Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Puasa Muharram dan Penekanannya Pada Hari Asyura

Jumat, 21 Juli 23
**

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menganjurkan puasa pada Bulan Muharram dan menjadikannya sebagai bulan yang paling mulia setelah Bulan Ramadhan.

Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ –berkata bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


« ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááøóåö ÇáúãõÍóÑøóãõ æóÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóáÇóÉö ÈóÚúÏó ÇáúÝóÑöíÖóÉö ÕóáÇóÉõ Çááøóíúáö »


Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah al-Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam (HR. Muslim)

Perkataan Ibnu Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif, hal. 81,

Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menamakan Bulan Muharram dengan bulan Allah dan penyandarannya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan ini. Karena Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- tidak akan menyandarkan kepada-Nya kecuali makhluk pilihan-Nya. Seperti Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- menisbatkan Muhammad, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan nabi-nabi yang lain kepada penghambaan-Nya. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- juga menisbatkan kepada-Nya rumah-Nya (Baitullah) dan unta-Nya (Naqatullah). Ketika bulan ini memiliki keistimewaan dengan disandarkannya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan puasa adalah ibadah yang juga disandarkan kepada-Nya karena puasa adalah milik-Nya, maka pantaslah bulan yang disandarkan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-ini mendapatkan keistimewaan tersendiri dengan amal yang juga disandarkan kepada-Nya, yakni puasa.

Namun demikian ada sebuah masalah yang muncul di sini, yakni, bagaimana menyatukan hadis ini dengan hadis Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-yang berbunyi,


áóãú íóßõäú ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæãõ ÔóåúÑðÇ ÃóßúËóÑó ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ÝóÅöäøóåõ ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ßõáøóåõ æóßóÇäó íóÞõæáõ ÎõÐõæÇ ãöäú ÇáúÚóãóáö ãóÇ ÊõØöíÞõæäó


Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak pernah puasa dalam satu bulan yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban. Beliau biasa berpuasa pada bulan Sya’ban sebulan penuh dan beliau bersabda, ‘Kerjakanlah amal ibadah yang kalian mampu melakukannya.’ (HR. al-Bukhari)

Para ulama menjawab masalah ini dengan beberapa jawaban. Di antaranya adalah :

Jawaban an-Nawawi dalam Syarh Muslim(3/224),

Mungkin Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- baru mengetahui keutamaan Bulan Muharram di akhir usianya sebelum beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dapat melakukan puasa pada bulan itu. Atau mungkin beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mempunyai halangan sehingga tidak memperbanyak puasa di bulan Muharram, seperti karena dalam perjalanan, sakit dan lainnya.

Jawaban Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (4/253),

Beliau menjawabnya dengan hadis Usamah bin Zaid bahwa ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban ?’ Beliau menjawab, ‘Itu adalah bulan yang banyak dilupakan orang antara Rajab dan Ramadhan dan itu adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Rabb alam semesta, maka aku ingin amalku diangkat sedang aku dalam keadaan berpuasa.”

Puasa Hari Asyura

An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (3/205), “Mayoritas ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari Asyura adalah tanggal 10 Muharram. Di antara yang berpendapat demikian adalah Sa’id bin al-Musayyab, al-Hasan al-Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan ulama lainnya. Ini adalah makna lahir dari semua hadis dan makna dari lafazh tersebut.

Disunnahkan puasa hari Asyura dan Ibnu Abdil Bar dan An-Nawawi telah mengutip ijma’ ulama tentang disunnahkannya puasa hari ini.[1]

Hadis-hadis Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-yang menjelaskan Tentang Sunnahnya Puasa Hari Ini

Abu Qatadah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - mengatakan bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÕöíóÇãõ íóæúãö ÚóÇÔõæúÑóÇÁó Åöäøöí ÃóÍúÊóÓöÈõ Úóáóì Çááåö Ãóäú íõßõÝøöÑó ÇáÓøóäóÉó ÇáøóÊöí ÞóÈúáóåõ


Puasa Hari Asyura aku mengharap Allah akan menghapus dosa-dosa di tahun sebelumnya (HR. Ibnu Majah)

Mu’awiyah bin Abi Sufyan-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


åóÐóÇ íóæúãõ ÚóÇÔõæÑóÇÁó æóáóãú íóßúÊõÈú Çááøóåõ Úóáóíúßõãú ÕöíóÇãóåõ æóÃóäóÇ ÕóÇÆöãñ Ýóãóäú ÔóÇÁó ÝóáúíóÕõãú æóãóäú ÔóÇÁó ÝóáúíõÝúØöÑú


Ini adalah hari Asyura dan Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa, tetapi saya akan berpuasa, maka barang siapa yang ingin puasa, puasalah dan barang siapa yang ingin berbuka, berbukalah (HR. al-Bukhari, no. 2003 dan Muslim, no. 1129)

Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -pernah ditanya tentang puasa hari Asyura, lalu beliau-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - menjawab,


ãóÇ ÚóáöãúÊõ Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö -Õáì Çááå Úáíå æÓáã- ÕóÇãó íóæúãðÇ íóØúáõÈõ ÝóÖúáóåõ Úóáóì ÇáÃóíøóÇãö ÅöáÇøó åóÐóÇ Çáúíóæúãó æóáÇó ÔóåúÑðÇ ÅöáÇøó åóÐóÇ ÇáÔøóåúÑó íóÚúäöì ÑóãóÖóÇäó


Aku tidak mengetahui Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa pada satu hari untuk mencari keutamaannya dari hari-hari yang lain selain hari ini dan aku pun tidak mengetahui beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa pada satu bulan untuk mencari keutamaannya dari bulan-bulan lain selain bulan ini, yakni Ramadhan. (HR. Muslim, no. 2718)

Disunnahkan Puasa Tanggal Sembilan dan Sepuluh

Disunnahkan berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram berdasarkan hadis riwayat Muslim dalam shahihnya dari Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -bahwa ia berkata, “Ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berpuasa hari Asyura dan memerintahkannya, para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini adalah hari yang diagungkan kaum Yahudi dan Nasrani.’ Lalu Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda, ‘Pada tahun depan-insya Allah-kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.’ “ Ibnu Abbas berkata, ‘Sebelum tiba tahun depan, Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- telah wafat.” (HR. Muslim)

Sabda Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ‘Aku akan bepuasa pada tanggal sembilan’ memiliki makna, “Aku akan berpuasa pada tanggal sembilan dan tanggal sepuluh agar aku tidak berpuasa tanggal sepuluh saja seperti kaum Yahudi. Tetapi aku gabungkan dengan hari lain sehingga puasaku berbeda dengan puasa mereka.” [2]

Makna seperti ini diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -. Ibnu Marzuq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ruh menceritakan kepada kami, ia berkata, Juraij menceritakan kepada kami, ia berkata, Atha’ menyampaikan kepada kami bahwa ia mendengar Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - berkata, “Berbedalah dengan kaum Yahudi dan berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh.”

Pendapat Para Ulama

Ibnu al-Hammam mengatakan, ‘Disunnahkan berpuasa Asyura dan puasa hari kesembilan.’ [3]

Az-Zarqani mengatakan, ‘Imam Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad berpendapat disunnahkannya menyatukan puasa hari kesembilan dan hari kesepuluh agar tidak menyerupai kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. [4]

Imam an-Nawawi mengatakan, ‘Para sahabat kami dan lainnya berpendapat sunnah puasa Asyura’ (hari kesepuluh) dan puasa Tasu’a (hari kesembilan) [5]

Imam Ahmad mengatakan, ‘Saya berpendapat dalam puasa Asyura hendaknya dilakukan puasa pada hari kesembilan dan kesepuluh berdasarkan hadis Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -, “Berpuasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh.” [6]

Puasa tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas

Apakah disunnahkan juga untuk berpuasa pada tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas ?

Sebagian ulama berpendapat disunnahkan puasa pada tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas, dan itulah yang lebih sempurna.

Dalil mereka adalah hadis riwayat Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


« ÕõæãõæÇ íóæúãó ÚóÇÔõæÑóÇÁó æóÎóÇáöÝõæÇ Ýöíåö ÇáúíóåõæÏó ¡ ÕõæãõæÇ ÞóÈúáóåõ íóæúãðÇ æóÈóÚúÏóåõ íóæúãðÇ »


Berpuasalah pada hari Asyura’, berbedalah dengan kaum Yahudi dan berpuasalah sehari sebelumnya (yakni, hari kesembilan) dan sehari setelahnya (yakni, hari kesebelas) [7]

Namun, hadis ini sangat lemah.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

Shiyam at-Thawwu’, Fadha’il Wa Ahkam, Usamah Abdul Aziz-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ. Dengan sedikit gubahan.

Catatan

[1] At-Tamhid (22/148) dan Syarh Muslim (3/199)

[2] Syarh Ma’ani al-Atsar, 2/78

[3] Fath al-Qadir (2/303)

[4] Syarah al-Muwaththa’, 2/237

[5] al-Majmu’, 6/383

[6] Syarh al-‘Umdah 2/580 riwayat al-Atsram dari Imam Ahmad

[7] Diriwayatkan oleh Ahmad (1/241); al-Humaidi dalam musnadnya, no. 485; al-Bazzar, no. 1052, Kasyf; ath-Thabariy dalam Tahdzib al-Atsar (1/no.651, Musnad Umar); Ibnu Khuzaemah, no. 2095; ath-Thahawi dalam Syarh Ma’ani al-Atsar (2/78); Tamam dalam al-Fawaid, no. 94; al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (4/287); Ibnu Adi dalam al-Kamil (3/88). Semuanya melalui jalan Muhammad bin Abdurrahman bin Ali Ya’la dari Dawud bin Ali bin Abbas dari bapaknya dari kakeknya.

Saya katakan :

Sanad hadis ini lemah, di dalamnya terdapat Dawud bin Ali. Ibnu Ma’in pernah ditanya tentang dirinya, lalu ia berkata, “Syaikh Hasyimi.” Lalu ia ditanya, “Bagaimana dengan hadisnya?” Dia menjawab, “Aku berharap dia tidak berdusta.” Sementara Ibnu Hibban menyebutkan dalam bukunya ats-Tsiqah (Jajaran para perawi yang tsiqah) “Dia salah dalam meriwayatkan hadis.” At-Tirmidzi meriwayatkan satu hadis darinya dan ia menjadikan hadisnya hadis yang gharib. Muhammad bin Abdurrahman bin Ali Ya’la adalah perawi yang buruk hafalannya dan hadisnya Mudtharib. Syu’bah berkata, “Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih buruk hafalannya dari Ibnu Abi Ya’la.” Ibnu Hibban berkata, “Dia sangat berat kesalahan hadisnya dan jelek hafalannya, sehingga ia banyak meriwayatkan hadis yang munkar (hadis yang menyendiri)” Tidak sedikit ulama yang mendhaifkannya dari sisi hafalannya. Di dalam riwayatnya terjadi ketidakmenentuan dalam matan (mudhtharib). Kadang ia meriwayatkan seperti ini dan kadang dengan redaksi yang mengandung pilihan, seperti,


ÕõæãõæÇ ÞóÈúáóåõ íóæúãðÇ Ãæú ÈóÚúÏóåõ íóæúãðÇ


“Berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.”

Al-Bazzar setelah meriwayatkan hadisnya mengatakan : Hadis ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas melalui banyak jalan dan kami tidak mengetahui riwayat yang berbunyi, “Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya,” kecuali dari Dawud bin Ali dari bapaknya dari Ibnu Abbas. Dan dia menyendiri dengan riwayat ini dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.






Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1029