Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

1. Pengobatan dengan al-Qur’an dan Menggunakan Penolak Bala dan Jimat-jimat

Diperbolehkan melakukan pengobatan dengan menggunakan al-Qur’an berdasarkan hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahihain, dari Abu Sa’id al Khudhri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada sekelompok shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bepergian hingga mereka tiba di salah satu kaum di Arab. Mereka meminta untuk bertamu kepada kaum tersebut, tapi ditolak. Kemudian pemimpin kaum tersebut disengat binatang berbisa sehingga orang-orang berusaha mencari obatnya, tapi tidak mendapatkan sesuatupun yang meringankan sakitnya. Di antara mereka ada yang berkata, “Kita coba untuk mendatangi para musafir yang sedang mampir itu, boleh jadi mereka mempunyai sesuatu yang bisa berguna.”

Maka mereka mendatangi kelompok tersebut dan berkata, “Wahai sekelompok musafir, ketua kami telah disengat binatang. Kami telah berusaha untuk mendapatkan obatnya, tapi tidak berhasil. Adakah di antara kalian yang mempunyai obatnya ?”

Salah seorang dari kelompok tersebut berkata, “Demi Allah, saya bisa meruqyahnya (memanterainya). Akan tetapi kami telah meminta untuk bertamu kepada kalian, tapi kalian menolak kami. Maka saya tidak akan mau mengobatinya hingga kalian mau menyepakati balas jasanya.”

Kemudian mereka berunding dan sepakat akan membayar dengan sejumlah kambing. Maka berangkatlah orang tersebut untuk mengobatinya. Ia meniupkan kepada yang sakit dengan membaca Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin (surat al-Fatihah) sehingga ia tersadar kembali. Maka mereka memberikan balas jasa yang telah disepakati tersebut.

Di antara kelompok tersebut berkata, “Bagikan.” Orang yang mengobati tersebut menjawab, “Jangan dibagi sampai kita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan apa yang telah terjadi, kemudian kita lihat apa perintah beliau terhadap hal ini.” Maka merekapun mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan apa yang telah terjadi. Beliau bersabda, “Tidakkah kalian menyadari bahwa itu adalah ruqyah ? Kalian telah berlaku benar. Bagikan kambing itu dan berilah aku bagiannya.” [1]

Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya pengobatan dengan menggunakan al-Qur’an.

Adapun menggunakan jimat-jimat dari al-Qur’an adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan menurut pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama, berdasarkan keumuman hadits yang menunjukkan tentang haramnya mengalungkan jimat-jimat, sebagai pencegah terjadinya yang tidak diinginkan. [2]

2. Menuliskan Jimat-jimat dan Mengalungkannya pada Orang Sakit

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengizinkan penggunaan ruqyah dengan al-Qur’an, dzikir-dzikir dan doa-doa selama tidak mengandung kesyirikan atau dengan lafazh yang tidak dimengerti artinya, berdasarkan hadits riwayat Muslim dalam kitab Shahihnya dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah menggunakan ruqyah (mantera) pada jaman jahiliyah, maka kami katakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana hukumnya ruqyah kami itu ?” Maka beliau bersabda,

ÇöÚúÑöÖõæúÇ Úóáóíóø ÑõÞóÇßõãú áÇó ÈóÃúÓó ÈöÇáÑõøÞóì ãóÇ áóãú íóßõäú ÔöÑúßðÇ

“Tunjukkan kepadaku mantera-mantera kalian. Diperbolehkan menggunakan mantera selama tidak mengandung kesyirikan.” [3]

Para ulama telah sepakat dalam membolehkan ruqyah jika dilakukan dengan tata cara sebagaimana tersebut di atas, dengan tetap meyakini bahwa ruqyah tersebut sebagai sebab, yang tidak dapat memberikan pengaruh langsung kecuali dengan takdir Allah Subhanahu wa ta'ala.

Adapun mengalungkan sesuatu di leher atau diikatkan di anggota tubuh tertentu yang terbuat dari selain al-Qur’an jelas merupakan perbuatan haram, bahkan kesyirikan, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang lelaki yang di tangannya ada gelang dari kuningan. Beliau bertanya, “Apa itu?” Lelaki tersebut menjawab,“Untuk penangkal sakit.” Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ÇöäúÒöÚúåóÇ ÝóÅöäóøåóÇ áÇó íóÒöíúÏõßó ÅöáÇóø æóåúäðÇ ÝóÅöäóøßó áóæú ãõÊóø æóåöíó Úóáóíúßó ãóÇ ÃóÝúáóÍúÊó ÃóÈóÏðÇ

“Lepaskan, sesungguhnya ia hanya akan menambahkan kelemahan bagimu. Seandainya engkau mati sementara gelang itu masih ada pada tubuhmu, niscaya kamu tidak akan beruntung selamanya.” [4]

Juga berdasarkan hadits riwayat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

ãóäú ÊóÚóáóøÞó ÊóãöíúãóÉð ÝóáÇó ÃóÊóãóø Çááåõ áóåõ æóãóäú ÊóÚóáóøÞó æóÏóÚóÉð ÝóáÇó æóÏóÚó Çááåõ áóåõ

“Barangsiapa menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” [5]

Dan berdasarkan riwayat Imam Ahmad pula;

ãóäú ÊóÚóáóøÞó ÊóãöíúãóÉð ÝóÞóÏú ÃóÔúÑóßó

“Barangsiapa mengalungkan jimat, maka ia telah berlaku syirik.” [6]

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

Åöäóø ÇáÑõøÞóì æóÇáÊóøãóÇÆöãó æóÇáÊöøæóáóÉó ÔöÑúßñ

“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat dan pengasihan itu termasuk syirik.” [7]

Apabila yang digantungkan berupa ayat-ayat al-Qur’an, maka itu tetap sebagai perbuatan terlarang berdasarkan tiga hal :

  • Keumuman hadits yang melarang menggunakan jimat-jimat tanpa ada pengecualian.

  • Mencegah dari hal yang lebih parah, karena memperbolehkannya bisa menyebabkan kepada perbuatan mengalungkan jenis jimat-jimat yang bukan berasal dari al-Qur’an.

  • Menggantungkannya akan menyebabkan adanya peremehan terhadap yang digantungkan, semacam terbawa saat buang air besar, istinja’, bersenggama dan sebagainya.

Adapun menuliskan suatu ayat atau surat al-Qur’an di atas lembaran, papan atau kertas, kemudian membasuhnya dengan air, minyak wangi atau sejenisnya yang selanjutnya meminum sisa basuhannya itu dengan harapan untuk mendapatkan berkah, menambah ilmu, mendapatkan rizki atau kesehatan dan sejenisnya, maka kita tidak dapatkan adanya suatu dalil dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menunjukkan bahwasanya beliau melakukannya sendiri untuk dirinya maupun untuk orang lain. Juga tidak pernah beliau mengizinkan orang lain dari kalangan para shahabat untuk melakukannya, atau memberi pengecualian kepada umatnya untuk melakukannya meski ada faktor-faktor yang mengharuskannya.

Tidak pula kami ketemukan dalam suatu atsar shahih yang meriwayatkan bahwa salah satu dari shahabat radhiyallahu ‘anhu melakukannya atau memberi suatu keringanan dalam hal ini.

Berdasarkan hal tersebut, maka perbuatan ini hendaknya ditinggalkan, tidak dilakukan dan cukup hanya dengan melakukan ruqyah dengan al-Qur’an, al-asma’ul husna, dzikir-dzikir dan doa-doa yang pernah diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan shahih dan sejenisnya yang bisa dipahami artinya dan tidak dikhawatirkan sama sekali mengandung unsur kesyirikan. Hendaklah mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang disyari’atkan dengan mengharapkan pahala dari-Nya, meminta kepada-Nya agar dihilangkan kesedihan dan kedukaannya, diberi ilmu yang bermanfaat. Barangsiapa hanya membutuhkan syari’at Allah tanpa melirik kepada syari’at lainnya, niscaya Allah akan menjadikannya tidak membutuhkan syari’at-syari’at selain syari’at Allah. [8]

3. Menuliskan al-Qur’an di Atas Kertas Kemudian Mencelupkannya ke Dalam Air untuk Diminumkan kepada Orang Sakit

Yang mempunyai dasar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah ruqyah dengan cara membacakan al-Qur’an atas orang yang sedang sakit secara langsung kemudian meniupkannya ke tubuhnya. Inilah cara ruqyah yang mempunyai dasar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Atau dengan cara memohonkan perlindungan atasnya dengan doa-doa yang digunakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk berlindung kepada Allah, semisal mengucapkan :

ÃõÚöíúÐõßó ÈößóáöãóÇÊö Çááåö ÇáÊóøÇãóøÇÊö ãöäú ÔóÑöø ãóÇ ÎóáóÞó

“Aku memohonkan perlindungan untukmu dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan yang diciptakan.”[9]

ÈöÇÓúãö Çááåö ÃóÑúÞöíúßó ãöäú ßõáöø ÏóÇÁò íõÄúÐöíúßó æóãöäú ÔóÑöø ßõáöø äóÝúÓò æóÚóíúäö ÍóÇÓöÏò Çááåõ íóÔúÝöíúßó

“Dengan menyebut Nama Allah aku memanterai kamu dari segala penyakit yang menyerangmu, dari setiap kejahatan jiwa dan mata jahat yang dengki. Bismillah, aku memanteraimu.” [10]

ÑóÈóøäóÇ Çááåõ ÇáóøÐöíú Ýöí ÇáÓóøãóÇÁö ÊóÞóÏóøÓó ÇÓúãõßó ÃóãúÑõßó Ýöí ÇáÓóøãóÇÁö æóÇúáÃóÑúÖö ßóãóÇ ÑóÍúãóÊõßó Ýöí ÇáÓóøãóÇÁö ÇÌúÚóáú ÑóÍúãóÊóßó Ýöí ÇúáÃóÑúÖö ÇÛúÝöÑú áóäóÇ ÍõæúÈóäóÇ æóÎóØóÇíóÇäóÇ ÃóäúÊó ÑóÈõø ÇáØóøíöøÈöíúäó ÃóäúÒöáú ÑóÍúãóÉð ãöäú ÑóÍúãóÊößó æóÔöÝóÇÁð ãöäú ÔöÝóÇÆößó

“Wahai Rabbku Allah yang ada di langit, Mahasuci Nama-Mu. Perkaramu ada di langit dan bumi. Sebagaimana rahmat-Mu ada di langit, maka jadikan pula rahmat-Mu di bumi. Ampunilah dosa dan kesalahan kami, Engkau Rabb bagi orang-orang yang baik, turunkanlah rahmat dari rahmat-Mu dan kesembuhan dari kesembuhan-Mu. [11]

Dan beberapa doa-doa syar’i lain yang digunakan untuk mengobati orang yang sakit.

Adapun menuliskan ayat-ayat al-Qur’an di atas kertas, piring atau bejana, kemudian dicuci lalu orang yang sakit meminum bekas airnya, sebagian ulama memperbolehkannya karena menganggap masih dalam batas ruqyah. Akan tetapi yang benar adalah yang telah kita sebutkan di atas, bahwa hendaknya meruqyah orang yang sakit secara langsung, misalnya dengan membacakan al-Qur’an atas orang yang sakit, atau membacakan al-Qur’an di atas air kemudian diminumkan kepada si sakit sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Inilah yang benar dan lebih utama, karena kita mengutamakan yang ada dalil-dalilnya. Wallahu a’lam. [12]

4. Menuliskan Ayat al-Qur’an di Atas Lembaran Kemudian Membasuhnya dan Meminum Airnya dengan Harapan untuk Mendapatkan Ilmu atau Harta

Menulis ayat atau surat al-Qur’an di atas lembaran, kertas kemudian membasuhnya dengan air atau minyak za’faran atau yang lainnya kemudian meminum sisa basuhannya dengan harapan untuk mendapatkan berkah, ilmu, harta, kesehatan dan lain-lain, tidak pernah ada riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau mengerjakannya untuk diri sendiri atau untuk orang lain, juga tidak pernah beliau mengizinkan orang lain dari kalangan para shahabat untuk melakukannya, atau memberi pengecualian kepada umatnya untuk melakukannya meski ada faktor-faktor yang mengharuskannya.

Tidak pula kami ketemukan dalam suatu atsar shahih yang meriwayatkan bahwa salah satu dari shahabat radhiyallahu ‘anhum melakukannya atau memberi suatu keringanan dalam hal ini.

Berdasarkan hal tersebut, maka perbuatan ini hendaknya ditinggalkan, tidak dilakukan dan cukup hanya dengan melakukan ruqyah dengan al-Qur’an, al-asma’ul husna, dzikir-dzikir dan doa-doa yang shahih yang pernah diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan shahih dan sejenisnya yang bisa dipahami artinya dan tidak dikhawatirkan sama sekali mengandung unsur kesyirikan. Hendaklah mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang disyari’atkan dengan mengharapkan pahala dari-Nya, meminta kepada-Nya agar dihilangkan kesedihan dan kedukaannya, diberi ilmu yang bermanfaat. Barangsiapa hanya membutuhkan syari’at Allah tanpa melirik kepada syari’at lainnya, niscaya Allah akan menjadikannya tidak membutuhkan syari’at-syari’at selain syari’at Allah. [13]


Catatan Kaki

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2276 dalam kitab Ijarah, bab “Yang diberikan karena meruqyah suatu kaum Arab dengan al-Fatihah”. Ia meriwayatkan pula dalam hadits no. 5007, 5736 dan 5749. Muslim meriwayatkannya dalam hadits no. 2201/65 dalam kitab Salaam, bab “Diperbolehkannya mengampil upah dari ruqyah dengan al-Qur’an dan dzikir-dzikir”.

[2] Fatawa Lajnah ad-Da’imah, no. 2392.

[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2200 dalam kitab Salaam, bab “Diperbolehkan meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.”

[4] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 3531 dalam kitab ath-Thib, bab “Mengalungkan jimat-jimat” dan Ahmad dalam Musnadnya, 4/445.

[5] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, 4/154.

[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, 4/156 dari hadits Uqbah bin Amir al Juhani radhiyallahu ‘anhu.

[7] Cuplikan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam hadits panjang 1/381 dengan no. 3615 dan ia berkata, “Hadits ini hasan.” Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3883 dalam kitab Ath-Thibb, bab “Menggantungkan jimat-jimat.”

[8] Fatawa Lajnah Ad-Da’imah, no. 1528.

[9] Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya, ia berkata : Ada seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku perbuat atas kalajengking yang telah menyengatku tadi malam ?” Beliau menjawab, “Apabila engkau mengucapkan saat menjelang malam ‘Aku berlindung kepada Allah dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan yang diciptakan’, niscaya tidak akan membahayakanmu.” Diriwayatkan oleh Muslim nomor 2709 dalam kitab Dzikir dan Doa, bab “Berlindung dari takdir yang buruk, kesusahan dan lainnya”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwasanya suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendoakan perlindungan untuk Hasan dan Husain, beliau bersabda, “Sesungguhnya ayah kalian pernah mengucapkannya untuk melindungi Ismail dan Ishaq. ‘Aku berlindung kepada Allah dari setan, kesedihan dan setiap mata jahat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3371 dalam kitab Al- Anbiya, bab “10”.

[10] Dari Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau merasa sakit ?” Beliau menjawab, “Betul.” Malaikat berkata, “Dengan menyebut Nama Allah aku memanterai kamu dari segala penyakit yang menyerangmu, dari setiap kejahatan jiwa dan mata jahat yang dengki. Bismillah, aku memanteraimu.” Diriwayatkan oleh Muslim, nomor 2186 dalam kitab Salaam, bab “Kedokteran, sakit dan mantera”.

[11] Diriwayatkan oleh Abu Dar’da radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa mengeluhkan sesuatu atau mendengar keluhan saudaranya, maka hendaklah ia berkata, “Wahai Rabbku yang ada di langit, Mahasuci Nama-Mu ……” Beliau menyebutkan doa tersebut di atas”. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, nomor 3892 dalam kitab Ath-Thib, bab “Tata cara meruqyah” Dalam hadits ini Abu Dawud meriwayatkan sendirian, yang tidak ditemui riwayatnya dalam Al-Kutub As Sittah.

[12] Fatwa Syaikh Al-Fauzan, Al-Muntaqa, Juz I, hal. 72 – 73.

[13] Fatawa Lajnah Ad-Daimah, no. 1528.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001