Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
MENJAGA DIRI DENGAN YANG HALAL
Kamis, 17 April 08


Åöäø ÇáúÍóãúÏó öááåö äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ æóäóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóÓóíøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáåó ÅöáÇø Çááåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäø ãõÍóãøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ

Çóááåõãø Õóáø æóÓóáøãú Úóáì ãõÍóãøÏò æóÚóáì Âáöåö æöÃóÕúÍóÇÈöåö æóãóäú ÊóÈöÚóåõãú ÈöÅöÍúÓóÇäò Åöáóì íóæúãö ÇáÏøíúä.

íóÇÃóíøåóÇ ÇáøÐóíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøÞõæÇ Çááåó ÍóÞø ÊõÞóÇÊöåö æóáÇó ÊóãõæúÊõäø ÅöáÇø æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæúäó

íóÇÃóíøåóÇ ÇáäóÇÓõ ÇÊøÞõæúÇ ÑóÈøßõãõ ÇáøÐöí ÎóáóÞóßõãú ãöäú äóÝúÓò æóÇÍöÏóÉò æóÎóáóÞó ãöäúåóÇ ÒóæúÌóåóÇ æóÈóËø ãöäúåõãóÇ ÑöÌóÇáÇð ßóËöíúÑðÇ æóäöÓóÇÁð æóÇÊøÞõæÇ Çááåó ÇáóÐöí ÊóÓóÇÁóáõæúäó Èöåö æóÇúáÃóÑúÍóÇã ó Åöäø Çááåó ßóÇäó Úóáóíúßõãú ÑóÞöíúÈðÇ

íóÇÃóíøåóÇ ÇáøÐöíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøÞõæÇ Çááåó æóÞõæúáõæúÇ ÞóæúáÇð ÓóÏöíúÏðÇ íõÕúáöÍú áóßõãú ÃóÚúãóÇáóßõãú æóíóÛúÝöÑúáóßõãú ÐõäõæúÈóßõãú æóãóäú íõØöÚö Çááåó æóÑóÓõæúáóåõ ÝóÞóÏú ÝóÇÒó ÝóæúÒðÇ ÚóÙöíúãðÇ¡ ÃóãøÇ ÈóÚúÏõ ...

ÝóÃöäø ÃóÕúÏóÞó ÇáúÍóÏöíúËö ßöÊóÇÈõ Çááåö¡ æóÎóíúÑó ÇáúåóÏúìö åóÏúìõ ãõÍóãøÏò Õóáøì Çááå Úóáóíúåö æóÓóáøãó¡ æóÔóÑø ÇúáÃõãõæúÑö ãõÍúÏóËóÇÊõåóÇ¡ æóßõáø ãõÍúÏóËóÉò ÈöÏúÚóÉñ æóßõáø ÈöÏúÚóÉò ÖóáÇóáóÉð¡ æóßõáø ÖóáÇóáóÉö Ýöí ÇáäøÇÑö.


Ikhwani fiddin a’azzniyallahu waiyyakum,

Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaqwaan. Ilmuilah yang telah diwajibkan Allah terhadap diri kita. Yaitu berupa hukum-hukum agama. Dengan begitu, kita akan selalu beribadah sesuai dengan yang telah disyari’atkan Allah, dan kita akan semaikin mampu berpegang teguh dengan agamaNya. Sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia meupun di akhirat kelak.

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,

Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan sahabat Abu Hurairah, bahwasannya Beliau shalallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Åöäøó Çááøóåó ØóíøöÈñ áÇó íóÞúÈóáõ ÅöáÇøó ØóíøöÈðÇ æóÅöäøó Çááøóåó ÃóãóÑó ÇáúãõÄúãöäöíäó ÈöãóÇ ÃóãóÑó Èöåö ÇáúãõÑúÓóáöíäó ÝóÞóÇáó ( íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáÑøõÓõáõ ßõáõæÇ ãöäó ÇáØøóíøöÈóÇÊö æóÇÚúãóáõæÇ ÕóÇáöÍðÇ Åöäøöì ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó Úóáöíãñ) æóÞóÇáó (íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ßõáõæÇ ãöäú ØóíøöÈóÇÊö ãóÇ ÑóÒóÞúäóÇßõãú) ». Ëõãøó ÐóßóÑó ÇáÑøóÌõáó íõØöíáõ ÇáÓøóÝóÑó ÃóÔúÚóËó ÃóÛúÈóÑó íóãõÏøõ íóÏóíúåö Åöáóì ÇáÓøóãóÇÁö íóÇ ÑóÈøö íóÇ ÑóÈøö æóãóØúÚóãõåõ ÍóÑóÇãñ æóãóÔúÑóÈõåõ ÍóÑóÇãñ æóãóáúÈóÓõåõ ÍóÑóÇãñ æóÛõÐöìó ÈöÇáúÍóÑóÇãö ÝóÃóäøóì íõÓúÊóÌóÇÈõ áöÐóáößó ».

“Sesungguhnya Alloh itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka Allah berfirman, “Wahai para Rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah.” (Al-Mukminun: 41). Dan Allah juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian.” (Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana kami mengabulkan doanya?” (HR. Muslim).

Ikhwani fiddin arsyadaniyallahu waiyyakum,

Di dalam hadits mulia ini terdapat banyak pelajaran yang bisa kita ambil.
Pertama. Di antara nama Allah adalah thayyib. Maksudnya, Allah memiliki sifat-sifat yang baik, suci dari segala kekurangan dan kejelekan. Allah Maha baik di dalam dzatNya, Maha baik di dalam sifat-sifatNya, nama-namaNya, hukum-hukumNya, perbuatan-perbuatanNya, dan dalam segala apa yang bersumber dariNya.
Sehingga apabila melihat nama-nama Allah yang kita ketahui, maka kita mengetahui bahwa semua nama-nama itu indah. Di dalamnya terkandung sifat-sifat yang indah. Sedikitpun tidak kita dapatkan kekurangan di dalam nama-nama Allah tersebut. Allah berfirman,

æóáöáøåö ÇáÃóÓúãóÇÁ ÇáúÍõÓúäóì


“Dan hanya milik Allah-lah nama-nama yang baik.” (Al-A’raf: 180).

Demikian pula di dalam sifat-sifat Allah, maka Allah memiliki sifa-sifat yang baik, Allah Maha mampu, Maha mendengar, Maha melihat, dan sifat-sifat baik lainnya yang dimiliki oleh Allah. dan dalam segala perbuatan Allah, selalu tersimpan hikmah-hikmah yang agung.

Kedua. Karena Allah Maha baik, maka Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Allah tidak menerima amalan-amalan yang tercampur dengan perbuatan syirik, karena amalan syirik bukanlah amalan yang baik. Demikian pula Allah tidak menerima amalan-amalan yang tercampur dengan amalan bid’ah.
Perlu kita ketahui, ikhwani fiddin.. amalan yang baik, bukanlah amalan yang banyak atau amalan yang dipuji oleh manusia, akan tetapi amalan yang baik ialah amalan yang dilakukan dengan ikhlas, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah. Sebagaimana dikatakan fudhail bin Iyad ketika ia menafsirkan firman Allah,

ÇáøóÐöí ÎóáóÞó ÇáúãóæúÊó æóÇáúÍóíóÇÉó áöíóÈúáõæóßõãú Ãóíøõßõãú ÃóÍúÓóäõ ÚóãóáÇð


“Dan Dialah yang mencipatakan kehidupan dan kematian untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang palik baik amalannya.” (Al-Mulk: 2), ia mengatakan, “Bahwa yang paling baik amalnya ialah yang paling benar dan yang paling ikhlas. Benar apabila sesuai dengan yang dibawa Rasulullah. Dan ikhash, apabila hanya dilakukan karena mengaharap wajah Allah.
Kemudian hadits ini juga menjelaskan adanya amalan yang diterima dan yang ditolak oleh Allah.

Ketiga. Para rasul juga diperintahkan dan dilarang oleh Allah, sebagaimana pula kaum mukminin.
Walaupun mereka adalah orang yang telah diampuni Allah, mereka tetap beribadah kepada Allah, sebagaimana kita lihat bagaimana Rasulullah menegakkan qiyamullail sehingga kedua kakinya bengkak. Ditanyakan kepada beliau,“Mengapa engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan dosa yang akan datang?
Ditanya seperti ini, bagaimanakah jawab beliau? Rasulullah memberikan jawaban yang menakjubkan, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? (Muttafaqun ‘alaih)

Begitulah pribadi Rasulullah sebagai suritauladan bagi kita sampai hari kiamat. Demikian pula dengan para sahabat Rasulullah. Mereka selalu semangat dalam beribadah kepada Allah. bahkan di antara mereka ada yang telah dijamin oleh Allah masuk ke dalam surga, akan tetapi, jaminan tersebut tidak menjadikan mereka malas beribadah kepada Allah, tetapi justeru membuat mereka lebih bersungguh-sungguh menjalankan syari’atNya. Keadaan ini berbeda dengan yang terjadi pada manusia jaman sekarang ini.

Keempat. Di dalam hadits ini, Rasulullah juga menyebutkan, bahwasannya Allah memerintahkan kepada para rasul dan juga kaum mukminin untuk memakan makanan yang baik. Yaitu makanan yang dihalalkan oleh Allah. dan dalam mencarinya juga dengan cara yang halal, bukan dengan cara-cara yang dimurkai Allah.
Kemudian Allah memerintahkan agar beramal shalih, karena amal shalih merupakan wujud rasa syukur seseorang kepada Allah. artinya, setelah seseorang diberi karunia dengan mendapatkan makanan yang halal dan didapatkannya dengan cara yang halal, maka sudah sepantasnya ia bersyukur kepada Allah. yaitu dengan menyandarkan kenikmatan tersebut kepada Allah dan beramal shalih.

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Faidah kelima dari hadits mulia ini, bahwasannya Allah tidak akan mengabulkan doa seseorang, yang di dalam diri orang tersebut terisi dengan hal-hal yang diharamkan Allah, sekalipun ia melakukannya dengan sungguh-sungguh; Maka bagaimana Allah akan mengabulkan doa orang yang perutnya terisi dengan barang-barang yang haram, ataupun makanan dan minuman yang halal, tetapi dicari dengan cara yang haram?
Oleh karena itu, ikhwani fiddin, ini merupakan sebuah peringatan keras serta ancaman yang berat bagi orang yang tidak mau memperdulikan darimana ia mendapatkan rezekinya. Patut disesalkan, ternyata masih banyak orang yang bermuamalah dengan muamalah yang haram, dan tidak jarang hanya demi sedikit harta, kemudian rela mencarinya dengan melanggar batasan-batasan Allah. Wal iyadzu billahi min dzalik. Benarlah yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

íÃÊí Úáì ÇáäÇÓ ÒãÇä áÇ íÈÇáí ÇáãÑÁ ãÇ ÃÎÐ ãäå à ãä ÇáÍáÇá Ãã ãä ÇáÍÑÇã

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, yaitu seseorang tidak lagi memperdulikan dari mana ia mengambil hartanya, apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram.” (HR. al-Bukhari).

Kita lihat saat ini, berapa banyak di antara kaum muslimin yang berjual beli dengan system riba, wahai kaum Muslimin! Apabila kita masih melakukan perbuatan tersebut, sesungguhnya hanya dosa serta kehinaan yang akan kita dapatkan..

ÃóÞõæúáõ Þóæúáöí åóÐÇ ÃóÓúÊóÛúÝöÑõ Çááåó áöí æóáóßõãú æóáöÓóÇÆöÑö ÇáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö ÝóÇÓúÊóÛúÝöÑõæúåõ Åöäøåõ åõæó ÇáúÛóÝõæúÑõ ÇáÑøÍöíúãö

Khutbah yang kedua

Åöäø ÇáúÍóãúÏó öááåö äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ æóäóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóÓóíøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáø áóåõ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáåó ÅöáÇø Çááåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäø ãõÍóãøÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ æÈÚÏ,

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Ikhwani fiddin, karena harta merupakan amanah dari Allah dan kita akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah, maka marilah kita renungkan, dari manakah harta yang kita dapatkan? Apakah kita dapatkan dengan cara halal, ataukah sebaliknya dari cara yang haram?
Dengan begitu, kita berharap semoga terhindar dari harta yang haram, sehingga doa yang kita panjatkan, dikabulkan oleh Allah.
Disamping itu, karena doa merupakan ibadah yang agung, maka marilah kita lakukan dengan penuh keikhalasan, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah, dan kita akan diterima dan dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Dimikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits yang mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat. Kebenaran hanya datang dari Allah, dan kesalahan datang dari kami dan dari setan. Dan Allah berlepas diri dari kesalahan tersebut. ]

Çóááøóåõãøó Õóáøö Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãøóÏò ßóãóÇ ÕóáøóíúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäøóßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ. æóÈóÇÑößú Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãøóÏò ßóãóÇ ÈóÇÑóßúÊó Úóáóì ÅöÈúÑóÇåöíúãó æóÚóáóì Âáö ÅöÈúÑóÇåöíúãó¡ Åöäøóßó ÍóãöíúÏñ ãóÌöíúÏñ.
Çóááøóåõãøó ÇÛúÝöÑú áöáúãõÓúáöãöíúäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö¡ æóÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö ÇúáÃóÍúíóÇÁö ãöäúåõãú æóÇúáÃóãúæóÇÊö¡ Åöäøóßó ÓóãöíúÚñ ÞóÑöíúÈñ ãõÌöíúÈõ ÇáÏøÚóæóÇÊö.
ÑóÈøäóÇ áÇóÊõÄóÇÎöÐú äóÇ Åöäú äóÓöíúäóÇ Ãóæú ÃóÎúØóÃúäóÇ ÑóÈøäóÇ æóáÇó ÊóÍúãöáú ÚóáóíúäóÇ ÅöÕúÑðÇ ßóãóÇ ÍóãóáúÊóåõ Úóáóóì ÇøáÐöíúäó ãöäú ÞóÈúáöäóÇ ÑóÈøäóÇ æóáÇó ÊðÍóãøáúäóÇ ãóÇáÇó ØóÇÞóÉó áóäóÇ Èöåö æóÇÚúÝõ ÚóäøÇ æóÇÛúÝöÑú áóäóÇ æóÇÑúÍóãúäóÇ ÃóäúÊó ãóæúáÇóäóÇ ÝóÇäúÕõÑúäóÇ Úóáóì ÇáúÞóæúãö ÇáúßóÇÝöÑöíúäó.
ÑóÈóäóÇ ÁóÇÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøäúíóÇ ÍóÓóäóÉð æóÝöí ÇúáÃóÎöÑóÉö ÍóÓóäóÉð æóÞöäóÇ ÚóÐóÇÈó ÇáäøÇÑö. æÇáÍãÏ ááå ÑÈ ÇáÚÇáãíä.


Dikutib dari Majalah as-Sunnah, Solo. Edisi 05/IX/1426H/2005M.




Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkhutbah&id=125