Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

Tingkatan Qadha Dan Qadar

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, qadha’ dan qadar mempunyai empat tingkatan:

Pertama: Al-’Ilm (pengetahuan),
yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah Ta'ala Mahatahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagiNya.

Kedua: Al-Kitabah (penulisan)
yaitu mengimani bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada di sisiNya.
Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
Ãóáóãú ÊóÚúáóãú Ãóäøó Çááøóåó íóÚúáóãõ ãóÇ Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö æóÇáúÃóÑúÖö Åöäøó Ðóáößó Ýöí ßöÊóÇÈò Åöäøó Ðóáößó Úóáóì Çááøóåö íóÓöíÑñ [ÇáÍÌ/70]
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al-Hajj: 70).

Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian tertulis dalam sebuah kitab yaitu Lauh Mahfuzh.

Sebagaimana pula dijelaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, “Pertama kali tatkala Allah menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya, ‘Tulislah!’ Qalam itu berkata, ‘Ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah apa saja yang akan terjadi!’ Maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala yang akan terjadi hingga hari Kiamat.”

Ketika Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? Beliau menjawab: “Sudah ditetapkan.”
Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis?”, beliau pun menjawab: “Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya.” Kemudian beliau mensitir firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang sukar.” (Al-Lail: 5-10).

Oleh karena itu, hendaklah Anda berusaha, sebagaimana yang diperintahkan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam kepada para sahabat. Anda akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah.

Ketiga: Al-Masyi’ah (kehendak).
Artinya, bahwa segala sesuatu yang terjadi, atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur’an Al-Karim. Dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya adalah dengan kehendakNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya.
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (At-Takwir: 28-29).
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya.” (Al-An’am: 112).

“Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakiNya.” (Al-Baqarah: 253).
Dalam ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa apa yang diperbuat manusia terjadi dengan kehendakNya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendakNya. Seperti firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya.” (As-Sajdah: 13).
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu.” (Huud: 118).

Dan banyak lagi ayat-ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuatNya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tidak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Keempat: Al-Khalq (penciptaan).
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala Pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi Penciptanya tiada lain adalah Allah. Sampai yang dikatakan “mati” (tidak hidup), itupun diciptakan olah Allah. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2).

Jadi, segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi Penciptanya tiada lain adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari perbuatan Allah adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan, kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti: sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah?

Jawabnya: Ya, memang demikian. Sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya dua faktor, yaitu; kehendak dan kemampuan. Apabila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah. Dan Siapa yang menciptakan sebab, Dialah yang menciptakan akibatnya.

Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia yaitu bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena dua faktor, yaitu; kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat. Karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan ia perbuat. Begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi perbuatan itu. Jika perbuatan manusia itu terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah, maka dengan cara ini dapat kita katakan bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia.

Akan tetapi, pada hakikatnya manusia yang berbuat. Manusialah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja semua perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.

Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah Subhannahu wa Ta'ala. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai yang berbuat atau pelaku perbuatan.

Seperti halnya kita katakan: “Api membakar”. Padahal yang menjadikannya dapat membakar tentu saja Allah Subhannahu wa Ta'ala. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cedera sedikitpun, karena Allah telah berfirman kepada api itu:
“Hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69).

Sehingga Nabi Ibrahim Alaihissalam tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
Jadi api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikannya mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan dalam diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaannya. Hanya saja, karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum dan sebenarnya manusia dinyatakan sebagai yang berbuat. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001