Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

Hadits-Hadits Yang Melarang Wanita Bersafar Tanpa Mahram

Banyak hadits yang melarang wanita bersafar/bepergian tanpa mahram, di antaranya:

  • Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
    áÇó ÊõÓóÇÝöÑõ ÇáúãóÑúÃóÉõ ËóáÇóóËÉó ÃóíøóÇãò ÅöáÇøó ãóÚó Ðöíú ãóÍúÑóãò

    "Tidak boleh seorang wanita mengadakan perjalanan selama tiga hari, kecuali bersama mahram."

  • Dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Said al-Khudri Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    áÇó íóÍöáøõ áÇ ãúÑóÃóÉò ÊõÄúãöäõ ÈöÇááåö æóÇáúíóæúãö ÇúáÃóÎöÑö Ãóäú ÊõÓóÇÝöÑó ÓóÝóÑðÇ íóßõæúäõ ËóáÇóËóÉó ÃóíøóÇãò ÝóÕóÇÚöÏðÇ ÅöáÇøó æó ãóÚóåóÇ ÃóÈõæúåóÇ Ãóæö ÇÈúäõåóÇ Ãóæú ÒóæúÌõåóÇ Ãóæú ÃóÎõæúåóÇ Ãóæú Ðõæú ãóÍúÑóãò ãöäúåóÇ

    "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan perjalanan yang memakan waktu selama tiga hari lebih, melainkan ia harus didampingi oleh ayahnya, anaknya, suaminya, saudaranya, atau mahramnya."

  • Hadits 'Abdullah Ibnu 'Abbas Radhiallaahu anhu , ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkhutbah, beliau berkata:

    áÇó íóÎúáõæóäøó ÑóÌõáñ ÈöÇãúÑóÃóÉò ÅöáÇøó æó ãóÚóåóÇ Ðõæú ãóÍúÑóãò æóáÇó ÊõÓóÇÝöÑõ ÇáúãóÑúÃóÉõ ÅöáÇøó ãóÚó Ðöíú ãóÍúÑóãò ÝóÞóÇãó ÑóÌõáñ ÝóÞóÇáó: Åöäøó ÇãúÑóÃóÊöí ÎóÑóÌóÊú ÍóÇÌøóÉð æó Åöäøöí ÇßúÊõÊöÈúÊõ Ýöíú ÛóÒúæóÉö ßóÐóÇ æóßóÐóÇ ÞóÇáó: ÇöäúØóáöÞú ÝóÍõÌøó ãóÚó ÇãúÑóÃóÊößó

    "Janganlah sekali-kali seorang lelaki menyendiri dengan seorang wanita kecuali wanita itu disertai mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali bersama mahram, maka bangkitlah seorang lelaki lalu berkata: 'Sesungguhnya isteriku telah keluar untuk menjalankan ibadah haji, sementara aku telah diwajibkan untuk mengikuti sebuah peperangan', maka beliau bersabda: 'Pergilah dan kerjakan haji bersama isterimu.'"

  • Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    áÇó íóÍöáøõ áÇöãúÑóÃóÉò ÊõÄúãöäõ ÈöÇááåö æó
    Çáúíóæúãö ÇúáÂÎöÑö Ãóäú ÊõÓóÇÝöÑó ãóÓöíúÑóÉó íóæúãò æó áóíúáóÉò áóíúÓó ãóÚóåóÇ ÍõÑúãóÉñ

    "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian sejarak perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahramnya"

  • Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    áÇó ÊõÓóÇÝöÑõ ÇáúãóÑúÃóÉõ íóæúãóíúäó ãöäó ÇáÏøóåúÑö ÅöáÇøó æóãóÚóåóÇ Ðõæú ãóÍúÑóãò ãöäúåóÇ Ãóæú ÒóæúÌõåóÇ

    "Tidak boleh seorang wanita bepergian selama dua hari dari suatu masa, kecuali disertai oleh mahramnya atau suaminya."

    Dalam kitab al-Manhaj li Muriidil 'Umrati wal Hajji, asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menulis sebuah judul "Safa-rul Mar-ah" (perjalanan seorang wanita,-Pent). Disana beliau berkata: 'Tidak boleh seorang wanita bepergian untuk melaksanakan ibadah haji atau yang lainnya, kecuali disertai oleh mahramnya, sama saja apakah perjalanan itu panjang atau pendek, apakah ia disertai oleh sekelompok wanita atau tidak disertai oleh mereka, dan apakah dia seorang wanita muda atau tua, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam

    áÇó ÊõÓóÇÝöÑõ ÇáúãóÑúÃóÉõ ÅöáÇøó ãóÚó Ðöíú ãóÍúÑóãò

    "Tidak boleh seorang wanita bepergian, kecuali disertai oleh mahramnya."

    Hikmah dibalik larangan bagi seorang wanita bepergian tanpa mahram adalah, karena pendeknya akal fikiran dan pembelaannya atas dirinya, sementara itu dia sebagai seorang yang sangat di idam-idam-kan oleh kaum lelaki. Oleh sebab itu dikhawatirkan dia ditipu, dipaksa atau karena dia sebagai seorang yang lemah agamanya, lalu terdorong oleh syahwat (hawa nafsunya), dan diapun menjadi sasaran kaum lelaki yang tamak terhadapnya. Oleh sebab itu, jika dia bersama mahramnya, maka mahramnya akan memelihara dan menjaga kehormatannya, serta membelanya, dan oleh sebab itu pula seorang yang menjadi mahram dalam perjalanannya, hendaklah seorang yang baligh dan berakal, maka tidak cukup baginya ditemani oleh seorang anak kecil yang belum baligh dan seorang yang tidak memiliki akal fikiran.

    Dan yang dimaksud dengan mahram adalah suami wanita itu dan setiap orang yang diharamkan menikahinya dengan pengharaman yang bersifat selamanya, baik karena hubungan kekerabatan, persusuan atau karena hubungan pernikahan (sebagai berikut):

    Mahram (bagi seorang wanita) karena hubungan kekerabatan ada tujuh:

    • Ayah, kakek dan seterusnya ke atas, baik dari pihak ayah maupun ibu.
    • Anak laki-lakinya, anak laki-laki puteranya, anak laki-laki puterinya dan seterusnya ke bawah.
    • Saudara laki-laki (se-ayah se-ibu), saudara laki-lakinya yang se-ayah dan saudara laki-lakinya yang se-ibu.
    • Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-lakinya yang se-ayah dan anak laki-laki saudara laki-lakinya yang se-ibu.
    • Anak laki-laki saudara perempuan yang sekandung (se-ibu se-ayah), anak laki-laki saudara perempuannya yang se-ibu.
    • Pamannya (saudara laki-laki ayahnya) baik saudara sekandung atau saudara laki-laki ayah yang se-ayah atau saudara laki-laki ayah yang se-ibu.
    • Saudara laki-laki ibu, baik saudara se-kandung atau saudara laki-laki ibu yang se-ayah, atau saudara laki-laki ibu yang se-ibu.
    Adapun mahram seorang wanita karena persusuan sama dengan mahramnya karena hubungan kekerabatan, berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

    íóÍúÑõãõ ãöäó ÇáÑøóÖóÇÚö ãóÇ íóÍúÑõãõ ãöäó ÇáäøóÓóÈö

    "Diharamkan karena sebab (saudara) per-susuan apa-apa yang diharamkan karena sebab nasab (kekerabatan)."

    Adapun yang menjadi mahram bagi seorang wanita karena sebab kawin-kawin adalah:

    • Anak laki-laki suami dan putera-putera-nya, putera-putera (anak laki-laki) dari anak perempuan suami dan seterusnya ke bawah, sama saja apakah mereka itu dari isteri yang sebelumnya (yang telah diceraikan) atau masih dalam ikatan perkawinan dengan atau dari isteri yang sesudahnya.

    • Ayah suaminya (mertua laki-lakinya), kakeknya dan seterusnya ke atas, sama saja apakah kakeknya itu dari pihak ayah suami atau ibu suaminya.

    • Suami anak perempuannya (menantu laki-lakinya) dan suami cucu perempuannya, baik cucunya itu dari anak laki-lakinya atau dari anak perempuannya, dan seterusnya ke bawah.
      Ketiga orang yang disebutkan ini tetap menjadi mahramnya, hanya sekedar dengan melaksanakan akad nikah, sehingga kalaupun suaminya telah meninggalkannya karena mati atau karena talak (mentalaknya) atau karena fasakh (dipisahkan pernikahannya), maka mereka (ketiga golongan diatas) tetap sebagai mahram baginya (bagi wanita tersebut).

    • Suami ibu dan suami nenek dan seterusnya ke atas, namun demikian suami tersebut tidak bisa menjadi mahram bagi anak-anak perempuan isterinya, hingga dia telah mengumpuli isterinya tersebut. Jika dia telah mengumpulinya barulah dia menjadi mahram bagi puteri isterinya dan puteri cucunya, baik puteri itu dari suami sebelumnya atau suami sesudahnya, meskipun nantinya dia menceraikan isterinya itu, (maka dia tetap menjadi mahram bagi anak-anak perempuan dan cucu perempuan mantan isterinya itu,-Pent). Adapun jika dia hanya sekedar menjalankan akad nikah dengan seorang wanita, lalu dia menceraikannya sebelum mengumpulinya, maka dia tidak bisa menjadi mahram bagi anak perempuan dan cucu perempuan mantan isterinya tersebut.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001