Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Itsar
Rabu, 25 Mei 11


Itsar adalah mementingkan orang lain dalam urusan dunia, ia lebih tinggi dari berbagi atau membantu, untuk yang akhir ini, Anda memiliki satu, lalu Anda melihat orang lain membutuhkan, maka Anda memberinya setengah, setengah kedua tetap Anda pegang, lebih tinggi dari ini adalah saat Anda merelakan semuanya kepada orang tersebut walaupun sebenarnya Anda sendiri membutuhkan. Inilah yang membuat orang-orang Anshar di Madinah disanjung oleh Allah dalam firmanNya, artinya,“Dan mereka mengutamakan atas diri mereka sendiri sekalipun mereka sendiri memerlukan.” (Al-Hasyr: 9).

Dengan sifat ini pula, Allah menyanjung orang-orang beriman dalam firmanNya,artinya, “Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya…” (Al-Baqarah: 177), mengapa harta itu dicintainya? Karena dia memerlukannya, sekalipun begitu mereka rela memberikannya kepada orang-orang yang patut menerima.

Allah berfirman,artinya, “Dan mereka memberikan makanan yang dicintainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan.” (Al-Insan: 8). Makanan dicintai, karena makanan itu tidak melimpah sehingga dengan mudah memberikan sebagian darinya kepada orang lain, sebaliknya makanan tersebut pas-pasan dan mereka butuhkan, namun sikap itsar membuat mereka merelakannya untuk orang lain.

Sekarang ini, jangankan istar, orang mau mementingkan orang lain dalam urusan dunia, yang mau membantu dan berbagai saja semakin sulit ditemukan, yang ada hanyalah rebutan, saingan dan ananiyah (egoisme), merasa selalu lebih berhak dari yang lain, tidak ada sikap mengalah lebih-lebih mempersilakan orang lain.

Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala` buku pertama berkata, Malik ad-Dar, pembantu Umar bin al-Khattab menyampaikan bahwa Umar menyiapkan empat ratus dinar. Umar berkata kepada pembantunya, “Bawalah uang ini, berikanlah kepada Abu Ubaidah kemudian tunggulah sesaat agar kamu bisa melihat apa yang dilakukannya.” Pembantu tersebut berangkat, sampai di rumah Abu Ubaidah, dia berkata, “Amirul Mukminin berkata kepadamu, ‘Terimalah ini’.” Sambil dia menyodorkan uang tersebut. Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah menyambung dan merahmatinya.” Lalu Abu Ubaidah berkata kepada pembantunya, “Wahai pelayan, berikanlah tujuh dinar ini kepada fulan, berikanlah lima dinar ini kepada fulan…” sehingga uang tersebut tidak tersisa.

Pembantu Umar pulang dan dia memberitahu Umar apa yang dilakukan oleh Abu Ubaidah, pada saat itu pembantu Umar melihat Umar telah menyiapkan uang dalam jumlah yang sama, Umar berkata kepada pembantunya, “Pergilah, berikanlah ini kepada Muadz bin Jabal, tunggulah sesaat dan lihatlah apa yang dilakukannya.” Pembantu Umar pergi, sampai di rumah Muadz, dia berkata, “Amirul Mukminin berkata kepadamu, ‘Terimalah ini’.” Sambil dia menyodorkan uang tersebut. Muadz menjawab, “Semoga Allah menyambung dan merahmatinya.” Muadz memanggil pelayannya, “Pelayan, berikanlah sekian kepada keluarga fulan, sekian kepada keluarga fulan…” Manakala uang yang tersisa tinggal dua dinar, istri Muadz bersuara, “Demi Allah, kami juga miskin, berikanlah bagian kami.” Maka Muadz menyodorkan dua dinar tersebut kepadanya.

Pembantu Umar pulang dan memberitahu Umar tentang apa yang dilakukan oleh Muadz. Umar berbahagia dengan itu, dia berkata, “Mereka adalah saudara, sebagian dari sebagian yang lain.”

Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala` buku pertama berkata, Thalhah bin Ubaidillah menikah dengan Ummu Kultsum binti ash-Shiddiq, suatu hari Thalhah mendapatkan uang dari Hadramaut sebesar tujuh ratus ribu dirham, uang sebesar ini membuat Thalhah tidak tidur malam itu. Istrinya bertanya, “Ada apa denganmu?” Thalhah menjawab, “Aku berpikir sejak tadi, apa dugaan seseorang kepada Tuhannya, dia bermalam sementara harta sebesar ini ada di rumahnya?” Istrinya berkata, “Apakah kamu lupa terhadap sahabat-sahabat dekatmu, esok hari siapkan piring dan nampan, bagikanlah harta tersebut kepada mereka.” Thalhah berkata, “Semoga Allah merahmatimu, kamu memang wanita yang diberi taufik, putri laki-laki yang diberi taufik pula.” Di pagi hari Thalhah menyiapkan piring-piring dan dengannya dia membagi harta tersebut di kalangan orang-orang Muhajirin dan Anshar, Thalhah memberi Ali satu piring. Tiba-tiba istrinya berkata, “Abu Muhammad, apakah kami tidak memiliki bagian dari harta tersebut?” Thalhah menjawab, ”Di mana saja kamu sejak hari ini? Sisanya itu menjadi urusanmu.” Harta yang tersisa di kantong adalah seribu dirham.

Kalau para sahabat ini bersikap demikian maka itulah cermin dari Rasulullah shallallahu 'Alaihi Wasallam. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Uqbah bin al-Harits berkata, Aku shalat Asar di belakang Nabi shallallahu 'Alaihi Wasallam di Madinah, setelah salam Nabi shallallahu 'Alaihi Wasallam berdiri dengan terburu-buru melangkahi pundak hadirin pergi ke kamar salah seorang istrinya, orang-orang heran karena keterburu-buruan beliau. Beliau kembali dan mengetahui bahwa orang-orang heran, beliau bersabda, “Aku teringat akan sepotong emas yang ada padaku, aku tidak suka ia menghalang-halangiku.” Maka Nabi shallallahu 'Alaihi Wasallam meminta agar ia dibagikan.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Amru bin Auf al-Anshari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke Bahrain untuk mengambil jizyahnya, Abu Ubaidah pulang membawa harta, orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah, mereka hadir pada shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, selesai shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beranjak dari tempatnya maka mereka mencegatnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum ketika melihat mereka, kemudian beliau bersabda, “Menurutku kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah pulang membawa sesuatu.” Mereka menjawab, “Benar ya Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Bergembiralah kalian dan berharaplah apa yang membahagiakan, demi Allah bukan kemiskinan yang aku takutkan atas kalian, akan tetapi yang aku takutkan adalah dilapangkannya dunia untuk kalian sebagaimana ia dilapangkan atas orang-orang sebelum kalian lalu kalian berlomba-lomba padanya seperti mereka berlomba-lomba padanya, akibatnya kalian binasa seperti mereka binasa.” Semoga Allah melindungi dari kebinasaan akibat berlombah-lombah pada dunia.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsastra&id=188