Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Bulan Muharram Akan Tiba
Jumat, 09 Nopember 12

Khutbah Pertama


Åöäóø ÇáúÍóãúÏó ááå äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ¡ æóäóÚõæúÐõ Èááå ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóãöäú ÓóíöøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ¡ ãóäú íóåúÏöåö Çááå ÝóáóÇ ãõÖöáóø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáóÇ åóÇÏöíó áóåõ¡ ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áóÇ Åáå ÅáÇ Çááå æóÍúÏóåõ áóÇ ÔóÑöíúßó áóåõ¡ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäóø ãõÍóãóøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ.

íóÇÃóíõøåÇó ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÊóøÞõæÇ Çááå ÍóÞóø ÊõÞóÇÊöåö æóáÇó ÊóãõæÊõäóø ÅöáÇóø æóÃóäÊõã ãõøÓúáöãõæäó
íóÇÃóíõøåóÇ ÇáäóøÇÓõ ÇÊóøÞõæÇ ÑóÈóøßõãõ ÇáóøÐöí ÎóáóÞóßõã ãöøäú äóÝúÓò æóÇÍöÏóÉò æóÎóáóÞó ãöäúåóÇ ÒóæúÌóåóÇ æóÈóËóø ãöäúåõãóÇ ÑöÌóÇáÇð ßóËöíÑðÇ æóäöÓóÂÁð æóÇÊóøÞõæÇ Çááåó ÇáóøÐöí ÊóÓóÂÁóáõæäó Èöåö æóÇúáÃóÑúÍóÇãó Åöäóø Çááå ßóÇäó Úóáóíúßõãú ÑóÞöíÈðÇ
íóÇÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÊóøÞõæÇ Çááå æóÞõæáõæÇ ÞóæúáÇð ÓóÏöíÏðÇ . íõÕúáöÍú áóßõãú ÃóÚúãóÇáóßõãú æóíóÛúÝöÑú áóßõãú ÐõäõæÈóßõãú æóãóä íõØöÚö Çááåó æóÑóÓõæáóåõ ÝóÞóÏú ÝóÇÒó ÝóæúÒðÇ ÚóÙöíãðÇ

ÃóãóøÇ ÈóÚúÏõ: ÝóÅöäóø ÃóÕúÏóÞó ÇáúÍóÏöíúËö ßöÊóÇÈõ Çááå æóÎóíúÑó ÇáúåóÏúíö åóÏúíõ ãõÍóãóøÏò Õáì Çááå Úáíå æ Óáã æóÔóÑóø ÇáúÃõãõæúÑö ãõÍúÏóËóÇÊõåóÇ¡ æóßõáóø ãõÍúÏóËóÉò ÈöÏúÚóÉñ¡ æóßõáóø ÈöÏúÚóÉò ÖóáóÇáóÉñ¡ æóßõáóø ÖóáóÇáóÉò Ýöí ÇáäóøÇÑö. Çááåã Õóá Úóáóì ãõÍóãÏò¡ æóÚóáóì Âáöåö æóÕóÍúÈöåö æóÓóáãú.
Çááå ÃóßúÈóÑõ¡ Çááå ÃóßúÈóÑõ¡ Çááå ÃóßúÈóÑõ¡ æááå ÇáúÍóãúÏõ. Çááå ÃóßúÈóÑõ ßóÈöíúÑðÇ¡ æóÇáúÍóãúÏõ ááå ßóËöíúÑðÇ¡ æóÓõÈúÍóÇäó Çááå ÈõßúÑóÉð æóÃóÕöíúáÇð.

Sidang Jum’ah yang berbahagia

Setelah kita bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan bershalawat kepada nabi kita Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Kita berharap dan memohon semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan ibadah yang diterima serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali keharibaanNya kecuali dalam keadaan berserah diri kepadaNya, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita di dalam surat Ali Imran ayat 102, artinya, “Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragam Islam.” (QS. Ali Imran 102)

Sidang Jum’at yang berbahagia

Perputaran waktu terus bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari, minggu ke minggu dan bulan ke bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan Muharam yang merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender Hijriyah. Banyak dari saudara kita yang menjadikan bulan Muharram ini sebagai momentum, sehingga memperingatinya merupakan suatu hal yang menjadi keharusan-menurut mereka- bahkan terkadang sampai keluar dari syari’at Islam. Padahah Rasul Shalallaahu alaihi wasalam dan para sahabatnya serta ulama pendahulu umat tidak pernah melakukan hal tersebut.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Mestinya kita banyak bertafakur untuk bermuhasabah atas bertambahnya umur ini, karena sesungguhnya dengan bertambah-nya umur berarti hakekatnya berkurang kesempatan untuk hidup di dunia ini. Allah menciptakan kita hidup di muka bumi ini bukan untuk sia-sia. Tanpa tujuan yang jelas. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Allah menciptakan makhluk bernama manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah berfirman di dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut,
artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu (beribadah kepadaKu).”

Sidang Jum’at yang berbahagia

Hidup di dunia ini sementara bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya merupakan persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan akhirat. Berkenaan dengan ini Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,
artinya, “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan keindahannya tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Maka seorang yang beriman kepada Allah, dia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hasyr, artinya, “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).

Sidang Jum’at yang berbahagia

Lalu bekal apa yang akan kita bawa menuju kehidupan yang penuh dengan kebaikan tersebut? Dengan hartakah? Pangkatkah yang kita banggakan? Atau keturunankah? Saya keturunan raja, bangsawan atau kyai. Ternyata bukan itu semua, sebab Allah Maha Kaya, Maha Berkuasa dan Maha Suci tidak memandang yang lain dari hambaNya kecuali taqwa hambaNya. Sebagaimana Allah ingatkan dalam firmanNya,
artinya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Jelas bagi kita bahwa bekal yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah taqwa, karena taqwa adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita semua dalam surat Al-Baqarah, artinya, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah: 197).

Sering kita mendengar kata takwa dari ustadz, mubaligh dan para penceramah, namun bagi kebanyakan kita antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari semestinya. Mengapa demikian? Di antara sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa, tingkatan dan buah dari takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri tanpa adanya perhatian penuh terhadap pentingnya bertakwa yang merupakan sebaik-baik bekal bagi kehidupan dunia ini terlebih kehidupan akhirat nanti.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Ar-Rafi’i menyatakan dalam Al-Mishbahul Munir Fi Gharibisy Syahril Kabir, “Waqahullahu Su’a” artinya Allah menjaga dari kejahatan. Dan kata Al-Wiqa’ yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai pelindung. Itulah arti takwa secara bahasa. Sedangkan takwa menurut syariat para ulama berbeda pendapat, namun semuanya bermuara pada satu pengertian, yaitu seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah, dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya. Ibnu Qayyim menyatakan, hakikat takwa adalah mentaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap perkara yang diperintahkan ataupun perkara yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu karena imannya terhadap apa yang diperintahkanNya disertai dengan pembenaran terhadap janjiNya, dengan imannya itu pula ia meninggalkan yang dilarangNya dan takut terhadap ancamanNya.

Sidang Jum’at yang berbahagia.

At-Takwa dalam Al-Qur’an mencakup tiga makna yaitu,

Pertama, takut kepada Allah dan pengakuan superioritas Allah. Hal itu seperti firmanNya, artinya, “Dan hanya kepadaKulah kamu harus bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 41).

Kedua, bermakna taat dan beribadah, sebagaimana firmanNya, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).

Ibnu Abas Radhiallaahu anhu berkata, “Taatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaatan.”

Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati, selalu diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”

Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari makna takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mentaati Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka itulah orang yang beruntung”. (An-Nur: 52).

Sidang Jum’at yang berbahagia

Para mufassir juga berkata, bahwa takwa mempunyai tiga kedudukan:
1. Memelihara dan menjaga dari perbuatan syirik
2. Memelihara dan menjaga dari perbuatan bid’ah
3. Memelihara dan menjaga dari perbuatan maksiat.

Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan berupa dosa besar dan kecil. Serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir terjerumus ke dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dimengerti oleh salafush shalih.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Apa yang kita dapatkan bila bertakwa kepada Allah?

Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Di antara janji Allah yang merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan mendatangkan rizki. Allah Ta’ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-Thalaq: 2-3).

Mengadakan jalan keluar artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di dunia dan akherat.

Ibnu ‘Uyainah berkata itu artinya, ia mendapat keberkahan dalam rizkinya.

Dan Abu Sa’id Al-Khudri berkata, Barangsiapa berlepas dari kuatnya kesulitan dengan kembali kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari beban yang ia pikul. “ (Jami’ Ahkamil Qur’an, VIII: 6638-3369, secara ringkas) Dan balasan bagi mereka di akhirat yang jelas adalah akan mewarisi tempat yang merupakan dambaan setiap insan yaitu Surga dengan segala kenikmatannya.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Itulah Surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa.” (Maryam: 63).

Demikianlah kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan Muharam ini dengan bertafakkur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan yang abadi tersebut. Yang terkadang kita begitu bersemangat dan penuh antusias menggapai kehidupan yang fana ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.


ÈóÇÑóßó Çááåõ áöíú æóáóßõãú Ýöí ÇáúÞõÑúÂäö ÇáúÚóÙöíúãö¡ æóäóÝóÚóäöíú æóÅöíóøÇßõãú ÈöãóÇ Ýöíúåö ãöäó ÇúáÂíóÇÊö æóÇáÐöøßúÑö ÇáúÍóßöíúãö¡ æóÊóÞóÈóáóø Çááåõ ãöäöøíú æóãöäúßõãú ÊöáÇóæóÊóåõ¡ Åöäóøåõ åõæó ÇáÓóøãöíúÚõ ÇáúÚóáöíúãõ. ÃóÞõæúáõ Þóæúáöíú åóÐóÇ æóÃóÓúÊóÛúÝöÑõ Çááåó ÇáúÚóÙöíúãó áöíú æóáóßõãú æóáöÓóÇÆöÑö ÇáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö æóÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö. ÝóÇÓúÊóÛúÝöÑõæúåõ¡ Åöäóøåõ åõæó ÇáúÛóÝõæúÑõ ÇáÑóøÍöíúãõ.

Khutbah Kedua


Åöäóø ÇáúÍóãúÏó áöáóøåö äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåú æóäóÚõæÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóãöäú ÓóíöøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ¡ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáóø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ. ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáóåó ÅöáÇóø Çááåõ æóÍúÏóåõ áÇó ÔóÑöíúßó áóåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäóø ãõÍóãóøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ Õóáóøì Çááåõ Úóáóì äóÈöíöøäóÇ ãõÍóãóøÏò æóÚóáóì Âáöåö æóÃóÕúÍóÇÈöåö æóÓóáóøãó ÊóÓúáöíúãðÇ ßóËöíúÑðÇ. ÞóÇáó ÊóÚóÇáóì: íóÇ ÃóíõøåÇó ÇáóøÐöíúäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÊóøÞõæÇ Çááåó ÍóÞóø ÊõÞóÇÊöåö æóáÇó ÊóãõæúÊõäóø ÅöáÇóø æóÃóäÊõãú ãõøÓúáöãõæúäó. ÞóÇáó ÊóÚóÇáóì: {æóãóä íóÊóøÞö Çááåó íóÌúÚóá áóøåõ ãóÎúÑóÌðÇ} æóÞóÇáó: {æóãóä íóÊóøÞö Çááåó íõßóÝöøÑú Úóäúåõ ÓóíöøÆóÇÊöåö æóíõÚúÙöãú áóåõ ÃóÌúÑðÇ}

Ëõãóø ÇÚúáóãõæúÇ ÝóÅöäóø Çááåó ÃóãóÑóßõãú ÈöÇáÕóøáÇóÉö æóÇáÓóøáÇóãö Úóáóì ÑóÓõæúáöåö ÝóÞóÇáó: {Åöäóø Çááåó æóãóáÇóÆößóÊóåõ íõÕóáõøæúäó Úóáóì ÇáäóøÈöíöø¡ íóÇ ÃóíõøåÇó ÇáóøÐöíúäó ÁóÇãóäõæúÇ ÕóáõøæúÇ Úóáóíúåö æóÓóáöøãõæúÇ ÊóÓúáöíúãðÇ}

Çóááóøåõãóø Õóáöø Úóáóì ãõÍóãóøÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãóøÏò ßóãóÇ ÕóáóøíúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäóøßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ. æóÈóÇÑößú Úóáóì ãõÍóãóøÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãóøÏò ßóãóÇ ÈóÇÑóßúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäóøßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ. Çóááóøåõãóø ÇÛúÝöÑú áöáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö¡ æóÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö ÇúáÃóÍúíóÇÁö ãöäúåõãú æóÇúáÃóãúæóÇÊö¡ Åöäóøßó ÓóãöíúÚñ ÞóÑöíúÈñ ãõÌöíúÈõ ÇáÏóøÚóæóÇÊö. Çóááóøåõãóø ÃóÑöäóÇ ÇáúÍóÞóø ÍóÞðøÇ æóÇÑúÒõÞúäóÇ ÇÊöøÈóÇÚóåõ¡ æóÃóÑöäóÇ ÇáúÈóÇØöáó ÈÇóØöáÇð æóÇÑúÒõÞúäóÇ ÇÌúÊöäóÇÈóåõ. ÑóÈóøäóÇ ÂÊöäóÇ Ýöí ÇáÏõøäúíóÇ ÍóÓóäóÉð æóÝöí ÇáÂÎöÑóÉö ÍóÓóäóÉð æóÞöäóÇ ÚóÐóÇÈó ÇáäóøÇÑö. ÑóÈóøäóÇ åóÈú áóäóÇ ãöäú ÃóÒúæóÇÌöäóÇ æóÐõÑöøíóøÇÊöäóÇ ÞõÑóøÉó ÃóÚúíõäò æóÇÌúÚóáúäóÇ áöáúãõÊóøÞöíäó ÅöãóÇãðÇ. ÓõÈúÍóÇäó ÑóÈöøßó ÑóÈöø ÇáúÚöÒóøÉö ÚóãóøÇ íóÕöÝõæúäó¡ æóÓóáÇóãñ Úóáóì ÇáúãõÑúÓóáöíúäó æóÇáúÍóãúÏõ áöáóøåö ÑóÈöø ÇáúÚóÇáóãöíúäó. æóÕóáóøì Çááåõ Úóáóì ãõÍóãóøÏò æóÚóáóì Âáöåö æóÕóÍúÈöåö æóÓóáóøãó. æóÃóÞöãö ÇáÕóøáÇóÉó.

[Redaksi]
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkhutbah&id=288