Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

Persaingan

Tingkah laku manusia memiliki batas, jika manusia dalam bertingkah lakunya telah melampaui batas tersebut maka tingkah laku tersebut akan menciptakan permusuhan, dan jika tingkah laku itu tidak mencapai batasnya maka hal tersebut akan menyebabkan kekurangan dan kehinaan.

Begitu juga dengan kedengkian yang juga memiliki batas yaitu batasan untuk bersaing dalam hal mencari kesempurnaan untuk bisa melebihi saingannya. Jika kedengkian melebihi dari hal itu maka kedengkian itu akan berubah menjadi penindasan dan penganiayaan, yang disertai harapan hilangnya nikmat dari pesaingnya dan berambisi untuk menyakitinya. Sebaliknya jika batasan dengki itu tidak mencapai batasnya, yaitu persaingan, maka hal ini pun merupakan suatu kekurangan karena rendahnya dan lemahnya jiwa bersaing yang akan menyebabkan kehinaan, bahkan menunjukkan kekerdilan jiwanya.

Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya bersaing adalah firman Allah subhanahu wata'aala,

æóÝöí Ðóáößó ÝóáúíóÊóäóÇÝóÓö ÇáúãõÊóäóÇÝöÓõæä

“dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (Al-Muthaffifin: 26)

dan firman-Nya,

ÓóÇÈöÞõæÇ Åöáóì ãóÛúÝöÑóÉò ãöäú ÑóÈöøßõã

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu” (Al-Hadid: 21)

Dalam kitab Ash-Shahihain disebutkan, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,

áÇó ÍóÓóÏó ÅöáÇóø Ýöí ÇËúäóÊóíúäö: ÑóÌõáñ ÂÊÇåõ Çááåõ ãóÇáÇð Ýóåõæó íõäúÝöÞõåõ ÂäóÇÁó Çááóøíúáö æóÂäóÇÁó ÇáäóøåóÇÑö¡ æóÑóÌõáñ ÂÊóÇåõ Çááåõ ÇáúÞõÑúÂäó Ýóåõæó íóÞõæúãõ Èöåö ÂäóÇÁó Çááóøíúáö æóÂäóÇÁó ÇáäóøåóÇÑö.

“Tidak boleh dengki kecuali pada dua hal, yaitu: pada orang yang Allah berikan kepadanya harta kemudian ia menafkahkan hartanya itu di waktu malam dan siang, dan orang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur’an lalu ia melaksanakannya di waktu malam dan siang”.

Inilah yang dinamakan dengan gibthah, yaitu bercita-cita untuk bisa mendapatkan nikmat seperti orang lain tanpa disertai keinginan akan hilangnya nikmat tersebut dari orang lain itu. Ungkapan dengki dalam hadits ini adalah ungkapan isti’arah, yaitu menggunakan ungkapan yang bukan ditujukan pada maksud sesungguhnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menerangkan maksud sabda beliau itu pada hadits Abu Kabsyah Al-Anmari, beliau bersabda,

ãóËóáõ åóÐöåö ÇúáÃõãóøÉö ãöËúáó ÃóÑúÈóÚö äóÝóÑò: ÑóÌõáñ ÂÊóÇåõ Çááåõ ãóÇáÇð æóÚöáúãðÇ¡ Ýóåõæó íóÚúãóáõ ÈöÚöáúãöåö Ýöíú ãóÇáöåö¡ æóÑóÌõáñ ÂÊÇóåõ Çááåõ ÚöáúãðÇ æóáóãú íõÄúÊöåö ãóÇáÇð¡ ÝóíóÞõæúáõº ÑóÈöø áóæú Ãóäóø áöíú ãóÇáÇð ãöËúáó ãóÇáö ÝõáÇóäò áóßõäúÊõ ÃóÚúãóáõ Ýöíúåö ãöËúáó Úóãóáöåö¡ ÝóåõãóÇ Ýöí ÇúáÃóÌúÑö ÓóæóÇÁñ¡ æóÑóÌõáñ ÂÊóÇõå Çááåõ ãóÇáÇð æóáóãú íõÄúÊöåö ÚöáúãðÇ Ýóåõæó íõäúÝöÞõåõ Ýöíú ãóÚóÇÕöí Çááåö¡ æóÑóÌõáñ áóãú íõÄúÊöåö ÚöáúãðÇ æóáóãú íõÄúÊöåö ãóÇáÇð¡ ÝóíóÞõæúáõº áóæú Ãóäóø áöíú ãöËúáó ãóÇáö ÝõáÇóäò áóßõäúÊõ ÃõäúÝöÞõåõ Ýöíú ãöËúáö ãóÇ ÃóäúÝóÞóåõ Ýöíúåö ãöäó ÇáúãóÚóÇÕöíú¡ ÝóåõãóÇ Ýöí ÇáúæöÒúÑö ÓóæóÇÁñ. (ÑæÇå ÇÈä ãÇÌå æÇáÊÑãÐí)

“Perumpamaan umat ini bagaikan empat orang, yaitu: Seseorang yang Allah berikan kepadanya harta dan ilmu, lalu ia berbuat terhadap hartanya itu sesuai dengan ilmunya; dan seseorang yang Allah berikan kepadanya ilmu tanpa memberinya harta, lalu ia berkata: ‘Wahai Tuhanku seandainya aku memiliki harta sebagaimana yang dimiliki Fulan maka aku pasti akan berbuat terhadap harta itu sebagaimana yang ia lakukan pada hartanya’, kedua orang itu akan mendapatkan ganjaran pahala yang sama. (Orang kedua ini berkehendak agar ia dapat memiliki harta sebagaimana orang yang pertama agar dapat berbuat seperti apa yang diperbuat orang pertama tanpa adanya keinginan hilangnya kenikmatan yang ada pada orang pertama); dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta tanpa memberinya ilmu, maka ia menggunakan harta itu untuk melakukan perbuatan maksiat pada Allah, serta seseorang yang Allah tidak memberi kepadanya ilmu juga tidak memberi kepadanya harta, lalu ia berkata: ‘Seandainya aku memiliki harta seperti yang dimiliki Fulan, maka aku pasti akan menggunakan harta itu sebagaimana yang dilakukan Fulan dalam melakukan maksiat’, kedua orang ini mendapat ganjaran dosa yang sama”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencela keinginan orang itu karena perbuatan maksiatnya dan bukan dari segi keinginannya untuk memiliki harta seperti yang dimiliki orang lain, jadi dibolehkan bagi seseorang untuk bercita-cita memiliki nikmat sebagaimana yang dinikmati orang lain selama ia tidak menghendaki hilangnya nikmat yang ada pada orang lain itu, bahkan jika itu berupa nikmat agama seperti keimanan, shalat, zakat dan lain-lain maka bersaing atau iri dalam hal seperti ini adalah wajib hukumnya. Sementara jika nikmat itu berupa keutamaan-keutamaan seperti menafkahkan harta dalam kebaikan serta shadaqah maka bersaing atau iri dalam hal ini adalah sunnah hukumnya, dan jika nikmat itu berupa hal yang bersifat mubah maka bersaing atau iri dalam hal itu adalah mubah hukumnya.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001