Artikel : Tokoh Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Asma’ Binti Abu Bakar Contoh Wanita Teladan

Jumat, 20 Januari 12
Nasabnya

Dia adalah Asma’ Binti Abdullah Binti ‘Ustman at-Taimiyyah, anak dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, adapun ibunya adalah Qotlah atau Qotiilah Binti ‘Abdil ‘Izzi Qoraisyiyah dari suku ‘Amir bin Lu-ai.

Dia adalah istri dari Zubair Bin ‘Awam, ibu dari ‘Abdullah Bin Zubair bin ‘Awam radhiyallahu 'anhum.

Asma’ radhiyallahu 'anha terkenal dengan julukan pemilik dua ikat pinggang, Abu ‘Umar berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan nama tersebut dikarenakan dia menyediakan makanan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau shallallahu 'alaihi wasallam ingin berhijrah, yang mana dia (asma’) membutuhkan sesuatu untuk mengikat ( membungkus ) makanan tersebut, maka dia merobek jilbabnya menjadi dua bagian , setengah bagian ( dari jilbab ) di gunakan untuk mengikat makanan , dan setengahnya lagi digunakan sebagai ikat pinggang.

Kisah masuk Islamnya Asma’ radhiyallahu 'anha

Asma’ hidup dalam keimanan sejak di mulainya dakwah islam’ yang mana dia radhiyallahu 'anhu termasuk orang-orang yang pertama memeluk islam di Makkah, dan dia telah membaiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan keimanan dan ketaqwaan. Sungguh dia telah terdidik dengan dasar yang benar , tauhid, kesabaran yang di warisinya dari akhlaq orang tuanya. Sungguh dia telah masuk islam pada usia empat belas tahun, setelah sebelumnya ada tujubelas orang masuk islam.

Beberapa peran dan sikap Asma’ dalam mendukung dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

1. Sebagai pengantar makanan

Pada saat berlangsungnya hijrah yang dilakukan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, pada saat itu Abu Bakkar ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu menunggu waktu berhijrah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Makkah, maka turunlah perintah dari Allah ta’ala untuk berhijrah, maka Abu Bakar pun menyiapkan perbekalan berupa makanan dan minuman dengan mengikatnya dan mengemasnya, akan tetapi ia tidak medapatkan tali untuk mengikat perbekalan tersebut, maka Asma’ radhiyallahu 'anha mengambil ikat pingang yang dia pakai dan membaginya menjadi dua bagian, kemudian dia mengikat perbekalan ayahnya tersebut dengan ikat pinggangnya tersebut. Kejadian itu disaksikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjulukinya “si pemilik dua ikat pinggang”, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya : “Allah ‘azza wajalla mengganti ikat pinggang tersebut dengan dua ikat pinggang di surga”. Dengan tetes air matanya Asma’ radhiyallahu 'anha berangan-angan untuk mendapingi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan ayahnya dalam hijrah tersebut, akan tetapi situasi pada saat itu mengharuskannya untuk tinggal bersama saudara-saudaranya di rumahnya sambil mengawasi situasi dan menunggu kabar. Asma’ radhiyallahu 'anha mengantarkan makanan dan minuman untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan ayahnya pada malam hari, ia melewati daerah pegunungan dan tempat-tempat yang terjal. Namun hal tersebut tidak membuatnya takut, karena ia yakin bahwa ia berada dalam lindungan Allah ta’ala dan penjagaanNya.

Pada suatu hari ketika Asma’ radhiyallahu 'anha tidur, dia dibangunkan oleh ketukan pintu yang sangat keras. Ternyata Abu Jahal telah berdiri di hadapan pintu tersebut , kemudian dia menanyainya tentang ayahnya, Asma’ pun menjawab, bahwasanya ia tidak tahu menau tentang ayahnya, lalu Abu jahal memukul wajahnya, yang menyebabkan anting-antingnya jatuh.

2. Menyambut panggilan hijrah

Ketika Asma’ dalam keadaan mengandung Abdullah bin zubair, dia memberanikan diri untuk mengarungi padang pasir yang gersang, berhijrah dari Makkah menuju Madinah bersama rombongan. Ketika mendekati daerah Quba yang berada di sebelah timur Madinah, dia melahirkan anaknya. Setiba rombongan di Madinah maka dibawalah bayinya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka Rasulullah pun menciumnya dan memberinya makanan yang telah beliau kunyah, dan makanan itulah yang pertama kali masuk ke dalam perutnya.

Beberapa contoh kehidupannya bersama para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

1. Kecerdikannya dalam bertindak

Ketika Abu bakar radhiyallahu 'anhu berhijrah bersama Rasullullah shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah, dia membawa semua hartanya sebanyak enam ribu dirham, dan tidak meninggalkan sedikitpun bagi keluarganya. Ketika hal tersebut diketahui oleh kakeknya,Abu Kuhafah (bapak dari Abu Bakar) ketika itu masih dalam keadaan musyrik, dia mendatangi rumah anaknya tersebut, sesampainya di sana, dia berkata kepada Asma’ : “ Sungguh dia (Abu Bakar) telah meresahkan kalian terhadap harta (yang telah dia bawa, red) setelah dia membuat kalian khawatir terhadap dirinya (yang telah pergi, red).
Maka Asma’ menjawab : Tidak seperti itu wahai kakekku, sungguh dia telah meninggalkan harta yang banyak. Kemudian Asma’ mengambil batu dan meletakannya di tempat yang biasa digunakan untuk menaruh harta mereka, lalu membungkusnya dengan kain baju. Lalu Asma’ memegang tangan kakeknya yang pada saat itu dalam keadaan buta, dan berkata : Wahai kakekku, lihatlah berapa harta yang ayah tinggalkan, lalu ia meletakan tangan kakeknya di atas batu tersebut. Maka kakeknya berkata : Oh, tidak mengapa jika ia meninggalkan ini semua, kalau begitu dia telah berbuat baik.

2. Kesabarannya dalam menghadapi kesempitan hidup

Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair, Asma radhiyallahu 'anha berkata : Zubair menikahiku, sedangkan dia tidak mempunyai harta selain kudanya, aku pun memeliharanya dan memberikan makanan untuknya, aku menghaluskan biji-bijian dan mencampurnya dengan air lalu mengadonnya. Biji-bijian tersebut aku membawanya di atas kepalaku dari tanah Zubair pemberian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yang jaraknya sekitar satu mil lebih. Pada suatu hari aku datang ke tempat tersebut sambil membawa biji-bijian kurma di atas kepalaku. Tiba-tiba aku bertemu rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersama beberapa orang shahabat, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam memanggilku, lalu berkata: aduhai, beliau shallallahu 'alaihi wasallam merasa iba kepadaku, dan ingin membawaku di atas untanya. Maka akupun malu, dan aku teringat Zubair dan rasa cemburunya yang sangat. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi meninggalkanku. Ketika aku sampai di rumah, aku kabarkan kejadian itu kepada Zubair, maka Zubair berkata: Demi Allah, yang engkau lakukan yakni memikul biji kurma itu sangat berat kurasakan daripada engkau dibonceng olehnya!. Setelah kejadian itu Abu bakar mengirim pembantu untukku, maka akupun berhenti mengurus kuda tersebut, seakan-akan dia membebaskanku dari perbudakan.

3. Dia adalah seorang ibu yang ikhlas lagi tegar

Ketika mendekati pembunuhan Abdullah bin Zubair radhiyallahu 'anhu, menemui ibunya yang sudah lanjut usia lagi buta. Dia mengucapkan salam kepadanya, seraya berkata: “Assalamu’alaikum wahai ibuku.”

Maka ibunya pun menjawab: “Wa’alaikum salam wahai Abdullah. Apa gerangan yang membuatmu datang pada waktu ini? Dan apa gerangan dengan pendukung Hajjaj yang melempari pasukanmu dengan batu di tanah haram yang hal itu menggegerkankan seisi kota Makkah.” ?

Abdullah berkata: “Aku datang untuk meminta pendapatmu.”

Ibunya menjawab: “Meminta pendapatku, dalam masalah apa?”

Abdullah berkata : “Orang-orang telah meninggalkanku, karena mengharapkan apa yang ada pada Hajjaj (berupa harta dan kedudukan-pen), sampai-sampai anak dan isrikupun demikian….., tidak tersisa bersamaku kecuali beberapa orang dari pendukungku, dan bagaimanapun kesabaran yang ada pada mereka, mereka tidak akan sabar bersamaku kecuali beberapa saat saja. Dan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa-apa yang aku inginkan dari dunia jika aku mengalah dan membaiat Abdul Malik bin Marwan, bagaimana pendapatmu, (wahai ibu)?”

Maka ibunya berkata dengan tegas: “Itu adalah urusanmu wahai Abdullah, dan kamu lebih mengetahui tentang hal itu. Jika kau berkeyakinan bahwa kamu benar, dan menyerukan kepada kebenaran, maka bersabarlah dan kuatlah seperti kesabaran sahabat-sahabatmu yang berjuang di bawah benderamu. Namun jika yang kamu inginkan adalah dunia, maka kamu adalah seburuk-buruk manusia…., sungguh engkau telah mencelakakan dirimu dan pengikutmu.”

Abdullah berkata: “Akan tetapi (wahai ibu) hari ini aku akan dibunuh.
Ibunyamenjawab: Itu lebih baik bagimu daripada engkau memilih menyerah kepada Hajjaj, yang oleh karenanya kepalamu akan di permainkan oleh anak-anak bani umayyah.”

Abdullah berkata: “Aku tidak takut terhadap pembunuhanku , akan tetapi yang aku takutkan adalah mereka akan memotong-motong tubuhku.

Ibunya menjawab: “Setelah seseorang dibunuh tidak ada yang perlu ditakutkannya, seekor kambing yang telah disembelih kemudian dikuliti kulit dan wajahnya maka dia tidak merasakan kesakitan.”

Abdullah berkata: “ Engkau diberkahi dengan keutamaanmu yang mulia, aku tidaklah datang kepadamu kecuali untuk mendengar apa yang telah aku dengar tadi. Dan Allah Ta’ala mengetahui bahwa aku tidak lemah, dan dia sebagai saksi atasku bahwa apa yang aku lakukan bukan mengharapkan dunia dan perhiasannya…. Akan tetapi itu semua dikarenakan kemarahanku terhadap pelanggaran hukum-hukum Allah. Dan inilah tujuanku meminta pendapatmu wahai ibuku, apabila aku dibunuh maka janganlah engkau bersedih, dan serahkanlah urusanmu kepada Allah.”

Ibunya menjawab: “Tidak ada yang membuatku bersedih, melainkan jika engkau terbunuh di atas kebatilan.”

Abdullah berkata: “Yakinlah wahai ibuku, bahwa anakmu ini tidak melakukan kemungkaran, kekejian, pelanggaran terhadap hukum Allah, tidak menyiayiakan amanah, tidak mendholimi kaum muslimin dan orang kafir yang mengikat perjanjian kepadaku, dan tidak ada sedikitpun dari keingin anakmu kecuali ridha Allah ‘azza wajalla. Aku katakan ini bukan sebagai pensucian diri, Allah lebih mengetahui tentang diriku, dan tidaklah aku mengatakan hal ini kecuali untuk meyakinkan dan menguatkan hatimu.”

Ibunya berkata: “Segala puji hanya milik Allah, yang menuntun engkau di atas apa yang di cintaiNya dan yang aku cintai. Mendekatlah kepadaku wahai anakku, agar aku menciumu dan membelaimu, mungkin ini adalah pertemuanku terakhir denganmu.”

Sikap Asma’-radiyallohu 'anha- terhadap orang yang telah mendholimi dan membunuh anaknya.

Ibnu Uyainah mengatakan : “Menceritakan kepada kami Ibnul Mahyah dari ibunya: Ketika Hajjaj membunuh Ibnu Zubair, dia menemui Asma’ radhiyallahu 'anha dan berkata: Wahai ibu, sungguh pemimpin kaum muslimin telah berwasiat kepadaku tentangmu, apakah kamu memerlukan sesuatu?, Asma’ berkata: Aku bukan ibumu, tapi aku adalah ibu dari orang yang disalab ……….. , dan aku tidak membutuhkan apa-apa!!! Akan tetapi aku akan menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Akan keluar dari kaum tsaqif si pendusta dan penumpah darah (yang kejam), adapun si pendusta maka kami telah melihatnya (yang di maksud adalah al-Mukhtar ats-Tsaqif), adapun penumpah darah (yang kejam), maka kamulah orangnya.
Hajjaj berkata: Penumpah darah (yang kejam) dia adalah orang-orang munafiq!,(bukan aku.Red)

Wafatnya

Berkata Ibnu Sa’id: “Asma’ radhiyallahu 'anha meninggal dunia selang waktu semalam setelah pembunuhan anaknya, yang mana pembunuhan anaknya tersebut terjadi pada 17 jimadil awal pada 73 H.

[Sumber: http://rasoulallah.net/v2/document.aspx?lang=ar&doc=1250. Diterjemahkan dan diposting oleh Sufiyani dengan sedikit penambahan dan pengurangan.]

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihattokoh&id=220