pengelolaan dana itu harus terwujud secara praktis berupa sertifikat pengelolaan modal di mana para pemiliknya beraliansi secara kolektif menanggung hu-tang dan keuntungan! Yakni dengan mengubah hubungan antara para pemegang saham sertifikat dengan pihak bank menjadi bentuk investasi sesungguhnya, yakni yang termasuk dalam kate-gori kerja sama investasi (Mudharabah). Keuntunganlah yang nanti akan dibagi-bagikan kepada para pemilik sertifikat sebagai ganti dari pembagian bunga riba yang ditetapkan. Kalau proyeknya mengalami kerugian, para pemilik sertifikat itu yang akan me-nanggungnya sebagai konsekuensi kerugiannya, sementara pihak bank juga mengalami kerugian karena usahanya yang gagal. Jadi yang ada adalah untung atau rugi. Karena dengan sistem yang adil itulah langit dan bumi bisa ditegakkan.

Sehingga yang menjadi alternafif dari segala sertifikat dan Surat Obligasi atau peminjaman itu adalah pengalihan praktek usaha dari peminjaman menjadi penanaman modal, dari dunia hutang piutang ke dalam dunia pengembangan modal di mana seluruh pihak sama-sama menanggung keuntungan dan kerugian.

Kemungkinan surat perjanjian investasi yang telah diakui oleh Lembaga Fiqih Islam pada tahun 1408 H–1988 M bisa men-jadi bentuk alternatif yang relevan yang bisa mengeluarkan umat dari lumpur riba menuju usaha baik yang halal dan disyariatkan.

Surat perjanjian investasi itu didasari oleh pemecahan modal proyek ke dalam satuan-satuan yang sama nilainya, masing-masing satuan dicatat dengan nama pemiliknya sehingga memili-ki akumulasi satuan modal prosentatif. Setelah itu hukum-hukum investasi diterapkan pada relasi kerjasama usaha ini. Sehingga modal itu berjalan bersama keuntungan dengan prosentase yang disepakati (sesuai jumlah saham), dan kerugian juga akan ditanggung oleh para pemilik surat perjanjian, dan juga ditang-gung oleh pengelola dengan segala usaha yang telah dikerah-kannya.

Berikut ini penulis akan menyitir apa yang ditetapkan oleh Lembaga Pengkajian Fiqih yang berasal dari Organisasi Mukta-mar Islam berkaitan dengan surat perjanjian investasi agar menjadi bagian dari aktivitas para pengelola modal muslim. Lembaga telah memberikan keputusan sebagai berikut:
Pertama: Bentuk yang Dibenarkan Berkaitan Surat Per-janjian Investasi
1) Surat perjanjian investasi adalah sebuah media penge-lolaan modal yang didasari oleh pemecahan modal investasi dan pengeluaran surat perjanjian kepemilikan terhadap modal inves-tasi berdasarkan beberapa satuan yang sama nilainya dan dicatat dengan nama para pemiliknya, dengan menjadikan mereka se-bagai para pemilik modal secara prosentatif dan segala hak yang mereka miliki sesuai dengan kepemilikan masing-masing di antara mereka. Lebih baiknya, media ini dinamakan surat per-janjian investasi.
2) Bentuk yang disyariatkan untuk surat perjanjian investasi tersebut dalam skala umum harus memenuni beberapa elemen berikut:

Elemen pertama:
Hendaknya surat perjanjian itu mewakili kepemilikan pro-sentase tertentu dari pecahan modal proyek yang mengeluarkan surat-surat perjanjian tersebut untuk mendanai dan menyun-tikkan dana pada proyek itu sendiri. Kepemilikan itu bersifat per-manen dari mulai berjalannya proyek hingga akhirnya. Maka semua hukum dan aktivitas yang ditetapkan menurut syariat juga berlaku bagi pemilik pecahan modal terhadap modalnya, untuk dijual, diberikan, digadaikan, diwariskan dan sejenisnya, dengan catatan bahwa surat-surat perjanjian investasi itu tetap berperan sebagai modal dari usaha investasi tersebut.

Elemen kedua:
Transaksi terhadap surat-surat perjanjian investasi tersebut harus didasari atas syarat-syarat akad yang dibatasi dalam formulir pengeluaran surat perjanjian. Ijabnya direfleksikan dalam penulisan surat-surat perjanjian tersebut. Sementara qabulnya direfleksikan dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan pihak pengusaha yang mengeluarkan surat perjanjian tersebut.

Formulir pengeluaran surat perjanjian itu harus meliputi semua penjelasan yang dituntut menurut syariat dalam perjanjian investasi modal. Dari sisi penjelasan data-data modal, pembagian keuntungan, syarat-syarat khusus yang berkaitan dengan menge-luarkan surat-surat perjanjian tersebut, dengan catatan bahwa syarat-syarat itu harus sesuai dengan hukum-hukum syariat.

Elemen ketiga:
Hendaknya surat-surat perjanjian investasi itu masih berlaku setelah berakhirnya masa penetapan sebagai investasi saham dengan menganggap hal itu telah mendapatkan izin dari pihak pengelola ketika kwitansi-kwitansi sudah berlaku, tetapi dengan memperhatikan beberapa kode etik berikut:
a) Kalau uang investasi yang dikumpulkan setelah ditulis sebagai investasi saham dan sebelum mulai berjalannya usaha itu berupa uang kontan, maka berlakunya surat perjanjian investasi sebagai alat tukar dianggap sebagap penukaran uang dengan uang, dan harus diberlakukan hukum-hukum syariat yang ber-kaitan dengan Money Changer.
b) Kalau harta investasi itu berupa piutang, maka berlakunya surat perjanjian itu sebagai alat tukar diposisikan secara hukum sebagai pengoperasian piutang.
c) Kalau investasi tersebut merupakan kombinasi antara uang kontan, piutang dan barang-barang serta fasilitas, diboleh-kan memberlakukan surat-surat perjanjian investasi sebagai alat tukar dengan nilai atau harga yang disepakati, namun dengan catatan bahwa hendaknya mayoritas modal tersebut adalah barang dan fasilitas.

Namun kalau yang dominan justru uang dan piutang, maka untuk memberlakukannya sebagai alat tukar harus dicermati beberapa hukum syariat yang akan dijelaskan oleh pertanyaan yang diangkat dan diajukan kepada Lembaga Pengkajian Syariat pada seminarnya yang akan datang.

Namun dalam kondisi apapun penetapan surat-surat per-janjian investasi itu sebagai alat tukar tetap dianggap sebagai hal yang mendasar dalam arsip pihak yang mengeluarkan surat per-janjian investasi.

Elemen keempat:
Bahwa orang yang menerima saham tertulis dalam cek untuk dikembangkan dan untuk membiayai proyek yang akan didirikan adalah seorang pengelola investasi, yakni pengusaha yang bermodalkan investasi orang lain. Ia tidak memiliki hak dalam proyek tersebut kecuali sebatas dana yang dia keluarkan untuk membeli modal pengeluaran surat-surat perjanjian investasi itu. Ia adalah pemilik modal sebatas saham yang dia miliki disam-ping juga menjadi patner yang bersekutu dalam keuntungan setelah terbukti ada dengan prosentase yang ditentukan dalam formulir perjanjian. Kepemilikannya terhadap perusahaan juga berdasarkan alasan ini.

Sementara kekuasaan pengelola terhadap hasil pembuatan surat perjanjian investasi dan terhadap aset proyek hanyalah sebatas amanah, sehingga ia tidak dimintai pertanggungjawaban kecuali berdasarkan konsekuensi pertanggungjawaban yang disyariatkan.

3) Dengan memperhatikan beberapa kode etik di atas dalam pemberlakuan surat perjanjian investasi sebagai alat tukar:
Dibolehkan memberlakukan surat perjanjian investasi itu dalam pasar kertas komersial/kertas berharga bila memiliki bebe-rapa kode etik yang disyariatkan, dan itu disesuaikan dengan kondisi permintaan dan penawaran yang ada dan mengikuti keinginan dua pihak yang bertransaksi. Pemberlakuan surat per-janjian investasi itu juga bisa diselesaikan dengan pengumuman dari pihak yang mengeluarkan surat perjanjian investasi dalam rentang waktu tertentu, atau dengan memberikan ijab yang diajukan kepada mayoritas pemegang saham sehingga konseku-ensinya selama rentang waktu tertentu itu surat-surat perjanjian investasi tersebut dapat dibeli dengan keuntungan dari usaha investasi tersebut dengan harga yang ditentukan. Lebih baiknya untuk menentukan harganya berkonsultasi dengan pakar-pakar di bidangnya untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar dan pusat modal proyek tersebut. Transaksi pembelian itu juga bisa di-umumkan bukan dengan prakarsa pihak pengelola, tentunya de-ngan biaya sendiri dengan cara yang telah disebutkan di atas.

4) Formulir pengeluaran kuitansi dan surat perjanjian investasi tersebut tidak boleh mengandung penegasan pertang-gungjawaban pihak pengelola terhadap modal atau pertanggung-jawaban terhadap bagian atau prosentase dari modal itu. Kalau terdapat penegasan demikian secara tegas atau tersirat, maka per-syaratan itu dianggap batal, dan pihak pengelola tetap berhak mendapatkan keuntungan dari usaha investasi tersebut.

5) Formulir tersebut atau surat perjanjian investasi tersebut juga tidak boleh mengandung penegasan keharusan untuk dijual, meskipun sifatnya masih 'digantung' atau hanya akan diberlakukan di masa mendatang. Namun formulir itu boleh saja mengandung perjanjian penjualan. Dalam kasus ini, transaksi penjualan itu hanya bisa terjadi dengan harga yang ditetapkan oleh para pakar dan dengan keridhaan dua belah pihak.

6) Formulir atau surat perjanjian investasi tersebut juga tidak boleh mengandung penegasan yang menyebabkan terputusnya jatah anggota dalam kerjasama itu terhadap keuntungan. Kalau itu terjadi, maka perjanjian tersebut dianggap batal.

Hal itu mengandung konsekuensi sebagai berikut:
a. Tidak dibolehkannya menetapkan jatah tertentu bagi para pemegang surat perjanjian investasi atau pengelola proyek dalam formulir kesepakatan dan surat perjanjian investasi, berdasarkan alasan di atas.
b. Yang dibagikan adalah keuntungan dalam arti yang disyariatkan. Yakni pertambahan dari modal, bukan semata-mata masukan atau 'selisih modal dengan harga jual'. Ukuran keun-tungan dapat diketahui: dengan diuangkan terlebih dahulu atau dihitung nilainya secara syar'i dengan uang kontan. Setelah di-uangkan atau ditentukan nilainya dengan uang kontan, maka yang berlebih dari modal itulah keuntungan yang dibagi-bagikan di antara sesama pemegang saham dan pengelola modal, sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati.
c. Harus dihitung seluruh kerugian dan keuntungan proyek, dan itu harus dilakukan secara terbuka sepengetahuan para peme-gang surat perjanjian investasi.

7) Keuntungan dapat diperoleh kejelasan, dan dapat dimiliki setelah diuangkan atau ditentukan nilainya dengan uang, serta hanya pasti menjadi hak milik setelah dibagi-bagikan. Sementara berhubungan dengan proyek mendapatkan masukan atau 'selisih modal dengan harga jual', juga boleh dibagi-bagikan. Semua yang dibagi-bagikan sebelum penguangan modal –likuidasi usaha– dianggap sebagai biaya operasional yang dibagi-bagikan.

Tidak ada larangan secara syariat untuk dibuat penegasan dalam formulir pengeluaran surat perjanjian investasi terhadap ditentukannya pemotongan prosentase tertentu pada akhir setiap pemutaran modal. Bisa diambil dari selisih modal dengan pen-jualan atau masukan yang dibagi-bagikan dan dimasukkan dalam biaya operasional, lalu dimasukkan ke dalam dana cadangan un-tuk mengantisipasi bahaya kerugian yang menimpa modal usaha.

8) Tidak ada larangan menurut syariat untuk dibuat pene-gasan dalam formulir pengeluaran cek atau surat perjanjian investasi untuk membuat perjanjian dengan pihak ketiga secara terpisah baik dalam urusan pribadinya atau harta miliknya de-ngan kerelaan dua pihak yang bertransaksi agar pihak ketiga memberikan sumbangan kepadanya tanpa imbalan untuk menu-tupi kerugian dalam sebuah proyek tertentu, namun harus meru-pakan komitmen tersendiri dalam perjanjian investasi tersebut. Artinya, bahwa penunaian komitmen tersebut bukanlah meru-pakan syarat berlangsungnya perjanjian dan berlakunya seluruh hukum-hukumnya terhadap semua pihak. Oleh sebab itu baik para pemegang saham ataupun pengelola modal usaha investasi ini tidaklah berhak memaksa membatalkan perjanjian atau menolak menunaikan seluruh komitmen yang ada karena pihak pemberi sumbangan tidak menunaikan apa yang hendak disumbangkan-nya, dengan alasan, bahwa menjaga komitmen itu sebagai syarat berjalannya perjanjian usaha ini.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexekonomi&id=1§ion=e001