| Konsultasi | Bulletin | Do'a | Fatwa | Hadits | Khutbah | Kisah | Mu'jizat | Qur'an | Sakinah | Tarikh | Tokoh | Aqidah | Fiqih | Sastra | Resensi |
| Dunia Islam | Berita Kegiatan | Kajian | Kaset | Kegiatan | Materi KIT | Firqah | Ekonomi Islam | Analisa | Senyum | Download |
 
Menu Utama
·Home
·Tentang Kami
·Buku Tamu
·Produk Kami
·Formulir
·Jadwal Shalat
·Kontak Kami
·Download Artikel
·Download Murattal

Aqidah
· Termasuk Kesyirikan atau Termasuk Sarana Kesyirikan (1)
· Menghina Sesuatu yang Mengandung Dzikrullah

Firqah (Aliran-aliran)
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 5
· JAMAAH ISLAMIYAH MESIR 4

Analisa
· Kerancauan Ilmu Hisab Dalam Penentuan Awal & Akhir Ramadhan
· Studi Kritis Seputar Puasa Hari Sabtu

Ekonomi Islam
· KPR Bank Syariah Ternyata Penuh Dengan Riba
· Produk Al-Mudharabah (Bagi Hasil) Dalam Islam Sebagai Solusi Perekonomian Islam

Produk Kami

Informasi!
·Serial Buku Dakwah Al-Sofwa 2021
·Tebar Serial Buku Tauhid
·Tebar Buku Risalah Puasa Nabi dan Panduan Praktis Ramadhan

Liputan Kegiatan
·Konsultasi Islam
·Penyaluran Hewan Qurban
·Santunan Yatim

Konsultasi Online

Ust.Husnul Yaqin, Lc

Ust.Amar Abdullah

Ust.Saed As-Saedy, Lc

Fatwa Seputar Sholat

Berangkatnya Wanita Muslimah ke Masjid

Apa Hukum Shalat Wanita di Masjid

Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu di Dalam Masjid

Wanita di Rumah Berma'mum Kepada Imam di Masjid

Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram

Manakah yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Melaksanakan Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah

Shalatnya Kaum Wanita yang Sedang Umrah di Bulan Ramadhan

Apakah Shalat Seseorang di Masjidil Haram Bisa Batal Ketika Ia Ikut Berjama'ah Dengan Imam atau Shalat Sendirian Karena Ada Wanita yang Melintas di Hadapannya?

Bila Terdapat Pembatas (Tabir) Antara Kaum Pria dan Kaum Wanita, Maka Masih Berlakukah Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam (sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan)

Apakah Kaum Wanita Harus Meluruskan Shafnya Dalam Shalat

Benarkah Shaf yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Shaf yang Paling Belakang

Benarkah Shalat Jum'at Sebagai Pengganti Shalat Zhuhur

Hukum Shalat Jum'at Bagi Wanita

Hanya Membaca Surat Al-Ikhlas

Hukum Meninggalkan Shalat

Hukum Menangis Dalam Shalat Jama'ah

Jika seorang musafir masuk masjid di saat orang sedang shalat jama'ah Isya' dan ia belum shalat maghrib.

Bolehkah bagi kaum wanita untuk berkunjung ke rumah orang yang sedang terkena musibah kematian, kemudian melakukan shalat jenazah berjama'ah dirumah tersebut ?

Apabila seseorang tidak melakukan shalat fardlu selama 3 tahun tanpa uzur, kemudian bertaubat , apakah dia harus mengqodha shalat tersebut ?

Apabila suatu jama'ah melakukan shalat tidak menghadap qiblah, bagaimanakah hukumnya ?

Membangunkan Tamu Untuk Shalat Shubuh

Doa-Doa Menjelang Azan Shubuh

Bacaan Sebelum Imam Naik Mimbar Pada Hari Jum'at

Shalat Tasbih

Hukum Wirid Secara Jama'ah/Bersama-sama Setelah Setiap Shalat Fardhu

Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit

Jika Telah Suci Saat Shalat Ashar atau Isya, Apakah Wajib Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Maghrib

Jika Wanita Mendapatkan Kesuciannya di waktu Ashar Apakah Ia Harus Melaksanakan Shalat Zhuhur

Mendapatkan Haidh Beberapa Saat Setelah Masuk Waktu Shalat, Wajibkah Mengqadha Shalat Tersebut Setelah Suci

Urutan Shalat yang Diqadha

Seorang Wanita Mendapatkan Kesuciannya Beberapa Saat Sebelum Terbenamnya Matahari, Wajibkah Ia Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Ashar?

Keutamaan Shaf Wanita Dalam Shalat Berjama'ah

Berkumpulnya Wanita Untuk Shalat Tarawih

Bolehkah Seorang Wanita Shalat Sendiri dibelakang Shaf

Bolehkah kaum Wanita Menetapkan Seorang Wanita Untuk Mengimami Mereka Dalam Melakukan Shalat di Bulan Ramadhan

Wajibkah Kaum Wanita Melaksanakan Shalat Berjama'ah di Rumah

Apa hukum Shalat Berjama'ah Bagi Kaum Wanita

Apakah Ada Niat Khusus Bagi Imam Yg Mengimami Shalat Kaum Pria & Wanita

Shalatnya Piket Penjaga ( Satpam )

Gerakan Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Jama’ah

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Meremehkan Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Subuh Dari Waktunya

Dampak Hukum Bagi yang Meninggalkan Shalat

Hukum Shalat Seorang Imam Tanpa Wudhu Karena Lupa

Hukum Orang yang Tayammum Menjadi Imam Para Makmum yang Berwudhu

Posisi Kedua Kaki Ketika Berdiri Dalam Shalat

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat

Jika Ketika Shalat Ragu Apakah Ia Meninggalkan Salah Satu Rukun

Shalat Bersama Imam, Tapi Lupa Berapa Rakaat Yang Telah Dikerjakan

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Menulis Tamimah Untuk Orang Lain

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Berinteraksi Dengan Tamimah dan Sihir

Mengumumkan Barang Hilang Di Dalam Masjid, Bolehkah?

Seputar Posisi Makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Di Masjid Nabawi

Shalatnya Penjaga Piket/Satpam

Hukum Membaca Al-Qur'an Dalam Shalat Secara Berurutan

Haruskah Imam Menunggu Makmum Masbuk Ketika Ruku

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Hukum Pergi Ke Masjid Yang Jauh Agar Bisa Shalat Di Belakang Imam Yang Bagus Bacaannya

Sahkah Shalat Di Belakang Imam Yang Bacaanya Tidak Bagus?

HUKUM BACAAN AL-QUR'AN SEBELUM ADZAN JUM'AT

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunat

Shalatnya Piket Penjaga / Satpam

Shalat Fardhu Berma’mum Kepada Orang Yang Shalat Sunnat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Berjama'ah

Bacaan Al-Qur’an Dengan Pengeras Suara Sebelum Shalat Subuh

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Imam Menunggu Para Ma’mum Ketika Ruku’

Mendengar Adzan Tetapi Tidak Datang Ke Masjid

Menempatkan Dupa Di Depan Orang-Orang Yang Sedang Shalat

Kapan Dibacakannya Do’a Istikharah

Shalat Dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

TATA CARA SHALAT DI PESAWAT

Menjama’ Shalat Dalam Kondisi Dingin

Menghadap Kiblat Ketika Buang Air

Hukum Shalat Bergeser Dari Arah Kiblat

Mendapatkan Najis Di Pakaian Setelah Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburan Di Dalamnya?

Doa Atau Dzikir Sebelum Adzan

Hukum Membaca Shalawat Kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Secara Berjama’ah Di Setiap Akhir Shalat

Mana Yang Harus Didahulukan Mendengarkan Ta'lim Atau Tahiyatul Masjid?

Hukum Menahan Buang Angin Ketika Melaksanakan Shalat

Sahkah Shalat Seseorang Yang Terbuka Sebagian Kecil Dari Auratnya?

Beberapa Masalah Mengenai Sujud Syukur

Hukum Mengakhirkan Shalat Shubuh Hingga Terbit Matahari

Beberapa Masalah Tentang Shalat Jum'at Bagi Musafir

Aurat Terbuka Ketika Shalat

Wajibkah Mengqadha Puasa yang Tertinggal?

Do'a Qunut

Sunnah Sebelum Melaksanakan Shalat 'Ied

Membaca al-Qur'an di Rumah Selepas Shalat Subuh Sampai Terbit Matahari

Shalat Dua Rekaat Antara Adzan dan Iqamah

Shalatnya Piket Penjaga/Satpam

Gerakan dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Kacaunya Pikiran Ketika Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Menangguhkan Shalat Shubuh dari Waktunya

Hukum Meremehkan Shalat

Bersalaman (Berjabat tangan) setelah shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Transparan

Shalat Fardhu Bermakmum Kepada Orang yang Shalat Sunnah

Hukum Mengambil Mushaf dari Masjid, Memanjangkan Punggung Ketika Sujud dan Melakukan Gerakan Sia-Sia di Dalam Shalat

Masbuq Pada Saat Tahiyat Akhir

Tata Cara Melaksanakan Shalat di Dalam Pesawat

Shalat Di Dalam Pesawat

Imam Menunggu Para Makmum Ketika Rukuk

Hikmah Dimasukkannya Kuburan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam Ke Dalam Masjid

Hukum Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya 1

Hukum Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburannya 2

Mendengar Adzan Tapi Tidak Datang ke Masjid

Hukum Menyepelekan Shalat Berjamaah

Waktu Mustajab pada Hari Jum'at

Memakan Bawang Putih Atau Bawang Merah Sebelum Shalat

Hukum Memakan Kuras (Daun Bawang), Bawang Putih atau Bawang Merah dan Datang ke Masjid

Kapan Dibacakannya Doa Istikharah

Shalat di Waktu Terlarang

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Merubah Nada Suara Saat Doa Qunut

Hukum Pergi ke Masjid yang Jauh Agar Bisa Shalat di Belakang Imam yang Bagus Bacaannya

Shalat Tarawih

Pembacaan al-Qur`an pada Hari Jum'at dan Bacaan-Bacaan Lainnya Sebelum Shubuh dengan Pengeras Suara

Memberi Kode kepada Imam Agar Menunggu

Berpindah Tempat untuk Melakukan Shalat Sunnah

Menempatkan Dupa di Depan Orang-Orang yang Shalat

Shalat Seorang Wanita Berjama’ah dengan Suaminya

Standar Panjang dan Pendeknya Shalat adalah Sunnah, Bukan Selera

Batasan Medapatkan Keutamaan Berjama’ah

Meluruskan Barisan Hukumnya Sunnah

Bermakmum kepada Orang yang Mencukur Jenggot dan Musbil

Memanjangkan Doa

Memanjangkan Doa

Berganti-ganti dalam Bermakmum

Menirukan Bacaan Orang Lain dalam Shalat Tarawih

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Shalat jamaah dan mengakhirkan shalat

Shalat dengan Mengenakan Pakaian Bergambar

Musafir Selama Dua Tahun, Apakah Boleh Mengqashar Shalat?

Tergesa-Gesa untuk Shalat

Duduk Istirahat Tidak Wajib

Bermakmum kepada Orang yang Sedang Shalat Sendirian

Tidak Sah Shalat Sendirian di Belakang Shaf

Shalat Jahr dan Adzan Bagi yang Shalat Sendirian

Shalat Jamaah dan Mengakhirkan Shalat

Pembatas Di Depan Orang Yang Shalat

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Mengikuti Dan Mendahului Imam

Bel Pintu Rumah Berbunyi Ketika Sedang Shalat

Bagusnya Suara Imam Memotivasi Para Makmum

Imam Tidak Bagus Bacaannya

Makmum yang Masbuq Berarti Shalat Sendirian Setelah Imam Salam, maka Tidak Boleh Membiarkan Orang Lain Lewat Di Depannya

Mengurutkan Surat dalam Membaca al-Qur`an

Melakukan yang Makruh dan Hukum Pelakunya

Shalat Berjamaah di Dalam Bangunan yang Terpisah dari Imam

Meninggalkan Shalat dengan Alasan yang Dibuat-Buat


Info Khusus

Cinta Rasul

Ada Apa Dengan Valentine's Day ?

Manisnya Iman

Hukum Merayakan Hari Valentine

Adakah Amalan Khusus di Bulan Rajab?

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah & Kejawen..!!

Ada Apa Dengan Valentine’s Day?


Kajian Islam
· Ada Apa Dengan Valentine's Day..??
· Mutiara Fiqih Islam
· KITAB TAUHID 3
· Untuk Diketahui Setiap Muslim

SMS Dakwah Hari Ini

áóíúÓó ßóãöËúáöåö ÔóíúÁñ æóåõæó ÇáÓóøãöíÚõ ÇáúÈóÕöíÑõ Allah berfirman,yang artinya, Tidak ada yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS.Asy-Syura:11)

( Index SMS Dakwah )

   


Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU DAKWAH AL-SOFWA :: Telah Hadir & Terbit Kembali… SERIAL BUKU TAUHID :: Tebar Buku Risalah Puasa & Panduan Praktis Bulan Ramadhan ::

Kajian Islam


Kajian ini meliputi:
1. Ringkasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2. Berpegang teguh kepada Aqidah Ahlus Sunnah adalah merupakan perkara yang niscaya.
3. Esensi berafiliasi (intima’) kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan konsekwensinya.
4. Beberapa catatan realitas sikap (lembaga, organisasi) da’wah masa kini terhadap Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
5. Antara Ahlus Sunnah dan Asya’irah
6. Beberapa masalah penting yang diperselisihkan madzhab Asya’irah terhadap Ahlus Sunnah.
7. Di Mana Ahlus Sunnah Berada?

1. Ringkasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Pertama: Beberapa Kaidah Umum : [1]

  • Sumber Referensi (Rujukan) Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mengingat bahwa Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu bersifat tauqifi (terbatas pada nash), maka ia berdiri di atas prinsip taslim (pasrah dan menerima) kepada apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, tanpa tahrif (mengubah makna atau lafazhnya), ta’wil (menginterpretasikannya dengan makna lain), ta’thil (mengabaikan maknanya) ataupun tamtsil (mengumpamakan, menyamakan).

    Aqidah ini hanya mempunyai dua sumber, yaitu :
    1. Al-Qur’anul Karim dan
    2. Hadits-hadits Shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

    Sedangkan ijma yang diakui kredibilitasnya di dalam penetapan aqidah adalah berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits (Sunnah) juga, atau kepada salah satunya.

    Adapun fitrah yang suci dan akal sehat keduanya menjadi pendukung dan penguat, tidak dapat berdiri sendiri di dalam menetapkan rincian aqidah dan prinsip-prinsip agama (Ushuluddin). Keduanya selalu seiring dengan al-Qur’an dan Hadits serta tidak menyalahinya.

    Dan apabila ada semacam kontradiksi antara an-Naql (Nash-nash al-Qur’an atau Hadits) dan akal, maka kita harus meyakini bahwa akal kita yang kurang. Maka an-Naql yang bersifat tsabit (pasti) itu harus dikedepankan dan dijadikan patokan hukum di dalam agama. Oleh karenanya, lebih mengutamakan akal fikiran manusia dan pendapat mereka yang bersifat naif daripada firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak akan datang kepadanya kebatilan (kepalsuan) baik dari depan maupun dari belakang adalah merupakan kesesatan dan penyimpangan.

  • Hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekalipun Hadits Ahad wajib diterima (sebagai sumber aqidah, pen.). [2]

  • Apa saja yang diperselisihkan di dalam masalah agama maka wajib dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya (al-Qur’an dan Hadits) [3] sebagaimana difahami oleh para shahabat nabi, para tabi’in dan para tabi’it tabi’in dari kalangan para pemuka ulama.

    Jadi, sandaran di dalam memahami nash-nash aqidah yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah (Hadits) adalah para shahabat, para tabi’in dan orang-orang yang menelusuri jejak keberagamaan mereka, yaitu para pemuka ulama yang perpegang teguh kepada petunjuk dan agama. Siapa pun yang menyalahi mereka maka tidak perlu dihiraukan, sebab itu berarti ia menyalahi jalan kaum mukminin.

  • Prinsip-prinsip agama dan masalah aqidah adalah tauqifiyah. Semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan al-Qur’an dan hadits-haditsnya.

    Maka segala perkara baru (yang diada-adakan) di dalam urusan agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits shahihnya.

    Tidak ada hak bagi siapapun untuk mengada-adakan suatu perkara di dalam masalah agama, (apalagi) dengan anggapan bahwa perkara yang diada-adakannya itu wajib dipatuhi atau diyakini, sebab Allah Subhaanahu Wata'ala telah menyempurnakan agama-Nya, wahyu telah terputus dan kenabian telah ditutup, sebagaimana Allah tegaskan:

    Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú

    “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agamamu”. (al-Ma’idah: 3).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

    ãóäú ÃóÍúÏóËó Ýöíú ÃóãúÑöäóÇ åóÐóÇ ãóÇ áóíúÓó ãöäúåõ Ýóåõæó ÑóÏñø.

    “Barangsiapa yang mengada-adakan (membuat) di dalam perkara (agama) ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka ditolak.” [4]

    Hadits di atas merupakan salah satu kaidah dasar di dalam masalah agama dan merupakan salah satu prinsip (ajaran pokok) di dalam aqidah.

    Dan barangsiapa yang berkeyakinan bahwa boleh baginya keluar dari ajaran yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa syari’at (hukum) ataupun dien (aqidah), maka berarti ia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya (baca: murtad, pen.).

  • Wajib perpegang teguh dan komitmen kepada kata-kata atau istilah-istilah yang ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah di dalam masalah aqidah, dan menghindari istilah-istilah baru yang dibuat oleh para mutakallimin, kaum filosof dan lain-lainnya, karena masalah aqidah itu bersifat tauqifi dan merupakan perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Subhaanahu Wata'ala.

  • Masalah-masalah Aqidah itu ghaib dan dasarnya adalah tunduk dan meyakini apa yang datang dari Allah Subhaanahu Wata'ala dan Rasul-Nya, lahir dan batin, apakah ia bisa diterima oleh akal kita ataupun tidak. Maka siapa saja yang tidak tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya di dalam masalah aqidah ini, agamanya tidak akan pernah lurus. [5]

    Berserah diri dan tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya itu direalisasikan dalam bentuk pasrah dan tunduk kepada al-Qur’an dan Sunnah (hadits). [6]

  • Tidak boleh menyelami lebih jauh, memperdebatkan dan mempertentangkan masalah aqidah dan nash-nash-nya. Sebab, aqidah itu merupakan masalah ghaib. Kita diperbolehkan hanya sebatas memberikan penjelasan dan menegakkan hujjah (argumen) dengan tetap berpegang teguh kepada manhaj (metodologi) ulama salaf di dalam masalah ini. [7]

  • Tidak boleh melakukan ta’wil terhadap nash-nash ‘Aqidah [8], atau mengalihkan makna lahirnya kepada pengertian yang lain tanpa didukung oleh dalil syar’i yang kuat yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. [9]

  • Di antara keharusan dan tuntutan aqidah adalah mengamalkan syari’ah. Mengamalkan hukum, selain yang diajarkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala adalah bertentangan dengan tauhid dan sikap berserah diri kepada Allah Subhaanahu Wata'ala dan Rasul-Nya. Oleh karenanya, mematuhi dan berpegang kepada selain syari’at (aturan) Allah Subhaanahu Wata'ala, berpaling jauh (secara utuh) darinya atau memperbolehkan pemberlakuan hukum selain yang diajarkan oleh Allah adalah kufur akbar! Adapun berpaling dari syari’at Allah di dalam suatu peristiwa tertentu karena hawa nafsu atau karena terpaksa, namun tetap berpegang teguh kepada syari’at Allah (di dalam hal-hal yang lain) adalah kufur ashghar (kecil), kefasikan atau kezaliman.

Kedua: Beberapa kaidah secara rinci :

Aqidah Ahlus Sunnah itu dapat diringkas secara global dalam uraian berikut ini:

  • Aqidah mereka tentang nama dan sifat Allah Subhaanahu Wata'ala.

    Yaitu menetapkan dan meyakini apa yang ditetapkan oleh Allah bagi-Nya dan apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya bagi-Nya, dan menafikan apa yang dinafikan oleh Allah dari-Nya dan apa yang dinafikan oleh Rasul-Nya dari-Nya, tanpa tamtsil (mengumpamakan), takyif (menanyakan bagaimana hakikatnya), tasybih (menyerupakan), tahrif (mengubah dan mengganti arti), ta’wil (mengalihkan maknanya yang hakiki kepada makna yang lain) ataupun ta’thil (mengabaikan maknanya). Sebagaimana ditegaskan oleh Allah:

    áóíúÓó ßóãöËúáöåö ÔóíúÁñ æóåõæó ÇáÓóøãöíÚõ ÇáúÈóÕöíÑõ

    “Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupaiNya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (asy-Syura: 11)

    Allah Subhaanahu Wata'ala menyatakan diri-Nya dan begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwasanya Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Berbicara, Maha Hidup, Maha Berkehendak dan bahwasanya Allah bersemayam (istawa) di atas ‘arasy, di atas hamba-hamba-Nya, dan Allah Subhaanahu Wata'ala itu meridhai, murka, mencintai dan membenci, datang dan turun; tertawa dan kagum sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya (dengan pasti menafikan tasybih) sebagaimana diungkapkan dan dinyatakan oleh Allah tentang diri-Nya dan sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Dia, (bahwasanya Allah itu mempunyai) wajah, tangan (yadd), mata dan lain-lainnya yang dijelaskan oleh al-Qur’an dan hadits-hadits shahih.

    Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini sifat-sifat Allah sebagaimana Allah ungkapkan mengenai Diri-Nya dan sebagaimana pula diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa tasybih, takyif, tamtsil, ta’thil dan tidak juga ta’wil. [10]

  • Aqidah mereka di dalam masalah-masalah keimanan dan seluruh ghaibiyyat, di antaranya:

    Pertama: Di antara prinsip aqidah Ahlus Sunnah adalah bahwa iman itu adalah qaul (keyakinan hati dan ucapan lisan) dan amal (amalan batin dan amalan lahir), dapat bertambah dan berkurang. [11] Hal ini meliputi beriman kepada setiap apa saja yang diberitakan oleh Allah di dalam al-Qur’an atau diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang masalah-masalah yang ghaib dan yang tampak, baik secara global maupun secara terperinci, seperti:

    - Beriman kepada Allah Subhaanahu Wata'ala mengesakan rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya dan nama dan sifat-sifat-Nya. [12]

    - Beriman kepada malaikat, mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah durhaka kepada Allah atas apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Mereka diberi tugas beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata'ala. Di antara mereka ada yang mempunyai tugas dan pekerjaan-pekerjaan yang lain, seperti menurunkan wahyu, mencatat amal perbuatan manusia, taqdir, mencabut ruh, memberikan pertolongan kepada orang-orang beriman, memperjalankan awan, menurunkan hujan. Dan ada pula yang bertugas sebagai pemikul ‘Arasy (singgasana) dan seterusnya. [13]

    - Beriman kepada Kitab-kitab suci yang diturunkan dari Allah Subhaanahu Wata'ala kepada para rasul-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Di antaranya adalah kitab Zabur, kitab Taurat, kitab Injil dan kitab al-Qur’an yang merupakan kitab suci yang paling sempurna lagi menghapus (nasikh) kitab-kitab suci sebelumnya. [14]

    - Beriman kepada para nabi dan utusan Allah secara keseluruhan. Siapa saja yang disebutkan (nama-namanya) di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits shahih maka wajib beriman kepadanya secara khusus, dan bahwa sesungguhnya mereka semuanya telah menyampaikan risalah Allah kepada umat mereka dan menyeru (mereka) untuk bertauhid kepada-Nya serta melarang mereka dari perbuatan syirik (menyekutukan Allah). [15] “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut”. (an-Nahl: 36) (Dan beriman sepenuh hati) bahwa sesungguhnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling utama, penutup para rasul yang diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, dengan wafatnya, wahyu terputus (tidak diturunkan lagi untuk selama-lamanya. pen.) dan dengannya Allah telah menyempurnakan agama. [16]

    - Beriman kepada hari kemudian, dan bahwa sesungguhnya kematian itu haq (benar), dan beriman kepada adanya kenikmatan di dalam kubur dan siksaan di dalamnya, kebangkitan dan ditiupnya sangkakala, penghimpunan (di padang Mahsyar) dan dihadapkan (kepada Allah), Hisab (perhitungan amal) dan pembalasan, catatan amal dan timbangannya, jembatan menuju surga dan telaga, surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala adzabnya, dan seterusnya. [17]

    - Beriman kepada Kiamat dan ciri-cirinya yang di antaranya adalah munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam, munculnya Imam Mahdi, Ya’juj dan Ma’juj, terbitnya matahari dari tempat terbenamnya, keluarnya binatang melata (yang berbicara) [18] dan tanda-tanda yang lain sebagaimana diterangkan di dalam hadits-hadits shahih.

    - Beriman kepada taqdir (ketetapan Allah) yang baik maupun yang buruk, dan bahwasanya Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi dan telah mencatatnya di dalam Lauh Mahfuzh, dan bahwasannya apa saja yang dikendaki Allah pasti terjadi dan apa saja yang tidak Dia kehendaki maka pasti tidak akan terjadi, Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia telah menetapkan rizki dan ajal (setiap makhluk-Nya), kebahagiaan dan kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, dan bahwasanya Allah Subhaanahu Wata'ala melakukan apa saja yang Dia kehendaki, dan bahwasanya Allah telah mengambil sumpah (janji) atas manusia dan telah mempersaksikan kepada mereka bahwasanya Dia adalah Tuhan mereka. [19]

    Kedua : al-Qur’an.

    Di antara prisip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya al-Qur’an adalah firman Allah (Kalamullah) yang diturunkan, ia bukan makhluk. Dan siapa saja yang beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka kafirlah ia. [20]

    Ketiga: Ru’yah (melihat Allah).

    Berkeyakinan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat Tuhannya pada hari kiamat kelak dengan mata tanpa takyif dan tidak pula ihathah (melihat segala-galanya).

    Keempat: Syafa’at.

    Beriman dan meyakini seluruh bentuk syafa’at yang ditegaskan di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits shahih dengan segala persyaratannya pada hari Kiamat kelak, dan syafa’at yang paling agung adalah syafa’at agung nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sebahagian umatnya pada hari Kiamat, dan syafa’atnya kepada para pelaku dosa besar dari umatnya dan bentuk-bentuk syafa’atnya yang lain serta syafa’at-syafa’at selain beliau, seperti syafa’at malaikat, para nabi, kaum beriman dan lain-lain, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits shahih. [21]

    Kelima: Isra’ dan mi’raj.

    Beriman kepada isra’ (perjalanan di malam hari yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) ke Baitul Maqdis dan mi’raj (naik) beliau ke langit ketujuh dan Sidratul Muntaha. Itu benar-benar terjadi dan dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dinyatakan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-hadits shahih. [22]

  • Aqidah mereka di dalam prinsip-prinsip dan hukum teologis lainnya:

    Pertama: Termasuk prinsip agama menurut Ahlus Sunnah adalah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga melebihi cinta kepada diri sendiri, anak dan seluruh manusia. Lalu berikutnya adalah mencintai para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seluruh istri-istri beliau Ummahatul mu’minin, memohon ridha Allah bagi mereka dan meyakini bahwasanya mereka adalah umat yang paling utama. Ahlus Sunnah menahan diri dari membicarakan secara mendalam pertikaian yang terjadi di antara mereka (para shahabat), membenci sebahagian atau mencela salah seorang dari mereka adalah kesesatan dan kemunafikan. [23]

    Yang paling utama di antara para shahabat itu ialah Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman, lalu Ali [24] dan sepuluh shahabat lainnya yang telah diberitakan pasti masuk surga. [25]

    Ahlus Sunnah juga mencintai Ahli Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersikap baik terhadap mereka dan selalu memelihara hak-hak mereka sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan. [26]

    Kedua: Menjauh dari Ahli bid’ah dan orang-orang munafik. Juga menjauh dari Ahlul kalam, membenci mereka dan memberikan peringatan kepada umat akan bahaya mereka, seperti Sekte Syi’ah (Rafidhah), Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, Qadariyah, Sekte Murji’ah ekstrem, Kelompok sufi ekstrem, kaum filosof dan seluruh sempalan pemikiran lainnya [27] yang menyalahi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. [28]

    Ketiga: Selalu komitmen kepada jama’ah, bersatu dan berpegang teguh kepada tali Allah (al-Qur’an dan Sunnah), karena memisahkan diri dari Ahlul haq adalah kerancuan, kebinasaan dan kesesatan. [29]
    Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman: “Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah dan jangan berpecah-belah”. (Ali Imran: 103)

    Keempat: Wajib patuh dan ta’at kepada ulil-amri (penguasa dan ulama) dengan cara yang ma’ruf, selagi tidak memerintah kepada maksiat. Dan tidak boleh membelot dari mereka sekalipun mereka berbuat zhalim, kecuali jika mereka melakukan kekufuran yang nyata, menurut dalil syar’i. [30]

    Kelima: Wajib memberikan nasihat untuk Allah dan Rasul-Nya, kemudian bagi segenap para pemimpin kaum muslimin (Para ulama dan penguasa) dan masyarakat awam. [31]

    Keenam: Berjihad bersama pemimpin (penguasa), apakah ia seorang yang shalih ataupun seorang yang zhalim. Jihad merupakan salah satu syi’ar Islam yang paling agung, merupakan ujung tombak Islam dan ia tetap berlaku hingga hari Kiamat. [32]

    Ketujuh: Amar ma’ruf dan nahi munkar itu merupakan salah satu prinsip ajaran Islam dan merupakan syi’ar Islam yang mulia, dan hukumnya wajib sesuai kemampuan. [33]

    Kedelapan: Hukum-hukum yang berkaitan dengan kaum muslimin dan hak-hak mereka:

    - Barangsiapa yang telah bersaksi bahwasanya “tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, melakukan shalat yang kita lakukan (lima waktu), dan menghadap ke kiblat kita (Ka’bah) dan menampakkan syi’ar-syi’ar Islam, maka dia adalah seorang muslim yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslimin lainnya, darah, harta dan kehormatannya haram dinodai, sedangkan masalah batinnya kita serahkan kepada Allah. [34] Dan menganggapnya sebagai orang yang tidak dikenal kepribadiannya, berburuk sangka terhadapnya atau meragukan keislamannya adalah bi’dah dan merupakan sikap berlebihan di dalam beragama.

    - Tidak boleh mengkafirkan seseorang dari Ahlul Qiblat (kaum muslimin) karena suatu dosa yang dilakukannya, kecuali orang yang telah dinyatakan kafir oleh Al-Qur’an dan Sunnah (hadits), hujjah (argumentasi) telah ditegakkan terhadapnya, tidak ada unsur paksaan baginya atau kebodohan atau karena ta’wil (yang ia lakukan). Juga tidak boleh meragukan kekafiran orang yang telah dinyatakan kafir oleh Allah Subhaanahu Wata'ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari kaum musyrikin, yahudi dan kaum nasrani serta lain-lainnya. [35]

    - Kita tidak (boleh) memastikan seseorang masuk surga atau neraka, kecuali bagi orang-orang yang telah dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. [36]

    - Pelaku dosa besar di dunia adalah fasik dan durhaka, sedangkan di akhirat berada di bawah otoritas masyi’ah (kehendak) Allah. Jika Allah hendak menyiksanya, maka itu adalah hak-Nya dan jika Dia mengampuninya maka itu pula hak-Nya. Ia tidak kekal di neraka (jika dimasukkan di dalamnya), namun kita berharap ampunan-Nya bagi yang berbuat baik dan kita khawatir tidak selamat orang yang berbuat buruk. [37]

    - Tetap melakukan shalat berjama’ah berma’mum kepada pemimpin kaum muslimin, apakah mereka orang yang shalih atau orang yang jahat. [38]

    - Wajib mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Termasuk dalam hal ini adalah bersikap loyal (wala’) kepada kaum muslimin yang shalih dan berlepas diri (bara’) dari kaum musyrikin, orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Setiap muslim mempunyai hak berloyal menurut kadar keimanan dan kepatuhannya kepada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga berhak untuk di-bara’ (dibenci) menurut kadar kefasikan dan kedurhakaan yang ada padanya. [39]

    - Karamah para wali itu benar adanya. Namun tidak semua bentuk karamah itu menunjukkan keshalihan dan kebaikan, kecuali bagi orang yang berpegang teguh kepada petunjuk dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara lahir dan batin. Karamah itu juga bisa menjadi sebagai ujian. Dan tidak semua peristiwa luar biasa itu karamah. [40] Wallahu a’lam.



2. Berpegang Teguh Kepada Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Adalah Keniscayaan

Oleh karena Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah (hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka itu berarti Aqidah ini yang paling selamat, paling berilmu dan paling bijaksana, dan ini juga berarti bahwa Aqidah Ahlus Sunnah –secara pasti- yang lebih berhak untuk dianut dan berpegang teguh padanya adalah merupakan keniscayaan, karena aqidah inilah yang haq, sedangkan yang haq (benar) itu lebih berhak diikuti (dianut), dialah buhul (ikatan) yang paling kokoh, agama yang suci dan jalan yang lurus. Dan aqidah inilah yang menjadi wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, aqidah ini pulalah sabilul mu’minin (jalan kaum beriman). Allah pun telah mengancam siapa saja yang menyalahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menempuh jalan selain jalan orang-orang mu’min, seraya berfirman:

æóãóäú íõÔóÇÞöÞö ÇáÑóøÓõæáó ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÊóÈóíóøäó áóåõ ÇáúåõÏóì æóíóÊóøÈöÚú ÛóíúÑó ÓóÈöíáö ÇáúãõÄúãöäöíäó äõæóáöøåö ãóÇ Êóæóáóøì æóäõÕúáöåö Ìóåóäóøãó æóÓóÇÁóÊú ãóÕöíÑðÇ

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam; dan Jahannam itu seburuk-buruk tempatnya kembali.” (an-Nisa’: 115)

Sabilul mu’minin (jalan kaum beriman) dimaksud, tidak diragukan lagi adalah jalan yang ditempuh oleh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para tabi’in dan generasi yang utama di dalam Islam, yaitu mereka yang mendapat pujian dari Allah dan sanjungan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan diperintahkan kepada kita untuk mencontoh mereka (mengikutinya). Menyalahi jalan kaum beriman (sabilul mu’minin) adalah tindakan menentang Allah Subhaanahu Wata'ala dan Rasul-Nya, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat di atas.

Jika begitu adanya, maka berpegang teguh kepada aqidah yang hak ini, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah merupakan perkara yang pasti (niscaya) secara syar’i. Berdasarkan perintah Allah Subhaanahu Wata'ala dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:

ÇÊóøÈöÚõæÇ ãóÇ ÃõäúÒöáó Åöáóíúßõãú ãöäú ÑóÈöøßõãú

“Ikutilah apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian”. (al-A’raf: 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah menjelaskan bahwa sepeninggalnya nanti akan terjadi banyak perselisihan dan perpecahan dan bahwa al-haq (kebenaran) itu berada pada orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah beliau dan sunnah para Khulafa’ ur Rasyidin, seraya bersabda,

ÇöÊóøÞõæÇ Çááåó æóÚóáóíúßõãú ÈöÇáÓóøãúÚö æóÇáØóøÇÚóÉö æóÅöäú ÚóÈúÏðÇ ÍóÈóÔöíðøÇ¡ æóÅöäóøåõ ãóäú íóÚöÔú ãöäúßõãú ÈóÚúÏöíú ÝóÓóíóÑì ÇÎúÊöáÇóÝðÇ ßóËöíúÑðÇ¡ ÝóÚóáóíúßõãú ÈöÓõäóøÊöíú æóÓõäóøÉö ÇáúÎõáóÝóÇÁö ÇáÑóøÇÔöÏöíúäó ÇáúãóåúÏöíöøíúäó¡ ÚóÖõøæúÇ ÚóáóíúåóÇ ÈöÇáäóøæóÇÌöÐö¡ æóÅöíóøÇßõãú æóãõÍúÏóËóÇÊö ÇúáÃõãõæúÑö ÝóÅöäóø ßõáóø ÈöÏúÚóÉò ÖóáÇóáóÉñ.

“Bertaqwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian selalu patuh dan ta’at (kepada pemimpin kalian-pen) sekalipun dia adalah seorang hamba dari ethiopia (berkulit hitam-pen), karena sesungguhnya barangsiapa di antara kalian hidup sepeninggalku nanti niscaya melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafa’ rasyidin yang adil, dan peganglah dengan gerahammu, dan hindarilah hal-hal baru yang diada-adakan (jalan agama), karena setiap bid’ah (yang diadakan) itu adalah kesesatan”. [41]

Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para khulafa’ur rasyidin dan menjauhkan diri dari berbagai bentuk bid’ah mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

áóÞóÏú ÌöÆúÊõßõãú ÈöåóÇ ÈóíúÖóÇÁó äóÞöíóøÉð ÝóáÇó ÊóÎúÊóáöÝõæúÇ ÈóÚúÏöíú.

“Aku telah membawanya kepada kalian dengan terang benderang, maka janganlah kalian berselisih sepeninggalanku”. [42]

Dan sabda beliau,

áóÞóÏú ÊóÑóßúÊõßõãú Úóáóì ãöËúáö ÇáúÈóíúÖóÇÁö¡ áóíúáõåóÇ ßóäóåóÇÑöåóÇ¡ áÇó íóÒöíúÛõ ÚóäúåóÇ ÈóÚúÏöíú ÅöáÇóø åóÇáößñ.

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian di atas hujjah yang terang benderang, malamnya seperti siangnya, tiada seorang pun yang menyimpang darinya melainkan pasti binasa.” [43]

Al-Baidha’ (putih bersih atau terang benderang) yang dimaksud di dalam hadits adalah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan seluruh ajaran yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berupa syariat dan ajaran agama, tidak pernah berubah semenjak masa generasi yang mulia (salaf) hingga saat ini, lafazh (kata) maupun sanad-sanadnya, sebagaimana tertera di dalam al-Qur’an dan Sunnah dan sebagaimana di-lafazh-kan oleh para pemuka ulama. (Ini sangat) berbeda dengan ‘aqidah dan keyakinan kaum mutakallimin dari golongan Mu’tazilah, Asya’irah, Maturidiyah, Kullabiyah dan lain-lainnya, karena pembaca akan mendapatkan banyak sekali lafazh (ucapan) dan aqidah mereka yang lafazh dan maknanya tidak sesuai dengan (aqidah) yang diriwayatkan dari para pemuka ulama salaf pada qurun yang penuh kemuliaan, kecuali amat sedikit sekali, dan pembaca akan amat jarang menemukan kebanyakan apa yang mereka yakini bersumber kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para shahabat beliau dan kaum tabi’in, terutama di dalam masalah sifat-sifat Allah dan taqdir. Bahkan pembaca tidak akan menemukan mereka, sepakat pada satu kata (lafazh) ataupun makna di dalam masalah-masalah yang mereka buat. Rujukilah buku-buku (literatur) mereka, di situ pembaca pasti menemukan kebenaran apa yang penulis ungkapkan.



3. Hakikat Afiliasi (Intisab) Jama’ah-jama’ah Kontemporer Kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Sesungguhnya jika kita perhatikan realitas (jama’ah-jama’ah) dakwah dan pergerakan-pergerakan keislaman (harakat islamiyah) yang ada di masa sekarang ini, mayoritas mengklaim berafiliasi (intima’) kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Klaim yang sarat propaganda ini bisa dilakukan oleh siapa saja, orang jujur ataupun pendusta. Juga diklaim pula oleh orang yang tidak mengerti arti Ahlus Sunnah wal Jama’ah; dan ini yang lebih banyak. Ini adalah seperti klaim sebagai pemeluk Islam yang dilakukan oleh seluruh kelompok atau golongan (sekte) yang menyempal dari Islam, dulu ataupun sekarang. Seperti sekte Rafidhah (Syi’ah) yang mengklaim diri sebagai Islam, padahal Islam bebas dari mereka. Juga sekte Jahmiyah, Khawarij, Kebatinan, golongan Sufi ekstrem, kelompok Filosof ekstrem, Qadyanisme (Ahmadiyah), Bahaisme, Barilawisme, Baharisme, Nushairisme, Ismailisme dan lain-lainnya. Mereka semua mengaku Islam, bahkan ada sebahagian yang mengklaim bahwa kelompoknya sajalah yang pantas mengklaim Islam.

Klaim afiliasi (intisab) kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun terjadi pada banyak kalangan aktivis dakwah dan kelompok pergerakan (dakwah) kontemporer dengan perbedaan di dalam bentuk klaim tersebut.

Ya. Tidak diragukan lagi bahwa ada di antaranya -di antara kelompok-kelompok dakwah dan pergerakan kontemporer ini- yang memang layak berafiliasi atau ber-intima’ kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun ada pula yang sangat jauh sekali dari Ahlussunnah wal Jama’ah. Dan ada pula orang yang mengartikan Ahlus Sunnah itu adalah Asya’irah dan Maturidiyah [44] dan lain-lainnya dari kelompok keagamaan yang secara umum lebih dekat kepada Ahlus Sunnah. Ada pula kelompok yang sama sekali tidak tahu, dan ada pula yang tidak peduli kepada aqidah kelompok mana yang ia anut.

Berikut ini akan penulis jelaskan beberapa konsekwensi berafiliasi kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

- Di antara keharusan yang paling penting bagi orang yang berintima’ kepada Ahlus Sunnah, apalagi jika dia adalah seorang da’i, mempelajari aqidah mereka, memantapkan diri dengannya dan menguasai prinsip-prinsipnya secara umum, menuntut ilmu syar’i (ilmu agama) dan mendalami pemahaman agama kepada para ulama dan masyayikh (para syaikh), sehingga bisa berdakwah berdasarkan ilmu dan petunjuk yang benar, mengarahkan para pengikutnya untuk mempelajari ilmu syar’i kepada masyayikh dan ulama.

- Dan setelah itu, ia harus menyeru kepada Aqidah Ahlus Sunnah dan menjelaskannya kepada manusia serta membelanya, karena aqidah inilah yang haq (benar).

- Adalah merupakan kewajiban pula bagi orang yang ber¬intima’ kepada Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sedangkan ia berstatus sebagai da’i, memperlihatkan pengaruhnya di dalam pemikiran, tujuan, ucapan dan tulisan-tulisannya. Bahkan pada perbuatan dan tindakannya di mana ia menguasai segala rincian Aqidah Ahlus Sunnah terutama masalah prinsip-prinsipnya [45], seperti masalah iman, tauhid, asma’ wa shifat, takdir dan hak-hak para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan seharusnya ia berpegang teguh kepada sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akhlak mulia dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta ciri ulama salaf.

- Seorang da’i wajib menempuh manhaj (metodologi) Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam berdakwah, beramar ma’ruf dan bernahi munkar, memberikan nasihat kepada para penguasa dan masyarakat awam dan mendidik para da’i yang berkecimpung di dunia dakwah kepada aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah dengan segala potensi dan kesungguhan.

- Orang yang ber-intima’ kepada Ahlus Sunnah harus bersikap loyal kepada dakwah mereka, para da’inya dan para tokoh-tokoh mereka, baik yang dahulu maupun yang sekarang, seperti Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan siapa saja yang sejalan dengan beliau baik kelompok maupun individu. Dan (gerakan dakwah beliau) ini merupakan gerakan dakwah masa kini yang paling menonjol yang menempuh jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik aqidah ataupun prilakunya. Oleh karena itu, harus dibela dan didukung oleh setiap orang yang mengaku pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.



4. Beberapa Contoh Realitas (Sikap) Gerakan-gerakan Dakwah Kontemporer Terhadap Aqidah Ahlus Sunnah

Oleh karena konsekwensi tersebut butuh implementasi (tathbiq) dalam realita sehingga maksudnya menjadi jelas, maka penulis akan mengetengahkan beberapa contoh penyimpangan nyata kebanyakan kelompok dakwah dan kelompok pergerakan keislaman secara umum dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah baik dalam hal aqidah, manhaj (metode) maupun prilaku.

Karena penulis khawatir dituduh menyebarkan keburukan orang lain dan mencela mereka, maka penulis hanya akan menyebutkan beberapa kesalahan saja tanpa menyebut nama (orang atau kelompok tertentu) dan tema-temanya, sebagai pengamalan terhadap kaidah [46] “ãÇ ÈÇá ÃÞæÇã “

Penulis juga akan mengetengahkan beberapa pertanyaan seputar realita kelompok-kelompok dakwah dan sikapnya terhadap perkara yang sangat agung ini (aqidah). Maka penulis katakan:

- Bagaimana orang yang menta’wil sifat-sifat Allah berafiliasi (intima’) kepada Ahlus Sunnah, berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu, terjerumus di dalam apa yang diperingatkan oleh para ulama salaf, yaitu lebih mengutamakan rasio (akal) daripada firman Allah Subhaanahu Wata'ala dan sabda Rasul-Nya di dalam masalah sifat-sifat Allah, masalah taqdir dan semua perkara ghaib?!
Sesungguhnya sebahagian kelompok dakwah yang ada berdiri di atas prinsip ini dan mengklaim bahwa dirinya adalah Ahlus Sunnah. [47]

- Lalu bagaimana berintima’ kepada Ahlus Sunnah orang yang berpandangan bahwa tarekat-tarekat sufi yang bid’ah itu adalah manhaj (metode) yang benar bagi dakwah?!

- Yang lebih sangat mengherankan adanya orang yang berintima’ kepada Ahlus Sunnah dari kalangan da’i, padahal ia membela bid’ah bahkan mempromosikannya, atau berpandangan bahwa masalah bid’ah itu sepele, bukan termasuk dalam masalah penting dalam agama, seperti bid’ah merayakan maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan merayakan hari-hari besar bid’ah keagamaan (seperti: isra’ mi’raj, nuzulul qur’an dll. Pen). Di mana posisi orang semacam ini dari aqidah salaf? Bahkan di antara da’i itu ada da’i yang mengerjakan bid’ah-bid’ah tersebut, dan ada pula yang menganggapnya remeh dan menyepelekan bahayanya.

- Dan yang lebih parah lagi adalah adanya beberapa tokoh da’i yang berafiliasi kepada Harakah Islamiyah yang cukup populer mengusap-usap kuburan, para wali yang sudah mati dan yang masih hidup dan meminta (berdo’a) kepada mereka supaya dilepaskan dari marabahaya dan diberi manfa’at serta bersandar (berlindung dan berserah diri) kepada mereka di waktu bahagia dan di waktu sengsara!!

- Bagaimana mengklaim mengibarkan syi’ar Ahlus Sunnah orang yang memberanikan dirinya untuk berdakwah padahal ia tidak mengetahui Aqidah Ahlus Sunnah (salaf). Bahkan barang kali ia ditanya tentang masalah aqidah yang sederhana, lalu tidak bisa menjawab dan kalaupun menjawab maka jawabannya kabur (tidak jelas)!!

- Apakah termasuk Ahlus Sunnah orang yang tidak menahan lisannya juga penanya dari pelecehan, makian dan tuduhan keji terhadap para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, juga terhadap para tabi’in dan para pemuka agama yang terkenal serta para generasi salaf terdahulu, terutama para ulama sunnah dan hadits??

- Di sana juga, sungguh sangat menyedihkan, ada orang dari kalangan tokoh da’i atau orang yang mengaku bahwa dirinya adalah da’i, menunda shalat wajib dari waktunya tanpa alasan yang benar, atau bahkan tidak memperhatikan shalat berjama’ah. Bahkan ada pula yang menghalalkan riba, menghalalkan lagu-lagu dan musik, atau memelihara (menyimpan) gambar makhluk hidup atau merokok. Ada pula di antara mereka yang mencukur jenggotnya tanpa alasan yang benar [48], atau meniru-niru (menyerupai) orang-orang kafir di dalam cara berpakaian dan berpenampilan bahkan di seluruh prilaku kehidupannya. Dan di antara mereka ada pula orang yang tidak memperhatikan hijab syar’i (jilbab) bagi kaum wanita atau menyetujui adanya ikhtilath (pembauran) haram antara laki-laki dengan wanita dan ia meridhainya, dan lain-lain dari perkara-perkara yang merendahkan martabat agama atau menodai ‘adalah (keadilan dan kewibawaan-ed), atau berlawanan dengan kemuliaan dan tidak boleh terjadi dari orang yang menjadikan dirinya dalam deretan da’i dan sebagai teladan.

- Apakah pantas mengklaim diri sebagai pengikut Ahlus Sunnah orang yang tidak menjadikan tujuan dan target dakwahnya adalah belajar dan mengajarkan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mengibarkan panjinya, menyeru manusia kepadanya dan mempertahankannya?! Padahal Aqidah Ahlus Sunnah adalah jalan yang lurus dan benar.

- Bagaimana menjadi (pengikut) Ahlus Sunnah orang yang tujuannya adalah pura-pura atau asal-asalan beraqidah dengan Aqidah Ahlus Sunnah dan mengesampingkan sanggahan terhadap sekte dan golongan yang menyalahi (Aqidah Ahlus Sunah), mengesampingkan sanggahan terhadap berbagai bid’ah para ahli bid’ah karena berdalih “tidak ingin memprovokasi perbedaan-perbedaan di antara kaum muslimin”.

- Di antara para da’i itu juga ada da’i yang berupaya menyatukan kaum muslimin bukan dengan dasar kalimatun sawa’ (Aqidah tauhid), melainkan dengan dasar perbedaan keyakinan, kesesatan dan bid’ah yang ada pada masing-masing kelompok. Ini benar-benar seperti pengumpul kayu bakar di malam hari yang gelap!!!
Memang tidak syak lagi bahwa menyatukan kekuatan kaum muslimin itu merupakan tujuan yang sangat mulia, bahkan merupakan bagian dari prinsip agama yang paling agung, tidak mengingkari tujuan ini kecuali seorang yang sesat atau bodoh. Akan tetapi menghimpun dan menyatukan kaum muslimin harus dan wajib berdasarkan al-haq (kebenaran), berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah serta berpegang teguh kepada tali Allah (aqidah shahihah- pen) bukan berdasarkan kepada sekedar syi’ar-syi’ar Islam yang kosong dan kering dari aqidah yang benar.

- Dan di antara mereka ada yang meremehkan amar ma’ruf dan nahi munkar, menyepelekan nasihat kepada para umara dengan anggapan bahwa masalah seperti ini adalah masalah kulit (tidak substansial). Ini tentu sangat bertentangan dengan manhaj (metode dan jalan dakwah) Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan prinsip-prinsip ajaran mereka, sebagaimana telah diuraikan di atas.

Dan terakhir,.......

Sesungguhnya masalah-masalah yang penulis singgung tadi di dalam realitas dakwah bukan sekedar fenomena atau prilaku individu-individu, melainkan merupakan ciri khas, sikap, metode, tujuan (target) dan etika umum sebahagian kelompok (jama’ah), pergerakan dan da’i.

Penulis merasa bahwa kewajiban memberikan nasihat (kritik) mengharuskan penulis untuk menguraikan lebih jauh tentang masalah ini, dan menuntut agar penulis memberikan argumentasi atas apa yang penulis kemukakan ini. Hanya saja tidak bisa penulis lakukan pada kesempatan ini. Sekalipun begitu, penulis tetap bertekad –dengan izin Allah- akan melakukannya.

Sekalipun penulis yakin bahwa di sana-sini ada orang yang lebih mampu dan lebih pantas dari pada penulis melakukan hal ini, namun penulis merasa hal ini tidak menjadi penghalang bagi penulis untuk andil dan ambil bagian menurut kemampuan yang ada. Wallahul Muwaffiq.



5. Antara Ahlus Sunnah dan Asya’irah

Di sana terdapat ketidakjelasan yang besar yang terjadi pada sebahagian orang, dahulu dan sekarang, yaitu klaim (golongan) Asya’irah bahwa merekalah Ahlus Sunnah, dan kadang kala kelompok lain pun menyebut mereka (Asya’irah) seperti itu. Ini adalah klaim yang penuh dengan ketidakjelasan, di dalamnya terdapat banyak kekaburan dan kerancuan. Untuk lebih jelasnya –secara rinci- membutuhkan pembahasan panjang, namun penulis akan berupaya menjelaskan berdasarkan pengetahuan yang ada dengan (penjelasan) yang sangat singkat sebagai berikut:

Pertama: Ahlus Sunnah wal Jama’ah disebut demikian, karena mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan merekalah Jama’ah yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. [49] Maka dengan demikian Ahlus Sunnah itu adalah para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, para tabi’in dan orang-orang yang ikut dan menelusuri jejak mereka (di dalam beragama) hingga hari kiamat kelak, tidak melakukan perbuatan bid’ah ataupun mengubah ajaran agama ini. Maka siapapun yang melakukan perbuatan bid’ah, mengganti ajaran agama atau mengadakan ajaran baru yang bukan dari ajaran agama ini dan bukan dari aqidah dan sunnah yang dipegang oleh generasi awal (salaf), maka ia bukan dari golongan Ahlus Sunnah di dalam hal yang ia ganti atau ubah itu.

Kedua: Asya’irah (atau yang lebih dikenal dengan julukan Asy’ariyah-pen) adalah kelompok teologis (kalamiyah) yang datang kemudian. Mereka lahir sesudah tiga qurun utama [50]. Kelompok ini dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (W.324 H) rahimahullah, seorang tokoh yang dahulunya menganut aliran Mu’tazilah, kemudian meninggalkan aqidah Mu’tazilahnya kira-kira tahun 300 H. Dan semenjak itu beliau memberikan sanggahan dan kritikan tajam terhadap penganut aqidah Mu’tazilah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan kalam (teologis) dari satu sisi dan pendekatan nash-nash al-Qur’an dan Sunnah dari sisi yang lain. Dan dengan begitu ia bersama orang yang sejalan dengannya benar-benar membabat dan menentang habis kelompok Mu’tazilah [51], hingga benar-benar ia pojokkan. Ini adalah merupakan perbuatan mulia dan ia pantas mendapat pujian.

Di dalam suasana seperti ini muncul aliran teologis baru yang bersifat campuran (talfiqi), bukan aliran murni sunni dan bukan pula murni kalam rasional, sehingga angin topan pertikaian reda dan kekalahan berada di pihak Mu’tazilah. Di sini Imam Abul Hasan al-Asy’ari benar-benar telah mendapat ujian berat dan keluar sebagai pemenang melawan Mu’tazilah dan Jahmiyah serta kelompok-kelompok kalam lainnya. [52] Di sinilah Abul Hasan al-Asy’ari menemukan kebenaran dan mengetahui bahwa ia menang karena ia kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan karena pembelaannya kepada Sunnah dan ahlinya serta karena ia bergandeng tangan dengan para tokoh ulama salaf lainnya.

Kemudian beliau meninggalkan pemikiran-pemikirannya di dalam masalah sifat-sifat Allah dan beberapa masalah lainnya di mana di situ beliau menempuh cara ta’wil dan bersandar kepada akal dan kalam di dalam perkara-perkara ghaib, sifat-sifat Allah dan qadar (taqdir). Lalu beliau memutuskan untuk menempuh jejak Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan beliau pun menyatakannya di dalam kitab monumentalnya “al-Ibanah” [53]. Di sini Allah telah memberinya taufiq hingga terlepas dari jeratan talfiq teologis, seraya ia berkata:

“......Keyakinan yang kami yakini dan agama yang kami anut adalah berpegang teguh kepada Kitab suci Tuhan kami (al-Qur’an) dan Sunnah nabi kami, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan segala apa yang diriwayatkan dari para shahabat, para tabi’in dan para pemuka Ahli Hadits. Kepada hal itu kami berpegang teguh dan kepada apa yang diyakini oleh Abu Abdullah, Ahmad bin Hanbal -semoga Allah mencerahkan wajahnya, meninggikan derajatnya, melipatgandakan pahalanya- kami meyakininya, dan terhadap siapa saja yang menyalahinya kami menjauhkan diri....”. [54]

Akan tetapi madzhab beliau yang kedua, yaitu madzhab perpindahan dari i’tizal (aqidah mu’tazilah) ke (aqidah) yang diperoleh melalui cara Ibnu Kullab al-Kalamiyah tetap menjadi madzhab aqidah yang diikuti (oleh kebanyakan orang) hingga sekarang, karena dapat memenuhi harapan kaum filosof dan para mutakallimin serta ahlut ta’wil.

Jadi aliran Asya’irah itu disandarkan kepada Imam Abul Hasan Ali al-Asy’ari sebelum beliau beralih kepada keyakinan Ahlus Sunnah dan baru meninggalkan aqidah mu’tazilah. Sekalipun beliau telah menanggalkan madzhab atau aliran Asy’ariyah tersebut dan telah menulis (aqidah yang diyakininya dan berbeda dengan sebelumnya-Pen) di dalam kitabnya “al-Ibanah” dan kitab “Maqalatul Islamiyyin”, namun kaum Asya’irah (pengikut madzhab transisi Imam Abul Hasan al-Asy’ari-Pen) tetap mengesampingkan aqidah akhir yang menjadi anutan beliau itu.

Demikianlah riwayat lahirnya aliran Asya’irah. Jadi, Asya’irah itu adalah aliran atau madzhab baru yang merupakan campuran (paduan) antara aqidah Ahlus Sunnah dan aqidah Mu’tazilah. Oleh karenanya, penganut aliran ini (Asya’irah) merupakan kelompok pemikiran teologis yang lebih dekat kepada Ahlus Sunnah.

Di sisi lain, aliran Asya’irah ini tumbuh dengan melalui beberapa periode sejarah, yang pada setiap periode perselisihan di antara mereka dengan Ahlus Sunnah makin melebar, terutama setelah para tokoh mereka berikutnya memasukkan prinsip-prinsip dan i’tiqad-i’tiqad baru ke dalamnya, seperti filsafat, tasawwuf, mantiq, kalam dan debat, sehingga aqidah Asya’irah itu merupakan campuran dari semua itu.

Di antara tokoh mereka yang paling menonjol adalah al-Baqillani, wafat tahun 403 H., al-Qusyairi, wafat tahun 465 H., Abul Ma’ali al-Juwaini, wafat tahun 478 H., Ibnul ‘Arabi, wafat tahun 542 H., Imam Ghazali, wafat tahun 505 H., al-Fakhrur Razi, wafat tahun 606 H., al-Amidi, wafat tahun 682 H, dan lain-lainnya. Semoga Allah mengampuni kita dan mereka semua. [55]

Jadi Aliran (Aqidah) Asya’irah yang ada sekarang ini adalah merupakan campuran dan paduan dari berbagai sumber dan berbagai keyakinan, yaitu dari Ahlus Sunnah, filsafat, tasawwuf dan ilmu kalam. Maka dari itulah kita dapatkan mereka sebagai orang yang ber-intisab kepada sunnah yang lebih banyak terjerumus di dalam penyimpangan aqidah dan ibadah (maksudnya: bid’ah aqidah dan ibadah).

Yang demikian itu sangat berbeda halnya dengan Ahlus Sunnnah pada setiap masa. Dan juga kita temukan bahwa kebanyakan penganut aliran Asya’irah masa kini terhimpun di dalam berbagai tariqat sufi yang penuh bid’ah, di mana di kalangan mereka banyak terjadi perbuatan bid’ah kubur, bid’ah tabarruk kepada manusia (yang dianggap wali) dan benda-benda, bid’ah di dalam hal ibadah, do’a, maulid nabi dan lain-lainnya. Bid’ah-bid’ah itulah pada saat ini yang membedakan mereka dari Ahlus Sunnah secara jelas.

Pada kenyataannya kini jarang sekali pembaca melihat seseorang dari pengikut aliran Asya’irah yang tidak mempunyai bid’ah atau kecenderungan kepadanya, atau menganggap sederhana dan tidak peduli kepada masalah yang sangat berbahaya ini. Dan sebaliknya, orang-orang yang benar-benar berintisab (berafilliasi) kepada Ahlus Sunnah, anda akan sangat jarang menemukan seorang dari mereka yang melakukan perbuatan bid’ah, kecuali karena kebodohan. Ini pun –alhamdulillah- sangat jarang terjadi.

Karena itulah kaum Asya’irah masa kini, karena ikut-ikutan Syi’ah dan pengikut-pengikut aliran lainnya, menjuluki Ahlus Sunnah yang ada di seluruh negeri dengan julukan “Wahhabiyah”, sebagai nisbat kepada seorang da’i pembaharu, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab, rahimahullah. Dan dahulu mereka menjuluki Ahlus Sunnah dengan julukan “Hanabilah” sebagai nisbat kepada Imam Ahmad bin Hanbal, rahimahullah. Mereka tidak mengetahui bahwa menjuluki mereka dengan julukan dua tokoh terkemuka ini, yaitu Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah merupakan rekomendasi bagi mereka, dan merupakan kehormatan dan kesaksian bagi mereka, bahwa merekalah orang-orang yang menelusurui jejak para tokoh ulama Ahlus Sunnah.

Pendek kata, kaum Asya’irah sependapat dengan Ahlus Sunnah di dalam beberapa masalah aqidah, namun mereka juga menyalahinya di dalam beberapa masalah yang lain. Maka terhadap kesamaan antara mereka dengan Ahlus Sunnah di dalam beberapa hal itu mereka boleh disebut Ahlus Sunnah, dilihat dari sudut kepatuhan mereka kepada Sunnah di dalam masalah-masalah itu. Namun, mereka secara global bila dilihat dari penyimpangan mereka dari Ahlus Sunnah di dalam prinsip-prinsip yang lain yang jumlahnya tidak sedikit, maka mereka secara umum tidak bisa disebut Ahlus Sunnah. Hal ini banyak yang tidak diketahui dan masih samar bagi kebanyakan orang, karena kurangnya pengetahuan dan kajian mereka terhadap ucapan-ucapan Ahlul ilmi (para ulama) di dalam masalah ini.

(Bersambung)

Hit : 0 | IndexJudul | IndexSubjudul | kirim ke teman | versi cetak 

 
   
Statistik Situs
Jum'at,19-4-2024 M 7:37:23 
Hijri: 10 Syawal 1445 H
Hits ...: 311308716
Online : 80 users

Pencarian

cari di  

 

Iklan

















Jajak Pendapat
Rubrik apa yang paling anda sukai di situs ini ?

Analisa
Buletin
Fatwa
Kajian
Khutbah
Kisah
Konsultasi
Nama Islami
Quran
Tarikh
Tokoh
Doa
Hadits
Mu'jizat
Sakinah
Akidah
Fiqih
Sastra
Resensi
Dunia Islam
Berita Kegiatan
Kaset
Kegiatan
Materi KIT
Firqah
Ekonomi Islam
Senyum
Download


Hasil Jajak Pendapat

Mutiara Hikmah

Mathraf bin Abdullah ibnusy Syakhir menulis surat balasan kepada sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, "Kepada hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, dari Mathraf bin Abdullah. Salamullah 'alaik, ya Amiral Mukminin, wa Rahmatullah wa Barakatuh. Sesungguhnya, aku mengajakmu memuji kepada Allah yang tidak ada tuhan yang hak selain Dia. Amma ba'du. "Jadikanlah rasa tenangmu bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan perhatian penuhmu kepada-Nya. Sesungguhnya, kaum yang merasa damai dengan Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan sepenuhnya memberikan perhatiannya kepada-Nya, mereka merasa lebih damai bersama Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dalam kesendirian daripada beramai-ramai dengan jumlah yang banyak, mereka mematikan apa saja di dunia yang mereka khawatirkan akan mematikan hati mereka, mereka meninggalkan apa saja di dunia yang mereka ketahui bakal meninggalkannya, mereka menjadi musuh terhadap apa yang diterima manusia dari dunia. Semoga Allah menjadikan kita semua bagian dari mereka karena mereka sedikit jumlahnya di dunia. Wassalam." (Abdullah bin Abdul Hakam, al-Khalifah al-'Adil Umar bin Abdil Aziz, hal.182)

( Index Mutiara )


Fiqh Wanita

Benarkah Kaum Wanita Tidak Boleh Masuk Masjid Karena Mereka Adalah Najis

Jika Mendapat Kesucian Setelah Shubuh

Haid Datang Beberapa Saat Sebelum Matahari Terbenam

Merasa Ada Darah Tapi Belum Keluar Sebelum Matahari Terbenam

Hukum Wanita Yang Mandi Setelah Jima', Kemudian Keluar Cairan Dari Kemaluannya

Hukum Orang Yang Kentut Terus Menerus.

Shalat Dengan Pakaian Terkena Najis

Hukum Orang Haidh Berdiam di Masjid

Hukum air kencing anak yang mengenai pakaian wanita

Menggunakan air laut untuk berwudlu

Hukum Operasi Cesar

Menyentuh wanita dalam keadaan berwudhu'

Menyentuh wanita asing(selain isteri) dalam keadaan berwudhu'

Hukum membawa Mushaf ke dalam WC

Bersuci dari Air Kencing Bayi

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Kutek

Hukum Wudhunya Orang yang Menggunakan Inai (Pacar)

Hukum Wudhunya Wanita yang Tidak Menghilangkan Kutek

Membasuh Kepala Bagi Wanita

Hukum Mengusap Rambut yang Disanggul (dikepang)

Sifat Mandi Junub dan Perbedaan dengan Mandi Haidh

Melepaskan Ikatan Rambut Untuk Mandi Haidh

Haruskah Meresapkan Air ke Dalam Kulit Kepala Dalam Mandi Junub?

Samakah Wanita yang Memiliki Rambut Panjang yang Tidak Digulung dengan yang Digulung

Hukum Mengusap Kain Penutup Kepala Saat Mandi Junub

Haruskah Dua Kali Bersuci Karena Dua Hadats

Wajib Mandikah Wanita Yang Bermimpi (Mimpi Basah)

Jika Seorang Wanita Bermimpi dan Mengeluarkan Cairan yang Tidak Mengenai Pakaiannya, Apakah Ia Wajib Mandi

Wajib Mandikah Bila Keluarnya Mani Karena Syahwat Tanpa Bersetubuh

Berdosakah Seorang Wanita yang Mimpi Bersetubuh Dengan Seorang Pria

Wajib Mandikah Jika Seorang Wanita Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya atau Jika Seorang Dokter Memasukkan Tangannya ke Dalam Kemaluannya

Jika Seorang Ragu Tentang Junubnya

Bolehkah Menunda Mandi Wajib Hingga Terbit Fajar

Bolehkah Orang yang Junub Tidur Sebelum Berwudhu

Mandi Junub Merangkap Mandi Jum'at, atau Merangkap Mandi Haidh dan Mandi Nifas

Apakah Penggunaan Inai Pada Masa Haidh Akan Mempengaruhi Sahnya Mandi Setelah Masa Haidh?

Apakah Tubuh Orang yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Ia Mandi Junub

Masa di Mana Para Wanita yang Sedang Nifas Tidak Boleh Melaksanakan Shalat

Pendapat yang Kuat Tentang Masa Nifas

Nifas, Suci Sebelum Empat Puluh Hari Lalu Berpuasa

Apakah Wanita Nifas yang Suci Sebelum Genap Empat Puluh Hari Tetap Wajib Melaksanakan Ibadah

Nifas, Jika Darah Terus Mengalir Setelah Empat Puluh Hari

Darah Nifas Berhenti Sebelum Empat Puluh Hari, Apakah Hal Ini Membolehkan Shalat Walaupun Darah Itu Kembali Lagi Pada Hari Keempat Puluh

Apakah Masa Nifas Itu Dapat Lebih dari Empat Puluh Hari?

Tidak Mengeluarkan Darah Setelah Melahirkan, Bolehkah Suaminya Mencampurinya?

Jika Wanita Hamil Keluar Darah Banyak Tapi Bayi yang Dikandungnya Tidak Keluar ( Keguguran )

Bila Seorang Wanita Hamil Mengalami Goncangan Namun Ia Tidak Tahu Apakah Kandungannya Keguguran atau Tidak, Dalam Keadaan Ia Mengalami Haidh

Hukum Darah yang Menyertai Keguguran Prematur Sebelum Sempurnanya Bentuk Janin dan Setelah Sempurnanya Janin

Hukum Darah yang Mengalir Terus Menerus Dalam Waktu yang Lama Setelah Keguguran

Keguguran Pada Umur Tiga Bulan Kehamilan, Apakah Tetap Wajib Shalat

Hukum Darah yang Keluar Setelah Keluarnya Janin ( Keguguran )

Keguguran Sebelum dan Setelah Terbentuknya Janin

Banyak Mengeluarkan Darah Saat Keguguran

Keguguran Pada Bulan Ketiga dari Masa Kehamilan, Kemudian Setelah Lima Hari Melaksanakan Puasa dan Shalat

Wajibkah Puasa dan Shalat Bagi Wanita yang Mengalami Keguguran

Kapankah Darah Keguguran Prematur Dianggap Darah Nifas

Mengeluarkan Darah Lebih dari Tiga Hari Sebelum Persalinan

Mengeluarkan Darah Lima Hari Sebelum Datangnya Masa Nifas

Mengeluarkan Darah Satu atau Dua Hari Sebelum Persalinan

Kewajiban Wanita Nifas Pada Akhir Masa Nifas

Darah Nifas Mengalir Kembali Setelah Empat Puluh Hari

Hukum Darah Nifas yang Keluar Lagi

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

Hukum Berhadats Kecil Dan Menyentuh Mushaf

Mencium Istri Tidak Membatalkan Wudhu’

Darah Nifas Berhenti Kemudian Kembali Lagi Setelah Empat Puluh Hari

Yang Dibolehkan Bagi Suami Terhadap Istrinya yang Sedang Nifas

Apakah Disyaratkan Empat Puluh Hari untuk Dibolehkannya Mencampuri Istri Setelah Melahirkan

Hukum Membaca Al-Qur’an Tanpa Wudhu’

Boleh Menyentuh Kaset Rekaman Al-Qur’an Bagi Yang Sedang Junub

Bersetubuh Setelah Tiga Puluh Hari Melahirkan

Darah yang Keluar dari Wanita yang Melahirkan Melalui Operasi

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Apakah Tubuh Wanita Nifas Menjadi Najis

Cara Shalat Wanita yang Terus Mengeluarkan Darah

Seorang Wanita Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Darah, Lalu Beberapa Hari Kemudian Ia Mengeluarkan Da-rah Haidh yang Sebenarnya

Setelah Operasi dan Sebelum Masa Haidh Mengeluarkan Darah Hitam, Kemudian Setelah Itu Masa Haidh Datang

Seorang Wanita Telah Berhenti Masa Haidhnya Karena Usianya yang Sudah Lanjut Kemudian Dalam Suatu Perjalanan Ia Mengeluarkan Darah Terus Menerus

Wanita Mengeluarkan Darah yang Bukan Darah Haidh dan Bukan Pula Darah Nifas

Setelah Bersuci dari Haidh yang Biasanya Selama Sem-bilan atau Sepuluh Hari, Keluar Lagi Darah Pada Waktu-waktu yang Tidak Tentu

Di Bulan Ramadhan Mengeluarkan Darah Sedikit yang Terus Berlanjut Sepanjang Bulan

Setelah Nifas Mengeluarkan Darah Sedikit yang Bukan di Masa Haidh

Cara Bersucinya Wanita Mustahadhah

Perbedaan Antara Darah Haidh dan Darah Istihadhah

Penjelasan Tentang Cairan Berwarna Kuning dan Cairan Keruh Serta Hukumnya, Juga Tentang Cairan Putih (Keputihan)

Penggunaan Pil-pil Pencegah Kehamilan Mengakibatkan Timbulnya Cairan Keruh yang Merusak Haidh

Mengeluarkan Cairan Keruh Sehari atau Dua Hari Sebelum Datangnya Masa Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar Sehari atau Dua Hari Sebelum Masa Haidh

Meninggalkan Shalat Karena Mengeluarkan Cairan Keruh Sebelum Haidh

Hukum Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Setelah Suci

Mengeluarkan Tetasan Bening yang Berwarna Agak Kuning di Luar Waktu Haidh

Apakah Cairan yang Keluar dari Wanita Itu Najis dan Membatalkan Wudhu

Hukum Orang yang Yakin Bahwa Cairan-cairan Itu Tidak Membatalkan Wudhu

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Bolehkah Ia Melakukan Shalat Sunat dan Membaca Al-Qur'an

Jika Wanita yang Mengeluarkan Cairan Terus Menerus Itu Berwudhu, Tapi Kemudian Setelah Berwudhu Itu dan Sebelum Shalat Cairan Itu Keluar Lagi

Bolehkah Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan Melakukan Shalat Dhuha Dengan Wudhu Shalat Shubuh

Bolehkah Melakukan Shalat Tahajud Dengan Wudhu Shalat Isya Bagi Wanita yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Cukupkah Membasuh Anggota Wudhu Bagi Wanita Yang Terus Mengeluarkan Cairan?

Bagaimana Hukumnya Jika Cairan Itu Mengenai Bagian Tubuh

Tidak Berwudhu Saat Mengeluarkan Cairan Itu Karena Tidak Tahu

Mengapa Tidak Ada Riwayat dari Rasulullah SAW yang Menyatakan Bahwa Cairan yang Keluar dari Wanita Dapat Membatalkan Wudhu, Sementara Para Shahabiyah Sangat Menjaga Cairan yang Keluar ?

Apa Betul Syaikh Ibnu Utsaimin Berpendapat Bahwa Cairan Tidak Membatalkan Wudhu ?

Mengeluarkan Cairan Setelah Mandi Junub dan Setelah Bangun Tidur

Wanita Hamil Mengeluarkan Cairan Sejak Satu Bulan

Cairan Kuning yang Keluar dari Wanita Perawan dan Janda Tanpa Mimpi

Keluarnya Mani Beserta Air Kencing Kemudian Setelah Itu Keluar Mani Tanpa Syahwat

Saya Mengeluarkan Cairan Putih dan Terkadang Cairan Itu Keluar Ketika Saya Sedang Shalat

Hukum Cairan yang Keluar Setetes Demi Setetes

Hukum Membaca Kitab Tafsir Bagi Wanita Haidh

Bagaimana Shalat Orang Yang Mengidap Penyakit Kencing Netes?

Hukum Kencing Berdiri

Panas Matahari Tidak Menghilangkan Najis

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Doa Membasuh Muka Pada Saat Berwudhu.

Doa Mandi Junub

Terkena Najis Setelah Berwudhu

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu?

Hukum Mimpi (junub) Namun Tidak Keluar Mani

Menyisir Rambut dan Memotong Kuku Saat Haidh

Hukum Berhadats Kecil dan Menyentuh Mushaf


Senyum
Tes Kecerdasan !
Jawablah pertanyaan dibawah ini tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu !

Pertanyaan pertama: jika anda sedang mengikuti lomba lari, kamudian anda bisa mendahului pelari yang kedua, maka pada urutan berapakah anda sekarang?????

Jawaban !
jika anda menjawab bahwa anda diurutan pertama
Maka jawaban anda salah
Sebab jika anda mendahului pelari kedua maka anda hanya menggantikan posisinya diurutan kedua tidak menggantikan posisi pelari urutan pertama.

Sekarang soal kedua: tapi jawablah dengan cepat gak pake lama, oke ?

Pertanyaan: jika anda mendahului pelari terakhir, maka anda diurutan …… ????

Jawaban:
Jika jawaban anda adalah terakhir atau sebelum akhir, maka jawaban anda salah

Karena bagaimana mungkin anda mendahului pelari terakhir padahal yang terakhir itu adalah anda !!!?


Fatwa Puasa

Kapan Remaja Putri Diwajibkan untuk Berpuasa?

Remaja Putri Berusia Dua Belas atau Tiga Belas Tahun Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan

Tidak Berpuasa Selama Masa Haidh, dan Setiap Kali Tidak Berpuasa Ia Memberi Makan, Apakah Wajib Qadha Baginya

Istri Saya Hamil dan Mengeluarkan Darah Pada Permulaan Ramadhan

Mendapat Kesucian dari Haidh atau dari Nifas Sebelum Fajar dan Tidak Mandi Kecuali Setelah Fajar

Seorang Wanita Mendapat Kesuciannya dari Nifas Dalam Satu Pekan, Kemudian Ia Berpuasa Bersama Kaum Muslimin, Setelah Itu Darah Tersebut Datang Lagi

Mendapat Kesucian Setelah Tujuh Hari Melahirkan Lalu Berpuasa di Bulan Ramadhan

Setelah Empat Puluh Hari Sejak Melahirkan, Darah yang Keluar Berubah, Apakah Saya Harus Shalat dan Puasa

Melahirkan di Bulan Ramadhan dan Tidak Mengqadha Setelah Bulan Ramadhan Karena Ada Kekhawatiran Pada Bayi, Kemudian Pada Bulan Ramadhan Selanjutnya Ia Melahirkan Lagi

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Dan Menyusui Jika Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bagaimana Hukumnya Jika Wanita Menyusui Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya

Meninggalkan Puasa Dengan Sengaja Selama Enam Hari di Bulan Ramadhan Karena Ujian Sekolah

Memaksa Isteri untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

Memaksa Istri untuk Tidak Berpuasa

Seorang Pria Musafir Tiba di Rumahnya Pada Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya

Apakah Keluar Darah dari yang Hamil Termasuk yang Membatalkan Shaum

Suami Mencium dan Mencumbui Istrinya di Siang Hari Ramadhan

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -1

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan -2

Mencampuri Istri di Siang Hari Ramadhan - 3

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -1

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -2

Hukum Menggunakan Celak Mata dan Perlengkapan Kecantikan Lainnya di Siang Hari Ramadhan -3

Menggunakan Inai Pada Rambut Saat Berpuasa

Mengobati Pilek dengan Obat yang Dihirup Melalui Hidung

Apakah Keluarnya Air Ketuban Dapat Membatalkan Puasa

Mengqadha Puasa Bagi yang Tidak Puasa Karena Hamil

Tidak Mampu Mengqadha Puasa

Tidak Berpuasa Karena Sakit Lalu Meninggal Beberapa Hari Setelah Ramadhan

Orang Meninggal yang Mempunyai Tanggungan Puasa

Sekarang Berusia Lima Puluh Tahun, Dua Puluh Tujuh Tahun yang Lalu Tidak Menjalankan Puasa Ramadhan Selama Lima Belas Hari

Beberapa Tahun yang Lalu Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Haidh dan Belum Mengqadhanya

Mempunyai Utang Puasa Selama Dua Ratus Hari Karena Ketidaktahuannya dan Sekarang Sedang Sakit

Minum Obat Beberapa Saat Setelah Fajar

Di Depan Keluarganya Ia Berpuasa, Namun Sebenarnya Dengan Cara Sembunyi-sembunyi Ia Tidak Berpuasa Selama Tiga Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan Kedua Telah Datang Tapi Ia Belum Mengqadha Puasa Ramadhan yang Lalu

Tidak Pernah Mengqadha Puasa yang Ditinggalkannya Karena Haidh Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Tidak Berpuasa Karena Menyusui Anaknya Dan Belum Mengqadhanya, Kini Anak Itu Telah Berusia Dua Puluh Empat Tahun

Belum Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan Pada Dua Tahun Pertama Sejak Menjalankan Puasa Wajib

Menunda Qadha Puasa Hingga

Hikmah dari Diwajibkannya Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Tidak Berpuasa Selama Dua Ramadhan Karena Sakit, Kemudian Pada Ramadhan Ketiga Ia Berpuasa, Apa yang Harus Dilakukan untuk Dua Ramadhan yang Telah Lewat

Meninggalkan Puasa Ramadhan Selama Empat Tahun Karena Gangguan Kejiwaan

Ibu Saya Telah Lanjut Usia, Ia Berpuasa Selama Lima Belas Hari Kemudian Tidak Berpuasa Karena Tak Sanggup Puasa

Mencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa

Saya Pernah Bertanya Kepada Seorang Dokter, Ia Mengatakan, Bahwa Pil Pencegah Haidh Itu Tidak Berbahaya

Mengkonsumsi Pil Pencegah Haidh Agar Bisa Berpuasa Bersama Orang-Orang Lainnya

Hukum Mencicipi Makanan Ketika Berpuasa

Mengeluarkan Darah Selama Tiga Tahun, Apa yang Harus Dilakukan di Bulan Ramadhan

Bernadzar untuk Berpuasa Selama Satu Tahun

Hukum Mengisi Bulan Ramadhan Dengan Begadang, Berjalan-jalan di Pasar dan Tidur

Faktor-faktor yang Mendukung Wanita di Bulan Ramadhan

Apa Hukum Berbicara Dengan Seorang Wanita atau Menyentuh Tangannya di Siang Hari Ramadhan

Mengakhirkan Qadha Puasa Ramadhan Hingga Datang Ramadhan Berikutnya.

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Mencampuri Isteri Pada Hari yang Diragukan

Memberi Makan Kaum Miskin Sebagai Pengganti Puasa Orang Lanjut Usia

Orang yang Tidak Mampu Berpuasa

Terapi di Bulan Ramadhan

Berbukanya Musafir

Berbukanya Wanita Hamil dan Wanita yang Menyusui

Onani/Masturbasi dan Bersetubuh di Siang Bulan Ramadhan

Hukum Darah yang Keluar dari Orang yang Sedang Berpuasa

Masih makan dan minum saat fajar karena ia tidak tahu.

Menonton Televisi Bagi yang Berpuasa

Seorang Musafir Tidak Berpuasa Lalu Ia Memaksa Isterinya yang Sedang Berpuasa untuk Berhubungan Badan

Wajib Puasa Bagi Wanita yang Telah Haidh

Bila Seorang Wanita Melanjutkan Puasanya Kendatipun Keluar Darah Haidh

Mengqadha’ Puasa Beberapa Tahun

Menyepelekan Puasa Sejak Pertama Kali Mengalami Haidh

Berbuka Karena Kesibukannya Dalam Bangunan dan Persiapan Nikah

Orang yang Meninggal di Bulan Ramadhan Tidak Wajib Mengqadha Sisa Harinya

Puasa dan Terapi

Sekitar Nadzar Puasa

Bertekad Puasa Tiga Hari (Tgl 13, 14, 15)

Puasa Pada Hari Sabtu

Hukum Puasanya Orang Yang Tidak Shalat Tarawih

Hukum Mencium Bagi yang Berpuasa

Darah yang Merusak Puasa

Hukum Berbekam Bagi yang Berpuasa dan Hukum Keluarnya Darah

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Terlihatnya Hilal (Bulan) Ramadhan Atau Syawwal di Suatu Negara Tidak Mengharuskan Negara-Negara Lain Mengikutinya

Tidur Sepanjang Hari Ketika Puasa

Berkumur Sampai Airnya Masuk ke Tenggorokan

Hukum Menggunakan Minyak Wangi di Siang Bulan Ramadhan

Makan Karena Lupa Ketika Puasa

Banyak Mandi Ketika Puasa

Tidak Mengqadha Puasa Karena Menghawatirkan Bayinya

Laksanakan Puasa Qadha Lebih Dulu

Panjangnya Malam dan Siang Saat Ramadhan

Negara yang Terlambat Terbenamnya Matahari

Anak Kecil Tidak Wajib Puasa Tapi Disuruh Melaksanakannya

Berbuka Berdasarkan Pemberitahuan Penyiar

Puasa Wishal

Hukum “Hidangan Orang Tua”

I’tikaf dan Syaratnya

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman Pada Ru’yat (Penglihatan) Biasa

Puasa Berdasarkan Satu Ru’yat (Penglihatan)

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Subuh, Maka Ia Harus Berpuasa Dan Mengqadha’

Puasa Dan Junub

Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum Ketika Adzan Subuh

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah Bagi Yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler Bagi Yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang Yang Puasa Dan Shalat Hanya Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak Di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak Bagi Yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang Yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha’ Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha’ Puasa

Apakah orang yang meninggal dengan menanggung utang qadha’ puasa boleh dipuasakan untuknya (diqadha’kan)?

Hukum Mengqadha Enam Hari Puasa Syawwal

Mengqadha Enam Hari Puasa Ramadhan di Bulan Syawwal, Apakah Mendapat Pahala Puasa Syawwal Enam Hari

Apakah Suami Berhak untuk Melarang Istrinya Berpuasa Sunat

Hukum Puasa Sunnah Bagi Wanita Bersuami

Hukum Zakat Yang Diserahkan Ke Lembaga Zakat Atau Instansi Pemerintah

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Yang Digunakan Sebagai Pehiasan Atau Dipinjamkan, Baik Berupa Emas Maupun Perak

Wajibnya Zakat Pada Perhiasan Wanita Jika Mencapai Nishab Dan Tidak Diproyeksikan Untuk Perdagangan

Apakah Seorang Wanita Harus Menggabungkan Perhiasan Putri-Putrinya Ketika Hendak Mengeluarkan Zakat Perhiasannya?

Apa Hukum Zakat Perhiasan Yang Dikenakan

Hukum Buka Warung Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Lupa Meniatkan Puasa Bulan Syawwal Dari Sejak Malam Hari, Sah Tidak?

BAGAIMANA MENENTUKAN AWAL PUASA

HIKMAH DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TETAPI TIDAK MENGQADHA SHALAT

BAGAIMANA PUASA YANG BENAR?

NIAT BERBUKA,TAPI BELUM MAKAN DAN MINUM APAKAH MEMBATALKAN PUASA?

beberapa tanda Lailatul Qadr

Puasa Muharram dan 'Asyura

Nilai Sosial Puasa

Apa Yang Lazim Dan Yang Wajib Dilakukan Orang Yang Berpuasa

Tetesan Air Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Berlebihan Dalam Hidangan Buka Puasa

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh Atau Beberapa Saat Setelahnya

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Mag Dan Puasa

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan Ketika Safar

Suntikan Di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah Dari Orang Yang Sedang Berpuasa

Hukum Berenang Bagi Orang Yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan Oleh Orang Yang Sedang Berpuasa

HUKUM ORANG YANG PUASA TETAPI TIDAK SHOLAT

Meninggal Pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang Yang Mengakhirkan Qadha Puasa Hingga Datang Ramadhan Berikutnya

Perbedaan Ru-yah

Shaum (Berpuasa) Berdasarkan Hisab.

Hukum Puasa Bagi Orang Yang Melanjutkan Makan Sahurnya Setelah Adzan?

Hukum Shiam (Puasa) Yang Dilakukan Pada Masa Nifas.

Mengqadha Shiyam (Puasa) Yang Telah Terlupakan Selama Sepuluh Tahun

Bolehkah Membatalkan Shiyam (Puasa) Yang Diqhadha?

Kafarat Bagi Orang Yang Mengumpuli Istrinya Di Siang Hari Bulan Ramadhan

Mengqadha Shiyam Yang Terlupakan Jumlahnya

Beberapa Permasalahan Wanita Dalam Melakukan Shiyam.

Penentuan Hari dan Shiyam (Puasa) Arafah Pada Tiap Negara

Bid’ahkah Puasa 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah ?

Hisab Dijadikan Acuan Dalam Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan

Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Niat Dalam Melaksanakan Shiyam (Puasa)

Makan Sahur Ketika Fajar Terbit Tanpa Disadari

Air Yang Masuk Ke Tenggorokan Tanpa Sengaja Ketika Berwudhu

KADAR FIDYAH BAGI ORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA KARENA TUA ATAU SAKIT

Memakai Obat Mata Dan Telinga Ketika Berpuasa

Permasalahan-Permasalahan Yang Berkaitan Dengan I'tikaf

Apakah Ada Perselisihan Pendapat Tentang Dianjurkannya Puasa Di Sembilan Hari Awal Bulan Dzulhijah

Menyikapi Dua Hadits Yang Bertentanggan Dalam Masalah Puasa 1-9 Dzulhijjah

Hukum Tidak Berpuasa Karena Alasan Pekerjaan

Hukum tetap berpuasa selama masa haidh karena tidak tahu

Menelan Pil Pencegah Haid

Apakah malam lailatul qadar jatuh pada malam ke-27 dari bulan Ramadhan

Hukum mengakhirkan qadha puasa Ramadhan sebelumnya sampai memasuki bulan Ramadhan yang baru?

Orang Yang Meninggal Dengan Menanggung Qadha' Puasa

Antara Berbuka atau Berpuasa Saat Safar (Bepergian)

Jika Terjadi Perbedaan Hari Arafah

Jika Puasa Arafah Jatuh Pada Hari Sabtu..?

Berpuasa Tapi Meninggalkan Shalat

Antusias Ibadah Saat Ramadhan Saja

Kesalahan Sebagian Muda-Mudi Saat Puasa

Apa yang Lazim dan yang Wajib Dilakukan Orang yang Berpuasa?

Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Menelan Pil Pencegah Haid

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh atau Beberapa Saat Setelahnya

Tanda Subuh adalah Terbitnya Fajar

Berpedoman pada Ru'yah [Penglihatan] Semata

Puasa Berdasarkan Satu Ru'yah [Penglihatan]

Minum Karena Tidak Tahu Sudah Subuh

Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa

Penderita Maag dan Puasa

Jika Seorang Wanita Suci Setelah Shubuh, maka Ia Harus Berpuasa dan Mengqadha'

Puasa dan Junub

Puasanya Orang yang Meninggalkan Shalat. Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Bersetubuh di Siang Hari Ramadhan ketika Safar

Sahur Setelah Subuh

Minum Setelah Adzan Subuh

Minum ketika Adzan Subuh

Suntikan di Siang Hari Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Darah dari Orang yang Sedang Berpuasa

Hukum Cuci Darah bagi yang Berpuasa

Hukum Menggunakan Krim Kulit

Hukum Menggunakan Inhaler bagi yang Berpuasa

Apakah Debu Membatalkan Puasa?

Hukum Orang yang Puasa dan Shalat Hanya pada Bulan Ramadhan

Hukum Orang yang Puasa Tapi Tidak Shalat

Menggunakan Siwak di Bulan Ramadhan

Hukum Bersiwak bagi yang Berpuasa Setelah Tergelincirnya Matahari

Apakah Tanggalnya Gigi Geraham Orang yang Sedang Berpuasa Membatalkan Puasanya?

Hukum Berenang bagi Orang yang Sedang Berpuasa

Mencicipi Makanan oleh Orang yang Sedang Berpuasa

Menunda Qadha Puasa Hingga Tiba Ramadhan Berikutnya

Menghadiahkan Pahala Puasa untuk Orang yang Sudah Meninggal

Orang yang Meninggal dengan Menanggung Qadha Puasa

Apa Petunjuk Rasul dan Para Sahabat di Bulan Ramadhan ?

Keadaan Para Sahabat di Musim-musim Kebaikan

Makna Berpuasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Hal-hal yang Hendaknya Dilakukan Orang yang Berpuasa

Sebelum Rakaat Terakhir Shalat Witir Berniat Puasa

Banyak Berbicara Saat Berpuasa


Puasa Asyura Terlewatkan Karena Lupa


Kajian Ramadhan

Menyambut Bulan Ramadhan

Keutamaan Bulan Ramadhan

Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan

Kiat-Kiat Menghidupkan Bulan Ramadhan...!

Panduan Ringkas Puasa Ramadhan

Hikmah dan Manfa'at Puasa

Qiyam Ramadhan

Adab Shalat Tarawih Bagi Wanita

Nuzulul Qur'an Sebagai Peringatan atau Pelajaran

I'tikaf Hukum dan Keutamaanya

Menggapai Lailatul Qadar

Ramadhan Bersama al-Qur'an

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (1)

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bulan Ramadhan (2)

Zakat Fitrah

Kebahagiaan Bersama Iedul Fithri

Ramadhan Telah Berlalu

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal

Waspada Terhadap Hadits-Hadits Dha'if (Lemah) Seputar Ramadhan


Fatwa Haji & Qurban

Apa hikmah thawaf(disekitar Ka'bah)? Apakah hikmah mencium Hajar Aswad adalah tabarruk (memohon barakah) kepadanya?

Disyari'atkannya menyembelih hewan qurban

Hukum menyembelih hewan qurban dan cara membagikan dagingnya

Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba?

Menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang

Seekor unta untuk satu orang

Umur hewan qurban

Hewan Yang Tidak Sah Dijadikan Hewan Qurban

Berqurban dengan harga hewan qurban

Penerima daging hewan qurban

Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

Menyembelih sebelum Imam menyembelih

Barang siapa ingin berqurban, maka janganlah mengambil(memotong) rambut dan kukunya

Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram

Hukum orang yang ingin melakukan haji namun masih memiliki hutang

Mahram Tidak Sanggup Mendampingi Dalam Ibadah Haji

Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji

Apakah Suami Seorang Perempuan Bisa Menjadi Mahram Bagi Bibi Perempuan Tersebut

Wanita Ingin Haji Didampingi Anak Laki-Lakinya Yang Belum Baligh

Pergi Haji Hanya Ditemani Wanita Yang Dipercaya

Mahram Wanita Meninggal Pada Saat Ibadah Haji

Izin Suami Untuk Pergi Haji

Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin Dari Suaminya

Biaya Haji Ditanggung Wanita

Mengganti Haji Wanita Tua Lagi Buta

Wanita Haji Bersama Lelaki Yang Bukan Mahram

Wanita Pergi Haji Bersama Lelaki Shalih Yang Disertai Keluarganya

Seorang Wanita Mendatangkan Ibunya Untuk Diajak Pergi Haji

Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram

Wanita Pergi Haji Dengan Harta Suaminya

Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram

Puasa di Jeddah Lalu Berihram Haji Tanggal Delapan

Wanita Niat Haji Tamattu', Kemudian Tidak Memungkinkan Thawaf Dan Sa'i Kemudian Dia Menuju Ke Mina Dan Arafah

Mencium Hajar Aswad Pada Waktu Mulai Thawaf

Wanita Shalat di Belakang Maqam Ibrahim

Wanita Mendaki Shafa dan Marwah

Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama dari thawaf qudum khusus bagi laki-laki saja

Apakah Wanita Mempercepat Sa'i Tatkala Berada

Wanita Menyesal Karena Berumrah, Tapi Tidak Men-ziarahi Makam Rasul

Wanita Mencium Hajar Aswad

Wanita Keluar Dari Muzdalifah

Wanita Mencukur Rambut Pada Saat Haji Dan Umrah

Bentuk Pakaian Ihram Bagi Wanita

Wanita Telah Menyelesaikan Semua Manasik Haji Kecuali Melempar Jumrah Karena Punya Anak Kecil

Wakil Dalam Melempar Jumrah

Wanita Telah Selesai Dari Seluruh Manasik Kecuali Menggunting Rambut

Thawaf Ifadhah Diganti Dengan Thawaf Wada'

Hikmah Dilarang Mengenakan Pakaian Berjahit Saat Ihram

Melaksanakan Ibadah Haji Tanpa Ihram

Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji

Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal

Wanita Haid Tinggal di Jeddah Sebelum Thawaf Ifadhah dan Thawaf Wada' Setelah Suci Digauli Suaminya

Wanita Meletakkan Kayu atau Pengikat Untuk Mengangkat Jilbab Dari Wajahnya

Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya

Wanita Pulang ke Negerinya Sebelum Thawaf Ifadhah

Pakaian Ihram Wanita Dan Hukum Mengenakan Cadar dan Sarung Tangan

Hukum Sarung Tangan Dan Kaos Kaki Saat Ihram

Hukum Mengenakan Purdah Dan Masker Saat Ihram

Hukum Membuka Wajah Dan Telapak Tangan

Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram

Hukum Ihram Disaat Haid

Wanita Berihram Dari Miqat Sebelum Suci

Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid dan Tatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian

Wanita Dalam Kondisi Haid Dan Nifas Saat Akan Ihram

Ihram Dari Sail Dalam Keadaan Haid Lalu Pergi ke Jeddah dan Setelah Suci Menyempurnakan Ibadah Haji

Pemalsuan Pasport Tidak Mempengaruhi Keshahan Ibadah Haji

Fadhilah Ibadah Haji Itu Sangat Besar

Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang Yang Mampu

Suatu Masalah Penting Bagi Orang Yang Thawaf

Setiap Orang Dari Anda Wajib Bayar Fidyah

Anda Mempunyai Dua Pilihan

Tidak Apa-Apa Istirahat Sejenak Di Waktu Thawaf

Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan Di Setiap Masjid

Hajinya Orang Yang Meninggalkan Shalat

Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?

Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf Ifadhah Dan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci

Hukum Melontar Dengan Kerikil Bekas Pakai

Apa Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Orang Yang Berkesempatan Menunaikan Ibadah Haji?

Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak Pada Pelakunya

Kewajiban Orang Yang Telah Kembali Ke Kampung Halamannya Terhadap Keluarganya Seusai Melaksanakan Ibadah Haji

Perempuan Telah Berniat Padahal Ia Sedang Haid Atau Nifas

Menghajikan Orang Tua (Ayah) Dengan Harta Yang Telah Diwasiatkan

Melaksanakan Haji Dibiayai Suatu Yayasan

Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit

Pakain Berjahit Yang Dilarang Adalah Jahitannya Yang Meliputi Seluruh Tubuh

Mendahulukan Sa’i Daripada Thawaf

Cukur Rambut Itu Gugur Bagi Orang Yang Berkepala Botak (Tidak Berambut)

Harus Melakukan Thawaf Wada’ (Perpisahan) Jika Kepulangannya Tertunda Di Mekkah

Hukum Melontar Jumroh Aqabah Di Malam Hari

Sanggahan Terhadap Orang Yang Berpendapat Bahwa Jeddah Adalah Miqat

Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan

Tutuplah Kepala Anda... Anda Wajib Bayar Fidyah

Sa’i Itu Adalah Salah Satu Rukun Haji

Nabi Tidak Pernah Menentukan Do’a Khusus Untuk Thawaf

Tidak Ada Kewajiban Bagi Anda

Yang Wajib Adalah Tinggal Di Perkemahan Paling Akhir

Inilah Hari-Hari Tasyriq

Ini Adalah Maksiat Besar

Bagi Orang Yang Akan Menunaikan Ibadah Haji Atau Umrah Wajib Mempelajari Hukum-Hukumnya

Keteladanan Itu Ada Pada Rasulullah

Saat Thawaf atau Sa'i Afdhalnya Adalah Menyibukkan Diri Dengan Dzikir

Hukumnya Berbeda, Tergantung Kepada Perbedaan jenis Iddah

Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan Mengulangi Thawaf

Anda Wajib Menundukkan Pandangan

Thawaf Wada’ Itu Adalah Nusuk Wajib

Tersentuh Tubuh Wanita Tidak Membatalkan Thawaf

Tidak Boleh Bagi Jama’ah Haji Keluar Ke Jeddah Pada Hari ‘Idul Adha

Bagi Orang Yang Sehat Tidak Boleh Mewakilkan Di Dalam Melontar Jumroh

Jama’ah Haji Pergi Ke Jeddah

Seputar Sa’i Dan Thawaf

Hukum Melontar Jumroh Pada Hari-Hari Tasyriq Sekaligus

Tidak Mabit Di Muzdalifah Apakah Mewajibkan Hadyu?

Waktu Melontar Jumroh ‘Aqabah

Menghadiahkan Pahala Amal Seperti Thawaf

Hak Allah Lebih Penting Daripada Hak Suami

Larangan-Larangan Ihram

Menggunakan Pil Pencegah Haid Untuk Ibadah Haji

Hikmah Di Balik Mencium Hajar Aswad

Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka’bah Dan Menujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

An-Nusuk dan Macam-macamnya

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah Tanpa Didampingi Mahramnya

Hukum Ibadah Haji

Hukum Ibadah Umrah

Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera, Ataukah Dapat Ditunda

Syarat Wajib Haji dan Umrah

Syarat Ijza’ (Tertunaikannya Kewajiban) di Dalam Melaksanakan Ibadah Haji

Etika Bepergian untuk Menunaikan Haji

Apa yang Harus Dipersiapkan Oleh Seorang Muslim untuk Menunaikan Haji dan Umrah?

Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa

Waktu Musim Haji

Hukum Melakukan Ihram Haji Sebelum Ketentuan Waktunya Tiba

Penjelasan Tentang Miqat Haji (Tempat-tempat Berihram)

Hukum Berihram Sebelum Sampai di Tempat Ihram (Miqat)

Hukum Orang yang Melalui Miqat Dengan Tidak Berihram

Perbedaan Antara Ihram Sebagai Kewajiban dan Ihram Sebagai Rukun Haji

Hukum Melafalkan Niat di Saat Berihram

Tata Cara Berihramnya Orang yang Datang ke Mekkah Melalui Udara

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

Rukun Umrah

Rukun Haji

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah

Kewajiban-kewajiban Haji

Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atau Umrah

Cara Menunaikan Haji Qiran

Hukum Melakukan Umrah Sesudah Beribadah Haji

Hukum Berpindah Niat dari Satu Bentuk Ibadah Haji ke Bentuk Ibdah Haji yang Lain

Hukum dan Ketentuan-ketentuan Mewakilkan Kepada Orang Lain di Dalam Menunaikan Haji

Syarat Seorang Pengganti Dalam Menunaikan Ibadah Haji

Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yang Niatnya Hanya Mencari Uang Semata

Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang Lain Mendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?

Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji

Mengkiaskan Perwakilan Dalam Melontar Kepada Amalan/ Manasik Haji Lainnya

Tidak Mampu Menyempurnakan Salah Satu Manasik, Apa yang Harus Dilakukan?

Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang Ihram Menunaikan Manasik

Cara Bersyarat Jika Tak mampu Menyempurnakan Amalan Haji

Kalimat Bersyarat

Pantangan Ihram

Hukum Meletakkan Sesuatu yang Menempel di Kepala Orang yang Sedang Ihram

Perbedaan Antara Niqab dengan Burqa’

Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram Menutup Wajahnya di Hadapan Laki-Laki

Haji Yang Bagaimana Yang Dapat Menghapus Dosa Itu?

Berkurban Untuk Mayit, Bolehkah?

Mengucapkan NIAT Ketika BERQURBAN

Menyembelih Kurban Bagi Seorang Yang Melaksanakan Haji Untuk Orang Lain

Tuntunan Melaksanakan Ibadah Haji

Manusia Berhaji Sebelum Kedatangan Islam

Hukum Berkurban dan Berserikat dalam Berkurban

Mengulangi Haji dan Umrah


Kurban Satu Ekor Kambing untuk Dua Orang Saudara Sekandung dalam Satu Rumah

Apabila Hari Arafah Berbeda

 
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info@alsofwah.or.id | website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa
Artikel yang dimuat di situs ini boleh dicopy & diperbanyak dengan syarat mencantumkan sumber: http://alsofwah.or.id serta tidak untuk komersil.