Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Hukum-hukum Seputar Muharam

Jumat, 13 Agustus 21
Hukum-hukum Seputar Muharam

Bulan Allah al-Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender hijriyah. Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram. Nabi kita Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-telah menjelaskan kepada kita hukum-hukum terkait dengan bulan ini yang terdapat di dalam kitab Allah-òÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- atau di dalam sunnahnya yang suci. Di antara hukum-hukumnya yang terpenting adalah sebagai berikut :

Pertama : Keutamaan bulan Allah al-Muharram
Bulan Muharam termasuk bulan-bulan haram yang diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menyebutkannya di dalam kitab-Nya, seraya berfirman,


Åöäóø ÚöÏóøÉó ÇáÔøõåõæúÑö ÚöäúÏó Çááóøåö ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ Ýöí ßöÊóÇÈö Çááóøåö íóæúãó ÎóáóÞó ÇáÓóøãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ Ðóáößó ÇáÏöøíúäõ ÇáúÞóíöøãõ ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæúÇ Ýöíúåöäóø ÃóäúÝõÓóßõãú...


Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu...(Qs. At-Taubah : 36)

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memuliakan bulan ini di antara seluruh bulan, maka bulan ini dinamakan dengan bulan Allah al-Muharram. Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menyandarkan bulan ini kepada diri-Nya sebagai bentuk memuliakannya dan sebagai sebuah isyarat bahwa Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengaramkannya sendiri, tidak satu pun makhluk yang berhak menghalalkannya. Sebagaimana Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-telah menjelaskan pengharaman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-terhadap bulan-bulan haram ini, di mana di antara bulan-bulan tersebut adalah bulan Muharam. Sebagaimana riwayat Abu Bakrah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bahwa beliau bersabda,


Åäóø ÇáÒóøãóÇäó ÞóÏö ÇÓúÊóÏóÇÑó ßóåóíúÆóÊöåö íóæúãó ÎóáóÞó Çááóøåõ ÇáÓóøãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó¡ ÇáÓóøäóÉõ ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ¡ ËóáóÇËñ ãõÊóæóÇáöíóÇÊñ: Ðõæ ÇáúÞóÚúÏóÉö¡ æóÐõæ ÇáúÍöÌóøÉö¡ æóÇáúãõÍóÑøóãõ¡ æóÑóÌóÈõ ãõÖóÑó ÇáøóÐöí Èóíúäó ÌõãóÇÏóì æóÔóÚúÈóÇäó


Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram. Tiga bulan berturut-turut, yaitu, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan al-Muharram, (dan yang terakhir) adalah bulan Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumada dan Sya'ban. [1]

Dan, sekelompok ulama merajihkan (menguatkan) bahwa bulan Muharam merupakan bulan yang paling mulia di antara bulan-bulan haram lainnya. Ibnu Rajab-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, "Para ulama berbeda pendapat tentang bulan apakah yang paling utama di antara bulan-bulan haram ? al-Hasan dan yang lainnya mengatakan,'bulan haram yang paling utama adalah bulan Allah al-Muharram, dan dirajihkan oleh sekelompok kalangan ulama Muta-akhirin (kontenporer).[2]

Hal ini ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan oleh an-Nasai dan lainnya dari Abu Dzar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ –ia mengatakan, 'Aku pernah bertanya kepada Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


Ãíøõ Çááøóíúáö ÎóíúÑñ¡ æóÃóíøõ ÇúáÃóÔúåõÑö ÃóÝúÖóáõ¿


Malam apakah yang paling baik dan bulan apakah yang paling utama ?
Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pun menjawab,


ÎóíúÑõ Çááøóíúáö ÌóæúÝõåõ¡ æóÃóÝúÖóáõ ÇúáÃóÔúåõÑö ÔóåúÑõ Çááåö ÇáøóÐöí ÊóÏúÚõæúäóåõ ÇóáúãõÍóÑøóãó


Sebaik-baik (waktu) malam adalah pertengahannya, dan seutama-utama bulan itu adalah bulan Allah yang kalian menyebutnya al-Muharram. [3]

Ibnu Rajab-ÑóÍöãóåõ Çááåõ –mengatakan, 'Disebutkannya ungkapan (ÃóÝúÖóáõ ÇáúÃóÔúåõÑö) (seutama-utama bulan) dalam hadis ini secara mutlak dibawa pemahamanya kepada bahwa bulan al-Muharam merupakan seutama-utama bulan setelah bulan Ramadhan. Sebagaimana dalam riwayat al-Hasan.

Dan, di antara hukum yang sangat penting terkait dengan bulan ini adalah sebagai berikut,

Pertama, Terlarangnya melakukan peperangan pada bulan tersebut
Yakni, diharamkan memulai peperangan di bulan Muharam. Ibnu Katsir-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, 'Para ulama berbeda pendapat tentang haramnya memulai peperangan pada bulan haram, apakah hal tersebut telah dihapus hukumnya ataukah tetap berlaku ? Ada dua pendapat. Pendapat pertama-dan ini merupakan pendapat yang paling masyhur-bahwa hal tersebut mansukh (dihapus hukumnya). Karena, di sini, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæúÇ Ýöíúåöäøó ÃóäúÝõÓóßõãú [ÇáÊæÈÉ : 36]


Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.
dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memerintahkan agar memerangi kaum musyrikin. (Sebagaimana kelanjutan firman-Nya,


æóÞóÇÊöáõæÇ ÇáúãõÔúÑößöíäó ßóÇÝøóÉð ßóãóÇ íõÞóÇÊöáõæäóßõãú ßóÇÝøóÉ [ÇáÊæÈÉ : 36]


Dan perangilah kaum Musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya-pent)

Pendapat kedua, bahwa memulai peperangan di bulan haram, haram hukumnya dan bahwa pengharaman bulan haram belum dihapus. Berdasarkan firman-Nya-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ÇáÔøóåúÑõ ÇáúÍóÑóÇãõ ÈöÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö æóÇáúÍõÑõãóÇÊõ ÞöÕóÇÕñ Ýóãóäö ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú ÝóÇÚúÊóÏõæÇ Úóáóíúåö ÈöãöËúáö ãóÇ ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú [ÇáÈÞÑÉ : 194]


Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) qishash. Oleh sebab itu barang siapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu...(Qs. Al-Baqarah : 194)

Dan, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


ÝóÅöÐóÇ ÇäúÓóáóÎó ÇáúÃóÔúåõÑõ ÇáúÍõÑõãõ ÝóÇÞúÊõáõæÇ ÇáúãõÔúÑößöíäó [ÇáÊæÈÉ : 5]


Apabila telah habis bulan-bulan haram maka perangilah orang-orang musyrik...(Qs. at-Taubah : 5). [4]

Dulu, di masa Jahiliyah, orang-orang Arab mengagungkan bulan ini. Dan, dulu, bulan ini dinamakan oleh mereka dengan ÔóåúÑõ Çááåö ÇóáúÃóÕóãøõ (bulan Allah ÇóáúÃóÕóãøõ al-Ashammu) karena saking kerasnya pengharamannya...

Puasa di bulan Muharam termasuk sunnah yang paling utama. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÔóåúÑö ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááåö ÇáøóÐöí ÊóÏúÚõæúäóåõ ÇáúãõÍóÑøóãó¡ æóÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóáóÇÉö ÈóÚúÏó ÇáúÝóÑöíúÖóÉö ÞöíóÇãõ Çááøóíúáö.


Puasa yang paling utama setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kalian sebut dengan al-Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.

Kedua : Keutamaan Puasa di Bulan Muharram
Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-telah menjelaskan tentang keutamaan puasa di bulan Allah al-Muharram dengan sabdanya,


ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááåö ÇáãõÍóÑøóãõ


Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah al-Muharram.[5]

Para ulama-ÑóÍöãóåõãõ Çááåõ-berbeda pendapat tentang apa yang ditunjukkan oleh hadis ini, apakah hadis ini menunjukkan kepada puasa yang dilakukan secara sempurna selama sebulan penuh ataukah hanya mayoritas hari-harinya saja ?. Dan, Zhahir hadis –Wallahu A'lam- menunjukkan keutamaan puasa bulan Muharram secara sempurna. Sementara sebagian ulama membawa maknanya sebagai motivasi untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram, bukan berpuasa sebulan penuh. Berdasarkan perkataan 'Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-,


ãóÇ ÑóÃóíúÊõ ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇöÓúÊóßúãóáó ÕöíóÇãó ÔóåúÑò ÞóØøõ ÅáøóÇ ÑóãóÖóÇäó¡ æóãóÇ ÑóÃóíúÊõåõ Ýöí ÔóåúÑò ÃóßúËóÑó ãöäúåõ ÕöíóÇãðÇ Ýöí ÔóÚúÈóÇäó


Aku tidak pernah melihat Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menyempurnakan puasa sebulan penuh sama sekali kecuali Ramadhan. Dan, aku juga tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa dalam satu bulan daripada di bulan Sya'ban. [6]

Akan tetapi, bisa jadi dikatakan bahwa 'Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-menyebutkan yang dilihatnya, sementara nash menunjukkan bahwa beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa selama sebulan penuh.

Ketiga : Bulan Allah al-Muharram dan Hari 'Asyura
'Asyura adalah hari ke-10 dari bulan Muharam. Hari ini memiliki keistimewaan dan puasa pada hari ini memiliki keutamaan. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah mengistimewakannya dan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memotivasi kita agar melakukannya.

1-Keutamaan hari 'Asyura
'Asyura merupakan hari di mana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menyelamatkan Nabi Musa-Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ-dan kaumnya dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menenggelamkan Fir'aun beserta bala tentaranya. Maka, Nabi Musa-Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ-berpuasa sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, kemudian Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa pada hari tersebut.

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata, "Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-datang ke Madinah, beliau medapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura. Ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka pun menjawab, 'Hari ini adalah hari dimana Allah memenangkan Musa-Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ-dan Bani Israil atas Fir'aun, karenanya, kami berpuasa pada hari ini sebagai bentuk pengagungan terhadap hari tersebut. Mendengar hal itu, maka Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


äóÍúäõ Ãóæúáóì ÈöãõæúÓóì ãöäúßõãú


(Kami lebih utama terhadap Musa daripada kalian)
Lalu, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-perintahkan (kepada para sahabatnya) untuk berpuasa hari itu. [7]

Dalam satu riwayat milik imam Muslim,


ÝóÕóÇãóåõ ãõæúÓóì ÔõßúÑðÇ¡ ÝóäóÍúäõ äóÕõæúãõåõ...


Maka Musa-Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ-berpuasa hari itu sebagai bentuk kesyukuran, karena itu kami berpuasa...

Dalam kaitannya dengan puasa 'Asyura Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-ada 4 keadaan, [8]
Keadaan pertama :
Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pernah berpuasa hari tersebut di Mekkah, namun beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak memerintahkan manusia untuk berpuasa pada hari tersebut.
Di dalam Shahihain dari 'Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-, ia berkata,


ßóÇäóÊú ÚóÇÔõæúÑóÇÁõ íóæúãðÇ ÊóÕõæúãõåõ ÞõÑóíúÔñ Ýöí ÇáúÌóÇåöáöíøóÉö¡ æóßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæúãõåõ¡ ÝóáóãøóÇ ÞóÏöãó ÇáúãóÏöíúäóÉó ÕóÇãóåõ æóÃóãóÑó ÇáäøóÇÓó ÈöÕöíóÇãöåö¡ ÝóáóãøóÇ äóÒóáóÊú ÝóÑöíúÖóÉõ ÔóåúÑö ÑóãóÖóÇäó ßóÇäó ÑóãóÖóÇäõ åõæó ÇáøóÐöí íóÕõæúãõåõ¡ ÝóÊóÑóßó Õóæúãó ÚóÇÔõæúÑóÇÁó¡ Ýóãóäú ÔóÇÁó ÕóÇãóåõ¡ æóãóäú ÔóÇÁó ÃóÝóØóÑó.


Dulu, 'Asyura merupakan hari di mana orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah, dan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pun berpuasa pada hari tersebut. Lalu, ketika beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tiba di Madinah beliau pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan manusia agar berpuasa pada hari itu. Ketika turun kewajiban berpuasa Ramadhan, maka Ramadhanlah bulan di mana beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-meninggalkan puasa 'Asyura. Karena itu, barang siapa ingin berpuasa hari itu (hari 'Asyura) maka silakan ia berpuasa, dan barang siapa yang ingin tidak berpuasa, maka silakan saja.[9]

Dalam satu riwayat milik imam al-Bukhari,


æóÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó : ãóäú ÔóÇÁó ÝóáúíóÕõãú¡ æóãóäú ÔóÇÁó ÃóÝúØöÑú


Dan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda, "Siapa yang mau, berpuasalah ! Siapa yang mau, berbukalah. [10]

Keadaan Kedua :
Bahwa ketika Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-datang ke Madinah dan melihat puasa yang dilakukan ahli kitab hari itu dan pengagungan mereka terhadap hari tersebut-di mana dulu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-senang untuk mencocokinya dalam perkara yang belum diperintahkan kepadanya-beliau pun berpuasa hari itu dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa pada hari itu. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menegaskan perintah tersebut dengan melakukan puasa pada hari tersebut, dan memotivasi manusia untuk melakukannya, sampai-sampai mereka (para sahabat Nabi-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú-) melatih anak-anak mereka untuk berpuasa.

Keadaan Ketiga :
Bahwa ketika diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-meninggalkan perintah kepada para sahabatnya untuk berpusa pada hari 'Asyura.

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam shahihnya bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


Åöäøó ÚóÇÔõæúÑóÇÁó íóæúãñ ãöäú ÃíøóÇãö Çááåö¡ Ýóãóäú ÔóÇÁó ÕóÇãóåõ¡ æóãóäú ÔóÇÁó ÊóÑóßóåõ


Sesungguhnya 'Asyura merupakan satu hari dari hari-hari Allah, maka barangsiapa mau ia boleh berpuasa pada hari itu, dan barangsiapa mau ia pun boleh untuk meninggalkannya.

Dalam satu riwayat miliki imam Muslim juga,


Ýóãóäú ÃóÍóÈøó ãöäúßõãú Ãóäú íóÕõæúãóåõ ÝóáúíóÕõãúåõ¡ æóãóäú ßóÑöåó ÝóáúíóÏóÚúåõ


Maka, barang siapa di antara kalian suka untuk berpuasa pada hari itu, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu, dan barang siapa yang tidak suka, maka tinggalkanlah !

Keadaan Keempat :
Bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bertekad kuat di akhir-akhir usianya untuk tidak hanya berpusa hari itu saja, tetapi beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-ingin menambahkan kepadanya puasa sehari lagi (yaitu, hari ke-9-nya) untuk menyelisihi ahli kitab dalam melakukan puasa 'Asyura.

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-bahwa ia mengatakan, "Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa 'Asyura dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memerintahkan (kepada para sahabatnya) untuk berpuasa pada hari itu, mereka (para sahabat) mengatakan,'Wahai Rasulullah !, sesungguhnya hari tersebut merupakan hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÝóÅöÐóÇ ßóÇäó ÇáúÚóÇãõ ÇáãõÞÈöáõ Åöäú ÔóÇÁó Çááåõ ÕõãúäóÇ ÇáÊøóÇÓöÚó


Bila demikian, maka insya Allah tahun yang akan datang kita bakal bepuasa hari kesembilannya (pula).
Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ - mengatakan, 'Namun, belum saja datang tahun berikutnya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-telah meninggal dunia.' [11]

2-Keutamaan Puasa 'Asyura
Adapun mengenai keutamaan puasa 'Asyura, hal ini telah ditunjukkan oleh hadis Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – yang diriwayatkan dari Abu Qatadah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- di mana di dalamnya, ia berkata,


ÓõÆöáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Úóäú Õóæúãö íóæúãö ÚóÇÔõæúÑóÇÁó¿ ÝóÞóÇáó : ÃóÍúÊóÓöÈõ Úóáóì Çááåö Ãóäú íõßóÝøöÑó ÇáÓøóäÉó ÇáøóÊöí ÞóÈúáóåõ


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pernah ditanya tentang puasa hari 'Asyura (apa keutamaannya ?). Maka, beliau menjawab,"Aku berharap kepada Allah agar puasa 'Asyura itu menghapuskan dosa tahun yang sebelumnya. [12]

Bila seorang muslim berpuasa pada hari kesepuluh (dari bulan Muharam ini) niscaya ia memperoleh pahala yang besar ini. Walau pun hanya secara menyendiri, hal tersebut tidaklah makruh. Berbeda dengan apa yang menjadi pendapat sebagian ahli ilmu (di antara mereka ada yang memakruhkannya). Dan, kalaulah ia menambahnya dengan berpuasa pada hari kesembilannya juga niscaya pahalanya akan jauh lebih besar.

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


áóÆöäú ÈóÞöíúÊõ Ãóæú áóÆöäú ÚöÔúÊõ Åöáóì ÞóÇÈöáò áóÃóÕõæúãóäøó ÇáÊøóÇÓöÚó


Andai aku masih ada atau andai aku masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku bakal berpuasa pada hari kesembilan (beserta hari kesepuluhnya).

Adapun beberapa hadis yang datang di mana di dalamnya disebutkan ' ÕöíóÇãõ íóæúãò ÞóÈúáóåõ æóÈóÚúÏóåõ' (puasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya) atau ' ÕöíóÇãõ íóæúãò ÞóÈúáóåõ Ãóæú ÈóÚúÏóåõ ' (puasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya), maka riwayat ini tidak shahih periwayatannya dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, sementara ibadah itu –sebagaimana dimaklumi-bersifat tauqifiyah, tidak boleh mengerjakannya kecuali berdasarkan dalil.

Namun, bisa jadi dalam hal ini diperlonggar dengan atsar sahabat yang menerangkan tentang hal tersebut. Karena, telah shahih sebagian atsar diriwayatkan secara mauquf oleh Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-. Oleh karena itu, orang yang berpuasa 'Asyura (hari ke-10) dan sehari sebelumnya (yakni, hari ke-9) serta sehari setelahnya (yakni, hari ke-11) tidaklah dicerca. Atau, orang tersebut mencukupkan diri dengan berpuasa hari 'Asyura dan sehari setelahnya saja.

3-Bid'ah di Hari 'Asyura
Yang mulia al-'Allamah Syaikh Abdullah al-Fauzan –ÍóÝöÙóåõ Çááåõ- mengatakan, 'Telah sesat di hari ini ('Asyura) dua kelompok ; satu kelompok menyerupai orang-orang Yahudi. Kelompok ini menjadikan 'Asyura sebagai musim perayaan dan kegembiraan, di hari itu ditampakkan syiar-syiar kegembiraan, seperti mengecat kuku, bercelak, memberikan kelapangan nafkah kepada keluarga, memasak makanan diluar kebiasaan, dan lain sebagainya berupa perbuatan orang-orang bodoh, orang-orang yang menghadapi hal yang merusak dengan hal yang merusak pula, menghadapi perkara bid'ah dengan perkara bid'ah pula.

Satu kelompok yang lainnya, mereka menjadikan hari 'Asyura sebagai hari berkabung, hari kesedihan dan ratapan karena terbunuhnya al-Husain bin Ali-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-, ditampakkan pada hari tersebut syiar-syiar jahiliyah berupa menampar-nampar pipi, merobek kerah baju, mendendangkan bait-bait syair kesedihan, dan diceritakan rentetan peristiwa yang kebohongannya jauh lebih banyak ketimbang kebenarannya. Dan, yang menjadi maksud mereka dari melakukan hal-hal tersebut adalah membuka pintu fitnah dan menimbulkan perpecahan di tengah-tengah ummat. Ini merupakan perbuatan orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.

Sungguh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah benar-benar memberikan petunjuk kepada kalangan ahlus sunnah, maka mereka melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka oleh Nabi mereka-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- berupa berpuasa dengan memperhatikan aspek agar tidak bertasyabbuh (menyerupai) kalangan orang-orang Yahudi dalam hal tersebut. Mereka (kalangan ahlus sunnah) pun menjauhi apa-apa yang diperintahkan kepada mereka oleh setan berupa (tindakan atau keyakinan) yang tidak memiliki landasan syariat (baca : bid'ah). Karenanya, maka segala pujian dan anugrah hanya milik Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata.[13]

Dan, para ahli ilmu-ÑóÍöãóåõãõ Çááåõ-telah menegaskan bahwasanya tidak satu pun bentuk ibadah dari bentuk-bentuk ibadah yang absah untuk dilakukan pada hari 'Asyura selain puasa. Tidak pula absah untuk melakukan qiyamullail (secara khusus) pada hari tersebut, atau bercelak, atau mengenakan minyak wangi, atau memberikan kelapangan nafkah kepada keluarga, atau pun selain itu. Tidak satu pun dalil yang valid dari Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-yang menganjurkan hal-hal tersebut dilakukan pada hari tersebut secara khusus.

Wallahu A'lam
(Redaksi)

Sumber :
Ahkamu Syahrillahi al-Muharram, karya : Syaikh Dr. Nahar al-'Utaibiy-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ

Catatan :
[1] Muttafaq 'Alaih
[2] Latha-if al-Ma'arif, hal. 70
[3] Hadis ini diriwayatkan dari Abu Dzar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-oleh an-Nasai di dalam as-Sunan al-Kubra. Diriwayatkan dari Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- oleh imam Ad-Darimi, Ahmad, dan ath-Thabrani. Dan, diriwayatkan dari Jundab bin Sufyan-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-oleh an-Nasai dan al-Baihaqi. Dan, hadis ini shahih.
[4] Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, 2/468-469. Ibnu Katsir-ÑóÍöãóåõ Çááåõ –telah menyebutkan dalil-dalilnya beserta sanggahan-sanggahannya. Silakan dirujuk di sana.
[5] HR. Muslim
[6] HR. Muslim
[7] HR. al-Bukhari dan Muslim
[8] Lihat, Latha-if al-Ma'arif, 96-102
[9] HR. al-Bukhari dan Muslim
[10] HR. al-Bukhari
[11] HR. Muslim
[12] HR. Muslim
[13] Risalah Fii Ahaadiitsi Syahrillahi al-Muharram

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=934