Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

1. Mengadakan Perayaan untuk Khataman al-Qur’an

Walimah hanya disyari’atkan untuk acara pernikahan, saat suami bersanding dengan istrinya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdurrahman bin ‘Auf saat ia memberitahu beliau bahwa ia baru saja menikah:

Ãóæúáöãú æóáóæú ÈöÔóÇÉò

“Adakanlah walimah, meski hanya dengan satu ekor kambing.”[1]

Juga berdasarkan perbuatan Nabi . [2]

Adapun walimah atau acara keramaian yang diadakan berkenaan dengan khataman al-Qur’an, tidak ada dasar sama sekali dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maupun salah satu dari al-Khulafa’ur Rasyidun radhiyallahu ‘anhum. Andaikata mereka mengadakannya, tentulah akan ada riwayat kepada kita tentang peristiwa tersebut, sebagaimana hukum-hukum syari’at yang lainnya. Dengan demikian walimah atau acara keramaian berkenaan dengan khataman Al-Qur’an merupakan perbuatan bid’ah yang diada-adakan. Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

ãóäú ÃóÍúÏóËó Ýöíú ÃóãúÑöäóÇ åÐóÇ ãóÇ áóíúÓó ãöäúåõ Ýóåõæó ÑóÏñø

“Barangsiapa mengada-adakan dalam perkara kami ini (perkara agama) yang tidak berasal darinya, maka dia akan tertolak.” [3]

Dalam riwayat lain disebutkan,

ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏñø

“Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak.” [4]

2. Membagi-bagikan Makanan, Minuman dan Kue-kue Seusai Khatam al-Qur’an

Tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maupun dari salah seorang shahabat radhiyallahu ‘anhum dan para tabi’in serta para imam-imam salaf bahwasanya apabila mereka telah mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan, kemudian mereka membagi-bagikan makanan, minuman dan kue-kue serta menjadikannya sebagai suatu keharusan. Bahkan perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam perkara agama, karena dilaksanakan seusai melakukan suatu ibadah dan dikerjakan karena adanya ibadah tersebut serta dilaksanakan pada saat-saat tertentu.

Setiap bid’ah dalam urusan agama merupakan kesesatan, karena berarti telah menuduh syari’at yang diturunkan belum lengkap. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman:

Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí æóÑóÖöíÊõ áóßõãõ ÇáúÅöÓúáóÇãó ÏöíäðÇ

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” (QS. 5:3)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhuu bahwasanya ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menasehati kami dengan suatu nasehat yang menjadikan hati bergetar dan air mata berlinang. Maka kami berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Maka berilah kami wasiat.” Beliau bersabda:“Saya berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat meski yang memerintah kalian adalah seorang hamba sahaya. Sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku akan melihat suatu pertikaian yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para al-Khulafa’ur Rasyidun yang mendapat petunjuk setelahku. Peganglah erat-erat dan gigitlah dengan gerahammu. Dan hindarilah perkara baru dalam agama, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” [5]

Telah diriwayatkan dari Malik bin Anas rahimahullah bahwasanya ia berkata, “Barangsiapa mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang sebenarnya bukan bagian darinya, maka berarti ia telah menuduh bahwa Muhammad telah mengkhianati risalah yang diembannya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman :

Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí æóÑóÖöíÊõ áóßõãõ ÇáúÅöÓúáóÇãó ÏöíäðÇ

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (QS. 5:3)
Maka setiap perkara yang pada hari itu bukan bagian dari agama, maka saat ini tetap pula bukan bagian dari agama.”

Adapun apabila hal tersebut terjadi kadang-kadang tanpa menjadikannya sebagai suatu keharusan, maka tidaklah mengapa. [6]


Catatan Kaki[

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5167 Kitab Nikah bab “Mengadakan Walimah Meski Hanya dengan Seekor Kambing”. Dan diriwayatkan oleh Muslim, no. 1427/79 Kitab Nikah, bab “Mahar dan Diperbolehkannya Mahar Dalam Bentuk Pengajaran Qur’an” Dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

[2] Berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mengadakan walimah seperti walimah yang diadakannya untuk Zaenab. Beliau mengadakan walimah untuknya hanya dengan satu ekor kambing.” HR. al- Bukhari, no. 5168 Kitab Nikah, bab “Mengadakan Walimah untuk Pernikahan” dan Muslim, no. 1428/90 Kitab Nikah, bab “Pernikahan Zaenab binti Jahsy dan Diturunkannya Kewajiban Berhijab”

[3 Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2697 dalam al-Shulh bab ‘Idza Ishthalahu ‘ala Shulhin Juur Fash Shulh Mardud’ dan Muslim, no. 1718 jilid 18, dalam kitab al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilah wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anhu.

[4] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1718 jilid 18, dalam kitab al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilah wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.

[5] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4607 dalam kitab Sunnah, bab ‘Fii Luzuumis Sunnah’, Ibnu Majah, no. 42 dalam al-Muqaddimah, bab ‘Ittiba’ul Khulafa’ir Rasyidinal Mahdiyyin’, dari hadits al-Irbadh radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh at- Tirmidzi, no. 2676 dalam al-Ilmu bab ‘Maa Jaa’a fil Akhdzi bis Sunnati Wajtinabil Bida’, ia mengatakan, “Hadits ini hasan shahih.” al-Arna’uth berkata, “Sanadnya hasan.” Lihat Syarhus Sunnah, 1/205 hadits nomor 102.

[6] Fatawa Lajnah Ad-Da’imah, no. 2740.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001