Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Serba Serbi Sya'ban

Jumat, 10 April 20

Alhamdulillah, kita telah sampai pada pertengahan bulan Sya’ban. Dan poin-poin bahasan dalam tulisan ini pun masih seputar bulan Sya’ban. Ada enam poin yang ingin penulis kemukakan.

1. Memperbanyak puasa sunnah meskipun telah sampai pertengahan bulan Sya'ban
Ummul Mukminin, 'Aisyah -semoga Allah meridhainya-ketika ditanya tentang puasa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, ia mengatakan : …


æóáóãú ÃóÑóåõ ÕóÇÆöãðÇ ãöäú ÔóåúÑò ÞóØøõ ÃóßúËóÑó ãöäú ÕöíóÇãöåö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ßõáøóåõ ßóÇäó íóÕõæúãõ ÔóÚúÈóÇäó ÅöáÇøó ÞóáöíúáÇð


“Dan aku belum pernah melihat sama sekali beliau berpuasa lebih banyak daripada puasanya di bulan Sya'ban, beliau berpuasa Sya'ban seluruhnya, beliau berpuasa Sya'ban kecuali hanya sedikit.” (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan disyariatkannya memperbanyak puasa di bulan Sya'ban, meskipun telah melewati pertengahan bulan, karena riwayat,


ÅöÐóÇ ÇäúÊóÕóÝó ÔóÚúÈóÇäõ ÝóáÇó ÊóÕõæúãõæúÇ


“Apabila bulan Sya'ban telah sampai pada pertengahan, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR. Abu Dawud dan lainnya) diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang menshahihkannya, seperti Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani. Adapun Jumhur ulama melemahkannya. Semoga Allah merahmati mereka semuanya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani -semoga Allah merahmatinya- berkata :
“Jumhur ulama mengatakan: Boleh berpuasa sunnah setelah pertengahan bulan Sya'ban. Dan, mereka melemahkan hadis yang datang tentang hal itu (yaitu, hadis yang zhahirnya melarang melakukan puasa sunnah bila Sya'ban telah sampai pertengahan, yaitu, hadis di atas-pen). Dan, imam Ahmad dan Ibnu Ma'in mengatakan bahwa hadis tersebut munkar.” (Fathul Baari, 6/158).

Kalaupun hadis tersebut shahih, maka larangan di dalam hadis tersebut tidak menunjukkan keharamannya, namun hanya menunjukkan kemakruhannya saja, sebagaimana sebagian ahli ilmu mengambil pendapat tersebut, kecuali siapa yang memiliki kebiasaan berpuasa, maka ia berpuasa walaupun setelah pertengahan bulan Sya'ban. (Syarh Riyadhu ash-Shalihin, 3/394).

2. Mengqodha Hutang Puasa Ramadhan
Bulan Sya'ban merupakan batas akhir waktu untuk melunasi hutang puasa Ramadhan sebelumnya. Seseorang tidak boleh melampaui batas waktu ini untuk membayar hutang puasanya tersebut tanpa uzur. Hal ini berdasarkan hadis,


Úóäú ÃóÈöì ÓóáóãóÉó ÞóÇáó ÓóãöÚúÊõ ÚóÇÆöÔóÉó - ÑóÖöìó Çááåõ ÚóäúåóÇ - ÊóÞõæúáõ : ßóÇäó íóßõæúäõ Úóáóìøó ÇáÕøóæúãõ ãöäú ÑóãóÖóÇäó ÝóãóÇ ÃóÓúÊóØöíúÚõ Ãóäú ÃóÞúÖöíóåõ ÅöáÇøó Ýöì ÔóÚúÈóÇäó ÇáÔøõÛõáõ ãöäú ÑóÓõæúáö Çááøóåö -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- Ãóæú ÈöÑóÓõæúáö Çááøóåö -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-


Dari Abu Salamah, ia berkata, "Aku pernah mendengar 'Aisyah -semoga Allah meridhainya- mengatakan, 'Dulu aku pernah mempunyai hutang puasa Ramadhan. Aku tidak dapat mengqadhanya kecuali pada bulan Sya'ban. Kesibukan dengan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- (itulah yang menghalangiku untuk segera mengqadha hutangku).’” (HR. Muslim).

3. Pengangkatan Amal Tahunan
Salah satu keistimewaan bulan Sya'ban adalah pengangkatan amal-amal. Pada bulan tersebut amal-amal diangkat kepada Allah azza wa jalla.

Hal ini berdasarkan hadis Usamah bin Zaid -semoga Allah meridhainya-, di mana di dalamnya disebutkan sabda Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-,


Ðóáößó ÔóåúÑñ íóÛúÝõáõ ÇáäøóÇÓõ Úóäúåõ Èóíúäó ÑóÌóÈò æóÑóãóÖóÇäó æóåõæó ÔóåúÑñ ÊõÑúÝóÚõ Ýöíúåö ÇáúÃóÚúãóÇáõ Åöáóì ÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíúäó ...


“Ini adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, terletak antara Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan diangkatnya amal kepada Tuhan semesta alam…” (HR. an-Nasai).

Maka, di bulan Sya'ban terjadi pengangkatan amal-amal tahunan. Ada juga pengangkatan amal mingguan. Hal tersebut ditunjukkan oleh hadis,


Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó : Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æó Óóáøóãó ÞóÇáó : ÊõÚúÑóÖõ ÇáúÃóÚúãóÇáõ íóæúãó ÇáúÅöËúäóíúäö æóÇáúÎóãöíúÓö ÝóÃõÍöÈøõ Ãóäú íõÚúÑóÖó Úóãóáöí æóÃóäóÇ ÕóÇÆöãñ


Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda, “Amal-amal itu diangkat pada hari Senin dan Kamis. Maka, aku suka amalku diangkat saat aku tengah berpuasa.” (HR. at-Tirmidzi).

Kemudian, nanti akan ada al-'Ardh al-Akbar pada hari Kiamat untuk penghisaban dan pemberian balasan atas amal-amal yang dilakukan. Allah azza wa jalla berfirman,


íóæúãóÆöÐò ÊõÚúÑóÖõæúäó áóÇ ÊóÎúÝóì ãöäúßõãú ÎóÇÝöíóÉñ


“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haaqah : 18).

Yakni, pada hari itu kalian dihadapkan kepada Allah, wahai manusia, untuk dihisab dan diberi balasan (atas amal-amal yang kalian lakukan). Tiada suatu pun dari rahasia kalian yang tersembunyi dari-Nya. (at-Tafsir al-Muyassar, 10/246).

Hal ini, memberikan pelajaran kepada kita, hamba-hamba-Nya agar bangkit dan sadar bahwa amal-amal yang kita lakukan bakal diperhitungkan dan diberi balasan. Hal ini mengajak kita untuk bermuhasabah diri dan bersungguh-sunngguh di dalam memperbaiki amal dan menjauhkan diri dari amal yang tidak diridhai Allah azza wa jalla.

4. Kesalahan dan Bid'ah di Bulan Sya'ban
Di antara perkara bid'ah yang munkar di bulan Sya'ban adalah apa yang diada-adakan oleh sebagian orang pada abad ke-5 Hijriyah, berupa pengkhususan malam pertengahan bulan Sya'ban (Nisfu Sya'ban) untuk melakukan Shalat tertentu yang mereka namakan dengan "Shalat Alfiyah". Dinamakan dengan itu karena shalat tersebut merupakan shalat yang dilakukan sebanyak 100 rakaat, di setiap rakaatnya dibaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlash sebanyak 10 kali.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -semoga Allah merahmatinya- mengatakan :
“Sesungguhnya hadis tentang shalat Alfiyah adalah palsu berdasarkan kesepakatan ahli ilmu hadis.” (Iqtidha ash-Shirath al-Mustaqim, 2/632).

Yang mulia Syaikh Abdul Aziz bin Bazz -semoga Allah merahmatinya- mengatakan :
“Tentang malam petengahan Sya'ban, tak ada satu pun hadis shahih (yang menjelaskan keutamaannya dan amal tertentu yang disyariatkan untuk dilakukan saat itu). Semua hadis yang menjelaskan persoalan itu dho'if (lemah) atau maudhu' (palsu) tidak ada asalnya. Malam Nisfu Sya'ban tidak memiliki kekhususan apa pun. Tidak dalam bentuk qiro'ah (membaca al-Qur'an), tidak pula ada suatu shalat khusus, baik yang dilakukan sendirian maupun yang dilakukan secara berjama'ah… apa yang dikatakan oleh sebagian ulama bahwa malam Nisfu Sya'ban memiliki kekhususan, maka pendapat tersebut lemah. Maka, dari itu tidak boleh malam tersebut dikhususkan dengan apa pun…” (Fatawa Islamiyyah, 4/691).

5. Hadis Lemah Seputar Sya'ban
Di bulan ini banyak orang menukil dan menyebarkan sebagian hadis yang lemah yang dinisbatkan kepada Nabi-shallallahu 'alaihi wasallam- melalui media sosial, semisal facebook, WatsApp dan yang lainnya. Hal ini tidak sepatutnya dilakukan. Hendaknya seorang muslim tidak menyebarkan suatu hadis sebelum ia mengklarifikasi validitasnya dan keshahihannya.

Sebagai contoh hadis yang banyak tersebar namun tidak valid dari Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- adalah :

1- Dari Hasan, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda,


ÑóÌóÈñ ÔóåúÑõ Çááåö, æóÔóÚúÈóÇäõ ÔóåúÑöí, æóÑóãóÖóÇäõ ÔóåúÑõ ÃõãøóÊöí


“Rojab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku.” (HR. al-Baihaqi di dalam Syu'abul Iman, no. 3532).

Hadis ini dilemahkan oleh Ibnu Hajar di dalam Tabyin al-'Ujb (13), Ibnu al-Jauzi di dalam al-Maudhu'aat, 2/205, as-Suyuthi di dalam al-Laaliy al-Mashnu'ah, 2/114 dan Syaikh al-Albani di dalam Dha'ifu al-Jaami', (3094).

2- Dari Anas, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bila bulan Rojab telah masuk beliau berdoa,


Çááøóåõãøó ÈóÇÑößú áóäóÇ Ýöí ÑóÌóÈò æóÔóÚúÈóÇäó æóÈóÇÑößú áóäóÇ Ýöí ÑóãóÖóÇäó


“Ya Allah! Berkahilah untuk kami di bulan Rojab dan Sya'ban. Dan, berkahilah pula untuk kami di bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad di dalam al-Musnad, no. 2346).

Hadis ini dilemahkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Dha'if al-Jami', no. 4395. Dan, Syaikh Syu'aib al-Arnauth di dalam ta'liqnya terhadap al-Musnad, mengatakan : isnad hadis ini lemah.

3- Dari Anas, ia berkata :


ÓõÆöáó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æó Óóáøóãó ¿ Ãóíøõ ÇáÕøóæúãö ÃóÝúÖóáõ ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ¿ ÝóÞóÇáó : ÔóÚúÈóÇäó áöÊóÚúÙöíúãö ÑóãóÖóÇäó.Þöíúáó : ÝóÃóíøõ ÇáÕøóÏóÞóÉö ÃóÝúÖóáõ ¿ ÞóÇáó : ÕóÏóÞóÉñ Ýöí ÑóãóÖóÇäó


Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah ditanya, “Puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan?” Beliau pun menjawab, “(Puasa) Sya'ban untuk mengagungkan Ramadhan.” Dikatakan kepada beliau, “Sedekah apa yang paling utama?” “Sedekah di bulan Ramadhan” ,jawab beliau. (HR. At-Tirmidzi).

Hadis ini dilemahkan oleh Ibnu al-Jauzi di dalam al-Maudhu'aat, al-Mundziri di dalam at-Targhib, dan Syaikh al-Albani di dalam Irwa al-Ghalil dan Dha'ifu at-Targhib Wa at-Tarhib.

6- Peristiwa dan Pensyariatan pada bulan Sya'ban
Dalam lintasan sejarah Islam, pada bulan Sya'ban terjadi beberapa peristiwa dan kejadian serta pensyariatan. Dua contahnya yaitu,

Pertama, Pemindahan arah Kiblat
Ketika Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- telah berhijrah ke Madinah, beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Hal tersebut berlangsung hingga kurang lebih 17 bulan. Beliau sangat suka agar arah beliau menghadap dalam beribadah berpaling ke arah Ka'bah yang merupakan Kiblat Ibrahim -'alaihissalam-, hingga datanglah pengubahan arah itu pada bulan Sya'ban.

Turunlah ayat kepada beliau,


ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößó Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö Ýóáóäõæóáøöíóäøóßó ÞöÈúáóÉð ÊóÑúÖóÇåóÇ Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö æóÍóíúËõ ãóÇ ßõäúÊõãú ÝóæóáøõæúÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ


“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. al-Baqarah : 144).

Shalat pertama yang dilakukan oleh Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menghadap arah Ka'bah adalah shalat Asar. Berita tentang perubahan arah kiblat dalam shalat itu sampai ke penduduk Quba keesokan harinya. Ketika mereka tengah mengerjakan shalat Subuh (dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis) tiba-tiba datang seorang lelaki seraya mengatakan, "Sesungguhnya telah diturunkan kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- suatu ayat al-Qur'an tadi malam. Beliau diperintahkan untuk menghadap ke arah Ka'bah. Maka dari itu, hadapkanlah diri kalian ke arahnya. Kala itu, wajah manusia menghadap ke arah Syam (Baitul Maqdis), maka segera saja mereka memutar wajah beserta badan mereka menghadapkan diri ke arah Ka'bah, dalam keadaan tengah mengerjakan Shalat. Sejak hari itu, mereka menghadap ke arah Ka'bah (ketika shalat). Ka'bah menjadi kiblat kaum Muslimin baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.

Kedua, Diwajibkannya Puasa Ramadhan
Hal ini terjadi pada bulan Sya'ban tahun ke-2 Hijriyah. Imam an-Nawawi -semoga Allah merahmatinya- berkata :
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- berpuasa Ramadhan sebanyak sembilan tahun (yakni, 9 kali Ramadhan), karena puasa Ramadhan itu diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua Hijrah dan Nabi -shallallahu 'alaihi wasalam- meninggal pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 11 H. (al-Majmu', 6/250).

Saudaraku…
Bulan Sya'ban merupakan pengantar untuk menuju musim nan agung, yaitu bulan Ramadhan yang tak lama lagi bakal datang. Maka, sudah semestinya kita bersiap diri menyambutnya layaknya kita akan kedatangan tamu, apatah lagi Ramadhan adalah tamu agung, hendaknya kita melatih jiwa kita dengan beragam bentuk ketaatan sebelum tiba musim Ramadhan, siapa kira boleh jadi kita tidak dapat berjumpa dengannya. Karena, betapa banyak orang yang berangan-angan untuk dapat berjumpa dengan Ramadhan, namun angan-angannya mengkhianati dirinya dan jadilah ia tergadaikan dengan amalnya. Sungguh, kalaulah Anda yakin bahwa boleh jadi ajal Anda segera tiba, niscaya Anda akan membenci panjang angan-angan dan tipu dayanya. Semoga Allah merahmati pujangga yang melantunkan bait syairnya,


ãóÖóì ÑóÌóÈñ æóãóÇ ÃóÍúÓóäúÊó Ýöíúåö ... æóåóÐóÇ ÔóåúÑõ ÔóÚúÈóÇäó ÇáúãõÈóÇÑóßö
ÝóíóÇ ãóäú ÖóíøóÚó ÇáúÃóæúÞóÇÊö ÌóåúáðÇ... ÈöÍõÑúãóÊöåóÇ ÃóÞöÝú æóÇÍúÐóÑú ÈóæóÇÑóßó
ÝóÓóæúÝó ÊõÝóÇÑöÞõ ÇááøóÐøóÇÊö ÞóÓúÑðÇ ... æóíóÎúáöí ÇáúãóæúÊõ ßõÑúåðÇ ãöäúßó ÏóÇÑóßó
ÊóÏóÇÑóßú ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊó ãöäó ÇáúÎóØóÇíóÇ ... ÈöÊóæúÈóÉò ãõÎúáöÕò æóÇÌúÚóáú ãóÏóÇÑóßó
Úóáì ØóáóÈö ÇáÓøóáóÇãóÉö ãöäú ÌóÍöíúãò ...ÝóÎóíúÑõ Ðóæöí ÇáÌóÑóÇÆöãö ãöäú ÊóÏóÇÑõßò


Bulan Rajab telah berlalu bersama segala kebaikan yang telah engkau lakukan di dalamnya...
Ini bulan Sya'ban yang diberkati
Duhai orang-orang yang telah menyia-nyiakan waktu...karena tidak tahu akan kehormatannya...
Berhentilah dan wasadalah akan kebinasaanmu !
Kamu bakal berpisah dengan beragam kelezatan-kelezatan itu secara paksa...
Dan kematian itu bakal mengosongkan rumahmu dari dirimu sementara kamu tak suka...
Kejarlah kesalahanmu semampumu...
dengan pertaubatan seorang yang ikhlash.
Dan jadikanlah upaya pengejaranmu itu untuk mencari keselamatan dari (siska) Neraka...
Karena hal itu merupakan upaya pengejaran terbaik bagi orang orang yang telah berbuat beragam kejahatan

(Fadha-il al-Asy-hur,1/11).

Pembaca yang budiman, demikianlah yang dapat penulis sajikan. Semoga bermanfaat. Amin. Wallahu A'lam.

(Redaksi)

Referensi :

1. Al-Majmu', Imam an-Nawawi.
2. Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hanbal.
3. At-Tafsir al-Muyassar, Sekumpulan Pakar Tafsir di bawah bimbingan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu asy Syaikh.
4. Fadha-il al-Asy-hur, Abu Idris.
5. Fatawa Islamiyyah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz, dkk. Tahqiq : Muhamad bin Abdul Aziz al-Musnid.
6. Fathul Baariy, Ibnu Hajar al-Asqalani.
7. Iqtidha ash-Shirath al-Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
8. Shahih Muslim, Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi.
9. Sunan Abu Dawud, Sulaiman bin al-Asy'ats as-Sijistani.
10. Sunan at-Tirmidzi, Muhammad bin Isa as-Sulami.
11. Syahr Sya'ban –Masail Wa Ahkam, Khalid bin Abdul Aziz bin Hamad al-Baatili.
12. Syarh Riyadhu ash-Shalihin, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin.
13. Syu'abul Iman, Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=848