Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - NULL,

DIALOG BERSAMA AL-MALIKI (Bantahan Tuntas Terhadap Manipulasi dan Kesesatan Al-Maliki)
oleh :

SEKAPUR SIRIH DAN PERMINTAAN MAAF

Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam semesta, kemenangan milik kaum Mukminin, dan tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang zhalim. Saya bersaksi tidak ada Ilah yang hak kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan bersaksi Muhammad itu hamba Allah, Rasul-Nya, imam orang-orang bertakwa, pemimpin para rasul, dan komandan orang-orang berwajah putih bersih. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau dan para sahabat.

Amma ba’du.

Sungguh, sulit bagi kita menghaturkan penghargaan dan penghormatan besar kepada sosok dambaan istiqamah, keshalihan, dan kebersihan akidah ini, karena ia hidup di lingkungan yang sebagian besar penduduknya telah terjauh dari kotoran bid’ah, fenomena kemungkaran, dan karena dia adalah orang yang telah menikmati dunia belajar hingga tahap akhir, namun tragisnya, setelah ia menjadi “tokoh” dan seharusnya pemikirannya beranjak matang, ia mulai nyleneh dan itu terlihat di aspek pemikiran, ilmiah, akidah, dan orientasinya, hingga sampai pada taraf tidak waras, akidahnya kacau, dan mengajak kepada paganisme. Itu semua tampak jelas di segala ucapan, tulisan, penjelasan di majelis ta’limnya, dan tulisan berisi dosa dan akidah amburadul, yang ia sebar pada hari-hari ini. Keseharian orang ini menyimpulkan bahwa ia penyeru nomer wahid kepada bid’ah, khurafat, syirik kepada Allah dalam uluhiyah dan rububiyah. Hal ini kita ketahui dengan membaca cuplikan-cuplikan berikut ini, yang kami nukil dari bukunya, Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah. Sang tokoh ini pernah kita anggap punya banyak kemuliaan, kapasitas ilmiah tinggi, dan sekarang kita cukup memanggilnya dengan sebutan Muhammad Alawi Maliki. Orang ini lebih mengutamakan dari orang-orang yang ia tipu, sesatkan, dan butakan agar mencium tangannya, tunduk kepadanya, mencari keberkahan dari apa yang pernah ia pakai, organ tubuh, dan pakaiannya, ia utamakan itu semua daripada dakwah ke jalan Allah, yaitu dakwah Islam yang putih bersih, berakidah bersih, dan meneladani tiga generasi salaf yang istimewa; generasi sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Racun orang sesat dan menyesatkan ini menyerang secara bertubi-tubi akidah generasi salaf, melalui tulisannya yang paling mendatangkan bencana, yaitu Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah. Juga buku terakhirnya, sepengetahuan kami, dan kita berharap buku tersebut buku terakhirnya di medan dakwah kepada bid’ah dan kesesatan, yaitu Haula Al-Ihtifal bi Al-Maulid An-Nabawi Asy-Syarif. Buku tersebut berisi banyak sekali kerancuan dan kekacauan. Hal ini menjadi jelas di pembahasan dan counternya.

Pada bulan Jumadil Awal, Jumadil Akhir, dan Rajab, tahun 1402 H, saya menikmati masa liburan. Di salah satu kunjunganku kepada Syaikh Abdullah bin Humaid, ia menghadiahkan buku Haula Al-Ihtifal bi Al-Maulid An-Nabawi Asy-Syarif kepadaku dan memintaku mengcounternya selama liburan. Syaikh Abdullah bin Humaid gamang, protes keras, dan berang, kepada lelaki ini plus arogansi, kekacauan akidah, dan penyimpangannya dari tali Islam, akibat syirik, kesesatan, dan kemungkarannya. Betapa tidak, lelaki ini mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tahu seluk beluk ruh, hal-hal ghaib, lima hal yang menjadi hak prerogatif Allah, mengkavling tanah surga, Adam dan anak keturunannya diciptakan demi beliau, serta hal-hal lain yang kami tahu berasal dari tokoh-tokoh tasawuf dan penyeru kesesatan. Saya penuhi permintaan Syaikh Abdullah bin Humaid, bertekad kuat mengcounter buku arogan lelaki ini, menjelaskan seluruh penyimpangan dan kerancuan yang saya ketahui di dalamnya. Hanya saja, sebelum mengcounter buku tersebut, terlebih dulu saya tegaskan bahwa saya tidak berarti ingin menghujat dan menelanjangi lelaki ini di depan para pecinta ilmu. Tidak, saya hanya ingin mengcounter kepalsuan, kesesatan, dan kerancuannya dalam memasarkan bid’ah dan hal-hal yang menjurus kepada syirik kepada Allah dalam uluhiyah dan rububiyah-Nya. Kalau tindakan ini tidak segera diambil, orang-orang yang tidak tahu lelaki ini bisa terkecoh dengannya dan seluruh perilakunya, misalnya ambisi popularitas, jabatan, dan asyik menikmati kehinaan orang-orang yang tertipu olehnya saat mereka berebutan mencium tangannya, menundukkan kepala, dan tunduk di depan kesombongan, kedustaan dan kesesatannya.

Barangkali, pembaca yang budiman mengkritik saya, terkait dengan perkataan saya tentang lelaki ini. Pada saat yang sama, saya yakin pembaca memaafkan saya jika tahu motif saya dalam hal ini ialah karena ghirah kepada Allah, dengan cara merealisir tauhid dan menyempurnakannya, dan ghirah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ingin umat tahu posisi beliau di sisi Allah Ta’ala. Beliau bersabda,

áÇó ÊõØúÑõæúäöíú ßóãóÇ ÃóØúÑóÊö ÇáäóøÕóÇÑóì ÇÈúäó ãóÑúíóãó ÅöäóøãóÇ ÃóäóÇ ÚóÈúÏñ ÝóÞõæúáõæúÇ ÚóÈúÏõ Çááåö æóÑóÓõæúáõåõ.


“Janganlah kalian memujiku secara berlebihan, seperti halnya orang-orang Nasrani yang memuji Isa bin Maryam secara berlebihan. Aku hanyalah seorang hamba. Karena itu, katakan (tentang aku), ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab)

Pembaca yang budiman juga memaafkan saya jika tahu tokoh pembuat bid’ah ini menerbitkan buku berjudul Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah. Di buku ini, sang tokoh menyebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sejajar dengan Allah ta’ala dalam hal memberi manfaat, madharat, hak tidak memberi dan memberi, kekuasaan umum yang mencakup seluruh kerajaan langit dan bumi, hak mengkavling lahan di surga, Adam dan seluruh anak keturunannya diciptakan untuk beliau, dan hal-hal lain yang akan saya sebutkan sembari menyebutkan halamannya di buku aslinya, untuk menjelaskan kebenaran perkataan saya tentang orang sesat beserta seluruh kesesatan, kekacauan akidah, ketidakwarasan akalnya, dan keburukan hatinya.

Dewan Hai’ah Kibar Al-Ulama’ mengeluarkan ketetapan nomer 86, tanggal 11/11/1401 H, yang berisi,

“Pada pertemuan keenam belas di Thaif, Syawal 1400 H, Dewan Hai’ah Kibar Al-Ulama’ mengkaji presentasi Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad. Menurut laporannya, ia mendengar informasi Alawi Maliki aktif menyebarkan bid’ah, khurafat, mengajak kepada kesesatan dan paganisme, mengarang buku, berinteraksi dengan manusia, dan melakukan sejumlah lawatan demi tujuan di atas. Dewan juga membaca buku Alawi Maliki berjudul Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, Ash-Shalawat Al-Ma’tsurah, dan Ad’iyah wa Shalawat. Dewan juga mendengar surat dari Mesir kepada Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad. Surat menyebutkan, akhir-akhir ini muncul aliran dalam bentuk sufi, namun sejatinya aliran paling sesat dibandingkan aliran-aliran yang ada sekarang, meskipun kekafiran itu satu (kendati bentuknya beragam).

Aliran tersebut bernama Al-‘Ishabah Al-Hasyimiyah wa As-Sadanah Al-Alawiyah wa As-Sasah Al-Hasaniyah Al-Husainiyah, dipimpin orang dari Mesir dan dipanggil Al-Imam Al-Arabi oleh pengikutnya. Ia mengisolir dari manusia dan menetap di padepokannya. Para pengikutnya berjalan menuju kepadanya dengan berbaris, mengucapkan salam kepadanya, dan bicara dengannya. Lalu, ia memberi keberkahan pada mereka dan membeberkan hal-hal ghaib kepada mereka; setiap orang sesuai dengan jatahnya masing-masing. Seluruh proses ini dilakukan di balik tabir. Mereka mendengar suaranya, namun tidak melihat fisiknya. Kecuali orang-orang khusus, maka diperbolehkan masuk dan jumlah mereka sedikit sekali. Ia tidak berkumpul bersama manusia dan tidak shalat di masjid yang dibangun dekat padepokannya. Para pengikutnya yakin ia mengerjakan shalat-shalat wajib di Ka’bah secara berjama’ah di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Para pengikutnya juga meyakini ia termasuk sisa-sisa keturunan para imam yang maksum dan Al-Mahdi akan keluar atas perintahnya. Ia membuka sejumlah cabang alirannya di sebagian kota Mesir. Jajaran tinggi aliran tersebut berkumpul di sana, di pesta makan, minum, dan rokok. Mereka menyuruh murid-muridnya mencukur jenggot dan tidak shalat berjama’ah di masjid. Ini sebagai pengantar dan tahap awal menghapus shalat. Ada kekhawatiran mereka itu adalah perpanjangan tangan gerakan kebatinan, karena ada kemiripan antara mereka dengan ciri khas aliran kebatinan. Para pengikut mereka dilarang keras menyiarkan seluruh rahasia mereka, menanyakan apa saja yang mereka lihat dari guru-guru mereka, nama gerakan dan slogan mereka, semisal Fathimah, Ali, Al-Hasan, dan Al-Husain. Bukti yang memperkuat dugaan ini ialah mereka menetap dekat pemakaman Agha Khan, pemimpin aliran Al-Ismailiyah, di mana para pengikutnya tidak henti-henti menziarahi kuburannya dan berkomunikasi dengan manusia di sana. Agha Khan dimakamkan di Mesir untuk tujuan tersebut. Menurut hemat kami, mereka semakin membahayakan, sebab punya koneksi kuat dengan beberapa oknum di Arab Saudi yang memberi kesempatan kerja di Saudi Arabia kepada para pengikut mereka. Kita tidak tahu nama oknum-oknum tersebut, karena begitu kuatnya tingkat kerahasiaan yang menyelimuti gerakan mereka.

Yang kami tahu secara pasti tanpa ragu bahwa Syaikh Muhammad Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Makki Al-Hasani membuka kontak langsung dengan para pengikutnya, mengunjungi syaikhnya “yang bersembunyi”, masuk ke tempatnya, dan bicara empat mata dengannya. Setelah ia keluar dari tempat syaikhnya, ia melanglang buana bersama pengikutnya ke penjuru dunia, berbicara dengan mereka, dan berceramah di depan mereka mewakili syaikh fiktif tersebut. Ia mengakhiri kunjungannya dengan mengunjungi kuburan Abu Al-Hasan Asy-Syadzili, tokoh terkenal sufi yang dikubur di Mesir, dengan ditemani sejumlah tokoh tasawuf Mesir, dan ia sebarkan buku-bukunya kepada mereka. Saya sudah baca sebagian buku-buku tersebut dan memberi konsentrasi khusus pada bukunya berjudul Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah. Sekarang, saya punya jilid pertama buku tersebut, yang terdiri dari 354 halaman, dalam format besar, dengan cetakan mewah, dan dicetak Percetakan Hasan di Kairo. Buku tersebut tidak didistribusikan melalui agen sebagaimana mestinya, namun didistribusi secara personal dan gratis.

Orang yang membaca buku tersebut mendapati penulisnya -semoga Allah memberinya petunjuk- mengetengahkan keyakinan batil tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan cerdik dan lihai, agar tidak divonis salah, gara-gara menyebarkan keyakinan kacau. Ia menukil dari beberapa buku yang tidak etis terhadap Islam, akidah, dan syariatnya, serta menyinggung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai pada taraf berlebih-lebihan. Al-Qur’an dan Sunnah tidak berkata seperti itu. Justru, melarang keras penyimpangan, pemalsuan, kesesatan. Penulis surat menyebutkan contoh-contoh kesesatan Maliki dan mengakhiri suratnya dengan berkata, “Kami serius mencari kesalahan-kesalahan seperti ini, karena ingin mengingatkan tingkat bahayanya, menasihati kaum Muslimin, dan mewanti-wanti mereka tentang bahaya yang kemungkinan menyerang akidah yang lurus dan iman yang benar. Kami menulis surat kepada anda, agar anda memikirkan penangkalnya, yang membawa kebaikan dan manfaat bagi kaum Muslimin. Sebagaimana Mesir menjadi sasaran tembak musuh-musuh Islam, karena jumlah penduduknya besar, persenjataannya kuat, dan kesepakatannya membela Sunnah. Arab Saudi juga menjadi incaran musuh-musuh Islam, karena punya kesan mendalam di hati kaum Muslimin, bersemangat membela tauhid, mengarahkan manusia kepada Sunnah yang benar, dan punya kepedulian menyebarkan akidah ke semua tempat. Kami ingin menjelaskan hal-hal yang membahayakan, agar anda berusaha menangkalnya semaksimal mungkin. Kami yakin masalah ini amat membahayakan, seperti yang anda baca di sebagian alinea buku.”

Dewan mengetahui kebenaran pernyataan pengirim surat bahwa Muhammad Alawi Maliki penyeru kepada keburukan, menyebarkan kesesatan, bid’ah, buku-bukunya sarat dengan khurafat, ajakan kepada syirik dan paganisme. Untuk itu, dewan berusaha memperbaikinya, menyuruhnya bertaubat dari semua perkataannya, menasihatinya, menjelaskan kebenaran kepadanya, dan menganjurkannya menemui Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid; Ketua Majlis Tinggi Pengadilan, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz; Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad, dan Syaikh Sulaiman bin Ubaid; Ketua Syu’un Al-Haramaian Asy-Syarifain, terkait dengan ucapan-ucapannya yang ada indikasi atheis dan sufi, mendengarkan kepadanya surat dari Mesir, mengetahui responnya tentang surat tersebut dan buku-bukunya. Pertemuan yang ditunggu-tunggu pun terealisir dan Muhammad Al-Maliki hadir di Kantor Majlis Tinggi Pengadilan, hari Kamis 17/10/1400 H. Pertemuan tersebut berisi jawaban balik Al-Maliki tentang isi bukunya dan pertanyaan-pertanyaan para syaikh seputar isi buku. Al-Maliki mengakui buku Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah dan Ash-Shalawat Al-Ma’tsurah memang benar karangannya. Sedang buku Ad’iyah wa Shalawat bukan karangannya. Tentang orang sufi Mesir, Al-Maliki menyatakan ia memang benar mengunjunginya dan ratusan orang Mesir semisalnya, namun ia bukan pengikutnya. Al-Maliki bersumpah bahwa dia bukan anggota alirannya, ia tidak menyampaikan ceramah di Mesir, dan ia mengingkari orang sufi tersebut dan para pengikutnya. Di depan para syaikh ia menyebutkan, bahwa ia punya pandangan berbeda dalam beberapa masalah. Sedang hal-hal syirik, Al-Maliki berkata bahwa ia menukilnya dari orang lain dan bahwa hal-hal itu adalah kesalahan yang tidak sempat terkoreksi.

Ketika dewan mendengar penjelasannya, mendapatkan kepastian kedua buku tersebut memang karangan Al-maliki, dan mengetahui pengakuannya bahwa ia memang memuat hal-hal mungkar di buku tersebut, maka mereka berdiskusi membahas masalah Al-Maliki dan sikap yang harus diambil. Dewan berpendapat sebaiknya dikumpulkan seluruh hal syirik dan bid’ah di bukunya, Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, yang ia akui salah tanpa sempat terkoreksi, lalu ditulis di memo rapat dan ditulis pula pernyataan rujuk dari hal-hal mungkar tersebut yang ditulis secara resmi, dan ia diminta tanda tangan di atasnya. Setelah itu, dipublikasikan di media massa, diperdengarkan dengan suaranya sendiri di radio dan TV. Jika ia mau melaksanakannya, maka masalahnya dianggap selesai. Jika tidak, masalahnya dilimpahkan kepada pihak berwenang, agar ia dicekal dari melakukan aktivitas di Masjidil Haram, radio, TV, dan media massa lainnya. Ia juga dicekal bepergian ke luar negeri, agar tidak menyebarkan kebatilan di dunia Islam dan menjadi biang terfitnahnya banyak kaum Muslimin. Komite riset ilmiah dan fatwa secara intens membaca dua buku yang diakui Al-maliki sebagai karangannya, mengumpulkan hal-hal syirik dan bid’ah di dalamnya, menyiapkan ralat yang perlu diberikan kepada Al-Maliki, dan memintanya menyiarkan ralat di radio dengan suaranya sendiri. Selain itu, surat Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad nomer 788/2, tanggal 12/11/1400 H dikirim kepadanya melalui Ketua Umum Syu’un Al-Haramain. Al-Maliki menolak melaksanakan permintaan dewan. Sebagai gantinya, ia menulis surat memuat pendapatnya. Surat tersebut sampai ke tangan Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad, plus surat yang mulia Ketua Umum Syu’un Al-Haramain Asy-Syarifain nomer 2053/29, tanggal 26/12/ 1400 H. Di surat Ketua Umum Syu’un Al-Haramain Asy-Syarifain disebutkan, ia bertemu dua kali dengan Al-Maliki, memperlihatkan kepadanya surat Syaikh Abdul Aziz, dan tulisan para syaikh. Namun, Al-Maliki memperlihatkan ketidaksetujuannya atas masukan para syaikh. Ketua Umum Syu’un Al-Haramaian Asy-Syarifain berupaya memberi penjelasan yang lebih memuaskan, tapi Al-Maliki bersikukuh pada pendapatnya. Ia tulis jawaban atas permintaan dewan kepadanya. Di jawabannya, ia secara tegas menolak mempublikasikan statemen taubatnya. Pada rapat ketujuh belas, bulan Rajab 1401 H, di Riyad, dewan mengkaji ulang masalah ini dan mencari sikap resmi atas permintaan yang ditujukan kepadanya. Dewan berpendapat, pihak berwenang perlu diberi informasi sepak terjang Al-Maliki dan langkah-langkah yang akan diambil, guna meredam madharat dan gangguannya kepada kaum Muslimin. Komite Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ menyiapkan statement tentang masalah-masalah syirik dan bid’ah di buku Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah. Di antaranya ialah sebagai berikut:

  • 1. Di halaman 265 buku Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, Maliki mencuplik bait-bait syair berikut,

    “Ketika kulihat jaman memerangi manusia
    Kujadikan sandal tuannya (Rasulullah) sebagai benteng diriku
    Aku berlindung darinya dalam simbol keindahan
    Dengan benteng kokoh
    Dan, saya pun mendapatkan ketenangan di bawah naungannya.”

  • 2. Di halaman 158-159, Maliki menukil syair Al-Bakri, yang berisi beragam jenis syirik besar dan berpaling dari Allah Ta’ala. Di syair tersebut, Al-Bakri berkata,

    “Allah tidak pernah atau tidak sedang mengutus rahmat
    yang naik atau turun
    Di kerajaan langit atau kekuasaan-Nya yang bersifat khusus atau umum
    Melainkan Muhammad hamba-Nya
    Nabi-Nya dan rasul pilihan
    Ia penengah dan asal usul rahmat
    Ini diketahui siapa saja yang berakal
    Berlindunglah kepadanya dari setiap yang mengganggumu
    Ia pemberi syafa’at selamanya dan menerima permintaan
    Berlindunglah kepadanya di semua harapan Anda
    Karena ia tempat aman dan tempat berlindung
    Tumpahkan seluruh beban impian di sisinya
    Sebab, ia tempat rujukan dan tempat berlindung
    Serulah bahwa krisis telah terjadi
    Dan masa-masa sulit tengah melanda
    Hai orang paling mulia di sisi Tuhannya
    Dan orang paling baik dijadikan sarana berdoa
    Aku menderita sakit
    Engkau seringkali menghilangkan petaka
    Dan sebagiannya hilang sendiri
    Demi Dzat yang memberimu keistimewaan di antara manusia
    Dengan kedudukan di mana ketinggian berasal darinya
    Datanglah segera untuk menghilangkan penyakitku
    Jika tidak, kepada siapa aku meminta?”

  • 3. Di halaman 25, Maliki menyebutkan malam kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih mulia dari Lailatul Qadar. Ini salah kaprah. Siapa pun tahu Lailatul Qadar malam paling mulia.

  • 4. Di halaman 43, 44, dan 45, Maliki menukil syair Ibnu Hajar Al-Haitami. Syair itu menegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup seperti sediakala, mengerjakan shalat lima waktu, bersuci, melaksanakan ibadah haji, berpuasa. Menurutnya, ini semua bukan mustahil. Selain itu, amal perbuatan manusia diperlihatkan kepada beliau. Juga disebutkan bahwa Al-Haitami berlindung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maliki melegalkan hal ini, padahal berlindung kepada selain Allah termasuk syirik besar.

  • 5. Di halaman 52-55, Maliki menyebutkan,

    “Barangsiapa larut dalam cinta kepada para nabi dan orang-orang shalih, maka itu berarti izin untuk mencium kuburan mereka, minta keberkahan pada kuburan mereka, dan menempelkan pipi padanya.” Maliki mengklaim ini pendapat sebagian sahabat. Ia merestui hal ini dan tidak membantahnya. Padahal, hal-hal tersebut bid’ah, sarana syirik besar, dan bahwa klaim itu adalah pendapat sebagian sahabat sama sekali tidak benar.

  • 6. Di halaman 60, Maliki menyebutkan, mengunjungi kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam termasuk kesempurnaan haji. Menurut orang-orang sufi, mengunjungi kuburan beliau itu wajib dan hijrah ke kuburan beliau sama dengan hijrah kepada beliau semasa beliau hidup. Maliki melegalkan hal ini dan tidak membantahnya.

  • 7. Maliki menyebutkan sepuluh karomah orang yang berziarah ke kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini semua ramalan dan perkataan tentang Allah tanpa dasar.

  • 8. Maliki menyerukan berlindung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan minta syafaat kepada beliau, ketika mengunjungi kuburan beliau. Lebih lengkapnya, Maliki berkata,

    “Di tempat mulia ini ditekankan memperbarui taubat, minta Allah menjadikan taubatnya taubat nasuha, minta syafa’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar taubat diterima, memperbanyak istighfar, dan tunduk merendah dengan membaca ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Lalu, doa ditutup dengan berkata, ‘Sungguh, aku banyak menzhalimi diriku. Aku datang dengan membawa banyak sekali kebodohan dan kelengahanku. Aku datang kepadamu dengan tujuan berkunjung kepadamu dan minta perlindunganmu’.” Seperti diketahui bersama, minta syafaat dan perlindungan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sepeninggal beliau termasuk syirik besar.

  • 9. Di halaman 10, Maliki menyebutkan syair yang menurutnya perlu dibaca sambil berdoa ketika menziarahi kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara bait syair tersebut ialah sebagai berikut,

    “Inilah tamumu yang tidak lagi merasakan nikmat
    Kecuali berdekatan denganmu
    Hai, tempatku minta dan harapanku.”

    Bait syair lainnya ialah,

    “Tamu lemah dan asing telah duduk di tempatmu
    dan minta perlindunganmu, hai pemimpin orang-orang Arab
    Hai orang yang memuliakan tamu, hai pemberi bantuan
    Hai penolong orang miskin dan tempat berharap.”

    Di halaman 102, Maliki menukil syair berjudul Fadhail Nabawiyah Qur’aniyah,

    “Apakah engkau rela kami terlantar sedang engkau orang yang berkedudukan
    Pahadal kami dekat dengan ambang pintumu?
    Anugerahkan karunia Nabawiyah kepada kami
    Yang menyatukan perbedaan kaum Muslimin.”

    Bait-bait ini syirik kepada Allah Ta’ala dan kita berlindung kepada Allah darinya.

  • 10. Di halaman 54, Maliki menukil syair dari Al-Hamziyah yang berbunyi,

    “Ah, seandainya ia memberiku secara khusus kesempatan melihat wajahnya
    Niscaya kelelahan hilang dari siapa saja yang melihatnya.”

    Ini kebohongan dan kebatilan nyata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilihat banyak orang semasa hidupnya. Tapi, kelelahan dan kekafiran mereka tidak hilang.

  • 11. Di halaman 157, Maliki menyebutkan sikap berlebihan tentang sandal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

    “Di atas alam raya ini ada sandal Muhammad yang tinggi
    Seluruh makhluk ada di bawah naungan sandal tersebut.
    Di Thur, Musa diseru, ‘Lepas sandalmu.’
    Sedang Ahmad, ia pergi ke Arasy tanpa disuruh melepas sandalnya.”

  • 12. Di halaman 166, Maliki menukil syair syirik Syaikh Umar Al-Baqi Al-Khalwati. Di antara baitnya ialah,

    “Hai tempat berlindung manusia dan orang terbaik
    Serta tumpuan orang dekat dan jauh
    Aku hadapkan wajahku kepadamu, wahai orang yang wajahnya amat putih
    Wajah wali menghadap kepadanya.”

  • 13. Di halaman 284, Maliki menukil dari buku Ibnu Al-Qayyim, Jalaul Afham. Cuplikan tersebut mengindikasikan jalan kepada Allah dan surga itu hanya jalan pengikut ahlul bait, maksudnya keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maliki merubah ucapan Ibnu Al-Qayyim dan tidak menyebutkan seperti aslinya, karena Ibnu Al-Qayyim di bukunya bicara tentang keluarga Nabi Ibrahim dan para nabi dari keluarga beliau. Ibnu Al-Qayyim menyebutkan, Allah Ta’ala mengutus para nabi setelah Nabi Ibrahim dari anak keturunan beliau dan semua jalan menuju kepadanya tertutup kecuali lewat jalan mereka. Di antara para nabi ialah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

    Maliki tidak menukil perkataan asli Ibnu Al-Qayyim dan menulis sesuai versinya sendiri. Cuplikan tersebut ingin memberi kesimpulan kepada para pembaca bahwa yang dimaksud dengan ahlul bait ialah keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak pelak, ini gaya aliran Rafidhah Itsna Asyariyah. Mereka berpendapat, hadits-hadits dari selain jalur ahlul bait tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak dapat diamalkan. Kendati perawi hadits-hadits itu sahabat sekaliber Abu Bakar, atau Umar bin Khaththab, atau Utsman bin Affan, dan sahabat lain. Ini kemungkaran besar, kerusakan parah, dan pemalsuan jahat yang dimaksudkan untuk tujuan buruk yang berbahaya. Contoh hal ini ialah perkataan Maliki di halaman 14 dan 15 buku Ash-Shalawat Al-Ma’tsurah. Di situ, Maliki menukil sejumlah doa. Di antaranya, “Angkatlah aku dari lumpur tauhid dan tenggelamkan aku di laut wihdah (penyatuan dzat).” Dan doa, “Segala sesuatu ia ketahui.” Maksudnya, diketahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

    Masalah ini pernah dibawa kepada yang mulia Wakil Perdana Menteri beserta surat Ketua Umum Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad nomer 1280 tanggal 28/ 7/1401 H.

    Pada pertemuan kedelapan belas, bulan Syawal 1401 H, masalah ini kembali mencuat, karena dewan mendapat informasi Maliki semakin agresif menyebarkan bid’ah dan kesesatan di dalam maupun luar negeri. Dewan menyimpulkan, dampak negatif akibat ulah Maliki sudah sedemikian besar. Sebab, masalahnya bersinggungan dengan akidah tauhid, yang merupakan tema sentral di balik pengutusan para rasul. Tindakan dan perkataan Maliki tidak hanya berkutat pada masalah-masalah furu’ yang memungkinkan perbedaan pendapat di dalamnya. Maliki berusaha mengembalikan paganisme, penyembahan kuburan dan para nabi di Arab Saudi, serta bergantung kepada selain Allah. Ia melecehkan dakwah tauhid, menyebarkan syirik, khurafat, dan sikap berlebih-lebihan terhadap kuburan. Semua itu ia sebutkan di buku-bukunya, mengajak kepadanya di forum-forum ilmiahnya, dan melakukan kunjungan ke luar negeri demi menyeru kepadanya. Dan, hal-hal lain yang sudah menjadi keputusan dewan.


Sebagai tambahan penjelasan dewan, saya katakan mencuplik apa yang dikatakan Maliki di bukunya, Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, seperti berikut:

  • 1. Di halaman 98, Maliki menukil dari Al-Jurdani dan Ibnu Al-Jauzi seperti berikut,

    “Termasuk bentuk bid’ah terbesar yang dilakukan dalam rangka taqarrub adalah adat kebiasaan berupa peringatan Maulid dan senang dengannya, untuk tujuan ibadah dan ketaatan. Dan seterusnya.”

    Sampai ia mengatakan, “Barangsiapa menyelenggarakan acara Maulid, ia aman tanpa gangguan pada tahun itu juga dan mendapat kabar gembira tujuannya akan tercapai.”

    Hingga ucapannya, “Termasuk bid’ah terbesar ialah kebiasaan manusia berdiri saat Maulid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan. Hal ini hukumnya sunnah, karena termasuk mengkultuskan beliau dan memperlihatkan kegembiraan dengan beliau. Sebagian pengikut madzhab Abu Hanafiyah memvonis kafir orang yang tidak berdiri saat Maulid disebutkan, padahal orang-orang lain berdiri.”

  • 2. Di halaman 99, 100, dan 102, Maliki menyebutkan redaksi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku datang kepadamu, untuk minta ampunan dari dosaku dan minta syafaat denganmu kepada Allah, wahai Rasulullah.”

    Setelah itu, Maliki menyebutkan sejumlah redaksi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian redaksi berbentuk prosa dan syair (puisi). Contoh salam dalam bentuk syair ialah,

    “Tamumu ini tidak lagi menemukan tempat berlindung
    Kecuali berada di dekatmu, wahai tempatku meminta dan dambaanku.”

  • 3. Di halaman 107, Maliki menyebutkan shalawat versi sufi,

    “Barangsiapa rutin mengucapkan shalawat berikut ini, ‘Ya Allah, beri shalawat kepada junjungan kami, Muhammad, hamba-Mu, nabi-Mu, rasul-Mu, dan nabi yang ummi. Juga berikan kepada keluarga dan para sahabat beliau,’ sebanyak lima ratus kali dalam sehari semalam, maka ia tidak meninggal dunia hingga bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan terjaga.”

  • 4. Di halaman 110, Maliki menjabarkan shalawat Al-Fatih,

    “Seluruh rizki ada di tangannya (maksudnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam). Di hadits disebutkan, ‘Aku diberi kunci-kunci kekayaan di langit dan bumi.’ Maksudnya, firman Allah Ta’ala, ‘Milik Allah kunci-kunci langit dan bumi.’ Maksudnya, kunci-kunci itu diberikan Allah kepada hamba yang dicintai-Nya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Allah pemberi rizki, sedang aku adalah yang membagikannya’.”( Barangkali yang dimaksud Maliki ialah perkataan Ibnu Al-Jauzi di bukunya, Al-Ilal Al-Mutanahiyah fi Al-Ahadits Al-Wahiyah, bab Nabi diberi kunci-kunci dunia. Ibnu Al-Jauzi menyebutkan sanad hadits tersebut dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku diberi kunci-kunci dunia di atas kuda belang-belang dan di atasnya terdapat secarik kain dari sutra tipis.”
    Ibnu Al-Jauzi berkata, “Hadits di atas tidak shahih. Karena di sanadnya terdapat Ali bin Al-Husain. Tentang Ali bin Al-Husain, Abu Hatim berkata, “Ia perawi dhaif.” (baca buku Al-Ilal Al-Mutanahiyah, jilid I, hal. 174).)

  • 5. Di halaman 112, Maliki berkata,

    “Ketahuilah, wahyu yang diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama, wahyu yang beliau diperintahkan menyampaikannya, yaitu Al-Qur’an. Bagian kedua, hukum-hukum yang terkait dengan manusia secara umum. Wahyu jenis ini telah disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagian ketiga, wahyu yang beliau diperintahkan merahasiakannya. Wahyu jenis ini dirahasiakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak menyampaikannya, satu huruf pun. Wahyu jenis ini ialah rahasia-rahasia yang tidak layak diketahui umat.”

    Perkataan seperti ini tidak pernah dinukil dari siapa pun. Tidak diragukan, perkataan seperti itu ingin mengeluarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari dimensi kemanusiaan kepada dimensi ketuhanan. Allah Maha Tinggi dari apa yang dikatakan orang-orang zhalim.

  • 6. Di halaman 116, Maliki berkata,

    “Sedang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Barangsiapa bermimpi melihatku, ia akan melihatku saat tidak tidur.’ Ulama berkata, ‘Itu terjadi di dunia, tanpa perdebatan, kendati di detik-detik akhir kematian, bagi orang yang diperkenankan.”

    Maliki melanjutkan, “Terkadang melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi di dunia dan itu terjadi pada orang-orang sempurna dari kalangan kaum Mukminin dan orang-orang berhati bersih. Tentang ciri, hati, dan ilmu mereka, Allah berfirman, ‘Seperti tempat lampu, yang di dalamnya terdapat lampu’.

    Maliki melanjutkan, “Hati seperti itu layak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat tidak tidur dan menyaksikan hal-hal ghaib.”

    Bisa jadi, ini semua prolog dan pengantar untuk memaksa orang-orang awam menerima kesesatan dan kebohongan Maliki. Ia ingin menjadi salah seorang yang berhati seperti itu. Ia klaim punya hati bersih dan iman sempurna. Dan, itu membuatnya layak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan tidak tidur. Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan berwasiat kepadanya, memberinya pesan khusus, dan hal-hal lain yang terbayang di mata para pendusta.

    Ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan cahaya pada ayat di atas ialah cahaya Allah dan perumpamaan di dalamnya adalah perumpamaan cahaya-Nya Yang Mahatinggi dan Mahasuci.

  • 7. Di halaman 183, Maliki menegaskan air Zamzam itu lebih baik dari air telaga Al-Kautsar, karena Allah memilih air Zamzam pada malam Isra’ untuk mencuci hati hamba yang dicintai-Nya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

  • 8. Di halaman 201, Maliki menyatakan,

    “Ketahuilah, apa saja yang mengarah kepada pengagungan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka siapa pun tidak boleh mempermasalahkannya dan tidak boleh menuntut dalil khusus, karena itu kurang ajar. Pujilah beliau sesukamu, tidak ada masalah.”

  • 9. Di halaman 202, Maliki berkata,

    “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diberi keistimewaan khusus, yaitu nabi yang pertama kali diciptakan.”

    Maliki melanjutkan, “Adam dan seluruh makhluk diciptakan demi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Barangkali hadits yang dimaksud Al-Maliki ialah hadits, “Seandainya tidak ada engkau, orbit-orbit tidak diciptakan.” Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata di buku Silsilatu Al-Ahadits Adh-Dhaifah wa Al-Maudhu’ah, “Hadits, ‘Seandainya tidak ada engkau, orbit-orbit tidak diciptakan,’ itu palsu, seperti dikatakan Ash-Shaghani di buku Al-Ahadits Adh-Dhaifah hal. 7. Sedang perkataan Syaikh Al-Qari, hal. 67-68, ‘Tapi maknanya benar, karena ada hadits diriwayatkan Ad-Dailami dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Jibril datang kepadaku, lalu berkata, hai Muhammad, seandainya tidak ada engkau, dunia tidak diciptakan. Seandainya tidak ada engkau, neraka tidak diciptakan.’ Di riwayat Ibnu Asakir disebutkan, “Seandainya tidak ada engkau, dunia tidak diciptakan.’ Saya katakan, memastikan kebenaran makna hadits ini tidak valid, kecuali setelah ada kepastian kebenaran riwayat Ad-Dailami dan tidak ada seorang pun yang membenarkannya. Kendati tidak tahu sanadnya, namun saya tidak ragu untuk mengatakan hadits tersebut dhaif. Dalilnya, hadits tersebut hanya diriwayatkan Ad-Dailami. Sedang riwayat Ibnu Asakir, maka juga diriwayatkan Ibnu Al-Jauzi di hadits panjang dari Salman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini ditegaskan As-Suyuthi di buku Al-La’ali’ (baca hal. 299-300). Di buku Al-Fawaid Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, Asy-Syaukani berkata, ‘Hadits, Seandainya engkau tidak ada, orbit-orbit tidak diciptakan,’ itu palsu menurut Ash-Shaghani’.”)

  • 10. Di halaman 205, Maliki berkata,

    “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diberi kenabian plus kekuasaan. Beliau juga diberi pengetahuan tentang segala hal, termasuk tentang ruh dan lima hal yang disebutkan di ayat Al-Qur’an bahwa Allah di sisi-Nya pengetahuan tentang kapan kiamat terjadi.”

  • 11. Di halaman 207, Maliki berkata,

    “Nama-nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu bukan buatan manusia, seperti nama-nama Allah.”

  • 12. Di halaman 222, Maliki berkata tentang keistimewaan-keistimewaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

    “Beliau boleh memandang wanita bukan mahram, berduaan dengannya, memboncengnya di kendaraan, nikah tanpa mahar, nikah tanpa wali dan saksi, nikah saat sedang ihram, dan nikah tanpa restu si wanita. Jika beliau ingin menikahi seorang wanita, orang lain haram melamar wanita tersebut, kendati beliau baru sekedar menginginkannya. Jika beliau menginginkan wanita bersuami, suami si suami wajib mencerai istrinya tersebut untuk beliau nikahi.”

  • 13. Di halaman 233, Maliki berkata,

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam punya otoritas mengkavling lahan di surga.”

  • 14. Di halaman 226, Maliki berkata,

    “Bayang-bayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak terletak di atas bumi. Bayang-bayangnya tidak ada di bawah sinar matahari atau bulan, karena beliau adalah cahaya.”

  • 15. Di halaman 225, Maliki berkata,

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hidup di kuburan beliau. Di dalamnya, beliau melakukan shalat seperti biasa dengan adzan dan iqamat. Para nabi lain juga seperti itu. Membaca hadits-hadits beliau termasuk ibadah yang menjanjikan pahala. Seseorang disunnahkan mandi dan memakai parfum jika hendak membaca hadits-hadits.”

  • 16. Di halaman 228, Maliki berkata,

    “Di antara keistimewaan putri beliau, Fathimah, ialah tidak haid. Setelah melahirkan, ia langsung suci dari nifas sesaat setelah persalinan, agar bisa shalat seperti biasa.”

    Maliki melanjutkan, “Jika beliau tersenyum pada malam hari, senyum beliau menerangi seluruh isi rumah.. Beliau boleh membaca Al-Qur’an menurut maknanya saja.”

  • 17. Di halaman 248, Maliki berkata tentang raudhah di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Orang-orang yang duduk-duduk i’tikaf di sekitarnya.”

  • 18. Di halaman 249, Maliki berkata,

    “Sebab pohon tempat diselenggarakannya Baiat Ar-Ridhwan ditebang Umar bin Khaththab, karena manusia berbeda pendapat tentang lokasi dan nama pohon tersebut. Umar bin Khaththab bertindak seperti itu agar Baiat Ar-Ridhwan tidak dinisbatkan ke pohon tersebut.” Padahal sebenarnya bukan.

  • 19. Di halaman 259, Maliki berkata,

    “Ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada di semua tempat. Ruh beliau hadir di tempat-tempat kebaikan.”

    Langkah Maliki ini tidak lain prolog untuk menegaskan keyakinan kehadiran ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di acara Maulid. Pembahasan lengkap masalah ini akan dimuat di counter atas kesesatan Maliki, Insya Allah.


Inilah contoh isi buku Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, yang keluar dari kesepakatan ulama, ketakwaan, keshalihan, keyakinan yang benar tentang Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apa yang saya nukil dari buku tersebut hanya sekedar bukti bahwa Maliki sesat, menyesatkan, menyimpang dari jalan lurus Allah, mengikuti jejak orang sesat. Kesesatannya tidak hanya itu saja. Jika kita ingin membongkar seluruh kemungkaran di bukunya, kita temukan sebagian besar isi bukunya yang terdiri dari 354 itu sarat dengan perkataan tidak etis, logika kampungan, keyakinan kacau, dan ajakan kepada kesesatan. Saya memohon kepada Allah, agar Dia menyembuhkan Maliki dari penyakit ujub dan sombong, serta kembali kepada lingkaran generasi salafush shalih. Mereka dikaruniai keagungan, kesucian, kekuatan ibadah yang luar biasa, dan kesempurnaan. Mereka memberi apa yang semestinya diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu cinta, hormat, predikat yang diridhai Allah dan diperintahkan beliau sendiri. Beliau bersabda, “Aku hanyalah seorang hamba. Karena itu, katakan tentang aku, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.

Saya percaya Maliki punya otak cerdas, pemikirannya bagus, dan sanggup mencari kiat meninggikan derajatnya di sisi Allah Ta’ala. Barangsiapa mencari keridhaan Allah dengan kemarahan manusia, Allah meridhainya dan ia diridhai manusia. Sebaliknya, barangsiapa mencari keridhaan manusia dengan kemarahan Allah, maka Allah murka kepadanya dan manusia juga murka kepadanya. Kita berdoa kepada Allah agar memberinya petunjuk, memperbaikinya, menjauhkannya dari keburukan, membimbingnya untuk mengetahui hak murni Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tanpa berlebihan. Allah pemberi petunjuk ke jalan lurus. Allah sudah cukup bagi kita dan Dia pelindung paling baik.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=2024§ion=kj074