Artikel : Analisa Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - NULL,

Jajak Pendapat Tentang Poligami
oleh : Abu Muthiah

Hal-Hal Lain Yang Berkenaan Dengan Bulan Rajab

Dan banyak lagi hal-hal yang terkait dengan bulan Rajab namun tidak ada landasannya yang kuat, seperti:

  • Peringatan Isra` Mi’raj.

    Kita sepakat bahwa peristiwa ini benar terjadi terhadap Rasulullah namun tidak terdapat dalil-dalil yang akurat kapan tepatnya perisitwa ini terjadi. Karena itu, Ibnu Hajar di dalam kitab Fath al-Bâry sampai menyebutkan sepuluhan pendapat.

    Mengenai bahwa ia terjadi tanggal 27 Rajab, di sini akan kami sebutkan beberapa perkataan ulama:

    • Ibnu Hajar mengenai Ibnu Duhayyah, “Sebagian para pengarang cerita menyebutkan bahwa isra` terjadi pada bulan Rajab. Dia berkata, ‘hal itu bohong belaka.’ “ (lihat, Tabyîn, Op.cit)
    • Ibnu Rajab berkata, “Diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih, dari al-Qâsim bin Muhammad bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam melakukan isra` pada tanggal 27 Rajab namun hal itu diingkari oleh Ibrahim al-Harby dan ulama selainnya.” (Lihat, Zâd al-Ma’âd, karya Ibnu al-Qayyim, Jld.I, h.275; Fath al-Bâry, karya Ibn Hajar, jld.VII, h.242-243, perbedaan yang terjadi adalah seputar mi’raj (naik ke langit) lalu beliau menjelaskan bahwa ia terjadi pada bulan Rajab, ada yang menyebutkan, pada bulan Rabi’ul Akhir, bulan Ramadlan atau bulan syawwal dan yang benar adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah berikut.
    • Ibn Taimiyyah berkata, “Tidak ada dalil yang dikenal baik mengenai bulannya, pertengahannya ataupun apa hakikatnya bahkan riwayat-riwayat mengenai hal itu terputus dan berbeda-beda, tidak ada satupun yang dapat dipastikan.” (Lihat, Lathâ`if al-Ma’ârif karya Ibn Rajab, h.233)

      Jadi, kalaupun penentuan mengenai terjadinya malam isra` mi’raj itu valid, pastilah tidak akan disyari’atkan juga kepada siapapun untuk mengkhususkannya dengan sesuatu karena tidak ada hadits yang shahih dari Nabi ataupun salah seorang shahabat atau tabi’in bahwa mereka menjadikan kekhususan tersendiri bagi malam Isra` dari yang lainnya apalagi sampai mengadakan perayaan untuk memperingatinya, di samping bid’ah-bid’ah dan perbuatan-perbuatan munkar lainnya yang dilakukan pada perayaan itu.”


  • Menyembelih dan semisalnya.

    Secara umum, menyembelih karena Allah pada bulan Rajab tidaklah dilarang seperti pada bulan-bulan lainnya, namun Ahli Jahiliyyah selalu menyembelih sembelihan pada bulan Rajab ini, yang disebut dengan ‘Atîrah. Mengenainya terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama, namun pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwa pada mulanya ia dibenarkan tetapi kemudian dinasakh (dihapus). (Lihat, Lathâ`if, Op.cit., h.227; al-I’tibâr Fî an-Nâsikh Wa al-Mansűkh Min al-Âtsâr karya al-Hâzimy, h.388-390)

    Al-Hasan al-Bashry berkata, “Di dalam Islam tidak ada lagi ‘Atîrah sebab ia hanya ada pada masa Jahiliyyah di mana salah seorang mereka (orang-orang Jahiliyyah) berpuasa dan melakukan ritual ‘Atîrah (menyembelih pada bulan Rajab). (Lihat, Lathâ`if, ibid.,)

    Ibnu Rajab berkata, “Sama hukumnya dengan menyembelih pada bulan Rajab (‘Atîrah), menjadikannya (bulan Rajab) sebagai hari besar (perayaan) seperti makan manisan dsb. (Lihat, Lathâ`if, ibid.,)

  • Mengkhususkan I’tikaf Dan Puasa.

    Ibnu Rajab berkata, “Tidak ada sesuatupun (hadits ataupun atsar) yang shahih dari Nabi Shallallohu 'Alaihi Wasallam, maupun dari para shahabatnya terkait dengan keutamaan berpuasa pada bulan Rajab secara khusus.” ((Lihat, Lathâ`if, ibid.,h.228)

    Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa semua yang terkait dengan puasa pada bulan Rajab secara khusus adalah Dla’îf (lemah) bahkan Mawdlű’ (palsu). Beliau juga menyebutkan bahwa di dalam kitab Sunan Ibn Mâjah terdapat hadits yang menyatakan pelarangan puasa pada bulan Rajab sekalipun sanadnya perlu ditinjau kembali, namun –kata beliau- terdapat Atsar yang shahih dari Umar bin al-Khaththab bahwa dia memukuli tangan orang-orang agar meletakkan makanan pada bulan Rajab (maksudnya, agar makan) seraya berkata, “Jangan samakan ia dengan bulan Ramadlan. ”Sementara mengkhususkan tiga bulan; Rajab, Sya’ban dan Ramadlan untuk melakukan I’tikaf, tidak terdapat juga perintah atas hal itu. Yang semestinya, bahwa siapa saja yang melakukan puasa yang disyari’atkan dan dalam keadaan puasa itu dia ingin beri’tikaf, maka tidak disangkal lagi kebolehannya. (Lihat, Majmű’ al-Fatawa, Op.cit.,Jld.XXV, h.290-292)

    Perlu diketahui, bahwa tidak dibolehkannya berpuasa secara khusus pada bulan Ramadlan, bukan berarti tidak boleh berpuasa sunnah padanya seperti dalil-dalil umum yang menganjurkan berpuasa senin-kamis, hari Bîdl (tiga hari dalam setiap bulan hijriah; tgl 13,14,15) dan sehari puasa sehari berbuka.

    Menurut ath-Thurthűsyiy, hal itu dinilai makruh hukumnya karena salah satu dari tiga aspek:

    • Bila kaum Muslimin mengkhususkannya pada setiap tahun di mana orang-orang awam dan orang yang tidak mengerti tentang syari’at bahwa ia hukumnya wajib sebagaimana puasa Ramadlan karena kelihatan sekali puasa tersebut (bulan Rajab) dilakukan orang.
    • Meyakini bahwa melakukan puasa Rajab secara khusus itu merupakan sunnah yang valid dari Rasulullah seperti halnya sunnah-sunnah Rawatib.
    • Meyakini bahwa melakukan puasa pada bulan Rajab tersebut memiliki pahala khusus yang melebihi pahala pada bulan lainnya, bahwa ia sama kedudukannya dengan puasa ‘Asyura` dan seperti keutamaan shalat akhir malam atas pangkal malamnya. Jadi, disini dalam rangka keutamaan (Fadlâ`il) bukan sunnah atau fardlu. Ath-Thurthűsyiy mengomentari, “Andaikata memang demikian, tentu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, telah menjelaskanhya ataupun melakukannya sekalipun hanya sekali seumur hidup. Manakala beliau tidak melakukan hal itu, maka tidak benar (batil) bahwa ia memiliki keutamaan yang khusus. (Lihat, al-Bida’ wa al-Hawâdits, h.110-111; Tabyîn, Op.cit., h.37-38)


  • Melakukan Umrah.

    Ada sebagian orang yang secara khusus pada bulan Rajab sangat antusias melakukan umrah karena menganggapnya memiliki keutamaan tersendiri. Ini tidak ada landasannya sama sekali. Imam al-Bukhary meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar yang berkata, “Sesungguhnya Rasulullah melakukan empat kali umrah salah satunya di bulan Rajab. ‘Aisyah berkata, ‘Semoga Allah merahmati Abu ‘Abdirrahman (Ibn ‘Umar), tidaklah beliau melakukan umrah melainkan dia selalu menyaksikannya padahal beliau tidak pernah melakukan umrah pada bulan Rajab.’” (Lihat, Shahih al-Bukhary, hadtis no.1776)

    Ibnu al-‘Aththâr mengatakan bahwa ada kebiasaan penduduk Mekkah melakukan banyak umrah pada bulan Rajab padahal tidak ada landasannya. (Lihat, al-Musâjalah, Op.cit.,h.56; Fatâwa asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Jld.VI, h.131)

    Syaikh Ibnu Bâz juga menyatakan bahwa sebaik-baik waktu untuk melakukan umrah adalah pada bulan Ramadlan berdasarkan sabda Rasulullah, “Umrah pada bulan Ramadlan menyamai pahala haji.” Setelah itu, pada bulan Dzulqa’dah karena semua umrahnya terjadi pada bulan ini, sebagaimana hal ini merupakan pesan dari firman Allah agar kita meneladani Rasulullah. [Q.s.,al-Ahzâb:21]. (Lihat, Fatâwa Islâmiyyah, editor Ust.Muhammad al-Musnid, Jld.II, h.303-304)

  • Mengeluarkan Zakat.

    Ada sebagian negara yang biasanya mengeluarkan zakat pada bulan Rajab.

    Ibnu Rajab menyatakan bahwa hal ini tidak ada landasannya di dalam as-Sunnah maupun dari pada ulama Salaf. Beliau menegaskan bahwa manakala sudah mencapai nishab dan sudah mencapi haul (putaran setahun penuh) maka wajib zakat. (Lihat, Lathâ`if, Op.cit.,h.231-232)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexanalisa&id=1§ion=an001