Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Bersambut Kata Hingga Berlabuh

Kamis, 13 Februari 20

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


æóæóÕøóì ÈöåóÇ ÅöÈúÑóÇåöíãõ Èóäöíåö æóíóÚúÞõæÈõ íóÇÈóäöíøó Åöäøó Çááøóåó ÇÕúØóÝóì áóßõãõ ÇáÏøöíäó ÝóáóÇ ÊóãõæÊõäøó ÅöáøóÇ æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæäó


“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.’” (QS. Al-Baqarah: 132).

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menginformasikan kepada kita bahwa Ibrahim berulang kali atau banyak berwasiat kepada anak-anaknya(1) dengan ucapan itu, yakni ucapan yang disebutkan sebelum ayat ini, yaitu:


ÃóÓúáóãúÊõ áöÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíäó


“Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-Baqarah: 131).(2)

Atau beliau berwasiat kepada anaknya dengan Agama ini, Millah Ibrahim (yakni berpegang teguh terhadapnya). Makna kedua ungkapan ini satu; karena Millah Ibrahim yang disebutkan dalam ayat ke-130 itu adalah apa yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ke-131, yaitu:


ÅöÐú ÞóÇáó áóåõ ÑóÈøõåõ ÃóÓúáöãú ÞóÇáó ÃóÓúáóãúÊõ áöÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíäó


“(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserah dirilah!’ Dia menjawab, ‘Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.’” (3)

Wasiat ini disampaikan kepada seluruh anaknya, wasiat ini tidak hanya disampaikan kepada salah seorang anaknya saja, ini menunjukkan sedemikian luar biasa perhatiannya terhadap persoalan ini.(4)

Firman-Nya, yang artinya,“Demikian pula Ya’qub,” Yakni Ya’qub juga berwasiat kepada anak-anaknya. Beliau adalah Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim. Sebagaimana kakeknya berwasiat kepada anak-anaknya, demikian pula beliau, sebagai cucunya, berwasiat pula kepada anak-anaknya.(5) Keduanya bersambut kata memberikan wasiat kepada anak-anaknya tentang perkara yang sangat penting yaitu Agama. Seraya berkata:

“Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih agama ini, yakni agama yang sempurna(6), agama Islam, yang merupakan agama yang jernih, tidak ada agama selainnya yang diridhai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.(7)

Maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Zahir ungkapan ini adalah larangan meninggal dunia dalam keadaan selain Islam, sedangkan maksudnya adalah perintah agar menetapi Islam hingga tibanya kematian, seakan-akan dikatakan, “Tetaplah kalian berpegang teguh terhadap agama Islam, janganlah kalian berpisah darinya selama-lamanya.”(8) Ini merupakan perintah untuk senantiasa menghiasi diri dengan ajaran Islam pada seluruh waktu sepanjang hidup.(9) Amalkanlah (ajarannya) secara baik selagi kalian masih hidup, dan berpegang teguhlah kalian padanya agar Allah mengaruniakan kepada kalian meninggal dunia dalam keadaan demikian. Karena orang pada umumnya meninggal dunia di atas kebiasaan yang dilakukannya, ia akan dibangkitnya dalam keadaan kala mengakhiri hidupnya. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat yang Maha Mulia telah memberlakukan kebiasaan-Nya, bahwasannya barangsiapa bertujuan baik, akan dibimbing kepadanya dan dimudahkan jalannya dan barangsiapa berniat baik akan dikokohkan di atasnya.(10)

Sungguh, wasiat ini merupakan pesan yang sangat berharga dari orang tua kepada anak-anaknya, yang semestinya menjadi pesan pertama hingga terakhir untuk mereka. Pesan ini bukan sekedar pesan biasa, bukan pesan agar beranak pinak banyak, menjadi orang yang dikenal, memiliki kekayaan yang banyak melimpah ruah, pemimpin yang disegani dan pesan lainnya yang bersifat keduniawian yang boleh jadi akan menjadi sebab keturunannya meraih kebahagiaan -dalam dugaannya- di dalam kehidupan dunia yang fana ini. Padahal, boleh jadi sebaliknya, justru menjadi biang kesengsaraannya, kala pemilik kesemuanya itu tidak terbimbing dengan petunjuk dan bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berbeda ketika sorang terbimbing dengan petunjuk-petunjuk penciptanya, dengan berpegang teguh dengan syariat agamanya, menjaganya dengan pengamalan, penghayatan dan implementasi nyata, sehingga meninggal dunia tetap dalam keadaan tunduk dan patuh berserah diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya hal itu menjadi kunci kebaikan dan kebahagiaan hidupnya di dunia, bahkan di akhirat sebagai tempat kehidupan yang hakiki nan abadi.

FAEDAH DAN PELAJARAN

1. Betapa pentingnya wasiat ini, yakni wasiat untuk berpegang teguh terhadap agama Islam, berserah diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sepanjang hidup. Sehingga hal ini diwasiatkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub ‘alaihimas salam kepada anak-anaknya.
2. Hendaknya setiap orang memperhatikan wasiat seperti ini dengan menyampaikannya kepada orang lain, terlebih kepada anak-anaknya, sebagai bentuk peneladan terhadap Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub ‘alaihimas salam.
3. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan untuk hamba-hamba-Nya berupa agama yang lurus yang selaras dengan fitrah manusia yang bila diterapkan ajaran yang terkandung di dalamnya, niscaya hal itu akan membawa kepada kemaslahatan yang paripurna dalam kehidupan mereka.
4. Hendaknya penyampaian pesan dilakukan secara lembut karena hal ini akan lebih berpeluang untuk diterima.
5. Hendaknya setiap insan selalu waspada terhadap dirinya sendiri, jangan sampai meninggal dunia sementara ia dalam keadaan lalai.(11)
6. Wasiat kedua Nabi ini disampaikan secara mutlak tanpa terikat dengan waktu dan tempat tertentu, kemudian keduanya mewanti-wanti anak-anaknya
dari meninggal dunia dalam keadaan tidak sebagai seorang muslim, ini menunjukkan kesungguhan keduanya dalam memperhatikan perkara ini. Dan menunjukkan pula bahwa perkara ini merupakal hal yang harus menjadi prioritas perhatian seseorang. Inilah yang menjadi sebab Nabi Ibrahim dan juga Nabi Ya’qub ‘alaihimas salam menyampaikan wasiatnya ini secara khusus kepada anak-anaknya.

Footnote:

(1) Para ahli Tafsir berbeda pendapat mengenai jumlah anak Nabi Ibrahim, ada yang mengatakan 4 orang; yaitu Ismail, Ishaq, Madyan dan Madaan. (Lihat Tafsir Muqatil bin Sulaiman,1/79, Tafsir Abi as-Sa’ud, 1/163, Tafsir al-Baidhawiy, 1/405). Ada yang mengatakan 8 orang; yaitu Ismail, Ishaq, Madyan dan Madaan, Yaqnan, Zamran, Syiiq dan Syukh. (Lihat Tafsir al-Khazin,1/113, at-Tahrir Wa at-Tanwiir, 1/708, dan ad-Durru al-Mantsur, 1/336).
(2) Abu Ja’far ath-Thabri berkata, “Inilah Islam yang diperintahkan Nabi-Nya, yaitu memurnikan peribadatan dan pengesaan hanya kepada Allah, ketundukan dan kepasrahan hati dan anggota badan kepada-Nya.” (Lihat Tafsir ath-Thabariy, 3/94).
(3) Lihat Tafsir al-Qur’an al-Karim, Ibnu Utsaimin, 2/75.
(4) Mafaatiih al-Ghaib, Fakhruddin ar-Raziy, 4/66.
(5) Disebutkan oleh para ahli tafsir, bahwa Ya’qub memiliki 12 orang anak, mereka yaitu: Rubil, Syam’un, Lawiy, Yahudza, Rubalun, Yasyjur, Daan, Naftaliy, Jaadun, Aasyir, Bunyamin dan Yusuf. (Lihat Tafsir al-Khazin, 1/113, Tafsir al-Baidhawiy, 1/405, dan Tafsir Abi as-Sa’ud, 1/164).
(6) Tafsir at-Tahrir Wa at-Tanwir, Ibnu Asyur, 1/709.
(7) Tafsir Abi Sa’ud, 1/164, sebagaimana firman-Nya, yang artinya, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).
(8) Tafsir Abi Sa’ud, 1/164.
(9) At-Tahrir Wa at-Tanwir, 1/709.
(10) Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/232.
(11) Tafsir al-Qur’an al-Karim, Ibnu Utsaimin, 2/76.
(12) Mafatih al-Ghaib (Tafsir ar-Raziy), 4/66, dengan gubahan.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=322