Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

BEBERAPA HUKUM SEPUTAR SAFAR

Selasa, 06 Januari 09

Alangkah indahnya hidup seorang mukmin, hari-harinya selalu dipenuhi dengan kebaikan dan pahala dari Allah Ta’ala. Pahala dan kebaikan tersebut tidak diperoleh oleh selainnya. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun merasa takjub dengan kehidupan dan perkara-perkara yang dilakukan dan dijalani oleh mukmin tersebut. Yang demikian itu, karena seorang mukmin memiliki dua sifat yang hampir tidak dimiliki oleh selainnya. Dua sifat itulah yang menghiasi kehidupan seorang mukmin dalam menghadapi dan menjalani semua perkara-perkara yang ditakdirkan oleh Allah Ta’ala terhadap dirinya, sehingga hidupnya benar-benar penuh berkah dan selalu mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.

Dua sifat itu adalah bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan dan segala kelapangan dari Allah Ta’ala, dan bersabar tatkala ujian dan cobaan menimpanya. Sebagaimana hal itu pernah diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Menakjubkan perkara yang dijalani seorang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak diperoleh dimiliki oleh selainnya kecuali hanya ada padanya, yakni apabila dia diberikan kemudahan kelapangan, dia bersyukur (atasnya) dan inilah kebaikan baginya, dan apabila dia ditimpa musibah cobaan, dia bersabar, maka inilah kebaikan untuknya.” (Muttafaq ‘alaih).

Maka di antara yang patut disyukuri oleh seorang mukmin adalah perkara-perkara duniawi yang bernilai ukhrawi di sisi Allah Ta’ala, yakni manakala seorang melakukan aktifitas sesuai dengan syariat atau aturan yang diberlakukan oleh Allah Ta’ala,, yakni dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah safar, maka seorang mukmin akan mendapatkan pahala ketika dia melakukan safar dengan mengindahkan dan mengikuti apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, pentingnya seorang Muslim mengetahui dan mempelajari hukum-hukum seputar safar tersebut, khususnya yang berkaitan dengan kewajiban atau ibadah mereka kepada Allah Ta’ala selama mereka berada dalam keadaan safar. Melihat banyaknya kaum Muslimin yang mengabaikan hal tersebut, sehingga tidak sedikit kita mendapati mereka meninggalkan atau tidak melaksanakan hukum-hukum tersebut lantaran ketidak-tahuan atau ketidakmautahuan mereka untuk mempelajarinya, seperti tatacara melakukan thaharah (bersuci) dan mengerjakan shalat fardhu dan sunnah ketika safar, atau rukhsah (dispensasi) apa sajakah yang diberikan Allah Ta’ala bagi orang yang bersafar, dan lain-lain. Berangkat dari ini pula, Buletin an-Nur ingin mengetengahkan pada edisi kali ini tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan safar. Semoga hal itu dapat menjadi rujukan dan pelajaran bagi kaum muslimin yang hendak melakukan safar. Di antara hukum-hukum yang berkaitan dengan safar adalah:

  • 1. Mengqashar shalat .

    Maksudnya adalah bahwa orang yang melakukan safar, diberikan rukhsah oleh Allah Ta’ala untuk mengqashar (meringkas) shalat fardhu yang empat raka’at menjadi dua raka’at, kecuali shalat Maghrib dan Shubuh, maka tetap dikerjakan sebagaimana mestinya biasanya.

    Adapun rukhsah tersebut (mengqashar shalat) diambil oleh seorang musafir ketika meninggalkan negri tempat tinggalnya sampai ia kembali lagi ke negrinya. Kecuali jika seseorang berniat untuk bermukim selama empat hari atau lebih di tempat tujuan tersebut atau singgah di sana, maka dalam hal ini, dia tetap menyempurnakan shalatnya dan tidak mengqasharnya sampai dia hendak kembali ke negrinya, maka dia mengqashar shalatnya kembali sampai ia tiba di negri tempat tinggalnya itu (hal ini menurut sebagian pendapat di antaranya pendapat Syaikh Abu Bakar al-Jaza’iri rahimahullah di dalam kitab beliau Minhaju al-Muslim, dan fatwa-fatwa ulama lainnya, seperti fatwa Syaikh bin Baz rahimahullah). Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala, “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu),…” (QS. an-Nisa’:101). Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatakan oleh Anas radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Madinah ke kota Mekkah, lalu beliau melaksanakan shalat fardhu yang empat raka’at menjadi dua raka’at sampai kami kembali ke Madinah.” (HR. an-Nasa’i dan at-Turmurdzi).

  • 2. Dibolehkan baginya mengusap kedua sepatunya.

    Maksudnya seorang yang sedang bersafar, ketika hendak berwudhu dibolehkan baginya hanya mengusap kedua sepatunya tanpa harus menanggalkannya, selama tiga hari tiga malam. Hal itu merupakan salah satu rukhsah (dispensasi) yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang bersafar. Berkata Ali radhiallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mensunnahkan kepada kita (mengusap kedua sepatu) selama tiga hari tiga malam bagi musafir, dan sehari semalam bagi orang yang mukim, yakni dalam mengusap kedua sepatu, “ (HR. Ahmad, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

  • 3. Dibolehkan melakukan ta-yammum.

    Seorang musafir dibolehkan baginya apabila tidak menemukan air atau kesulitan dalam mencarinya, ataupun harga air yang terlalu mahal, untuk bertayammum sebagai ganti dari air wudhunya ketika hendak melakukan shalat, dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam safar atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.“ (QS. an-Nisa’: 43).

  • 4. Berbuka puasa.

    Maksudnya adalah seorang musafir mendapatkan dispensasi (rukhshah) untuk berbuka ketika berpuasa pada waktu safar. Hal tersebut berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. al-Baqarah: 184).

    Hal itu juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Hamzah bin Amru al-Aslami bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah aku berpuasa di dalam safar? (sedangkan dia adalah orang yang banyak berpuasa).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika kamu mau berpuasa, maka berpuasalah, dan jika kamu mau, maka berbukalah.” (Muttafaq ‘Alaih). Dan dalam hadits yang lain dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tidak ada orang yang berpuasa mencela orang yang berbuka, dan tidak pula orang berbuka mencela orang yang berpuasa.” (Muttafaq ‘alaih).

  • 5. Dibolehkan untuk melakukan shalat sunnah di atas kendaraan/ tunggangannya ke mana saja ia menghadap/ menuju.

    Hal tersebut berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, melaksanakan shalat sunnah ke arah untanya menghadap.” (Muttafaq ‘alaihi).

  • 6. Menjamak shalat fardhu.

    Maksudnya adalah seorang yang bersafar dibolehkan baginya untuk menjamak shalat fardhu ketika ia sedang bersafar dengan cara menggabungkan dua shalat fardhu yang dilakukan dalam satu waktu, seperti menjamak shalat Zhuhur dan shalat Ashar, atau shalat Maghrib dan shalat Isya, baik jamak taqdim yaitu dengan cara mengerjakan shalat Zhuhur dan shalat Ashar di waktu Zhuhur, dan shalat Maghrib dan shalat isya di waktu Maghrib, ataupun dengan melakukan jamak ta’khir yaitu dengan cara mengakhirkan shalat Zhuhur ke awal waktu shalat Ashar dan melakukan keduanya secara bersamaan, dan shalat maghrib ke waktu shalat Isya dan melaksanakan keduanya secara bersamaan. Hal ini berdasarkan perkataan Mu’adz radhiallahu ‘anhu, “Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada peperangan Tabuk, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar bersamaan, serta Maghrib dan Isya secara bersamaan (satu waktu)” (Muttafaq ‘alaih).

    Inilah beberapa hukum yang berkaitan dengan safar. Semoga tulisan yang singkat ini yang tentunya masih banyak lagi hal-hal lain yang berkaitan dengannya yang tidak mungkin dipaparkan di media ini, dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin dan dapat dipraktekkan ketika sedang melakukan safar. Wallau A’lam.


Oleh : Abu Nabiel

Sumber: Minhajul Muslim, karya Syaikh Abu Bakar al-Jaza`iri.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=511