Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

15 Pelajaran dari Perang Ahzab

Senin, 28 Juni 21

Perang Ahzab dinamakan juga perang Khandak. Hal ini dikarenakan ummat Islam menggali parit pada perang tersebut. Ini adalah perang ketika Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menguji hamba-hamba-Nya yang beriman dengan memasukkan ke dalam dada para wali-Nya yang bertakwa serta menampakkan apa yang selama ini disembunyikan oleh orang-orang Munafik dalam hati mereka. Kemudian Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menurunkan pertolongan-Nya guna membela mereka, memporak-porandakan pasukan musuh dengan kekuatan-Nya, memuliakan para tentara-Nya, menjadikan orang-orang kafir kembali dengan kekecewaan, melindungi kaum mukminin dari kejahatan mereka, mengharamkan mereka untuk tidak lagi dapat memerangi umat Islam, mereka kalah dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menjadikan golongan-Nya meraih kemenangan yang gemilang[1]

Ibnu Ishaq berkata, “Perang Khandaq ini terjadi pada bulan Syawwal tahun kelima Hijrah.[2] Latar belakang perang ini adalah karena Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berhasil mengusir Bani Nadhir hingga mereka pergi ke perkampungan Khaibar yang mayoritas penduduknya Yahudi yang memiliki keterampilan dalam perang. Oleh karena itu, berangkatlah Huyai bin Akhtab, Kinanah bin Abul Haqiq, Haudhah bin Qais al-Waili, dan Abu Amir yang terkenal dengan kefasikannya serta yang lainnya menuju Mekah.

Mereka mengajak Quraisy dan pendukung-pendukungnya untuk memerangi Muhammad. Mereka membentuk pasukan koalisi. Mereka berkata kepada orang-orang Quraisy, “Kami akan bersama kalian hingga kita dapat mengalahkan Muhammad. Kami datang untuk bekerja sama dengan kalian untuk menjadikannya musuh bersama dan memeranginya.” Kemudian orang Quraisy menyambutnya dengan penuh semangat dan gembira.[3]

Mereka juga mengajak suku Ghathafan dan Bani Sulaim untuk memerangi Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-. Mereka pun menyambut ajakan tersebut serta berjanji akan bergabung bersama kaum Quraisy.

Kemudian keluarlah Abu Sufyan dengan pasukan Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya. Sedangkan Bani Sulaim dipimpin langsung oleh Sufyan bin Abdussyamsi, Ghathafan dipimpin oleh Uyyainah bin Hushain, Bani Murrah dipimpin oleh Haris bin ‘Auf, suku Asyja’ dipimpin oleh Mas’ar bin Rukhailih[4] Pasukan gabungan dengan kekuatan 10.000 personil[5] ini siap berangkat ke Madinah di bawah pimpinan tertingginya Abu Sufyan bin Harb.

Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengetahui informasi tentang pasukan gabungan ini, beliau mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Kemudian Salman Al-Farisi menyarankan untuk menggali parit. Sarannya itu membuat mereka takjub dan mereka lebih memilih untuk menetap di Madinah.

Kemudian penggalian parit pun dilakukan yang melibatkan seluruh kaum Muslimin. Mereka menggalinya dengan cepat karena berlomba-lomba dengan kedatangan Musuh. Mereka meminjam berbagai alat yang dibutuhkan kepada Bani Quraizhah.

As Syami berkata, “Imam Thabrani meriwayatkan dengan sanad la ba’sa (dapat diterima) dari Amr bin Auf al-Muzni, bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-membuat garis parit yang harus digali dari Ajam Syaikhan ujung wilayah Bani Haritsah hingga Mazad. Selain itu, setiap 10 orang sahabat menggali (parit sepanjang) 40 hasta[6]

Al-Waqidi berkata, “Parit yang digali sangat panjang. Kaum Muhajirin dan Anshar memanggul batu-batu di atas kepala mereka.[7] Mereka melakukannya terus menerus hingga selesai penggalian parit tersebut. Tidak satu pun dari kaum Muslimin yang tidak terlibat dalam proyek penggalian parit ini. Sementara itu, Abu Bakar dan Umar memindahkan tanah dengan bajunya karena tidak ada wadah yang dapat digunakan lagi. Keduanya selalu berdampingan dalam bekerja.

Dari Sahal bin Sa’ad berkata, “Kami bersama Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó- dalam menggali parit. Sebagian dari mereka menggali, sedangkan kami memindahkan tanah galian dengan memanggulnya di atas pundak-pundak kami. Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-bersabda, “Ya Allah ! tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan akhirat, ampunilah kaum Muhajirin dan Anshar.” (HR. al-Bukhari)

Dari Jabir bin Abdillah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-berkata, “Ketika sedang menggali parit, kami terhalang oleh sebuah batu besar. Kemudian mereka pun mendatangi Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-dan berkata, “Kami mendapatkan sebuah batu besar di dalam parit.” Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berkata, “Saya akan melihatnya.”
Lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berdiri sementara perutnya diganjal dengan sebuah batu. Sebab, sudah tiga hari kami tidak mendapat makanan yang cukup. Kemudian Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengambil sebuah palu besar lalu memukulkannya ke atas batu besar tersebut dan batu itu pun hancur berkeping-keping. Aku berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, izinkan aku untuk pulang ke rumah.” Kemudian aku pun berkata kepada istriku, “Aku melihat Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-begitu sabar dalam menahan lapar, apakah kamu punya sesuatu?” Istriku berkata, ‘Ya, sedikit gandum dan seekor anak kambing.” Kemudian aku menyembelih anak kambing tersebut dan menumbuk gandum lalu membakarnya.

Kemudian aku datang menemui Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-, sementara adonan pun sudah mulai merekah dan daging pun hampir matang. Aku berkata kepadanya, “Aku memiliki sedikit makanan, datanglah engkau ya Rasulullah bersama satu atau dua orang lainnya.” Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-bertanya, “Berapa banyak makanan itu ?” lalu aku pun menyebutkannya. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berkata, “Sungguh banyak lagi baik. Katakan kepada istrimu untuk tidak mengangkat panggangan daging dan roti dari tempat memasak hingga aku datang.” Lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berkata kepada orang-orang, “Berdirilah kalian semua!” Maka orang-orang Anshar dan Muhajirin pun bangkit. Setelah sampai di rumahnya, ia pun masuk menemui istrinya dan berkata, “Celaka ! Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengajak semua orang Anshar dan Muhajirin.” Istriku bertanya, “Apakah ia bertanya kepadamu.” Aku menjawab, “Ya”. Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkata, “Masuklah kalian dan jangan berdesak-desakan.” Lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memotong roti dan menaburkan daging di atasnya dan memberikannya kepada para sahabatnya.
Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-terus memotong roti dan menyiramkannya hingga semuanya kenyang, sementara makanan masih tersisa banyak. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berkata, “Makanlah kamu dan hadiahkan kepada orang-orang karena mereka juga lapar.” (HR. al-Bukhari). Dalam riwayat al-Bukhari yang lain disebutkan bahwa jumlah mereka yang ikut makan sebanyak seribu orang.

Ibnu Hajar berkata, “Ada riwayat dengan sanad yang bagus dari Barra’ bin ‘Azib berkata, “Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memerintahkan kami untuk menggali parit. Kami mendapatkan batu besar sehingga menghalangi pekerjaan kami, sementara batu tersebut tidak dapat kami hancurkan dengan godam. Lalu kami melaporkan hal itu kepada Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-. Kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-pun datang dan mengambil godam seraya berkata, “Bismillah”. Lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memukulkan dengan sekali pukulan hingga hancur sepertiganya dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-berkata, “Allahu Akbar ! Aku diberi kemenangan atas kerajaan Syam. Demi Allah, sungguh aku melihat istana-istana merahnya saat ini.” Lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memukulkan untuk kedua kalinya, maka hancurlah sepertiganya lagi, seraya berkata, “Allahu Akbar ! “ Aku diberi kemenangan atas kerajaan Persia. Demi Allah, sungguh aku melihat istana-istana putihnya.” Kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memukulnya kembali untuk yang ketiga kalinya seraya berkata, “Bismillah !” Maka hancurlah sisa batu tersebut. “Allahu Akbar ! Aku diberikan kemenangan atas kerajaan Yaman. Demi Allah ! Sungguh aku melihat gerbang San’a dari tempatku ini saat ini.”[8]

Berkata Barra, “Ketika perang Ahzab, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-juga ikut menggali parit. Aku melihat beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memindahkan tanah galian hingga mengotori kulit perut beliau yang berbulu lebat. Aku mendengar beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-menyenandungkan syair Ibnu Rawahah sambil mengangkut tanah,

Demi Allah,
Seandainya bukan karena-Mu,
Kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak bersedekah, tidak pula shalat.
Maka, turunkanlah ketenangan kepada kami.
Teguhkanlah kaki kami saat bertemu musuh.
Sungguh mereka telah berbuat aniaya kepada kami.
Dan bila mereka menginginkan fitnah, tentu kami menolaknya.


Kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-memanjangkan senandungnya.” (HR. al-Bukhari dalam Fathul Bari)

Ayat-ayat yang terdapat dalam surat Ahzab menggambarkan perilaku orang-orang munafik dan cara mereka untuk menghindar dari proyek penggalian parit. Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-selesai melakukan penggalian, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-menyerahkan Madinah kepada Ibnu Ummi Maktum sebagai wakil beliau dan menempatkan para wanita dan anak-anak pada sebuah benteng.

Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengambil posisi di depan sebuah bukit besar, sedangkan parit berada di hadapannya. Sementara pasukan Quraisy berada di hadapannya, sedangkan Ghathafan dan penduduk Najed berada di samping Uhud. Huyai bin Akhtab, musuh Allah keluar untuk menemui Ka’ab bin Asad al-Qurazhi, pemimpin Bani Quraizhah. Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-telah menitipkan kaumnya kepadanya dan melakukan perjanjian dengannya. Sehingga ketika dia mendengar kedatangan Huyai bin Akhthab segera mengunci pintunya rapat-rapat. Namun, Huyai tetap saja mendesaknya hingga akhirnya ia membukakan pintu untuknya dan melanggar perjanjiannya dengan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-[9].

Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mendengar informasi pengkhianatan Bani Quraizhah, beliau mengutus Sa’ad bin Muadz, Sa’ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, dan Khawat bin Jubair, seraya berkata, “Pergi dan lihatlah ! Apakah benar berita yang sampai kepada kita tentang mereka atau tidak. Apabila benar, berikan isyarat kepadaku dan jangan disebarkan ke orang-orang. Namun apabila mereka tetap dalam perjanjiannya dengan kita, katakan kepada orang-orang.” Maka mereka pun berangkat dan ternyata mereka mendapati bahwa mereka telah melanggar perjanjian. Merekapun kembali menemui Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-dan mengatakan tentang pengkhianatan Bani Quraizhah tersebut. Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-bersabda, “Bergembiralah wahai kaum Muslimin dengan kemenangan dari Allah dan bantuan-Nya.”[10]

Ketakutan pun semakin menjadi-jadi, ujian semakin berat dan kekhawatiran terhadap para wanita dan anak-anak pun semakin meningkat. Kondisi mereka seperti yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-firmankan,


ÅöÐú ÌóÇÁõæßõãú ãöäú ÝóæúÞößõãú æóãöäú ÃóÓúÝóáó ãöäúßõãú æóÅöÐú ÒóÇÛóÊö ÇáúÃóÈúÕóÇÑõ æóÈóáóÛóÊö ÇáúÞõáõæÈõ ÇáúÍóäóÇÌöÑó ... [ÇáÃÍÒÇÈ : 10]



“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan(mu) terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan...” (Qs. al-Ahzab : 10)

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-dan kaum Muslimin siap menyambut kedatangan musuh. Mereka tidak dapat meninggalkan posisinya dan terus menerus secara bergantian berjaga-jaga di seputar parit. Sementara kemunafikan orang-orang Munafik semakin terlihat. Sebagian mereka berkata, “Dulu Muhammad pernah menjanjikan kepada kita akan menguasai kekaisaran Romawi. Namun, sekarang untuk buang hajat saja, orang tidak merasa aman.”

Kaum Muslimin bergiliran menjaga Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, sementara itu mereka juga merasakan kelaparan yang sangat, baik siang maupun malam. Demikian juga halnya dengan kaum musyrikin yang bergiliran melakukan patroli. Terkadang dipimpin oleh Abu Sufyan dan pasukannya, terkadang Khalid, terkadang Ikrimah, dan seterusnya.
Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengetahui pengkhianatan Bani Quraizhah, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mengirim delegasi untuk menemui Uyainah bin Hishn dan Harits bin ‘Auf, pemimpin Ghathafan untuk melakukan kesepakatan damai dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-bersedia memberikan hasil panen kurma Madinah sebanyak sepertiga. Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-juga memanggil Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah untuk meminta pendapatnya. Keduanya berkata, “Ya Rasulullah, kalau memang Allah memerintahkan kamu seperti itu, maka kami mendengar dan taat. Akan tetapi, kalau ini hanya strategi kamu demi kemaslahatan kami, kami tidak membutuhkannya. Dahulu ketika kami dan mereka sama-sama musyrik dan penyembah berhala, mereka tidak dapat menikmati kurma kami, kecuali dengan bertamu atau membeli.” Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-akhirnya membatalkan tawarannya tersebut[11]

Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúå æóÓóáøóãó-mendoakan kebinasaan untuk pasukan gabungan seraya berdoa, “Ya Allah yang menurunkan kitab, yang cepat dalam menghisab, hancurkanlah pasukan gabungan Ahzab ! Ya Allah hancurkan dan luluh-lantahkanlah mereka !”[12]

Kaum musyrikin terus berupaya menembus barisan kaum muslimin dengan menghujankan anak panah tanpa henti-hentinya sepanjang pengepungannya sehingga membuat kaum muslimin sibuk sehari penuh dan melupakan shalat Ashar. Mereka baru mengerjakannya setelah terbenam matahari. Namun, segala upaya kaum musyrikin untuk menembus parit mengalami kegagalan. Bahkan Ali dapat membunuh Amr bin Abdud, sementara yang lain melarikan diri. Demikian juga dengan Naufal Makhzumi yang tewas terbunuh.[13]

Sedangkan dari kalangan kaum muslimin sedikitnya yang menjadi syahid ada enam orang, di antaranya adalah Sa’ad bin Muadz. Adapun pengepungan pasukan koalisi terhadap umat Islam berlangsung selama 24 jam.

Sebagaimana yang Allah-ÓõÈúÍóÇäåõ æóÊóÚóÇáóì-firmankan bahwa Dia-ÓõÈúÍóÇäåõ æóÊóÚóÇáóì- akan menghindarkan kaum muslimin dari peperangan yaitu dengan dua cara:
Pertama, upaya yang dilakukan Nu’aim bin Mas’ud yang masuk Islam tanpa diketahui masyarakatnya. Ia akan mencerai-berekan dengan seizin Nabi antara Yahudi bani Quraizhah dengan kaum Musyrikin. Ia mengingatkan Bani Quraizhah untuk tidak memulai perang melawan Muhammad, kecuali kaum musyrikin mau memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan pergi meninggalkannya apabila terjadi sesuatu di luar harapan.

Begitu pula yang dilakukannya kepada kafir Quraisy bahwa Bani Quraizhah menyesali pengkhianatan yang dilakukannya terhadap Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Ia berkata, “Mereka pasti akan meminta jaminan kepada kalian dan kemudian jaminan itu akan mereka serahkan kepada Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bukti dari taubat dan penyesalan mereka.” Demikianlah Allah-ÓõÈúÍóÇäåõ æóÊóÚóÇáóì-memporakporandakan kesatuan mereka dan menciptakan kecurigaan dan kehinaan di antara mereka.

Kedua, Berupa badai kencang yang memporakporandakan kemah-kemah, menerbangkan perlengkapan masak-memasak, dan memadamkan api yang mereka gunakan untuk penerangan. Sehingga mereka terpaksa mengumumkan untuk pulang meninggalkan medan perang dengan membawa kegagalan dan kekecewaan yang luar biasa. Ini adalah sebuah nikmat dan pertolongan dari Allah-ÓõÈúÍóÇäåõ æóÊóÚóÇáóì-kepada orang-orang yang beriman. Allah-ÓõÈúÍóÇäåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÉó Çááøóåö Úóáóíúßõãú ÅöÐú ÌóÇÁóÊúßõãú ÌõäõæÏñ ÝóÃóÑúÓóáúäóÇ Úóáóíúåöãú ÑöíÍðÇ æóÌõäõæÏðÇ áóãú ÊóÑóæúåóÇ æóßóÇäó Çááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑðÇ [ÇáÃÍÒÇÈ : 9]



“Wahai orang-orang yang beriman ! Ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara yang tidak dapat terlihat olehmu. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Hingga firman-Nya,


æóÑóÏøó Çááøóåõ ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ÈöÛóíúÙöåöãú áóãú íóäóÇáõæÇ ÎóíúÑðÇ æóßóÝóì Çááøóåõ ÇáúãõÄúãöäöíäó ÇáúÞöÊóÇáó æóßóÇäó Çááøóåõ ÞóæöíøðÇ ÚóÒöíÒðÇ [ÇáÃÍÒÇÈ : 25]



Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allah (yang menolong) menghindarkan orang-orang mukmin dalam peperangan. Dan Allah Mahakuat, Mahaperkasa.” (Qs. al-Ahzab : 9-25)

Kemenangan ini bukanlah bersifat sementara. Akan tetapi, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menyampaikan berita kepada para sahabatnya bahwa kaum kafir tersebut tidak lagi dapat menyerbu umat Islam setelah peperangan ini. Akan tetapi kaum musliminlah yang akan menyerbu mereka. Dari Salman bin Shard berkata, “Aku mendengar Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda ketika pasukan Ahzab dikalahkan, “Mulai saat ini, kitalah yang akan melakukan penyerbuan dan mereka tidak akan pernah menyerbu kita lagi.” (HR. al-Bukhari)

Hikmah (Pelajaran) yang Dapat Dipetik
Pelajaran yang dapat dipetik dari peperangan ini, antara lain,

1-Perginya para pemimpin Yahudi dari Khaibar ke Mekah untuk menemui kaum musyrikin dan masyarat Arab sekitarnya agar bergabung bersama untuk memerangi Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - . Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun ideologi dan agama mereka berbeda, tetapi memiliki kesamaan untuk memerangi dan memusuhi Islam. Kekafiran adalah satu agama, semua adalah musuh Islam yang bersatu padu untuk memeranginya.

2-Ketika Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –mengetahui rencana pasukan gabungan ini, beliau mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah. Ternyata tidak ada orang yang paling banyak melakukan musyawarah, kecuali Rasulullah - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –[14]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Ada yang berpendapat bahwa Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memerintahkan hal itu kepada Nabi-Nya- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –agar dapat menyatukan hati para sahabatnya, menjadi teladan bagi generasi sesudahnya dan agar dapat melihat ide dan gagasan dalam urusan perang saat ketika wahyu tidak diturunkan. Karena ini adalah persoalan-persoalan yang bersifat parsial dan sebagainya. Apalagi selain Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó–, maka lebih pantas lagi untuk melakukan musyawarah[15]

3-Pada proyek penggalian parit di atas, kita dapat mengambil sebuah pelajaran bahwa boleh memanfaatkan apa yang ada pada orang lain selama tidak bertentangan dengan agama kita. Rasulullah - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó–menerima usulan untuk menggali parit atas ide Salman Al-Farisi yang diadobsi dari bangsa Persia. Ia berkata, “Dahulu apabila kami takut dari serangan pasukan berkuda, kemi menggali parit di sekitar kami.” Memanfaatkan apa yang ada pada pihak lain diperintahkan dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.

4-Keterlibatan langsung Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó–dan para sahabatnya dalam penggalian parit dengan memanggul tanah bersama-sama, merupakan pelajaran bagi para da’i (dan kita semuanya). Apabila memerintahkan satu kebaikan, hendaknya ia adalah orang yang pertama kali melakukannya. Tidak cukup dan tidak benar seorang da’i hanya memerintahkan untuk melakukan kebaikan, sementara dia bukan orang yang pertama melakukannya. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman,
ÃóÊóÃúãõÑõæäó ÇáäøóÇÓó ÈöÇáúÈöÑøö æóÊóäúÓóæúäó ÃóäúÝõÓóßõãú æóÃóäúÊõãú ÊóÊúáõæäó ÇáúßöÊóÇÈó ÃóÝóáóÇ ÊóÚúÞöáõæäó [ÇáÈÞÑÉ : 44]
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat) ? Tidakkah kamu mengerti ?” (Qs. al-Baqarah : 44).
Memang, untuk memulai dari diri sendiri adalah persoalan yang sangat berat. Meskipun berat, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang sangat besar, sekaligus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat di lingkungannya.

5-Dalam peperangan ini, pasukan gabungan telah berdatangan dari berbagai penjuru, sementara kaum muslimin baru saja memulai penggalian parit agar Madinah tidak dapat ditembus musuh. Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- turun langsung untuk memecahkan batu besar yang menghalangi proses penggalian parit. Dengan tangannya yang mulia, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-ayunkan sebuah godam dan berkata kepada sahabatnya padahal musuh semakin dekat dan siap untuk mengepung Madinah “Allahu Akbar ! Aku diberikan kemenangan atas kerajaan Syam ! Demi Allah aku melihat istana-istana merahnya saat ini! ... dan seterusnya.”
Hal seperti ini berguna untuk memantapkan hati para sahabat yang diliputi oleh rasa takut. Yaitu dengan menjanjikan kepada kaum muslimin dengan berbagai janji dari Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, manusia yang jujur. Memang beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-adalah Rasulullah (utusan Allah), tetapi mengapa beliau menjanjikan sesuatu yang disampaikan di kala itu ? Mengapa janji itu disampaikan pada saat-saat yang mencekam ? Padahal beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tengah menanti pasukan gabungan yang datang ingin menghancurkan Madinah! Janji beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-adalah sebagai bentuk arahan kepada umat ini agar lebih fokus, memperteguh hati, dan menenteramkannya, serta menghilangkan segala kekhawatiran dan rasa takut pada situasi yang kritis.
Manusia, saat menghadapi ujian berat sangat membutuhkan orang yang dapat meneguhkan hatinya, bukan menakut-nakutinya, atau malah mengatakan, “Tidak ada harapan menang bagi kalian ! Maka kembalilah pulang” atau “Apa yang pernah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita cuma dusta belaka.”

6-Umat ini sangat membutuhkan orang-orang yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi, bukan orang-orang yang sebaliknya, membutuhkan orang-orang yang dapat meneguhkan keimanannya, mengokohkan keyakinannya, dan memantapkan akidahnya, serta menggiringnya ke dalam pangkuan agama Allah.

Pada situasi yang berat biasanya akan terlihat sosok-sosok manusia munafik. Penggalian parit adalah pekerjaan yang berat ditambah kondisi tubuh yang lapar, musuh yang semakin dekat, dan rasa khawatir terhadap keselamatan anak dan istri. Hanya orang-orang yang benar (dalam keimanan), yang dapat menghadapi situasi seperti ini. Sedangkan selain mereka, maka mereka akan mengendap-endap menyelinap pulang ke rumah menemui keluarganya dan meninggalkan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Dalam hal ini, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì -berfirman,


áóÇ ÊóÌúÚóáõæÇ ÏõÚóÇÁó ÇáÑøóÓõæáö Èóíúäóßõãú ßóÏõÚóÇÁö ÈóÚúÖößõãú ÈóÚúÖðÇ ÞóÏú íóÚúáóãõ Çááøóåõ ÇáøóÐöíäó íóÊóÓóáøóáõæäó ãöäúßõãú áöæóÇÐðÇ ÝóáúíóÍúÐóÑö ÇáøóÐöíäó íõÎóÇáöÝõæäó Úóäú ÃóãúÑöåö Ãóäú ÊõÕöíÈóåõãú ÝöÊúäóÉñ Ãóæú íõÕöíÈóåõãú ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ [ÇáäæÑ : 63]



Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapatkan cobaan atau ditimpa azab yang pedih (Qs. an-Nur : 63)

7-Seburuk-buruknya teman adalah teman yang jahat. Sesungguhnya Ka’b bin Asad, pemimpin Bani Quraizhah, posisinya sudah aman karena terikat perjanjian dengan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Akan tetapi, ketika datang teman yang buruk dan membawa sial yaitu Huyai bin Akhthab yang terus membujuk dan merayu agar mau membatalkan dan mengkhianati perjanjiannya dengan Rasulullah. Hal inilah yang menyebabkan kehinaan bagi kaumnya.

Demikianlah watak teman yang jahat, yang akan membawa kerugian dan tidak pernah membawa kebaikan. Seperti yang pernah disampaikan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang jahat bagaikan penjaja minyak wangi dan pandai besi. Kalau bergaul dengan penjaja minyak wangi kita akan membeli barang bagus atau kita mendapatkan aroma wangi. Kalau bergaul dengan pandai besi akan membakar rumah atau pakaian kamu atau kamu akan mencium aroma yang tidak sedap.” (HR. al-Bukhari).

8-Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mendapatkan informasi tentang pengkhianatan Bani Quraizhah, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mengutus empat sahabatnya untuk memastikan kebenaran informasi tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa demikianlah seharusnya sikap seorang mukmin ketika mendapatkan informasi, tidak tergesa-gesa mengambil sikap.

9-Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpesan kepada sahabatnya yang akan berangkat ke Bani Quraizhah untuk memastikan informasi tersebut agar memberikan isyarat yang dapat dipahami oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, tetapi tidak dapat dipahami oleh sahabat lainnya jika Bani Quraizhah benar-benar melakukan pengkhianatan. Namun, jika mereka tidak melakukannya yaitu memberitahukan kepada semua orang. Artinya apabila ada perkara-perkara negatif yang menimbulkan efek yang buruk, maka tidak perlu diumumkan, tidak perlu dibicarakan dan tidak perlu disebarkan. Karena hal ini akan menimbulkan kegoncangan dan ketakutan dalam masyarakat serta membuat musuh senang dan bahagia, sementara orang-orang mukmin akan menjadi sedih. Namun, jika perkara itu adalah baik, perlu diumumkan untuk meneguhkan jiwa-jiwa orang-orang beriman.

Begitu pula bagi seseorang hendaknya ia menjaga lisannya sekalipun yang diucapkannya itu adalah benar. Karena, tidak setiap apa yang diketahui harus diomongkan. Selain itu, tidak setiap omongan harus dibicarakan. Mukmin yang cerdas adalah yang menyadari konsekwensi ucapannya. Apabila berakibat negatif, maka ia tidak akan berbicara, bahkan akan merahasiakannya dan melarang orang lain untuk membicarakannya.

10-Pada perang ahzab terjadi mukjizat Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, seperti memperbanyak makanan yang dihidangkan oleh Jabir hinga mampu memberi makan seribu orang prajurit, berita gembira berupa kemenangan atas Persia, Syam, dan Yaman, dan lain-lainnya.

11-Musyawarahnya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-dengan dua sahabat untuk memberikan sebagian hasil panen kurma Madinah kepada Bani Ghathafan agar mereka mau bergabung kembali. Kemudian keduanya memberikan tanggapannya kepada beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.

Dalam hal ini, kita dapat mengambil pelajaran sejauh mana ide itu dapat diterima. Apabila wahyu telah menetapkannya, maka tidak berlaku lagi ijtihad. Kedua sahabat ingin memastikan sebelum menjelaskan gagasan dan idenya. Apakah perjanjian tersebut berdasarkan wahyu dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-atau hanya ijtihad beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-saja, yang dapat dilaksanakan atau tidak ? Ketika keduanya mengetahui bahwa itu hanya ijtihad beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-saja dan bukan wahyu, baru kemudian keduanya mengemukakan pendapatnya serta argumentasinya.

Begitulah seharusnya bagi kita untuk selalu tunduk terhadap ketetapan syariat, tidak menyanggahnya dengan pendapat atau ide yang hanya berdasarkan akal saja.

12-Kita juga dapat mengambil pelajaran tentang disyariatkannya untuk berlaku khusyu’, berdoa dan menyerahkan segala urusan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- karena itu semua merupakan faktor yang dapat mendatangkan kemenangan.[16] Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-sendiri banyak berdoa, menyerahkan diri, dan khusyu kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-sebagaimana yang kita lihat dalam perang Ahzab, bagaimana beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berdoa dengan khusyu’ mengharap kemenangan dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

13-Hadis Jabir-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-tentang undangan makan yang ditujukan kepada Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-dan ajakan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-kepada seluruh prajurit menunjukkan sejauh mana kerja sama yang terjalin di antara mereka. Tidak ada di antara mereka yang makan sendirian tanpa berbagi kepada yang lain[17]. Mereka saling bekerja sama, bahu-membahu, mengutamakan orang lain, dan berempati. Begitulah gambaran masyarakat Islam. Apabila ada saru anggota tubuh yang sakit, maka seluruhnya merasakan dampaknya berupa demam dan tidak dapat tidur.

14-Peperangan ini membawa dampak positif. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah mengusir orang-orang kafir dengan membawa kekecewaan yang sangat besar karena mereka tidak mendapatkan sedikit pun keuntungan. Mereka telah menghimpun segala potensi yang mereka miliki dengan susah payah, tetapi mereka kembali dengan membawa kegagalan dan tidak dapat membantai kaum muslimin, kecuali hanyan enam sahabat, sementara dari mereka hanya tiga orang di antaranya Amr bin Abdud, panglima pasukan berkuda. Namun, jumlah mereka yang mencapai 10.000 hanya kembali membawa kerugian dan kekecewaan. Untuk itulah, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -bersabda, “Mulai sekarang, kitalah yang akan memerangi mereka dan mereka tidak akan lagi sanggup memerangi kita. Kitalah yang akan melakuan serbuan kepada mereka.”

15-Kaum musyrikin, sekalipun nampaknya mereka bersatu padu, tetapi berpotensi untuk bercerai-berai dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman tentang hal ini di dalam kitab-Nya yang mulia,


Ðóáößõãú æóÃóäøó Çááøóåó ãõæåöäõ ßóíúÏö ÇáúßóÇÝöÑöíäó [ÇáÃäÝÇá : 18]



“Demikianlah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sungguh, Allah melemahkan tipu daya orang-orang kafir.” (Qs. al-Anfal : 18)

Kaum kafir telah mampu menggalang persatuan yang terdiri dari Bani Quraisy, Bani Ghathafan, kabilah-kabilah Arab, Yahudi Bani Nadhir dan Quraizhah. Namun, dalam seketika mereka berselisih dan bertikai, maka mereka pun kembali dengan membawa kerugian.

Wallahu A’lam
(Redaksi)

Sumber :
Fikih Sirah Nabawiyah, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, hal.435-447.

Catatan :
[1] Asy Syami, Subul Al-Huda wa Rasyad, Juz 4 hal. 512
[2] Ibnu Hisyam, As Sirah an Nabawiyah, Juz 3 hal.258
[3] Asy Syami, Subul Al-Huda wa Rasyad, Juz 4 hal. 512
[4] Ibnu Hisyam, As Sirah an Nabawiyah, Juz 3 hal.259
[5] Asy Syami, Subul Al-Huda wa Rasyad, Juz 4 hal. 514
[6] Asy Syami, Subul Al-Huda wa Rasyad, Juz 4 hal. 515
[7] Al-Waqidi , al-Maghazi, juz. 2 hal. 446
[8] Ibnu Hajar, Fathul Bari, Juz. 7. Hal.397
[9] Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, Juz.3 hal.273
[10] Asy Syami, Subul Al-Huda wa Rasyad, Juz 4 hal. 523
[11] Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 3/273
[12] Shahih al-Bukhari no. 4115. Fathul Baari. Juz 7. Hal.406
[13] Al-Waqidi, al-Maghaazi, Juz 2 hal.471
[14] Lihat, Ibnu Taimiyah, Siyasat Syar’iyyah, hal. 158
[15] Ibid
[16] Suud Alfanisan; Ghazwah Ahzab fi Douil Qur’an hal.226
[17] Lihat, Abu Zahrah, Khotamun Nabiyyin, juz 2 hal.928





























Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=927