Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaidah (Prinsip Pokok) ke-13 [Yang Lebih Berguna, Orang Tua Atau Anak?]

Jumat, 10 September 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-13


{ ÂÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú áóÇ ÊóÏúÑõæäó Ãóíøõåõãú ÃóÞúÑóÈõ áóßõãú äóÝúÚðÇ}


“ Dan (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu..”
{ Al-Hajj: 40}

Ini adalah salah satu kaidah al-Qur`an, yang mengingatkan hamba kepada sebagian dari keagungan Allah ta’ala dalam ciptaan-Nya dan hikmahNya dalam syariatNya, serta mengingatkan hamba akan keterbatasan dirinya dalam ilmu.
Kaidah ini datang dalam konteks ayat fara`idh di awal Surat an-Nisa`, dan maknanya adalah:
ÂÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú "Orang tuamu dan anak-anakmu," yakni, orang-orang yang mendapatkan warisan dari kalian dari kalangan orang tua dan anak-anak, áóÇ ÊóÏúÑõæäó Ãóíøõåõãú ÃóÞúÑóÈõ áóßõãú äóÝúÚðÇ "kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu", yakni, kalian tidak mengetahui bahwa mereka lebih bermanfaat bagi kalian dalam urusan Agama dan dunia, maka di antara kalian ada yang mengira bahwa ayah lebih bermanfaat baginya, sehingga anak harus lebih bermanfaat bagi (ayah)nya, dan di antara kalian ada yang mengira bahwa anak lebih bermanfaat baginya, sehingga ayah harus lebih bermanfaat baginya, padahal Akulah yang paling mengetahui siapa yang bermanfaat bagi kalian, dan Aku telah menangani urusan kalian berdasarkan maslahat yang terdapat padanya, maka ikutilah ia." (Tafsir al-Baghawi, 2/178.)
Kalau ukuran pembagian warisan diserahkan kepada akal dan kehendak kalian, maka pasti akan terjadi kemudaratan yang hanya diketahui oleh Allah, karena kekurangan akal dan ketidaktahuannya terhadap apa yang layak dan baik dalam setiap zaman dan tempat. (Tafsir as-Sa'di, hal. 166.)

Dahulu orang-orang jahiliyah membagikan harta warisan dengan standar-standar yang tidak jelas, terkadang mereka memperhatikan kebutuhan kedua orangtua, terkadang (memperhatikan) kebutuhan anak-anak, dan terkadang mereka mengambil jalan tengah, maka datanglah syariat yang suci untuk membatalkan pemikiran-pemikiran tersebut. Allah ta’ala menangani masalah pembagian harta warisan ini dengan DiriNya sendiri, kemudian Dia menjelaskan di akhir ayat yang mulia ini dua makna yang mana pengetahuan manusia mentok dari (mendapatkan) keduanya bagaimana pun luasnya (pengetahuannya), maka Dia berfirman di akhirnya,
(1). ÂÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú áóÇ ÊóÏúÑõæäó Ãóíøõåõãú ÃóÞúÑóÈõ áóßõãú äóÝúÚðÇ
"Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu." (An-Nisa`: 11). Dan ia adalah kaidah yang sedang kita bicarakan ini.

(2). Åöäøó Çááøóåó ßóÇäó ÚóáöíãðÇ ÍóßöíãðÇ "Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (An-Nisa`: 11). Ini adalah ketetapan yang harus dilaksanakan, dan tidak boleh berbuat lancang terhadapnya dengan merubahnya atau lalai dalam melaksanakannya, dan Dia menjelaskan sebab hal ini dengan FirmanNya, Åöäøó Çááøóåó ßóÇäó ÚóáöíãðÇ ÍóßöíãðÇ "Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana," agar keyakinan orang Mukmin bertambah bahwa pembagian ini berasal dari pengetahuan yang sempurna dan hikmah yang tinggi, yang tidak mungkin mengandung kekurangan atau kezhaliman.

Di Antara Aplikasi Kaidah Ini:

Hendaklah kita berusaha mengaplikasikan kaidah ini dalam kehidupan nyata kita, mudah-mudahan kita dapat mengambil manfaat darinya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi dari kita dalam pemahaman-pemahaman dan sikap-sikap sosial kita. Di antaranya:

(1). Bahwa sebagian orang tua, terkadang keturunan penerusnya hanya anak-anak perempuan saja, sehingga dadanya sesak karenanya, dan ia merasa sedih karena hal yang menimpanya ini, maka kaidah ini datang untuk menuangkan keyakinan dan keridhaan dalam hatinya, maka alangkah banyaknya anak perempuan yang lebih bermanfaat bagi kedua orang tuanya daripada sejumlah anak-anak laki-laki! Dan realita menjadi saksi atas hal itu.
Saya mengenal seorang laki-laki, ketika usianya sudah lanjut, sementara anak-anaknya berada jauh darinya untuk mencari rizki, sehingga bapak ini –yang kekuatannya telah hilang dan fisiknya telah lemah- tidak mendapatkan orang yang lebih besar kasih sayang dan perhatiannya daripada anak perempuannya satu-satunya yang melaksanakan hak (bapak)nya dengan pelaksanaan yang paling baik dari sisi nafkah dan perawatan kesehatan; dan Maha benar Allah (yang telah berfirman),


ÂÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú áóÇ ÊóÏúÑõæäó Ãóíøõåõãú ÃóÞúÑóÈõ áóßõãú äóÝúÚðÇ


"Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu." (An-Nisa`: 11).

Ini di dunia, dan di akhirat maka urusannya lebih besar. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Orang yang paling taat kepada Allah dari kalian dari kalangan orangtua maupun anak-anak adalah orang yang paling tinggi derajatnya di antara kalian pada Hari Kiamat, dan Allah memberi syafa'at bagi orang-orang Mukmin sebagian mereka pada sebagian yang lain." Maka apabila bapak lebih tinggi derajatnya di surga, maka anaknya akan ditinggikan kepadanya, dan apabila anak lebih tinggi derajatnya, maka bapaknya akan ditinggikan kepadanya agar hati mereka senang.
Di antara hal yang sangat disayangkan adalah bahwa kita mendengar dan membaca tentang beberapa orang yang dianugerahi sejumlah anak perempuan, mereka menggerutu bahkan mengancam istri-istri mereka jika mereka melahirkan anak-anak perempuan bagi mereka! Seolah-olah urusannya berada di tangan (istri-istri) mereka, dan sebenarnya ini disebabkan kejahilan; karena bagaimana bisa manusia dicela karena sesuatu yang tidak mampu ia lakukan?

Kalau saja orang-orang yang bersikap seperti ini merenungkan beberapa perkara berikut, di antaranya:
(1). Kaidah al-Qur`an ini,


ÂÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú áóÇ ÊóÏúÑõæäó Ãóíøõåõãú ÃóÞúÑóÈõ áóßõãú äóÝúÚðÇ


"Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu." (An-Nisa`: 11).

(2). Firman Allah ta’ala,


áöáøóåö ãõáúßõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖö íóÎúáõÞõ ãóÇ íóÔóÇÁõ íóåóÈõ áöãóäú íóÔóÇÁõ ÅöäóÇËðÇ æóíóåóÈõ áöãóäú íóÔóÇÁõ ÇáÐøõßõæÑó (49) Ãóæú íõÒóæøöÌõåõãú ÐõßúÑóÇäðÇ æóÅöäóÇËðÇ æóíóÌúÚóáõ ãóäú íóÔóÇÁõ ÚóÞöíãðÇ Åöäøóåõ Úóáöíãñ ÞóÏöíÑñ


"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendakiNya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa." (Asy-Syura: 49-50).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, mengomentari ayat ini, "Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan murka Allah kalau dia marah terhadap apa yang diberikanNya kepadanya." (Tuhfah al-Maudud bi Ahkam al-Maulud, hal. 32.)

(3). Di antara hal yang baik untuk diingat oleh orang yang diberi ujian dengan anak perempuan adalah hadits-hadits yang ada tentang keutamaan orang yang mengurus dan mendidik anak-anak perempuan sampai mereka dewasa.

(4). Di antara hal yang perlu diingatkan kepada orang yang menggerutu karena diuji dengan anak perempuan, adalah dikatakan kepadanya:
“Taruhlah engkau kecewa dan menggerutu, maka apakah ini bisa membuatmu dikaruniai anak laki-laki?” Benar bahwa manusia pada umumnya secara tabiatnya menyukai anak laki-laki, akan tetapi orang Mukmin memandang cobaan ini dengan sudut pandang lain, yaitu ibadah sabar dan ridha terhadap Allah, bahkan sebagian orang yang diberi taufik terkadang berpindah ke martabat syukur, karena dia mengetahui bahwa pilihan Allah lebih baik daripada pilihannya sendiri, dan bisa jadi Allah telah menyingkirkan banyak keburukan ketika Dia tidak memberinya anak laki-laki, bukankah Allah telah memberi kekuasaan kepada Khidhir atas anak laki-laki itu sehingga dia membunuhnya? Kemudian dia menjelaskan alasannya lewat FirmanNya,


æóÃóãøóÇ ÇáúÛõáóÇãõ ÝóßóÇäó ÃóÈóæóÇåõ ãõÄúãöäóíúäö ÝóÎóÔöíäóÇ Ãóäú íõÑúåöÞóåõãóÇ ØõÛúíóÇäðÇ æóßõÝúÑðÇ (80) ÝóÃóÑóÏúäóÇ Ãóäú íõÈúÏöáóåõãóÇ ÑóÈøõåõãóÇ ÎóíúÑðÇ ãöäúåõ ÒóßóÇÉð æóÃóÞúÑóÈó ÑõÍúãðÇ (81)


"Dan adapun anak muda belia itu, maka kedua orangtuanya adalah orang-orang Mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya)." (Al-Kahfi: 80-81).

Di antara yang baik untuk disebutkan di sini adalah: bahwa Syaikh Ali ath-Thanthawi rahimahullah –dan beliau termasuk orang yang diberi cobaan dengan anak perempuan dan tidak memiliki anak laki-laki– menulis sebuah makalah, saya hampir bisa memastikan, kalau saja orang-orang yang diberi cobaan dengan anak perempuan membacanya, mereka tidak akan menginginkan selain keadaan yang mereka jalani itu!
Sebagaimana dalam ayat tersebut terdapat hiburan bagi orang yang diberi cobaan dengan anak perempuan, maka di dalamnya juga terdapat hiburan bagi orang-orang diberi cobaan dengan anak-anak laki-laki yang terbelakang mentalnya, baik terbelakang dari segi pendengaran, penglihatan, akal, maupun badan, maka dikatakan kepada mereka,


æóÚóÓóì Ãóäú ÊóßúÑóåõæÇ ÔóíúÆðÇ æóåõæó ÎóíúÑñ áóßõãú


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu." (Al-Baqarah: 216).
Dan dikatakan juga kepada mereka, Demi Allah, kalian tidak mengetahui anak kalian yang mana yang lebih bermanfaat bagi kalian! Maka bisa jadi anak yang terbelakang ini lebih bermanfaat bagi kalian di dunia sebelum (bermanfaat juga nanti) di akhirat!
Di dunia: maka cobaan-cobaan yang menimpa kedua orang-tua berupa anak-anak yang terbelakang mental ini, alangkah banyaknya yang membuka (pintu-pintu kebaikan) berupa ketergantungan kepada Allah, bermunajat kepadaNya, dan mengharap jalan keluar dariNya!
Dan cobaan-cobaan ini alangkah banyaknya menumbuhkan makna sabar dan menahan derita di dalam jiwa-jiwa kedua orang-tua anak-anak terbelakang ini yang tidak mungkin terjadi pada mereka jika tidak ada cobaan ini! Alangkah banyaknya... dan alangkah banyaknya...!
Dan di akhirat: maka bisa jadi hal-hal seperti cobaan-cobaan dengan anak-anak terbelakang mental seperti ini menjadi sebab naiknya derajat mereka di sisi Allah ta’ala dengan kenaikan yang tidak mungkin dicapai dengan amal-amal mereka!
Dan apabila ayat ini jelas maknanya tentang tema cobaan dengan anak perempuan, atau dengan anak-anak laki-laki yang memiliki gangguan dan cacat, maka hal-hal lain bisa dikiaskan kepadanya, seperti: amal shalih, karangan, makalah, kata-kata, bahkan ibadah, karena manusia tidak mengetahui amal, karangan, dan ibadah yang mana yang lebih banyak manfaatnya bagi dirinya di akhirat.
Renungkanlah pertanyaan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu –ketika beliau shollallohu ‘alaihi wasallam mendengar suara kedua sandalnya di surga–,


ÃóÎúÈöÑúäöíú ÈöÃóÑúÌóì Úóãóáò ÚóãöáúÊóåõ Ýöí ÇáúÅöÓúáóÇãö¿


"Beritahukanlah kepadaku amal yang engkau kerjakan yang paling engkau harapkan (pahalanya) dalam Islam?"

Bilal menjawab,


Åöäøöíú áóãú ÃóÊóæóÖøóÃú ÓóÇÚóÉð ãöäú áóíúáò Ãóæú äóåóÇÑò ÅöáøóÇ ÕóáøóíúÊõ ÈöÐáößó ÇáúæõÖõæúÁö ÑóßúÚóÊóíúäö.


"Sesungguhnya tidaklah aku berwudhu pada saat malam hari atau siang hari melainkan aku shalat dua rakaat dengan wudhuku itu." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3476; dan Muslim, no. 2458.)

Renungkanlah kenapa Bilal tidak menyebutkan jihadnya bersama Rasul dan konsistensinya terhadap adzan?!
Ini semua mengajak hamba agar memperbanyak pintu-pintu kebaikan, karena manusia tidak mengetahui amalnya yang mana yang menjadi sebab meraih keridhaan Allah dan surga, dan bisa jadi amal itu besar tetapi tercampuri oleh andil nafsu, maka pelakunya tidak memperoleh manfaat darinya, dan bisa jadi amal yang sedikit tetapi niatnya besar, dan pelakunya jujur dengan Allah, maka Allah membalasnya dengan balasan yang tidak pernah terpikirkan di benaknya, dan dalam kisah perempuan pelacur yang memberi minum seekor anjing terdapat saksi yang paling besar terhadap hal itu.


Sumber: 50 Prinsip Pokok Ajaran Al-Qur'an
Ditulis oleh: Dr. Umar bin Abdullah Al-Muqbil
Diposting Oleh: Ricky Adhita

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=361