Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Buah Kejujuran
Jumat, 27 Maret 09


Di antara tanda-tanda kejujuran adalah takut kepada Allah dan zuhud dalam urusan dunia. Orang yang jujur dalam keyakinannya merasa takut makan yang haram, dia lebih memilih memikul kemiskinan dan kesulitan demi mengharap Darus Salam Surga. Jika dia berdosa maka dia tidak tidur sehingga dia kembali kepada Tuhannya dan berlepas diri dari dosanya.

Ibnu Jarir At-Thabari berkisah, di musim haji aku berada di Makkah, aku melihat seorang laki-laki dari Khurasan mengumumkan, "Wahai para jamaah haji, wahai penduduk Makkah, aku kehilangan sebuah kantong berisi seribu dinar. Siapa yang mengembalikannya kepadaku semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan membebaskannya dari neraka serta dia mendapat pahala balasan pada Hari Kiamat."

Berdirilah seorang laki-laki tua berbadan tinggi dari penduduk Makkah. Dia berkata, "Wahai orang Khurasan, negeri kami ini tabiatnya keras, musim haji terbatas, hari-harinya terhitung, pintu-pintu usaha tertutup. Mungkin hartamu itu ditemukan oleh seorang mukmin yang miskin atau orang lanjut usia, dia ingin mendapatkan janjimu, seandainya dia mengembalikannya kepadamu, kamu bersedia memberinya sedikit harta yang halal."
Orang Khurasani menjawab, "Berapa jumlah hadiah yang dia inginkan?"
Bapak tua menjawab, "Sepuluh persen, seratus dinar."

Orang Khurasan menolak. Dia berkata, "Tidak, akan tetapi aku menyerahkan urusannya kepada Allah dan aku adukan dia pada hari di mana kita semua menghadap kepadaNya. Dialah yang mencukupi kita dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

Ibnu Jarir At-Thabari berkata, hatiku berkata bahwa orang tua itu adalah orang miskin, dialah penemu kantong dinar tersebut dan ingin memperoleh sedikit darinya. Aku menguntitnya sampai dia di rumahnya. Ternyata dugaanku benar. Aku mendengarnya memanggil, "Wahai Lubabah." Terdengar seorang wanita menjawab, "Baik Abu Ghiyats."

Orang tua itu berkata, "Aku mendapatkan pemilik kantong mengumumkannya tetapi dia tidak mau memberi penemunya sedikit pun. Aku telah katakan kepadanya, 'Beri kami seratus dinar', tetapi dia menolak dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Apa yang aku lakukan wahai Lubabah? Harus dikembalikan. Aku takut kepada Allah. Aku takut dosaku bertumpuk-tumpuk."

Lubabah –yang ternyata adalah istrinya- menjawab, "Suamiku, kita telah menderita kemiskinan bersamamu selama lima puluh tahun. Kita mempunyai empat anak perempuan, dua saudara perempuan, aku istrimu dan ibuku, lalu kamu yang kesembilan, kita tidak mempunyai kambing, tidak ada padang gembala. Ambil semua uangnya, kenyangkan kami karena kami semua lapar. Beli pakaian untuk kami, kamu lebih mengerti dengan keadaan kita. Dan semoga Allah membuatmu kaya sesudah itu, maka kamu bisa mengembalikan uang itu setelah kamu memberi makan keluargamu atau Allah melunasi hutangmu di Hari Kiamat."

Pak tua itu berkata kepada istrinya, "Apakah aku makan harta haram setelah aku menjalani hidup selama delapan puluh enam tahun. Aku membakar perutku dengan api neraka setelah sekian lama aku bersabar atas kemiskinanku dan mengundang kemarahan Allah, padahal aku sudah diambang pintu kubur. Demi Allah aku tidak akan melakukannya."
Ibnu Jarir berkata, aku pergi dengan terheran-heran terhadap bapak tua itu dan istrinya. Keesokan harinya di waktu yang sama dengan kemarin, aku mendengar pemilik dinar mengumumkan, dia berkata, "Wahai penduduk Makkah, wahai para jamaah haji, wahai tamu-tamu Allah dari desa maupun kota, siapa yang menemukan sebuah kantong berisi seribu dinar maka hendaknya dia mengembalikannya kepadaku dan baginya balasan pahala dari Allah."

Bapak tua itu berdiri dan berkata, "Hai orang Khurasan. Kemarin aku telah katakan kepadamu, aku telah memberimu saran. Kota kami ini demi Allah, tumbuh-tumbuhannya dan ternaknya sedikit. Bermurah hatilah sedikit kepada penemu kantong itu sehingga dia tidak melanggar syariat. Aku telah katakan kepadamu untuk memberi orang yang menemukannya seratus dinar tetapi kamu menolaknya. Jika uangmu itu ditemukan oleh seseorang yang takut kepada Allah, apakah kamu sudi memberinya sepuluh dinar saja tidak seratus dinar agar bisa menjadi penutup dan pelindung baginya.”

Orang Khurasan menjawab, "Tidak. Aku berharap pahala hartaku di sisi Allah dan aku mengadukannya kepadaNya pada Hari Kiamat. Dialah yang mencukupi kita dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

Ibnu Jarir berkata, kemudian orang-orang bubar. Pada hari ketiga aku kembali mendengar pemilik kantong itu kembali meneriakkan pengumuman yang sama, “Wahai seluruh jamaah haji, wahai para tamu Allah, dari kota dan desa siapa yang menemukan kantong berisi seratus dinar dan dia mengembalikannya kepadaku maka untuknya pahala dari Allah."

Bapak tua itu maju dan berkata, "Hai orang Khurasan. Kemarin lusa aku telah katakan kepadamu, berilah orang yang menemukannya seratus dinar dan kamu menolak, kemudian sepuluh dinar dan kamu pun menolak apakah kamu bersedia memberinya satu dinar saja, setengahnya untuk memenuhi hajatnya dan setengah lagi untuk membeli domba yang diminum susunya, maka dia bisa memberi minum kepada orang-orang dan mendapatkan pahala dan memberi makan anak-anaknya dan dia berharap pahala."

Orang Khurasan itu menjawab, "Tidak, tetapi aku menyerahkannya kepada Allah dan mengadukannya pada saat kita bertemu denganNya. Dialah yang mencukupi kami dan Dialah sebaik-baik penolong."

Orang tua itu menariknya sambil berkata, "Kemarilah kamu, ambillah dinarmu biarkan aku tidur di malam hari. Aku tidak pernah merasa tenang sejak menemukan harta itu."

Ibnu Jarir berkata, orang tua itu pergi bersama pemilik dinar. Aku membuntuti keduanya sehingga orang tua itu masuk rumahnya. Dia menggali tanah dan mengeluarkan dinar itu. Dia berkata, “Ambil uangmu aku memohon kepada Allah agar memaafkanku dan memberiku rizki dari karuniaNya."

Orang Khurasan itu mengambil dinarnya dan ketika dia tiba di pintu dia berkata, "Pak tua, bapakku wafat – semoga Allah merahmatinya – dan meninggalkan untukku tiga ribu dinar. Dia mewasiatkan kepadaku, 'Ambil sepertiganya dan berikan kepada orang yang paling berhak menerimanya menurutmu'. Maka aku menyimpannya di kantong ini sampai aku memberikannya kepada yang berhak. Demi Allah sejak aku berangkat dari Khurasan sampai di sini aku tidak melihat seseorang yang lebih berhak untuk menerimanya kecuali dirimu. Ambillah semoga Allah memberkahimu. Semoga Allah membalas kebaikan untukmu atas amanatmu dan kesabaranmu atas kemiskinanmu." Lalu dia pergi dan meninggalkan dinarnya.

Bapak tua itu menangis, berdoa kepada Allah, dia berkata, "Semoga Allah memberi rahmat kepada pemilik harta di kuburnya. Dan semoga Allah memberi berkah kepada anaknya."

Ibnu Jarir berkata, maka aku pun meninggalkan tempat itu, berjalan di belakang orang Khurasan itu, tetapi Abu Ghiyats menyusulku dan memintaku kembali. Dia berkata kepadaku, “Duduklah, aku melihatmu mengikutiku sejak hari pertama. Kamu mengetahui berita ini kemarin dan hari ini. Aku telah mendengar Ahmad bin Yusuf Al-Yarbu'i berkata, aku mendengar Malik berkata, aku mendengar Nafi' berkata dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi saw bersabda kepada Umar dan Ali, ”Apabila Allah memberi kalian berdua hadiah tanpa meminta dan tanpa mengharapkan maka terimalah dan jangan menolaknya karena jika demikian maka kalian berdua telah menolaknya kepada Allah.” Dan ini adalah hadiah dari Allah dan hadiah bagi siapa yang hadir."

Abu Ghiyats lalu memanggil, "Wahai Lubabah, wahai fulanah, wahai fulanah." Dia memanggil putri-putrinya, dua saudara perempuannya, istrinya dan mertuanya. Dia duduk dan memintaku untuk duduk. Kami semua berjumlah sepuluh. Dia membuka kantong dan berkata, "Beberkan pangkuan kalian." Maka aku membeberkan pangkuanku. Adapun mereka, karena mereka tidak memiliki pakaian maka mereka tidak bisa membentangkan pangkuan mereka. Mereka menadahkan tangan mereka. Pak tua itu mulai menghitung dinar demi dinar, sampai di dinar kesepuluh dia memberikannya kepadaku sambil berkata, "Ini untukmu." Sampai isi kantong yang berjumlah seribu dinar itu habis dan aku mendapatkan seratus dinar.

Ibnu Jarir berkata, kebahagiaan mereka atas karunia Allah lebih membahagiakan diriku daripada diriku sendiri yang mendapatkan seratus dinar. Manakala aku hendak pergi, dia berkata kepadaku, “Anak muda, kamu penuh berkah. Aku tidak pernah melihat uang ini, tidak pernah memimpikannya. Aku pesankan kepadamu bahwa harta itu halal maka jagalah dengan baik. Ketahuilah bahwa sebelum ini aku shalat subuh dengan baju usang ini. kemudian aku melepasnya sehingga anakku satu persatu bisa memakainya untuk shalat, kemudian aku pergi bekerja antara zhuhur dan asar. Kemudian di petang hari aku pulang dengan membawa rizki yang diberikan oleh Allah kepadaku, kurma dan beberapa potong roti. Kemudian aku melepas pakaian usang ini untuk digunakan shalat Zhuhur dan Asar oleh putri-putriku. Begitu pula pada shalat Maghrib dan Isya'. Kami tidak pernah membayangkan melihat dinar-dinar ini. Semoga ia bermanfaat dan semoga apa yang aku dan kamu ambil juga bermanfaat. Semoga Allah merahmati pemiliknya di kuburnya, melipatgandakan pahala bagi anaknya dan meberikan balasan kepadanya."
Ibnu Jarir berkata, aku berpamitan kepadanya. Aku telah mengantongi seratus dinar. Aku menggunakannya untuk biaya mencari ilmu selama dua tahun. Aku memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Aku membeli kertas, bepergian dan membayar ongkos dengan uang itu. Enam belas tahun kemudian aku kembali ke Makkah. Aku bertanya tentang bapak tua itu, ternyata dia telah wafat beberapa bulan setelah peristiwa itu. Begitu pula istrinya, mertuanya dan dua saudara perempuannya, semuanya telah wafat. Tinggal putri-putrinya. Aku bertanya tentang mereka. Ternyata mereka telah menikah dengan para gubernur dan raja. Hal itu karena berita kebaikan orang tuanya yang melambung di seanatero negeri. Aku singgah kepada suami-suami mereka. Mereka menyambutku dengan baik. Memuliakanku sampai Allah mewafatkan mereka. Semoga Allah memberkahi mereka dengan apa yang mereka dapat. Selesai kisah Ibnu Jarir.

Firman Allah Taala, "Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dari hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan arangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Ath-Thalaq: 2-3).

Dari Mausu’ah min Qashash as-Salaf, Ahmad Salim Baduwailan.
(Izzudin Karimi)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsastra&id=79