Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Agar Terhindar dari Nge-Gosip

Jumat, 30 Oktober 20

Banyak bukti dari sunnah nabawiyah yang akurat dan tegas tentang kewajiban mengendalikan lidah dan peringatan tentang akibat melepaskan kendali lidah untuk menyakiti, membicarakan keburukan orang lain, merampas hak, berdusta, mengaburkan persoalan, mengadu domba, mencaci, mencela, dan membuat tipu muslihat, serta sering menyampaikan berita yang tidak jelas asal muasalnya.

Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan beberapa sunnah nabawiyah (baca: hadits) disertai dengan penjelasan maknanya dan pendapat-pendapat ulama yang menguatkannya. Semoga hal tersebut akan membantu kita agar terhindar dari Nge-Gosip dan penyakit lidah yang lainnya.

Pertama:

Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda,


ãóäú ßóÇäó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáúÂÎöÑö ÝóáóÇ íõÄúÐö ÌóÇÑóåõ¡ æóãóäú ßóÇäó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáúÂÎöÑö ÝóáúíõßúÑöãú ÖóíúÝóåõ¡ æóãóäú ßóÇäó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáúÂÎöÑö ÝóáúíóÞõáú ÎóíúÑðÇ Ãóæú áöíóÕúãõÊú


“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari).

Ibnu Hajar -ÑóÍöãóåõ Çááåõ- berkata, "Hadits ini termasuk jawami'ul kalim (pernyataan singkat namun padat maknanya). Sebab, yang dimaksud dengan ucapan di sini adakalanya baik atau buruk, dan adakalanya mengakibatkan salah satu dari keduanya. Maka, setiap ucapan yang dianjurkan adalah yang termasuk dalam konteks kebaikan, baik yang wajib maupun yang sunnah, sehingga diperkenankan mengucapkannya dengan berbagai macam jenisnya. Termasuk di dalamnya juga perkataan yang bermuara kepada kebaikan. Sedangkan yang lainnya, yakni keburukan atau apa yang bermuara kepadanya, beliau memerintahkan untuk diam saat ada keinginan mengatakannya."

Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi dalam kitab az-Zuhd meriwayatkan dari hadits Abu Umamah -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- semisal dengan hadits di atas dengan redaksi,


ÝóáúíóÞõáú ÎóíúÑðÇ íóÛúäóãú Ãóæú áöíóÓúßõÊó Úóäú ÔóÑøò íóÓúáóãú


“Maka hendaklah mengucapkan kebaikan, pasti ia beruntung; atau diam dari keburukan, niscaya ia selamat.”

Hadits di atas memuat tiga perkara yang menghimpun nilai-nilai akhlak mulia dalam perbuatan dan ucapan. Intinya, barangsiapa yang sempurna keimanannya, maka dia memiliki rasa kasih sayang terhadap makhluk Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dengan mengucapkan yang baik, diam dari keburukan, melakukan hal yang bermanfaat atau meninggalkan sesuatu yang membahayakan.

Kedua:

Ada sejumlah hadits seputar keutamaan diam di antaranya hadits Sufyan bin 'Abdillah ats-Tsaqafi -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- aku berkata,


íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö¡ ãóÇ ÃóÎúæóÝó ãóÇ ÊóÎóÇÝõ Úóáóíøó¿ ÝóÃóÎóÐó ÈöáöÓóÇäö äóÝúÓöåö¡ Ëõãøó ÞóÇáó: åóÐóÇ


"Wahai Rasulullah, apa yang paling Anda khawatirkan terhadap diriku? Maka beliau memegang lidahnya, kemudian beliau bersabda, 'Ini'.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, "Hasan shahih.").

Sedangkan riwayat Ahmad dari hadits Barra’ dan dishahihkan Ibnu Hibban menyebutkan,


ÝóßõÝøó áöÓóÇäóßó ÅöáøóÇ ãöäú ÇáúÎóíúÑö


"Dan tahanlah lidahmu dari selain kebaikan."

Dari 'Uqbah bin 'Amr -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, aku berkata,


íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö ãóÇ ÇáäøóÌóÇÉõ¿ ÞóÇáó ÃóãúÓößú Úóáóíúßó áöÓóÇäóßó


"Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Beliau bersabda, ‘Tahanlah lidahmu’." (HR. at-Tirmidzi dan dia menghasankannya).

Dalam hadits Muadz -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- disebutkan, "Maukah aku kabarkan kepadamu pilar semua perkara? Tahanlah ini." Beliau menunjuk ke arah lidah. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?" Beliau bersabda,


æóåóáú íóßõÈøõ ÇáäøóÇÓó Úóáóì æõÌõæåöåöãú Ýöí ÇáäøóÇÑö¡ Ãóæú ÞóÇáó: Úóáóì ãóäóÇÎöÑöåöãú ÅöáøóÇ ÍóÕóÇÆöÏõ ÃóáúÓöäóÊöåöãú


"Tiada yang mencampakkan manusia pada wajah-wajah mereka ke dalam Neraka, kecuali akibat lidah (ucapan) mereka sendiri.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan ia menshahihkannya).

Ath-Thabrani dalam sebuah riwayat yang ringkas menambahkan,


Åöäøóßó áóãú ÊóÒóáú ÓóÇáöãðÇ ãóÇ ÓóßóÊøó¡ ÝóÅöÐóÇ ÊóßóáøóãóÊó ßõÊöÈó áóßó Ãóæú Úóáóíúßó


"Sesungguhnya engkau masih selamat selagi tetap diam. Maka apabila engkau berbicara dicatatlah (kebaikan/pahala) untukmu atau (dosa) atasmu."

Dalam hadits Abu Dzar -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- yang diriwayatkan secara marfu’ disebutkan, "Berlama-lamalah diam, sesungguhnya diam itu mengusir setan.” (HR. Ahmad, at-Thabrani, Ibnu Hibban serta al-Hakim dan keduanya menshahihkannya).

Dari Ibnu Umar -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, dia memarfu’kannya,


ãóäú ÕóãóÊó äóÌóÇ


"Siapa yang diam, niscaya selamat." (HR. at-Tirmidzi dan para perawinya terpercaya).

Juga riwayat at-Tirmidzi dari hadits Ibnu Umar -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-,


ÝóÅöäøó ßóËúÑóÉó ÇáúßóáóÇãö ÈöÛóíúÑö ÐößúÑö Çááåö ÞóÓúæóÉñ áöáúÞóáúÈö


“Banyak bicara selain dzikir kepada Allah itu mengeraskan hati.”

Ketiga :

Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, kitab Ar-Riqaq, bab Hifzhul Lisan (Menjaga Lidah), dari Sahl bin Sa'ad -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- dari Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, beliau bersabda,


ãóäú íóÖúãóäú áöí ãóÇ Èóíúäó áóÍúíóíúåö æóãóÇ Èóíúäó ÑöÌúáóíúåö ÃóÖúãóäú áóåõ ÇáúÌóäøóÉó


“Siapa yang berani menjamin kepadaku apa yang ada di antara dua jenggotnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku jaminkan Surga untuknya.”

Ibnu Hajar -ÑóÍöãóåõ Çááåõ- menjelaskan maksud hadits tersebut, dia berkata, "Beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mengucapkan kata “jaminan”, sedangkan maksud beliau adalah konsekuensinya, yakni menunaikan hak yang menjadi tanggungannya (kewajibannya). Jadi pengertiannya, barangsiapa yang menunaikan kewajiban lidahnya berupa mengucapkan apa yang harus atau diam dari apa yang tidak bermanfaat, dan menunaikan kewajiban kemaluannya berupa meletakkannya pada yang halal dan menahannya dari yang haram…

Sedangkan yang dimaksud dengan “apa yang ada di antara dua jenggotnya” adalah lidah dan organ yang membantu bicara, dan “apa yang ada di antara dua kaki” adalah kemaluan. Dawudi mengatakan, ‘Maksud apa yang ada di antara dua jenggotnya adalah mulut.’ Dia berkata, ‘Maka mencakup ucapan, makan, minum dan semua aktivitas yang dilakukan dengan mulut’."

Dia melanjutkan, "Siapa yang betul-betul menjaga hal itu, maka dia terlindungi dari segala keburukan, karena baginya hanya tersisa untuk menjaga pendengaran dan penglihatan." Demikianlah pernyataannya. Dia lupa bahwa masih ada juga tindakan dengan kedua tangan. Tiada lain, substansi hadits itu bahwasanya berbicara dengan lidah merupakan pangkal tercapainya segala tuntutan. Maka, apabila lisan tidak berbicara selain yang baik, pasti dia selamat.

Ibnu Baththal -ÑóÍöãóåõ Çááåõ- berkata, "Hadits tersebut menunjukkan bahwa ujian terbesar seseorang di dunia adalah lidah dan kemaluannya. Maka, barangsiapa yang terlindungi dari keburukan kedua hal itu, berarti ia telah terjaga dari keburukan paling besar."

Sabda beliau, ÃóÖúãóäú áóåõ “Aku jaminkan untuknya.” Dalam riwayat Khalifah, ÊóæóßøóáúÊõ áóåõ ÈöÇáúÌóäøóÉö “Aku tanggung Surga untuknya” dan dalam riwayat Hasan ÊóßóÝøóáúÊõ “aku jamin.”

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- dengan redaksi:


ãóäú æóÞóÇåõ Çááåõ ÔóÑøó ãóÇ Èóíúäó áöÍúíóíúåö æóÔóÑøó ãóÇ Èóíúäó ÑöÌúáóíúåö ÏóÎóáó ÇáúÌóäøóÉó


“Siapa saja yang Allah menjaganya dari keburukan apa yang ada di antara dua jenggotnya dan keburukan apa yang ada di antara dua kakinya, ia masuk Surga.” (At-Tirmidzi menghasankan hadits ini).

Keempat :

Hendaklah seorang Muslim menyadari bahwa menjaga dan mengekang lidah dari segala hal yang dilarang syariat yang suci termasuk pilar dasar dan benteng untuk melindungi dari berbuat ghibah, adu domba dan gosip, serta setiap ucapan yang ditolak oleh syariat dan akal. Bahkan hal tersebut merupakan konsep pemahaman yang harus disandang dan dimiliki manusia serta menjadi bukti kekuatan nalarnya, keakuratan pemahaman, kebulatan tekad, baiknya perilaku dan cintanya terhadap Islam serta jauhnya dari sifat khianat. Yakni suatu hal yang mampu memberikan efek kepada orang lain untuk mencintai, menghormati, mempercayai, memuji dan merasa aman di sampingnya.
Berangkat dari sinilah, sunnah yang suci begitu memperhatikan lidah.

Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- memerintahkan untuk selalu menjaga dan mengekangnya dari setiap perkataan yang tidak perlu, melarang melepaskan kontrol dan menggiringnya dalam kekejian dan sifat khianat, lengkap dengan peringatan keras dan penjelasan sempurna akan petaka dan bahaya yang ditimbulkan lidah terhadap manusia, tatkala tidak ada ajaran agama yang mengontrol dan akal yang menghardiknya.

Dari Abdullah bin Sufyan -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- dari ayahnya, ia menuturkan, "Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku satu perkara tentang Islam yang aku tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain Anda?’ Beliau bersabda, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah kemudian istiqomahlah.’ Aku berkata, 'Apa yang harus aku jaga?' Maka, beliau menunjuk ke arah lidah."
Dari Abu Umamah -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- ia berkata, "Uqbah bin ‘Amir -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- menuturkan, ‘Aku berkata,


íóÇ ÑóÓõæáó Çááøóåö ãóÇ ÇáäøóÌóÇÉõ


‘Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?’ Beliau bersabda,


Ãóãúáößú Úóáóíúßó áöÓóÇäóßó æóáúíóÓóÚúßó ÈóíúÊõßó æóÇÈúßö Úóáóì ÎóØöíÆóÊößó


‘Kuasailah lidahmu, hendaknya rumahmu terasa luas olehmu dan tangisilah kesalahanmu’.” (HR. Ahmad).

Dari Anas -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- ia berkata, "Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


áóÇ íóÓúÊóÞöíúãõ ÅöíúãóÇäõ ÚóÈúÏò ÍóÊøóì íóÓúÊóÞöíúãó ÞóáúÈõåõ æóáóÇ íóÓúÊóÞöíúãõ ÞóáúÈõåõ ÍóÊøóì íóÓúÊóÞöíúãó áöÓóÇäõåõ æóáóÇ íóÏúÎõáõ ÑóÌõáñ ÇáúÌóäøóÉó áóÇ íóÃúãóäõ ÌóÇÑõåõ ÈóæóÇÆöÞóåõ


“Tidaklah kokoh keimanan seorang hamba sehingga hatinya lurus, dan hatinya tidak akan lurus sampai lidahnya lurus. Tidak masuk Surga seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya."

Kelima :

Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya bahwa Umar bin Khaththab -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- melihat Abu Bakar -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- sedang menjulurkan lidahnya, maka dia berkata, "Apa yang sedang Anda lakukan, wahai Khalifah Rasulullah?" Ia menjawab, "Sesungguhnya ini membawaku kepada berbagai kesalahan dan sesungguhnya Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- pernah bersabda, 'Tidak ada satu organ tubuh pun kecuali mengadukan lidah kepada Allah karena ketajamannya'."

Muhammad bin Zaid bin Khunais menuturkan, “Kami menjenguk Sufyan Ats-Tsauri, lantas masuklah Sa'id bin Hasan menemuinya. Sufyan berkata, ‘Hadits yang Anda sampaikan kepadaku adalah dari Ummu Shalih dari Shafiyah binti Syaibah dari Ummu Habibah -ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ -, ia berkata, ‘Nabi -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda, ‘Setiap ucapan cucu Adam menjadi tanggungannya kecuali perintah pada yang baik atau larangan dari perbuatan munkar atau dzikir kepada Allah’.

Dia berkata, ‘Maka ada seseorang yang mengucapkan, ‘Betapa kerasnya hadits ini!' Dia berkata, ‘Sufyan menjawab, 'Mana sisi kerasnya?! Bukankah Allah telah berfirman,


íóæúãó íóÞõæãõ ÇáÑøõæÍõ æóÇáúãóáóÇÆößóÉõ ÕóÝøðÇ áóÇ íóÊóßóáøóãõæäó ÅöáøóÇ ãóäú ÃóÐöäó áóåõ ÇáÑøóÍúãóäõ æóÞóÇáó ÕóæóÇÈðÇ


‘Pada hari, ketika ruh dan para Malaikat berdiri bershof-shof, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.’ (Qs. An-Naba: 38).

Bukankah Allah telah berfirman,


áóÇ ÎóíúÑó Ýöí ßóËöíúÑò ãöäú äóÌúæóÇåõãú ÅöáøóÇ ãóäú ÃóãóÑó ÈöÕóÏóÞóÉò Ãóæú ãóÚúÑõæúÝò Ãóæú ÅöÕúáóÇÍò Èóíúäó ÇáäøóÇÓö


‘Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.’ (Qs. An-Nisa: 114).

Dan bukankah Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó - telah berfirman,


æóáóÇ ÊóäúÝóÚõ ÇáÔøóÝóÇÚóÉõ ÚöäúÏóåõ ÅöáøóÇ áöãóäú ÃóÐöäó áóåõ ÍóÊøóì ÅöÐóÇ ÝõÒøöÚó Úóäú ÞõáõæÈöåöãú ÞóÇáõæÇ ãóÇÐóÇ ÞóÇáó ÑóÈøõßõãú ÞóÇáõæÇ ÇáúÍóÞøó æóåõæó ÇáúÚóáöíøõ ÇáúßóÈöíúÑõ


‘Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, 'Apakah yang telah difirmankan oleh Rabb kalian ? Mereka menjawab, 'Kebenaran, dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar'." (Qs. Saba : 23).

Dari Ibnu Mas'ud -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- bahwasanya ia sedang mengucapkan talbiyah di atas bukit Shafa, seraya berkata,


íóÇ áöÓóÇäõ Þõáú ÎóíúÑðÇ ÊóÛúäóãõ æóÇÓúßõÊú Úóäö ÇáÔøóÑøö ÊóÓúáóãõ ãöäú ÞóÈúáö Ãóäú ÊóäúÏóãó


"Wahai lidah, ucapkanlah yang baik, engkau pasti beruntung; atau diamlah, niscaya engkau selamat, sebelum engkau menyesal."

Mereka berkata, "Wahai Abu Abdurrohman, ini satu hal yang engkau ucapkan sendiri atau engkau pernah mendengarnya (dari Rasulullah)?" Dia berkata, "Tidak. Tepi aku pernah mendengar Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáãó – bersabda,


ÃóßúËóÑõ ÎóØóÇíóÇ ÇÈúäö ÂÏóãó ãöäú áöÓóÇäöåö


‘Sesungguhnya kebanyakan kesalahan anak Adam ada pada lidahnya’."
Akhirnya, semoga Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- memberikan taufik kepada kita untuk dapat mengekang dan mengendalikan lidah kita, dan semoga pula Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- menyelamatkan kita dari ketergelinciran lidah kita ke dalam lobang gosip, ghibah dan hal buruk lainnya. Amin.

(Redaksi)

Sumber:


Asy-Syai'at: Haqiqotuha, Asbabuha, Khothoruha Wa Subulul Wiqayah Minha Wa 'Alaqotuha bin Nashihah wat Ta'yir, Dr. Sulaiman bin 'Abdillah Abal Khoil (ei, hal. 72-81).

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=885