Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-33 [Carilah Akhirat Tetapi Jangan Lupakan Dunia]

Jumat, 12 Nopember 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-33


{ æóÇÈúÊóÛö ÝöíãóÇ ÂÊóÇßó Çááåõ ÇáÏøóÇÑó ÇáúÂÎöÑóÉó æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ æóÃóÍúÓöäú ßóãóÇ ÃóÍúÓóäó Çááåõ Åöáóíúßó æóáóÇ ÊóÈúÛö ÇáúÝóÓóÇÏó Ýöí ÇáúÃóÑúÖö Åöäøó Çááåó áóÇ íõÍöÈøõ ÇáúãõÝúÓöÏöíäó }


" Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (yaitu kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
{Al-Qashash: 77}

Ini adalah kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an dan prinsip pokok syariat berkenaan dengan masalah yang terjadi dan akan senantiasa terjadi cacat padanya, disebabkan kelalaian atau kekurangan dalam mencari petunjuk al-Qur`an dalam usaha mengaplikasikan kaidah al-Qur`an ini.
Kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam ini terdapat di tengah kisah Qarun, yang telah terperdaya oleh hartanya, dan terperdaya oleh nafsunya yang selalu menyuruhnya berbuat buruk, yang berkata, ketika dikatakan kepadanya,


æóÇÈúÊóÛö ÝöíãóÇ ÂÊóÇßó Çááåõ ÇáÏøóÇÑó ÇáúÂÎöÑóÉó æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ æóÃóÍúÓöäú ßóãóÇ ÃóÍúÓóäó Çááåõ Åöáóíúßó æóáóÇ ÊóÈúÛö ÇáúÝóÓóÇÏó Ýöí ÇáúÃóÑúÖö Åöäøó Çááåó áóÇ íõÍöÈøõ ÇáúãõÝúÓöÏöíäó (77)


"Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (yaitu kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al-Qashash: 77),
maka dia berkata dengan perkataan orang yang sombong,


ÞóÇáó ÅöäøóãóÇ ÃõæÊöíÊõåõ Úóáóì Úöáúãò ÚöäúÏöí


"Sesungguhnya aku diberi harta itu hanyalah karena ilmu yang ada padaku." (Al-Qashash: 78).
Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan.

Inti yang menjadi fokus kita adalah bahwa kaidah ini merupakan standar yang agung dalam berinteraksi dengan harta yang termasuk di antara apa-apa yang diamanahkan Allah kepada hamba-hambaNya. Oleh karena itu, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan dua pertanyaan kepada mereka: Dari mana dia mendapatkan harta itu? Dan dalam hal apa dia menghabiskannya? Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lainnya dari hadits Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2417, dan sanadnya hasan. Dalam masalah ini (terdapat riwayat lain) dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu dan dalam sanadnya terdapat kelemahan.)

Sesungguhnya di antara keistimewaan dan kebaikan Agama ini, bahwasanya ia adalah Agama yang menyeru kepada keseimbangan dalam segala sesuatu, tidak berlebihan dan tidak melalaikan, tanpa sikap ghuluw dan tanpa sesuatu yang tidak bermanfaat -dalam perkara Agama dan dunia- dan ini adalah apa yang ditetapkan oleh kaidah ini dengan jelas dan nyata,


æóÇÈúÊóÛö ÝöíãóÇ ÂÊóÇßó Çááåõ ÇáÏøóÇÑó ÇáúÂÎöÑóÉó æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ


"Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (yaitu kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (Al-Qashash: 77).

Dan kalau kita merenungkan ayat ini, niscaya kita menemukan urutan pembicaraan dalam ayat tersebut bagaikan kalung yang disusun layaknya susunan yang paling baik, dan ayat ini mencakup empat wasiat agung. Orang yang paling membutuhkannya -dalam kondisi ini- adalah para pemilik harta, maka marilah kita semua merenungkannya:

Pertama: æóÇÈúÊóÛö ÝöíãóÇ ÂÊóÇßó Çááåõ ÇáÏøóÇÑó ÇáúÂÎöÑóÉó "Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (yaitu kebahagiaan) negeri akhirat", karena akhirat adalah masa depan, yang wajib bagi setiap orang yang berakal untuk berusaha agar bisa selamat di sana, menjadikan masa kini dari dunia sebagai persiapan untuk akhirat, dan menjadikan usahanya dalam hidupnya sebagai tanaman untuk (diambil) pada hari memanen.
Qarun memiliki sarana-sarana untuk menanam (kebaikan) di akhirat yang tidak dimiliki oleh kebanyakan manusia, maka Allah memerintahkannya agar dia beramal dengan amal-amal yang dia mengharapkan apa yang ada di sisi Allah padanya, dan agar dia bersedekah, tidak terbatas hanya pada sekedar meraih syahwat-syahwat, dan mendapatkan kelezatan-kelezatan.

Wasiat yang kedua: æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ "Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi."
Larangan dalam FirmanNya, æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ "Dan janganlah kamu melupakan bagianmu", bermakna boleh, maka "lupa" di sini adalah kiasan dari meninggalkan. Maka maknanya: Kami tidak akan mencelamu karena kamu mengambil bagianmu dari dunia, yakni, yang tidak mengorbankan bagian akhirat. Dan ini adalah sebuah kehati-hatian dalam memberi nasihat, karena takut larinya orang yang dinasihati dari nasihat pihak yang memberi nasihat, karena tatkala mereka berkata kepada Qarun, æóÇÈúÊóÛö ÝöíãóÇ ÂÊóÇßó Çááåõ ÇáÏøóÇÑó ÇáúÂÎöÑóÉó "Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (yaitu kebahagiaan) negeri akhirat", mereka membuat (Qarun) mengira agar dia meninggalkan bagian-bagian dunia, sehingga dia tidak menggunakan hartanya kecuali pada hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Qatadah berkata, "Bagian dunia adalah semua yang halal!"

Dan dengan hal itu, maka ayat ini menjadi contoh untuk penggunaan bentuk larangan untuk (menunjukkan) makna kebolehan. Dan (ãöäú) "dari" adalah untuk menunjukkan sebagian, dan yang dimaksud dengan dunia adalah kenikmatannya, maka maknanya: bagianmu yang merupakan sebagian dari kenikmatan dunia. (At-Tahrir wa at-Tanwir, 20/108, dengan perubahan redaksi dan diringkas.)

Dan di sini terdapat pertanyaan yang boleh jadi dilontarkan oleh sebagian manusia, yaitu bahwa manusia secara fitrah bertabiat menyukai harta, dan hatinya terikat dengan apa-apa yang harus ada di dunia ini, maka bagaimana bisa dia diperintahkan agar tidak melupakan bagiannya, padahal itu adalah perkara yang hampir mustahil, bahkan yang harusnya dikatakan adalah: Janganlah melupakan bagianmu dari akhirat?!
Maka jawabannya -dan Allah lebih mengetahui maksudnya- adalah bahwa ayat ini datang untuk menetapkan keseimbangan, sebagaimana telah kami jelaskan cara berinteraksi dengan perhiasan dunia. Di antaranya adalah harta, maka terkadang salah seorang pedagang atau orang kaya mendengar nasihat seperti nasihat ini, maka dia mengira bahwa maksudnya adalah agar dia melepaskan dirinya dari segala sesuatu dari kenikmatan dunia walaupun itu mubah, maka dikatakan kepadanya, "Dan apabila Anda diperintahkan agar sebagian besar harapan Anda diarahkan untuk akhirat, maka kami tidak menuntut dari Anda agar meninggalkan apa-apa yang telah dibolehkan oleh Allah ta’ala, tetapi yang dituntut adalah keadilan dan memberikan hak kepada yang berhak menerimanya."
Dan oleh karena itu, termasuk ke dalam bagusnya tafsir Imam Malik terhadap ayat ini adalah beliau berkata, "Yaitu makan dan minum tanpa berlebihan", dan ini mengisyaratkan kepada apa yang telah kami sebutkan barusan; dan ilmu tentang yang sebenarnya hanyalah di sisi Allah.
Sungguh telah terjadi pada zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kecacatan dalam memahami hakikat zuhud dan penghambaan diri, tatkala mereka bertanya tentang ibadah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam lalu seolah-olah mereka menganggapnya sedikit, maka mereka berkata, "Di mana posisi kita dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam? Sungguh Allah telah mengampuni untuk beliau dosa-dosa beliau yang telah lalu dan yang akan datang!" Salah seorang di antara mereka berkata, "Adapun aku, maka aku akan melaksanakan shalat malam selamanya." Yang lain berkata, "Aku akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka!" Yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya." Maka Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam datang lalu beliau bersabda,


ÃóäúÊõãõ ÇáøóÐöíúäó ÞõáúÊõãú ßóÐóÇ æóßóÐóÇ¿ ÃóãóÇ æóÇááåö¡ Åöäøöíú áóÃóÎúÔóÇßõãú ááåö¡ æóÃóÊúÞóÇßõãú áóåõ¡ áßöäøöíú ÃóÕõæúãõ¡ æóÃõÝúØöÑõ¡ æóÃõÕóáøöí¡ æóÃóÑúÞõÏõ¡ æóÃóÊóÒóæøóÌõ ÇáäøöÓóÇÁóº Ýóãóäú ÑóÛöÈó Úóäú ÓõäøóÊöíú ÝóáóíúÓó ãöäøöíú.


"Kaliankah yang telah berkata begini dan begini? Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling takwa kepadaNya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka dia bukan termasuk umatku." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4776.)

Dan dengan manhaj yang seimbang yang dibangun di atas al-Kitab dan as-Sunnah inilah para imam Islam dan ulama Agama ini membantah apa yang dibuat-buat oleh sebagian orang zuhud dan ahli ibadah berupa warna-warni perbuatan zuhud yang menyelisihi petunjuk nabawi yang agung ini.(Di antara orang yang saya lihat paling sering membuat bantahan terhadap mereka adalah: Ibnul Jauzi dalam beberapa tempat dalam kitab-kitab beliau, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan yang lainnya, semoga rahmat Allah senantiasa tercurah untuk mereka semua.)

Sebagian ulama menyebutkan suatu isyarat yang halus dalam pengarahan makna FirmanNya, æóáóÇ ÊóäúÓó äóÕöíÈóßó ãöäó ÇáÏøõäúíóÇ "Dan janganlah kamu melupakan bagianmu", yaitu bahwasanya Allah ta’ala hendak menjadikan dunia sebagai sesuatu yang tidak berharga yang akan dilupakan dan tidak diperhatikan, maka Dia mengingatkan kita dengan hal itu, dan memotivasi kita agar mengambil suatu bagian darinya. Maka saya tidak akan berkata kepada Anda, "Janganlah melupakan sesuatu tertentu", kecuali apabila saya mengetahui bahwa sesuatu tersebut akan dilupakan, dan ini merupakan salah satu sisi di antara sisi-sisi sikap pertengahan dan adil dalam Islam, dan tentu Allah lebih mengetahui maksudnya.(Diisyaratkan oleh Syaikh asy-Sya'rawi dalam tafsirnya.)

Adapun wasiat yang ketiga: æóÃóÍúÓöäú ßóãóÇ ÃóÍúÓóäó Çááåõ Åöáóíúßó "Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." Ini benar-benar sesuai dengan akal dan syariat, Allah ta’ala berfirman,


åóáú ÌóÒóÇÁõ ÇáúÅöÍúÓóÇäö ÅöáøóÇ ÇáúÅöÍúÓóÇäõ (60)


"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (Ar-Rahman: 60).

"Kebaikan (ihsan)" masuk ke dalam keumuman mencari negeri akhirat, akan tetapi ia disebutkan di sini untuk dijadikan hujjah dengan FirmanNya,


æóÃóÍúÓöäú ßóãóÇ ÃóÍúÓóäó Çááåõ Åöáóíúßó


"Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (Al-Qashash: 77).
Huruf Kaf (dalam ßóãóÇ) bermakna penyerupaan, yakni: sebagaimana (atau seperti) perbuatan baik Allah kepadamu.(At-Tahrir wa at-Tanwir, 20/108.)

Dan ayat ini di dalamnya terdapat uraian dan anjuran sebagaimana ia terlihat jelas, dan ia sebagaimana Firman Allah ta’ala` lainnya,


æóáúíóÚúÝõæÇ æóáúíóÕúÝóÍõæÇ ÃóáóÇ ÊõÍöÈøõæäó Ãóäú íóÛúÝöÑó Çááåõ áóßõãú æóÇááåõ ÛóÝõæÑñ ÑóÍöíãñ (22)


"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin kalau Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nur: 22).
Maka sebagaimana Anda ingin agar Allah mengampuni Anda, maka maafkanlah hamba-hambaNya, dan di sini: sebagaimana Anda ingin agar Tuhan Anda berbuat baik kepada Anda, dan perbuatan baikNya itu langgeng, maka janganlah memutuskan perbuatan baik Anda kepada makhluk-makhlukNya, jika tidak begitu, maka Allah Mahakaya (tidak membutuhkan apa pun) dari semesta alam.

Dan wasiat keempat terkandung dalam kaidah al-Qur`an ini, æóáóÇ ÊóÈúÛö ÇáúÝóÓóÇÏó Ýöí ÇáúÃóÑúÖö Åöäøó Çááåó áóÇ íõÍöÈøõ ÇáúãõÝúÓöÏöíäó "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
Dan kalimat æóáóÇ ÊóÈúÛö ÇáúÝóÓóÇÏó Ýöí ÇáúÃóÑúÖö "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi," diathafkan (dirangkaikan kepada kalimat sebelumnya) untuk memberi peringatan dari tindakan mencampuradukkan perbuatan baik dengan berbuat kerusakan, karena sesungguhnya berbuat kerusakan merupakan kebalikan dari perbuatan baik. Maka perintah untuk berbuat kebaikan berkonsekuensi terhadap larangan untuk berbuat kerusakan. Ia disebutkan secara jelas, karena tatkala tempat-tempat berbuat baik dan berbuat buruk itu banyak, maka boleh jadi tak terlintas dalam benak kita bahwa berbuat buruk kepada sesuatu disertai berbuat baik kepada beberapa sesuatu tidaklah dipandang sebagai perbuatan baik!
Dan kalimat, Åöäøó Çááåó áóÇ íõÍöÈøõ ÇáúãõÝúÓöÏöíäó "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan," adalah 'illat (alasan) dari larangan melakukan kerusakan, karena amal yang tidak disukai oleh Allah tidak boleh dilakukan oleh hamba-hambaNya.(At-Tahrir wa at-Tanwir, 20/109, dengan perubahan redaksi dan diringkas.)

Dan setelah penelusuran yang cepat ini dalam naungan kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang mulia yang satu ini, maka jelaslah bagi kita dengan sejelas-jelasnya bahwasanya al-Qur`an ini -sebagaimana dikatakan oleh Yang telah menurunkannya, Allah ta’ala berfirman-,


íóåúÏöí áöáøóÊöí åöíó ÃóÞúæóãõ


"memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus," (Al-Isra`: 9).

Dan bahwasanya tidaklah ada perkara yang dibutuhkan oleh manusia melainkan hukumnya telah terdapat di dalam kitab Allah, sebagaimana dikatakan oleh Imam asy-Syafi'i, "Akan tetapi, manakah orang-orang yang mau mentadabburinya, dan (manakah) orang-orang yang ingin minum dari mata air yang tidak akan pernah kering ini?!"

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadaMu kecukupan dalam kondisi fakir dan kaya. Kami meminta kepadaMu sebuah kenikmatan yang tidak akan pernah musnah, dan penyejuk mata yang tidak akan pernah terputus. Kami memohon kepadaMu keridhaan setelah turunnya Qadha`, dan kehidupan yang baik setelah kematian. Kami memohon kepadaMu kelezatan memandang WajahMu dan kerinduan untuk bertemu denganMu tanpa kemudaratan yang memudaratkan dan tanpa fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan keimanan dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang memberi petunjuk yang mendapat petunjuk.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=382