Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Maha Memberi Kecukupan

Selasa, 15 Juni 21
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,


وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا [النساء : 6]


Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (Qs. an-Nisa : 6)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga berfirman,


أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ [الزمر : 36]


Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya ? Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan yang selain Dia. Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya (Qs. az-Zumar : 36)

Makna al-Hasib adalah Yang Maha Mencukupi, yang memberikan kecukupan kepada para hamba-Nya dari segala sesuatu yang mereka perlukan dari perkara agama atau dunia mereka, Yang Maha Memudahkan bagi mereka, apa saja yang mereka butuhkan, Yang Maha menolak dari mereka, segala yang mereka tidak sukai.

Di antara kandungan makna al-Hasib adalah bahwasanya Dia Maha menjaga bagi hamba-hamba-Nya segala yang mereka kerjakan, Allah menghitung dan menjaganya, tetapi mereka melupakannya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengetahui semua itu dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-membedakan antara amalan shalih dengan amalan yang rusak, antara yang baik dengan yang buruk, dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-Maha Mengetahui balasan yang berupa ganjaran atau siksa yang berhak mereka dapatkan.

Sedangkan al-Kafi adalah Yang Maha Memberikan kecukupan kepada makhluk dengan tangan-Nya yang berupa segala hal yang mereka perlukan. Pemberian kecukupan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kepada mereka ada yang umum dan ada yang khusus.
Adapun yang bersifat umum, maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah memberikan kecukupan kepada seluruh makhluk. Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah menciptakan mereka, banyak memberi mereka, dan mempersiapkan mereka untuk menjalankan tujuan diciptakannya mereka. Selain itu, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga mempersiapkan bagi para hamba dari segala macam sebab apa yang dapat mencukupi mereka, memelihara mereka, dan menjadi sumber makan dan minum bagi mereka.
Adapun kecukupan yang bersifat khusus dari-Nya adalah bahwa Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memberikan kecukupan kepada para hamba-Nya yang bertakwa, dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memperbaiki keadaan para hamba-Nya yang bertakwa. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ [الطلاق : 3]



Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Qs. ath-Thalaq : 3)

Yakni memberinya kecukupan pada semua urusan agama dan dunia. Apabila seorang hamba bertawakal kepada Rabbnya dengan sebenar-benar tawakal, yakni hatinya bersandar kepada Rabbnya dengan kuat dan sesempurna mungkin dalam mendapatkan kebaikan dan menolak mara bahaya, rasa percaya dirinya kuat dan persangkaan dirinya kepada Rabbnya kuat, maka ia akan mendapatkan kecukupan yang sempurna dan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan sempurnakan baginya segala keadaannya, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan meluruskan perkataan dan perbuatannya, dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan mencukupi keinginannya dan menghilangkan kesedihannya.

Hal ini adalah karunia agung dan keutamaan besar yang sepatutnya seorang muslim mengingatnya, supaya ia memuji Rabbnya atas kecukupan tersebut, seraya bersyukur kepada-Nya atas karunia dan kenikmatan-Nya.

Disebutkan dalam shahih Muslim, bahwasanya Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- apabila beranjak menuju tempat tidurnya beliau mengucapkan,


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِىَ لَهُ وَلاَ مُئْوِىَ


Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum, memberikan kepada kami kecukupan dan tempat untuk tidur. Berapa banyak orang yang tidak diberikan kecukupan dan tempat tidur oleh-Nya.

Seorang hamba tidak bisa lepas dari Rabbnya meskipun hanya sekejap mata, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-selalu menjaganya, mencukupinya, meluruskannya, dan memberikan petunjuk kepadanya. Oleh karena itu, disyariatkan bagi seorang muslim setiap kali akan keluar dari rumahnya untuk membaca doa,


بِاسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ


Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada-Nya, tiada daya dan upaya, kecuali dari Allah.

Niscaya Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan mencukupinya dan memberikan apa yang dibutuhkannya, menjaganya dari kejahatan dan musibah, dan memeliharanya dari kezhaliman musuh dan kezaliman orang yang berbuat aniaya.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan yang lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwasanya Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,


« إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ ». قَالَ « يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِىَ وَكُفِىَ وَوُقِىَ »


Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu berkata : Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakkal hanya kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dari Allah. Beliau berkata : Maka akan dikatakan ketika itu, 'Engkau telah mendapat petunjuk, telah diberi perlindungan dan telah dipelihara, maka setan pun menjauh darinya. Setan yang lain lagi berkata kepadanya : Bagaimana engkau bisa menyesatkan seorang yang telah diberi hidayah, diberi kecukupan dan dipelihara ?! (HR. Abu Dawud, no. 5095. Hadis ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 513)

Maksudnya, engkau telah diberi hidayah ke jalan yang hak dan kebenaran, engkau telah diberi kecukupan dari kebutuhan dunia dan akhirat, dan engkau telah dipelihara dari kejahatan musuh-musuhmu dari golongan setan dan selain mereka.
Al-Qur'an telah menunjukkan bahwa mewujudkan peribadatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan tawakal dengan baik kepada-Nya adalah perkara yang diharuskan untuk mendapatkan kecukupan dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang khusus bagi para wali-Nya yang beriman dan para hamba-Nya yang bertakwa. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,


أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ [الزمر : 36]


Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya ?


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ [الطلاق : 3]


Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Qs. Ath-Thalaq : 3)

Ibnul Qayyim-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, "Tawakkal merupakan salah satu sebab terkuat yang dapat digunakan oleh seorang hamba untuk menolak apa yang tidak mampu ia tolak dari gangguan, perbuatan zalim, dan permusuhan makhluk-Nya. Dan ini adalah salah satu faktor terkuatnya dalam hal tersebut. Karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memberikan pertolongan kepadanya, yakni memberikan kecukupan. Barangsiapa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadi pemberi kecukupan baginya dan pelindungnya, maka tidak ada celah bagi musuhnya untuk menyakitinya, dan tidak akan berbahaya baginya, kecuali hanya sebatas gangguan kecil saja yang pasti ia dapatkan, seperti panas, dingin, lapar dan haus. Adapun mara bahaya yang dapat mengantarkan musuhnya itu kepada tujuan utamanya, maka selamanya tidak mungkin bisa. Tentu berbeda antara gangguan kecil yang secara zhahirnya dapat mengganggu dirinya-sementara pada hakikatnya gangguan tersebut adalah perbuatan baik untuknya yang justru malah akan berbahaya bagi pelakunya-dengan mara bahaya yang dapat membuat musuhnya puas dengannya.

Sebagian kaum salaf berkata, "Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah menjadikan untuk setiap amalan balasan yang setimpal dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan balasan atas tawakal kepada-Nya adalah perlindungan-Nya untuk hamba-Nya, maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ [الطلاق : 3]



Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Qs. Ath-Thalaq : 3)

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak berfirman,"Kami akan berikan balasan ini dan itu" sebagaimana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berkata dalam membalas amalan-amalan. Akan tetapi, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan diri-Nya sebagai pemberi kecukupan hamba-Nya, yang melindunginya, menjaga dan memeliharanya. Oleh karena itu, jikalau seorang hamba bertawakkal kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, sebagaimana tawakalnya langit dan bumi dengan seluruh isinya, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memeberikan kepadanya jalan keluar, mencukupi, dan menolongnya (Bada-i' al-Fawa-id, 2/766-767)

Kecukupan tersebut diikat dengan tawakkal sebagai bentuk keterkaitan antara hukum sebab dan akibat. Oleh karena itu, Allah-عَزَّ وَجَلَّ- akan memberikan kecukupan kepada orang yang percaya dengan-Nya, membaguskan tawakkal kepada-Nya, dan mewujudkan permohonan perlindungan kepada-Nya semata ketika menghadapi segala macam musibah dan urusannya. Setiap kali seorang hamba berprasangka baik kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, besar harapannya akan apa yang ada di sisi-Nya, tulus tawakkalnya kepada-Nya, maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan menyia-nyiakan cita-citanya pada semua itu sama sekali.

Janganlah seorang hamba merasa bahwa kecukupan dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-untuknya lambat datangnya apabila memang dia telah mengerahkan sebab-sebabnya. Karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pasti melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya pada waktu yang telah ditentukan. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا [الطلاق : 3]



Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu (Qs. Ath-Thalaq : 3)

Ibnul Qayyim-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, "Tatkala Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyebutkan kecukupan-Nya kepada hamba yang bertawakkal kepada-Nya, dan mungkin saja hal itu membuat prasangka bahwa kecukupan tersebut akan segera diberikan pada saat tawakkal, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-melanjutkan dengan firman-Nya,


قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا



Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu (Qs. Ath-Thalaq : 3)

Yakni pada waktu yang Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan melampaui batas dalam melaksanakannya. Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menggiringnya hingga waktu yang telah ditakdirkan. Oleh karena itu, jangan sampai orang yang bertawakkal merasa tergesa-gesa dan berkata,"Sungguh aku telah bertawakkal dan berdoa, tetapi aku belum juga melihat sesuatu dan diberikan kecukupan", karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pasti melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya pada waktu yang telah ditentukan (A'lam al-Muwaqi'in, 4/161)

Pada situasi seperti ini, sebagian orang sering kali mundur dari makna-makna yang mulia seperti ini dan tunduk kepada para makhluk, merendahkan diri kepada mereka, pasrah di hadapan mereka demi mendapatkan kebutuhannya dan memperoleh keinginannya, tanpa peduli dengan semua itu yang akan dibayar dengan agamanya dan ridha Rabbnya, sehingga ia merugi dari kecukupan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang diberikan kepada para wali-Nya.
Barang siapa yang menyibukkan diri dengan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-daripada dirinya, niscaya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memberikan kecukupan pada kebutuhannya dan barang siapa yang menyibukkan diri dengan Allah daripada seluruh manusia, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memberikan kecukupan pada kebutuhan mereka semua, barang siapa yang menyibukkan diri dengan dirinya sendiri daripada dengan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan menyerahkan dirinya kepada dirinya sendiri dan barangsiapa yang sibuk dengan manusia daripada kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan menyerahkan dirinya kepada mereka (al-Fawa-id, hal. 179)

At-Tirmidzi meriwayatkan dalam Jami'nya, bahwasanya Mu'awiyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –menulis sebuah surat kepada Ummul Mukminin 'Aiysah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا –, di dalamnya ia berkata, "Tuliskanlah sebuah surat untukku yang berisi wasiat kepadaku, tetapi jangan panjang lebar."
Oleh karena itu, Aisyah pun menuliskan sebuah surat untuk Mu'awiyah, berikut isinya,


سَلَامٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكَلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ


Semoga keselamatan selalu tercurah kepadamu, amma ba'du, 'Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, "Barang siapa yang mengharap ridha Allah dengan murka manusia, niscaya Allah akan melindunginya dari bahaya manusia dan barangsiapa yang mengharap ridha manusia dengan murka Allah, maka Allah akan menyerahkannya kepada manusia. Wassalamu 'Alaik.
Di antara hal yang dapat mewujudkan keselamatan bagi hamba seputar pembahasan ini adalah janganlah ia menjadikan dunia tujuan ilmunya dan keinginan terbesarnya. Dalam sebuah hadis disebutkan,


مَنْ جَعَلَ الْهُمُوْمَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللهُ هَمَّ دُنْيَاهُ . وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُوْمُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ


Barang siapa yang menjadikan seluruh keinginannya menjadi satu keinginan, yaitu keinginan akhirat, niscaya Allah akan beri kecukupan keinginan dunianya, dan barangsiapa yang seluruh keinginannya dipuaskan untuk mendapatkan dunia, niscaya Allah tidak peduli di lembah yang mana ia akan binasa (HR. Ibnu Majah, no. 4106. Hadis ini dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah, no. 207)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abu Aun, ia berkata,"Dahulu apabila orang-orang yang baik saling bertemu, maka sebagian mereka memberi wasiat kepada sebagian yang lain dengan tiga perkara dan apabila mereka saling tidak bertemu sebagian mereka berwasiat kepada sebagian yang lain juga dengan tiga perkara, yaitu barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah akan berikan kecukupan untuk dunianya dan barang siapa yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allah, maka Allah akan menjaganya dari manusia, dan barangsiapa yang memperbaiki rahasianya, maka Allah akan memperbaiki kondisinya di khalayak ramai (al-Mushannaf, 7/217)

Wallahu A'lam

(Redaksi)

Sumber :
Fikih Asmaul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad (hal.234-237)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=923