Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Jangan Latah!

Selasa, 05 Februari 13

Rasululloh bersabda,


ãóäú ÊóÔóÈóøåó ÈöÞóæúãò Ýóåõæó ãöäúåõãú

“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.”(HR. Abu Dawud)

Meniru orang kafir disebut Tasyabbuh. Tasyabbuh secara bahasa dari kata al-musyabbahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Yakni serupa dengannya, meniru dan mengikutinya. Tasyabbuh yang dilarang di dalam al-Quran dan as-Sunnah adalah menyerupai orang kafir dalam segala bentuk dan sifat, baik aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka.

Termasuk dalam tasyabbuh juga yaitu meniru orang-orang yang tidak shalih, walaupun mereka dari kalangan kaum muslimin, seperti orang fasik, orang awam dan jahil, atau orang Arab (badui) yang tidak sempurna keislamannya. Secara global kita katakan bahwa segala sesuatu yang tidak termasuk ciri khusus orang-orang kafir (di luar aqidah, adat-istiadat, peribadatannya) dan yang tidak bertentangan dengan nash-nash serta prinsip-prinsip syari’at, atau tidak dikhawatirkan akan membawa kepada kerusakan, maka tidak termasuk tasyabbuh. Inilah pengertian tasyabbuh secara global.

Di dalam memahami perkara tasyabbuh, pertama kali harus kita pahami, bahwa agama (Islam) dibangun di atas pondasi yang dinamakan at-taslim, yakni penyerahan diri secara totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya; membenarkan seluruh yang diberitahukan Allah, tunduk kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Kemudian membenarkan apa-apa yang dikabarkan dan disampaikan Rasul-Nya, tunduk kepada perintah beliau, menjauhi larangannya dan mengikuti semua petunjuk beliau, agar kita termasuk ke dalam muslim yang kaffah.

Jika kita sudah memahami kaidah di atas, maka hendaklah seorang muslim:

1. Berserah diri kepada Allah dan apa-apa yang dibawa Rasulullah.

2. Mewujudkannya dalam setiap amal perbuatan. Termasuk di antaranya larangan untuk bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir.

3. Setelah berserah diri, merasa tenang dengannya dan percaya penuh dengan yang dikabarkan Allah. Iman dengan segala yang disyari’atkan-Nya dan mewujudkan dalam perbuatannya, maka tidak dilarang baginya untuk mencari dalam sebab dan musababnya mempertanyakan mengapa semua itu diharuskan kepada manusia. Faktor yang menyebabkan kita dilarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir banyak sekali sebagian besar dapat diterima oleh akal sehat dan fitrah yang suci. Di antaranya:

1.Semua perbuatan orang kafir pada dasarnya dibangun di atas pondasi kesesatan dan kerusakan; baik yang bersifat menakjubkan atau tidak, baik yang dzahir (nampak nyata) kerusakannya ataupun terselubung. Karena dasar semua aktivitas orang-orang kafir adalah sesat, inhiraf (menyeleweng dari kebenaran), dan fasad (rusak), baik aqidah, adat-istiadat, ibadah, perayaan-perayaan hari besar, ataupun pola tingkah lakunya. Adapun kebaikan yang mereka perbuat merupakan suatu pengecualian saja. Oleh karena itu jika ditemukan dari mereka perbuatan-perbuatan baik, maka di sisi Allah tidak memberi manfaat baginya dan tidak ada pahala sedikit pun. Sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Dan Kami hadapi amal yang mereka kerjakan kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. al-Furqan: 23)

2.Dengan tasyabbuh berarti menjadi pengikut mereka, selain dia telah menentang atau memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Padahal dalam perkara ini terdapat peringatan yang sangat keras sekali, sebagaimana Allah berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas datang kepadanya petunjuk dan mengikuti jalannya orang-orang yang tidak beriman, Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatannya (yakni menentang Rasul dan mengikuti jalan orang-orang kafir, pen.) kemudian Kami seret ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’: 115)

3.Ada kecenderungan hati, keinginan untuk menolong serta menyetujui semua perkataan dan perbuatan orang kafir. Dan sikap ini adalah bagian dari unsur-unsur keimanan, yang seorang muslim dilarang untuk terjerumus ke dalamnya.

4.Sebagian besar tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan mengokohkan orang-orang kafir; rasa kagum pada agama, kebudayaan, pola tingkah laku, perangai, semua kebejatan dan kerusakan yang mereka miliki. Kekaguman ini akan berdampak pada penghinaan kepada as-Sunnah, melecehkan kebenaran serta petunjuk yang dibawa Rasulullah dan para salafusshalih pendahulu umat ini yang shaleh. Karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum pasti dia sepakat dengan pemikiran mereka dan ridha dengan semua perbuatannya.

5.Musyabbahah (meniru-niru) itu mewariskan mawaddah (kasih sayang), mahabbah (kecintaan), dan muwalah (loyalitas) terhadap orang-orang yang ditiru tersebut. Bagi seorang yang meniru dan mengikuti orang-orang kafir, sudah pasti di dalam hatinya ada rasa ulfah (akrab dan bersahabat) dengan mereka. Rasa akrab dan bersahabat ini akan tumbuh menjadi mahabbah (cinta), ridha serta bersahabat kepada orang-orang yang tidak beriman. Akibatnya dia akan menjauh dari orang-orang saleh, bertakwa, yang mengamalkan as-Sunnah, dan yang lurus dalam beragama. Suatu hal yang manusiawi dan dapat diterima oleh setiap orang yang berakal sehat. Terlebih jika muqallid (si pengikut) merasa sedang terkucil atau sedang mengalami kegoncangan jiwa. Ia akan merasa bahwa yang diikutinya agung, akrab, bersahabat, dan terasa menyatu dengannya. Keserupaan lahiriah ini direfleksikan ke dalam bentuk kebudayaan dan tingkah laku. Dan pasti kelak akan berubah menjadi penyerupaan batin.

Contoh, kalau seseorang bepergian ke negeri lain; ia akan menjadi orang asing di sana. Jika dia bertemu dengan seseorang yang berpakaian sama dengan pakaiannya, berbicara dengan bahasa yang sama pula pasti akan timbul mawaddah (cinta) dan ulfah (rasa akrab bersahabat). Jadi jika seseorang merasa serupa dengan orang lain, maka rasa persamaan ini akan membekas di hatinya. Ini masalah yang biasa. Tetapi bagaimana jika seorang muslim menyerupakan diri dengan orang kafir karena kagum pada mereka? Suatu hal yang tidak mungkin, seorang muslim bertaklid dan menokohkan orang kafir kalau tidak berawal dari rasa kagum, disusul keinginan untuk mengikuti, mencontoh, dan akhirnya menumbuhkan rasa cinta yang mendalam disertai sikap loyalitas yang tinggi. Hal itu bisa dilihat pada masa sekarang yakni banyak muslim yang bergaya hidup kebarat-baratan.
6.Bertasyabbuh pada dasarnya akan menjerumuskan kepada kehinaan, kelemahan, kekerdilan (rendah diri), dan kekalahan. Oleh karena itu sikap bertasyabbuh dilarang keras.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. (Redaksi)
[Disadur dari buku: Man Tasyabbaha biqaumin Fahuwa Minhum, Dr. Nashir Abdul Karim Al-Aql, Daarul Wathan Riyadh, edisi Bahasa Indonesia, ‘Tasyabbuh Sikap Meniru Kaum Kafir,’ Pustaka Mantiq Solo]

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=714