Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Tiga Wasiat Nan Agung

Jumat, 18 Februari 22

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì –telah mengumpulkan antara kebagusan dan kesempurnaan perkataan, singkat dan padatnya wasiat untuk Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Dan, barang siapa yang memiliki hubungan yang kuat dengan sunnah dan petunjuk sebaik-baik hamba ini-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- niscaya ia beruntung di kehidupan dunianya dan juga di kehidupan akhiratnya.

Pembaca yang budiman...
Berikut ini merupakan contoh dari wasiat yang ringkas dan wejangan yang sangat mendalam yang dinukil dari Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- yang mengumpulkan kebaikan semuanya.

Di dalam Musnad imam Ahmad dan sunan Ibnu Majah dan lainnya, dari hadis Abu Ayub al-Anshari- ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, bahwa ada seorang lelaki datang menghadap Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, lalu ia mengatakan,


ÚöÙúäöí æóÃóæúÌöÒú


‘Berilah wejangan kepadaku dan persingkatlah !.’
Dalam satu riwayat,


Úóáøöãúäöí æóÃóæúÌöÒú


‘Ajarilah aku dan persingkatlah !.’
Maka, beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÅöÐóÇ ÞõãúÊó Ýöí ÕóáóÇÊößó ÝóÕóáøö ÕóáóÇÉó ãõæóÏøöÚò ¡ æóáóÇ Êóßóáøóãú ÈößóáóÇãò ÊóÚúÊóÐöÑõ ãöäúåõ ÛóÏðÇ ¡ æóÃóÌúãöÚö ÇáúíóÃúÓó ãöãøóÇ Ýöí íóÏóíú ÇáäøóÇÓö


“Apabila engkau telah berdiri di dalam shalatmu, maka shalatlah kamu seperti shalatnya orang yang akan berpisah. Janganlah kamu berbicara dengan perkataan yang esoknya engkau bakal meminta maaf karenanya. Dan, kumpulkanlah (pada dirimu) rasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia.”

Status hadis ini adalah hadis hasan karena memiliki beberapa riwayat penguatnya. Hadis yang agung ini mengumpulkan tiga wasiat nan agung, menghimpun kebaikan seluruhnya, barang siapa memahaminya dan mempraktekkannya niscaya ia memperoleh kebaikan di kehidupan dunianya dan di kehidupan akhiratnya.

Wasiat pertama, adalah wasiat tentang shalat dan hendaknya seorang hamba memperhatikannya serta dengan baik dalam mengerjakannya.
Wasiat kedua, adalah wasit agar menjaga lisan dan memeliharanya.
Wasiat ketiga, adalah ajakan kepada sikap qana’ah dan menggantungkan hati hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata.

Dalam wasiat yang pertama, Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóã-mengajak orang yang telah berdiri di dalam shalat-yakni, orang yang akan memulai untuk mengerjakan shalat- hendaknya ia melaksanakan shalat layaknya shalat orang yang akan berpisah.

Termasuk perkara yang dimaklumi oleh semua orang bahwa orang yang akan berpisah akan sedemikian cermat di dalam mengungkapkan perkataan dan melakukan tindakan, tidak secermat yang lainnya. Ini merupakan perkara yang dimaklumi dalam kaitannya dengan momen kepergian manusia dan kepindahan mereka dari satu tempat ke tempat lainnya. Maka, orang yang akan berpindah dari satu negeri yang masih ada harapan untuk kembali ke negeri yang ditinggalkannya, keadaannya berbeda dengan orang yang akan berpindah ke suatu negeri namun sudah tidak ada harapan untuk kembali lagi ke negeri yang ditinggalkannya.

Maka, orang yang berpamitan untuk pergi meninggalkan tempat asalnya akan lebih cermat daripada lainnya. Karena itu, apabila seorang hamba mengerjakan shalatnya di mana ia menghadirkan hatinya bahwasanya shalat yang akan dilakukannya tersebut merupakan shalat terakhirnya dan bahwa ia tak akan mengerjakan shalat lainnya niscaya ia bakal bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kesungguhannya dalam mengerjakan shalat yang akan dilakukannya tersebut, ia akan secara baik melakukannya dan cakap di dalam melakukan rukuknya, sujudnya, perkara-perkara wajibnya, dan perkara-perkara sunnahnya. Oleh karena itu, selayaknya seorang hamba Allah yang beriman kepadaNya menghadirkan selalu wasiat ini dalam setiap shalat yang dikerjakannya, hendaknya ia berusaha melakukan shalat seperti shalat orang yang akan berpisah, ia merasakannya di tengah-tengah mengerjakannya bahwa shalatnya tersebut merupakan shalatnya yang terakhir kalinya, bahwasanya dia tidak akan kembali mengerjakan shalat setelah shalat yang dilakukannya tersebut. Sungguh, apabila seorang hamba telah merasakannya demikian itu, niscaya perasaannya tersebut akan semakin mendorongnya untuk semakin lebih baik dalam mengerjakannya, semakin sempurna, semakin cakap dan semakin bagus dalam melakukan shalat.

Dan, barang siapa bagus dalam mengerjakan shalatnya niscaya akan menuntunnya kepada setiap kebaikan dan mencegahnya dari setiap keburukan dan kehinaan, hatinya bakal diramaikan dengan keimanan, dan dengan hal itu ia bakal merasakan kelezatan dan manisnya rasa iman, shalatnya menjadi penyejuk pandangan matanya, shalatnya menjadi kunci kenyamanan, keceriaan dan kebahagiaannya.

Wasiat kedua, adalah wasiat agar menjaga lisan, dan bahwa lisan itu merupakan perkara yang paling membahayakan insan, dan bahwa kata apabila belum keluar (dari lisan seseorang) maka pemiliknya menguasainya. Adapun bila kata itu telah keluar dari lisannya niscaya kata itulah yang menguasai pemiliknya dan ia pun memikul beban akibat dari kata-katanya tersebut. Oleh karena itu, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


áóÇ Êóßóáøóãú ÈößóáóÇãò ÊóÚúÊóÐöÑõ ãöäúåõ ÛóÏðÇ


Janganlah kamu berkata-kata dengan perkataan yang keesokan harinya kamu meminta maaf karenanya.

Yakni, hendaklah engkau berupaya memerangi dirimu untuk mencegah lisanmu dari setiap perkataan yang ditakutkan kamu bakal mengalami penyesalan karena perkataan yang terlontar dari lisanmu itu dan mengharuskan kamu meminta maaf karena hal itu. Sesungguhnya, bila kamu belum mengucapkan perkataan itu maka kamu menguasainya, sedangkan bila kamu telah mengucapkannya niscaya perkataan itulah yang akan menguasai dirimu.

Datang di dalam wasiat Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- yang disampaikan kepada Muadz-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - beliau bersabda,


ÃóáóÇ ÃõÎúÈöÑõßó ÈöãóáóÇßö Ðóáößó ßõáøöåö ¿ ÞõáúÊõ Èóáóì íóÇ äóÈöíøó Çááøóåö ¡ ÝóÃóÎóÐó ÈöáöÓóÇäöåö ÞóÇáó :ßõÝøó Úóáóíúßó åóÐóÇ ¡ ÝóÞõáúÊõ íóÇ äóÈöíøó Çááøóåö æóÅöäøóÇ áóãõÄóÇÎóÐõæäó ÈöãóÇ äóÊóßóáøóãõ Èöåö ¿ ÝóÞóÇáó ËóßöáóÊúßó Ãõãøõßó íóÇ ãõÚóÇÐõ æóåóáú íóßõÈøõ ÇáäøóÇÓó Ýöí ÇáäøóÇÑö Úóáóì æõÌõæåöåöãú Ãóæú Úóáóì ãóäóÇÎöÑöåöãú ÅöáøóÇ ÍóÕóÇÆöÏõ ÃóáúÓöäóÊöåöãú


Maukah kamu (wahai Mu’adz) aku beritahukan kepadamu tentang hal yang dengannya seorang insan mengusai itu semuanya ?
Aku (Muadz) pun mengatakan, ‘Tentu, wahai Nabiyullah’.
Maka, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memegang lisannya seraya mengatakan, ‘Tahan dan jagalah ini olehmu.!’
Lalu, aku pun berujar, wahai Nabiyullah, sungguhkah kita akan dihukum disebabkan karena apa yang kita ucapkan ?
Beliau pun menjawab, ‘ semoga ibumu kehilangan dirimu (bagaimana kamu lalai dari hal ini), wahai Mu’adz ! Bukankah (Allah) bakal menyeret manusia dalam kondisi wajah yang tertelungkup ke dalam neraka karena ulah lisan mereka. ?! (HR. Ibnu Majah)

Dengan demikian, lisan memiliki potensi bahaya yang sangat besar. Telah datang dalam hadis yang valid dari Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, di mana beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÅöÐóÇ ÃóÕúÈóÍó ÇÈúäõ ÂÏóãó ÝóÅöäøó ÇáúÃóÚúÖóÇÁó ßõáøóåóÇ ÊõßóÝøöÑõ ÇááøöÓóÇäó ÝóÊóÞõæáõ ÇöÊøóÞö Çááøóåó ÝöíäóÇ ÝóÅöäøóãóÇ äóÍúäõ Èößó ÝóÅöäú ÇÓúÊóÞóãúÊó ÇÓúÊóÞóãúäóÇ æóÅöäú ÇÚúæóÌóÌúÊó ÇÚúæóÌóÌúäóÇ


Apabila Ibnu Adam (manusia) memasuki waktu pagi, sesungguhnya anggota tubuhnya seluruhnya mengadukan lisannya, seraya mengatakan, ‘Bertakwalah kamu kepada Allah terkait dengan kami, karena sesunguhnya kami bergantung padamu, jika kamu berlaku lurus niscaya kami berlaku lurus pula dan jika kamu bengkok niscaya kami pun bengkok pula.

Pembaca yang budiman...
Dan, sabda Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-dalam wasiat yang global ini,


áóÇ Êóßóáøóãú ÈößóáóÇãò ÊóÚúÊóÐöÑõ ãöäúåõ ÛóÏðÇ


Janganlah kamu berkata-kata dengan perkataan yang keesokan harinya kamu meminta maaf karenanya.
Di dalamnya terdapat ajakan kepada muhasabah diri terkait dengan apa-apa yang dikatakan oleh seseorang, dan hendaknya seseorang merenungi apa-apa yang akan ia katakan. Bila ternyata ia mendapatkan kebaikan pada apa yang akan dikatakannya, maka silakan ia mengatakannya. Bila ternyata ia mendapatkan keburukan pada apa yang akan dikatakannya, maka hendaklah ia mengurungkan diri dari mengatakannya. Dan, bila apa yang akan dikatakannya tidak jelas baginya, ia tidak tahu apakah mengandung keburukan ataukah mengandung kebaikan, maka hendaklah ia menahan dirinya dari mengucapkannya sebagai bentuk menghindarkan diri dari perkara yang tidak jelas hingga menjadi jelas perkaranya baginya. Oleh karena itu, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ãóäú ßóÇäó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáúÂÎöÑö ÝóáúíóÞõáú ÎóíúÑðÇ Ãóæú áöíóÕúãõÊú


Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.

Sementara kebanyakan orang, mereka terjebak dalam lobang yang sangat besar, mereka tak peduli sama sekali dengan perkataan yang mereka keluarkan dari mulut-mulut mereka, padahal boleh jadi ungkapan perkataan-perkataan mereka tersebut memiliki konsekwensi di dunia dan di akhirat yang akibatnya tidak terpuji. Sedangkan orang yang berakal itu adalah orang yang dapat menimbang perkataannya dan menjaga ucapannya, tidak berkata-kata melainkan seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, perkataan yang bersamanya tidak membutuhkan permintaan maaf.
Sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -,


áóÇ Êóßóáøóãú ÈößóáóÇãò ÊóÚúÊóÐöÑõ ãöäúåõ ÛóÏðÇ


Janganlah kamu berkata-kata dengan perkataan yang keesokan harinya kamu meminta maaf karenanya.
“yang keesokan harinya kamu meminta maaf karenanya” mengandung kemungkinan maknanya, yakni, ketika engkau berdiri di hadapan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Dan mengadung kemungkinan juga maknanya, yakni, engkau beralasan saat meminta maaf terhadap orang lain ketika mereka meminta kepadamu pertanggung jawaban atas ucapan-ucapan dan perkataan-perkataanmu.

Adapun wasiat Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -yang ketiga, di dalamnya terkandung ajakan kepada sikap qana’ah dan menggantungkan hati hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan merasa putus asa dari apa-apa yang berada di genggaman tangan manusia. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó– bersabda,


æóÃóÌúãöÚú ÇáúíóÃÓó ãöãøóÇ Ýöí íóÏóíú ÇáäøóÇÓö


Dan, kumpulkanlah (pada dirimu) rasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia
“Kumpulkanlah (pada dirimu) rasa putus asa” , yakni, himpunlah dalam hatimu, dan bertekadlah serta ukirlah dalam hatimu rasa putus asa dari segala sesuatu yang berada di tangan orang lain, janganlah kamu mengharapkan dari sisi mereka, namun hendaklah harapanmu hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata, sebagaimana engkau tidak meminta kecuali kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dengan ungkapan lisanmu , engkau tidak mencarinya kecuali dari Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, maka, demikian pula dengan sikapmu, hendaklah engkau tidak mengharapkannya kecuali hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- , hendaknya engkau merasa putus asa dari setiap orang kecuali dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, engkau memutus harapan dari setiap manusia, harapanmu hanyalah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata.

Barang siapa senantiasa merasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia niscaya ia akan hidup dalam kehidupannya dengan penuh wibawa dan mulia. Adapun, barang siapa yang hatinya tergantung dengan apa-apa yang ada di tangan manusia, niscaya ia akan hidup dalam kehidupannya yang penuh dengan kehinaan dan kerendahan. Sedangkan barang siapa yang hatinya bergantung kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, tidak berharap kecuali kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, tidak meminta hajatnya kecuali dari Allah, tidak bertawakkal kecuali kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, niscaya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mencukupinya dalam kehidupan dan urusan dunia dan akhiratnya. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman,


ÃóáóíúÓó Çááåõ ÈößóÇÝò ÚóÈúÏóåõ [ÇáÒãÑ : 36]


Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya ? … (Qs.az-Zumar : 36)
Dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- juga berfirman,


æóãóäú íóÊóæóßøóáú Úóáóì Çááøóåö Ýóåõæó ÍóÓúÈõåõ [ÇáØáÇÞ : 3]


Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Qs.ath-Thalaq : 3)

Saudaraku…
Itulah tiga wasiat nan agung dari Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, selayaknya setiap orang di antara kita merenungkannya dengan baik, mengerahkan segenap kesungguhannya untuk mewujudkannya dan mengamalkannya.

Semoga Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- mengaruniakan taufik kepada kita semuanya. Amin

Wallahu A’lam
(Redaksi)

Sumber :
Tsalatsu Washaya Nabawiyyah ‘Azhimah , Syaikh. Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ ÊóÚóÇáóì-.


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=961