Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Jenis-jenis Nasakh

Senin, 03 Februari 14

Nasakh ada empat bagian:

Pertama, nasakh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah terjadi dalam pandangan mereka yang mengatakan adanya nasakh. Misalnya, ayat tentang 'iddah empat bulan sepuluh hari, sebagaimana akan dijelaskan contohnya.

Kedua, nasakh Al-Qur'an dengan As-Sunnah. Nasakh ini ada dua macam:

A. Nasakh Al-Qur'an dengan hadits ahad. Jumhur berpendapat, Al-Qur'an tidak boleh dinasakh oleh hadits ahad, sebab Al-Qur'an adalah mutawatir dan menunjukkan keyakinan, sedang hadits ahad itu zhanni, bersifat dugaan, di samping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang ma'lum (jelas diketahui) dengan yang mazhnun (diduga).

B. Nasakh Al-Qur'an dengan hadits mutawatir. Nasakh semacam ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah berfirman,

æóãóÇ íóäúØöÞõ Úóäö Çáúåóæóì (3) Åöäú åõæó ÅöáøóÇ æóÍúíñ íõæÍóì (4) [ÇáäÌã : 3 ¡ 4]
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (An-Najm: 3-4)

Dan firman-Nya pula,

æóÃóäúÒóáúäóÇ Åöáóíúßó ÇáÐøößúÑó áöÊõÈóíøöäó áöáäøóÇÓö ãóÇ äõÒøöáó Åöáóíúåöãú [ÇáäÍá : 44]


"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." {An-Nahl: 44}

Dan nasakh itu sendiri merupakan salah satu penjelasan.

Dan Imam Asy-Syafi'i, Zhahiriyyah dan Ahmad dalam riwayatnya yang lain menolak nasakh seperti ini, berdasarkan firman Allah,

ãóÇ äóäúÓóÎú ãöäú ÂíóÉò Ãóæú äõäúÓöåóÇ äóÃúÊö ÈöÎóíúÑò ãöäúåóÇ Ãóæú ãöËúáöåóÇ [ÇáÈÞÑÉ : 106]


"Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa padanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya." (Al-Baqarah: 106)

Ketiga, nasakh As-Sunnah dengan Al-Qur'an. Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul Maqdis yang ditetapkan dengan As-Sunnah dan di dalam Al-Qur'an tidak terdapat pula dalil yang menunjukkannya. Ketetapan ini dinasakhkan oleh Al-Qur'an dengan firman-Nya:

Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö [ÇáÈÞÑÉ : 144]


"Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram." (Al-Baqarah: 144).

Kewajiban puasa pada hari 'Asyura' yang ditetapkan berdasarkan Sunnah, juga dinasakh oleh firman Allah:

Ýóãóäú ÔóåöÏó ãöäúßõãõ ÇáÔøóåúÑó ÝóáúíóÕõãúåõ [ÇáÈÞÑÉ : 185]


"Maka barangsiapa menyaksikan bulan Ramadhan, hendaklah ia berpuasa…." (Al-Baqarah: 185).

Tetapi nasakh versi ini pun ditolak oleh Imam Syafi'i dalam salah satu riwayat. Menurutnya, apa saja yang ditetapkan Sunanh tentu didukung oleh Al-Qur'an, dan apa saja yang ditetapkan Al-Qur'an tentu didukung pula oleh sunnah. Hal ini karena antara Al-Qur'an dan Sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan.

Keempat, nasakh Sunnah dengan Sunnah. Dalam kategori ini terdapat empat bentuk: 1) nasakh mutawatir dengan mutawatir; 2) nasakh ahad dengan ahad, 3) nasakh ahad dengan mutawatir, dan 4) nasakh mutawatir dengan ahad. Tiga bentuk pertama dibolehkan, sedang pada bentuk keempat terjadi silang pendapat seperti halnya nasakh Al-Qur'an dengan hadits ahad, yang tidak dibolehkan oleh jumhur.

Adapun menasakh ijma' dengan ijma' dan qiyas dengan qiyas atau menasakh dengan keduanya, maka pendapat yang shahih tidak membolehkannya.

Sumber: Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an,Syaikh Manna' Al-Qaththan, Pustaka al-Kautsar, Hal. 291-293
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=289