Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Saat Nyaring Lirih
Rabu, 29 Juli 20

Tegas tidak harus keras. Disiplin tidak identik pekikan. Tegas dan disiplin harus dikemas dengan kesantunan. Santun dalam kata dan lemah lembut dalam tindakan. Terlebih ketika dua hal ini menjadi teman saat menuntun fase-fase pembentukan karakter.

MENUNTUN BUKAN MEMAKSA

Akal anak belum sempurna dalam mencerna. Memaksa anak memahami kata kita, ibarat memecah telor sebelum waktunya menetas. Bukan kebaikan yang didapat ketika itu, tapi justru melemahkan naluri rasa. Biarkan mereka tumbuh dan mengalir alami. Kewajiban kita, sebagai orang tua, menuntun dan mengarahkan mereka agar tetap berada di jalur yang benar. Kebijaksanaan orang tua, itulah kunci ketika berkomunikasi bersama mereka.

DUA SAYAP UNTUK TERBANG

Keteladanan orang tua, inilah cara terbaik menuntun anak-anak lekat mencapai karakter terbaiknya. Karena itu, sosok ayah dan ibu sangat sentral dalam keseharian mereka. Kedua tokoh ini harus bersinergi. Tidak bisa membebankan kepada salah satunya, sementara yang lain angkat tangan, hanya menanti skor terakhir, datang dan berkomentar.

Ayah mengajarkan anak menjadi pemimpin yang tegas, ibu membimbingnya menjadi pemimpin yang peduli. Ayah memberi makna terhadap logika. Ibu mengasah kepekaan rasa. Ayah dan ibu ibarat dua sayap burung yang sangat dibutuhkan untuk terbang tinggi. Karena itu, anak membutuhkan kedua-duanya.

SAAT NYARING SAAT LIRIH

Menempa anak dalam keindahan akhlak sehingga lekat saat mereka baligh. Inilah yang akan membuat mereka mengerti; bahwa ibadah bukanlah sebuah beban tapi sebuah kebutuhan, disiplin dalam ketaatan bukan sekedar tuntutan namun sebuah amanah yang harus ditunaikan, bekerja bukanlah rutinitas semata tapi soal tanggung jawab, keshalihan adalah kejujuran hati bukan sebuah pencitraan.

Karena itu Abu Zakaria Yahya bin Muhammad al-‘Anbari rahimahullah berkata:


Úöáúãñ ÈöáóÇ ÃóÏóÈò ßóäóÇÑò ÈöáóÇ ÍóØóÈò æóÃóÏóÈñ ÈöáóÇ Úöáúãò ßóÑõæúÍò ÈöáóÇ ÌöÓúãò


“Ilmu tanpa adab (akhlak) seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu ibarat ruh tanpa jasad.”(1)

Imam Malik rahimahullah berkata, “Ketika itu ibuku memakaikan sorban kepadaku sembari berkata, ‘Pergilah kepada Rabi’ah, pelajarilah adab (akhlak)nya sebelum ilmunya.’”(2)

MENUNTUN DENGAN HATI

a. Lemah lembut

Kemampuan anak masih sebatas meniru. Apa yang dilihat dan didengar, itulah asupan pokoknya. Sehingga keteladanan orang tua menjadi sebuah keharusan. Buatlah anak-anak nyaman, tersenyum mangguk oleh kelembutan. Jangan buat mereka lari, melawan apalagi benci.

Teruntuk khusus ayah, belajarlah kelembutan, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhias diri dengan kelembutan. Bersama anak mengantar mereka kepada kedewasaan yang indah.


ÝóÈöãóÇ ÑóÍúãóÉò ãöäó Çááøóåö áöäúÊó áóåõãú æóáóæú ßõäúÊó ÝóÙøðÇ ÛóáöíÙó ÇáúÞóáúÈö áóÇäúÝóÖøõæÇ ãöäú Íóæúáößó


“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lembah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali Imarn: 159).


ÅöäøóãóÇ ÇáúÚöáúãõ ÈöÇáÊøóÚóáøõãö æóÅöäøóãóÇ ÇáúÍöáúãõ ÈöÇáÊøóÍóáøõãö


“Sesungguhnya ilmu hanya bisa didapat dengan belajar dan kelembutan hanya diraih dengan membiasakan.”(3)

b. Bijaksana

Anak-anak memiliki dunia sendiri. Bermain, bercanda, berkreasi, penasaran, banyak bertanya, ingin instan, caper, suka dipuji, raja, dan lain sebagainya. Salah ketika memaksa mereka memahami dunia orang tua. Sebaliknya orang tua harus memahami dunia mereka. Tidak ada jalan tengah selain kebijaksanaan orang tua. Banyak mengalah bukan berarti kalah. Sering memaafkan bukan berarti lemah. Tapi ini adalah cara terbaik membuka pintu nalar mereka pelan-pelan. Sehingga bisikan kata orang tua didengar, nasihat cinta dicerna, dan ajakan hati dimengerti. Selama kreasi mereka tidak berlebihan, wajar dan tidak melanggar. Kebijaksanaan akan baik menuntun mereka.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami shalat Isya’ bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau sujud tiba-tiba Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma duduk di atas punggung beliau, saat beliau mengangkat kepalanya hendak bangkit, beliau meraih mereka berdua dengan tangannya dari arah belakang dengan penuh kelembutan, lalu meletakkan keduanya di atas tanah. Apabila beliau kembali sujud mereka berdua kembali duduk di atas punggungnya hingga beliau selesai shalat. Setelah itu beliau memangku keduanya. Lalu aku berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku mengantar mereka berdua kepada ibunya.’ Tiba-tiba kilat menyambar begitu terangnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Kembalilah kamu berdua kepada ibumu.’ Cahaya kilat itu masih terlihat hingga mereka berdua masuk menemui ibunya.”(4)

c. Tidak mudah marah

Banyak tingkah anak-anak yang pasti menjengkelkan orang tua, memancing emosi dan amarah. Kerap yang terjadi bukanlah salah anak, tapi hilangnya kendali orang tua. Ditambah situasi yang kurang bersahabat, mungkin saat kita lelah, sedang buru-buru, banyak tugas, dan lain sebagainya. Selamanya anak tetaplah anak, meminta yang diinginkan. Tidak peduli situasi karena belum mengerti. Bagi mereka hanya dua pilihan, terpenuhi atau menangisi. Maka mengendalikan diri adalah solusi. Sisihkan waktu, tidak lebih dari sepuluh menit, mengelus dada sembari memperbanyak doa, ajak mereka tersenyum dan berterima kasih. Mereka pasti akan mencintai kita karena kita mencintai mereka dengan hati bukan sekedar kata.

Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Berwasiatlah kepadaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan marah.” Berkali-kali beliau mengulangi perkataan itu, “Jangan marah.”5

d. Penyayang

Mencium kening anak, mengajak bermain, berbicara dan tersenyum lembut adalah bentuk kasih sayang orang tua. Meluluhkan mereka cukup dengan cinta dan kelembutan. Sehingga mereka semakin terbuka menyerap kebaikan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencium cucunya, Hasan radhiyallahu ‘anhu. al-Aqra’ bin Habis radhiyallahu ‘anhu sedang duduk di samping beliau. Lalu ia berkata, “Aku memiliki sepuluh anak, namun tidak ada satu pun yang pernah aku cium.” Beliau menatap kepadanya dan bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.”(6)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Makkah, anak-anak perempuan dari suku Bani Abdul Muththalib menyambutnya dengan gembira. Lalu beliau menggendong salah satu dari mereka di depan, sementara yang lain mengikutinya dari belakang.(7)

e. Perhatian

Terlalu hina menilai sesuatu dengan materi. Jika harus memilih, orang tua atau harta? Semua anak pasti akan memilih orang tua. Alasan sederhana karena orang tua memiliki hati, yang menjadi telaga cinta dan kasih sayang. Ini yang tidak dimiliki harta. Tapi banyak orang tua yang keliru bersikap, tidak tepat bahkan salah memberi. Terlebih di era bisnis, transportasi dan teknologi canggih seperti sekarang ini. Sehingga tidak sedikit anak-anak yang tumbuh dewasa secara fisik, namun hati dan psikisnya justru layu bahkan mati karena gersang dari cinta, kasih sayang dan perhatian orang tua.

Karena itu jangan sia-siakan kebersamaan saat mereka masih kanak-kanak. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi kami, beliau pasti berkata kepada adikku yang masih kecil, ‘Wahai Abu Umair! apa yang sedang dilakukan oleh Nughair (yaitu burung kecil peliharaan yang menjadi teman mainnya)?”(8)
Wallahu A’lam.

(Saed as-Saedy, Lc.)



----------------------------

Catatan Kaki:

1. Lihat Tahbir al-Wariqat Bisyarh ats-Tsulatsiat, Abu Wada’ah Walid bin Shubha, hal 16.
2. Ibid, hal 15.
3. HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 1763.
4. HR. Ahmad dalam Musnad-nya, no. 10659, dengan sanad yang hasan.
5. HR. Bukhari no. 6116.
6. HR. Bukhari no. 5997.
7. HR. Bukhari no. 1798.
8. HR. Bukhari no. 6129.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsakinah&id=406