Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
ADAB BUANG HAJAT
Kamis, 27 April 06

B. ADAB BUANG HAJAT


  • Jangan menunda-nunda, segeralah membuang hajat.
    Apabila seseorang merasa akan buang air, maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmaninya.

  • Menjauhlah dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). Berdasarkan hadits yang bersumber dari Al-Mughirah bin Syu`bah radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat), maka beliau menjauh.” (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

  • Hindarilah tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`ad bin Jabal radhiallahu ‘anhu yang menyatakan demikian.

  • Jangan mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Biasanya apabila Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah.” (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi radhiallahu ‘anhu, dinilai shahih oleh Al-Albani).

  • Jangan membawa sesuatu yang berisi ungkapan Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang semacamnya) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, tempat syetan berkumpul. Hal ini demi memelihara nama Allah Subhanahu wa ta’ala dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.

  • Jangan menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Ayyub Al-Anshariradhiallahu ‘anhu, ia menyebutkan bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila kamu sampai di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar.” (Muttafaq’alaih).
    Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya penutup/ penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat namun membelakangi kiblat lebih baik daripada menghadapnya.

  • Jangan kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ.” (Muttafaq ’alaih)

  • Jangan mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian memegang dakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat kencing dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya.” (Muttafaq ’alaih)

  • Kencinglah sambil duduk (jongkok), tetapi boleh juga sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu dilakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah radhiyallohu 'anha yang berkata, “Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk.” (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam(di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh darinya. Beliaupun bersabda, “Mendekatlah ke mari.” Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua terompahnya.” (Muttafaq ‘alaih).

  • Jangan berbicara ketika buang hajat kecuali darurat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, “Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Muslim).

  • Jangan bersuci (istijmar) dengan menggunakan tulang atau kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ia berkata, “Kami dilarang oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam beristinja’ (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja’ dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim).

  • Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan.”

  • Masuklah ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata, “Adalah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :

    Çóááøóåõãøó Åöäøöí ÃóÚõæÐõ Èößó ãöäó ÇáúÎõÈõËö æóÇáúÎóÈóÇÆöËö (ãÊÝÞ Úáíå )
    “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada syetan laki-laki dan syetan wanita.”
    Dan apabila keluar mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :

    ÛõÝúÑóÇäóßó(ampunan-Mu ya Allah).

  • Cuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Diriwayatkan bahwasanya “Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang ada di dalam bejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu)
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsakinah&id=44