Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Berbeda Manhaj dan Aqidah Tidak Mungkin Bersatu

Rabu, 03 Maret 04

Landasan Membangun Ukhuwah

Kini ada gejala yang timbul berupa peristiwa-peristiwa mengerikan bahkan menyayat hati. Misalnya pembunuhan, pembakaran, amukan massa, tawuran massal dan lain-lain. Masalah itu masih ditambah lagi dengan munculnya banyak partai yang berdiri di atas asas yang bermacam-macam dan ideologi yang beraneka ragam. Semuanya itu hanya menunjukkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah rapuhnya ikatan persaudaraan di antara kita. Sedang rapuhnya ukhuwah sebagai bukti keroposnya iman serta menyimpangnya aqidah.

Ukhuwah model ini digambarkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sebagai ukhuwah/ persaudaraan buih di lautan. Mudah berkelompok, mudah pula untuk terpecah dan hilang.

Apa yang pernah diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir ada relevansinya untuk kita renungkan pada saat ini. Dikisahkan bahwa Ahmad bin Ammar Al-Asadi berkata: "Suatu hari kami keluar mengantarkan jenazah bersama seorang syaikh (guru) yang ditemani oleh sahabat-sahabatnya. Di tengah perjalanan, sang Guru melihat sekum-pulan anjing sedang bermain mesra, saling berkumpul dan menjilat. Sang Guru berpaling kepada sahabat-sahabatnya, seraya berkata: "Lihatlah anjing-anjing itu, alangkah baik budi pekertinya. Satu dengan yang lain saling menyayangi."

Kemudian setelah kami kembali dari pemakaman, kami lihat ada seonggok bangkai. Sementara itu sekawanan anjing tadi beramai-ramai mengeru-muninya, dan satu sama lain saling mencakar dan menggonggong berebut mengambil bagian dari bangkai itu. Sang Guru kembali berucap: "Kalian telah melihat tadi, manakala dunia tidak di tangan, kalian begitu bersaudara. Namun manakala dunia di tangan kalian, kalian saling mencakar dan bertengkar bagaikan anjing berebut bangkai itu."

Begitulah agaknya ukhuwah kita, masing-masing bersifat dangkal dan kerdil, belum berakar dan berbuah. Memang, sesama tokoh Islam sering potret bersama, duduk bersama, bertemu dalam satu meja, berjabat tangan sambil tersenyum dan menyapa: "Bagaimana khabarnya, bagaimana kesehatannya, semoga baik selalu, selamat semoga sukses," dan seterus-nya. Namun itu sekadar basa-basi, sedang di belakang, mereka bertindak lain. Maka sungguh celakalah ukhuwah yang seperti itu.

Demikianlah kenyataannya, padahal gambaran tersebut aslinya adalah tingkah orang-orang kafir. Seperti yang digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti." (Al-Hasyr: 14).

Lalu mengapa ukhuwah kita terjeru-mus seperti ukhuwahnya orang kafir? Jawabannya paling sedikit ada dua:

Pertama:

Kualitas iman masing-masing pribadi yang rendah. Mereka lebih mengimani kenikmatan dunia daripada kenikmatan surga di akherat kelak. Banyak di antara kita yang masih terbelenggu Thaghut hawa nafsu kita yang berbentuk hubbud dun-ya (cinta dunia), hubbuzh zhuhur (cinta untuk tampil di permukaan/popularitas), dan hubbur ri'asah (cinta untuk jadi pemimpin).

Jadi selama perjuangan kita belum ikhlas karena Allah dan masih penuh dengan pamrih-pamrih duniawi, maka ukhuwah kita masih bersifat ukhuwah duniawi. Padahal seorang mukmin harus selalu fi sabilillah —di jalan Allah. "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di jalan Thaghut..." (An-Nisa': 76).

Kedua:

Manhaj/ jalan perjuangan yang salah. Selama ini kebanyakan kaum Muslimin lebih mengedepankan kuantitas (jumlah) daripada kualitas (mutu). Mereka selama ini mendirikan kelompok, jama'ah atau partai atas dasar kesamaan cita-cita/ tujuan, tidak peduli agamanya sama atau tidak. Sehingga muncul misalnya partai lintas agama, dan tidak peduli aqidahnya benar atau tidak. Karena tujuannya adalah jumlah anggota yang banyak. Sehingga seorang sunni, syi'i, jahmi, khoriji/khowariji dianggap sama saja, semua boleh berdampingan bekerja-sama dalam hal yang sudah disepakati bersama dan saling toleransi terhadap perbedaan yang ada. Ini adalah manhaj/ jalan ukhuwah yang keliru dan semu.

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan pernah ditanya, "Apakah mungkin bisa bersatu antara orang-orang yang manhaj dan aqidahnya saling berbeda?"

Beliau menjawab: "Tidak mungkin bersatu padu antara orang-orang yang manhaj dan aqidahnya saling berbeda. Sebaik-baik bukti adalah kondisi orang sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Mereka bercerai berai, bertolak belakang, dan bermusuhan. Tatkala mereka masuk Islam, tunduk di bawah ajaran Tauhid, aqidah mereka menjadi satu, manhaj mereka menjadi satu, maka bersatulah suara mereka, dan berdirilah negara mereka. Allah telah mengingat-kan kisah mereka dalam firmanNya:
"Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kamu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada NabiNya:
"Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi niscaya kamu tidak dapat mempersatu-kan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesung-guhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana." (Al-Anfaal: 63).

Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mempersatukan hati orang-orang kafir, murtad, dan kelompok-kelompok sesat selama-lamanya. Akan tetapi Allah akan mempersatukan hati orang-orang mukmin yang bertauhid. Allah berfirman tentang orang-orang kafir dan munafik yang menyalahi manhaj Islam dan aqidah Islam.

"Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah." (Al-Hasyr: 14).
Dan Allah berfirman: "T etapi mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (Huud: 118-119).

Orang-orang yang diberi rahmat itulah orang-orang yang aqidah dan manhajnya benar. Mereka itulah yang selamat dari ikhtilaf, perbedaan pendapat dan percerai beraian.

Orang-orang yang berusaha mempersatukan umat dibarengi dengan rusaknya aqidah dan berbedanya manhaj, maka mereka telah mengumpulkan sesuatu yang mustahil. Tidak ada yang bisa mempersatukan hati dan mempersatukan suara selain kalimat Tauhid yang diketahui maknanya dan dilaksanakan konsekuensi-konsekuen-sinya secara lahir mapun batin. Bukan sekadar mengucapkannya.

Jadi kita harus melihat kepada kualitas aqidah dan manhajnya, bukan melihat kuantitas (jumlah) anggota dan peserta. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji yang kecil dan menolong yang sedikit manakala mereka yang kecil itu berada di atas manhaj dan aqidah yang benar. Yaitu manhaj Islam yang murni, bukan manhaj campur aduk yang dibangun di atas dasar kompromi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebe-naran (di atas jalan yang haq), tidak membahayakan mereka (tingkah-tingkah) orang yang menghinakan mereka sampai datangnya keputusan Allah/ Kiamat." (HR. Muslim).

Dalam lafadh lain dikatakan:
"mereka berperang di atas dasar kebenaran."

Inilah ukhuwah dan persatuan yang hakiki. Selain itu adalah semu/ palsu. Keadaan partai-partai dan firqah-firqah yang ada sekarang ini adalah saksi hidup dan bukti nyata atas kekeliruan dasar ukhuwah mereka, dan kegagalan perjuangan mereka.

(Abu Hamzah).

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=76