Artikel : Hadits - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

YANG SHAHIH DAN YANG DHA’IF SEPUTAR SYA’BAN

Jumat, 08 Juli 11

Dalil-dalil tentang dianjurkannya puasa pada bulan Sya’ban

Ada banyak hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban, yang hal itu menunjukkan bahwa berpuasa pada bulan Sya’ban adalah dianjurkan. Di antara hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:


( ßóÇäó ÑóÓõæáõ Çááøóåö Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæãõ ÍóÊøóì äóÞõæáó áÇ íõÝúØöÑõ ¡ æóíõÝúØöÑõ ÍóÊøóì äóÞõæáó áÇ íóÕõæãõ ¡ ÝóãóÇ ÑóÃóíúÊõ ÑóÓõæáó Çááøóåö Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇÓúÊóßúãóáó ÕöíóÇãó ÔóåúÑò ÅöáÇ ÑóãóÖóÇäó ¡ æóãóÇ ÑóÃóíúÊõåõ ÃóßúËóÑó ÕöíóÇãðÇ ãöäúåõ Ýöí ÔóÚúÈóÇäó ) ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí Ýí ÇáÕæã ÈÇÈ Õæã ÔÚÈÇä (1833) ¡ æãÓáã Ýí ÇáÕíÇã (1958) ¡ æÇáäÓÇÆí Ýí ÇáÕíÇã (2311) ¡ æÃÈæ ÏÇæÏ Ýí ÇáÕíÇã (2079) ¡ æÇÈä ãÇÌå Ýí ÇáÕíÇã (1700) ¡ æÃÍãÏ (25186) ¡ æãÇáß Ýí ÇáäÏÇÁ ááÕáÇÉ (381)

”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berpuasa sehingga kami berkata beliau tidak berbuka, dan beliau senantiasa berbuka sehingga kami berkata beliau tidak berpuasa. Maka aku tidak melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadahan, dan aku tidak melihat puasa beliau yang lebih banyak dibandingkan puasa bulan Sya’ban.” (HR. al-Bukhari di kitab Ash-Shaum bab Shaumu Sya’ban (1833), Muslim di kitab ash-Shiyam (1958), an-Nasaa’i di kitab ash-Shiyam (2311), Abu Dawud di kitab ash-Shiyam (2079), Ibnu Majah di kitab ash-Shiyam (1700), Ahmad (25186) dan Malik di an-Nidaa’ Lishshalat (381))

Kedua: Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:


( áóãú íóßõäú ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæãõ ÔóåúÑðÇ ÃóßúËóÑó ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ¡ ÝóÅöäøóåõ ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ßõáøóåõ ¡ æóßóÇäó íóÞõæáõ : ÎõÐõæÇ ãöäú ÇáúÚóãóáö ãóÇ ÊõØöíÞõæäó ÝóÅöäøó Çááøóåó áÇ íóãóáøõ ÍóÊøóì ÊóãóáøõæÇ ¡ æóÃóÍóÈøõ ÇáÕøóáÇÉö Åöáóì ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ãóÇ Ïõææöãó Úóáóíúåö æóÅöäú ÞóáøóÊú ¡ æóßóÇäó ÅöÐóÇ Õóáøóì ÕóáÇÉð ÏóÇæóãó ÚóáóíúåóÇ ). ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí Ýí ÇáÕæã ÈÇÈ Õæã ÔÚÈÇä (1834) ¡ æãÓáã Ýí ÇáÕíÇã (1957) ¡ æÇáäÓÇÆí Ýí ÇáÕíÇã (2307) ¡ æÇáãÕÇÏÑ ÇáÓÇÈÞÉ.

”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dibandingkan puasa di bulan Sya’ban, karena sesungguhnya beliau pernah berpuasa bulan Sya’ban sepenuhnya, dan beliau bersabda:”Ambillah (kerjakanlah) amalan yang kalian mampu, karena sesunguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan.” Dan shalat yang paling disukai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah yang dirutinkan sekalipun sedikit, dan beliau apabila melakukan suatu shalat maka beliau akan merutinkannya.” (HR. al-Bukhari di kitab Ash-Shaum bab Shaumu Sya’ban (1834), Muslim di kitab ash-Shiyam (1957), an-Nasaa’i di kitab ash-Shiyam (2307))

Faidah

Maksud ucapan ‘Aisyah radhiyallahu 'anhaÝóÅöäøóåõ ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ßõáøóåõ (karena sesungguhnya beliau pernah berpuasa bulan Sya’ban sepenuhnya) adalah beliau berpuasa sebagian besar bulannya bukan puasa sebulan penuh, karena hadits dari ‘Aisyah sebelumnya menjelaskan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Bathal rahimahullah dalam Syarh Shahih al-Bukhari dan al-‘Aini dalam Umdatul Qari’ Syarh Shahih al-Bukhari. Namun ada yang mengatakan bahwa beliau puasa satu bulan penuh pada tahun tertentu dan berpuasa sebagian bulan pada tahun berikutnya, dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau terkadang berpuasa di awal bulan dan terkadang di akhir bulan dan terkadang di pertengahannya. Lihat kedua kitab yang kami isyaratkan di atas dan juga kitab-kitab lain yang menjelaskan makna hadits ini. Wallahu A’lam.

Ketiga: Dari Abu Salamah radhiyallahu 'anhu berkata:


ÓóÃóáúÊõ ÚóÇÆöÔóÉó ÑóÖöíó Çááøóåõ ÚóäúåóÇ Úóäú ÕöíóÇãö ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÝóÞóÇáóÊú : ( ßóÇäó íóÕõæãõ ÍóÊøóì äóÞõæáó ÞóÏú ÕóÇãó ¡ æóíõÝúØöÑõ ÍóÊøóì äóÞõæáó ÞóÏú ÃóÝúØóÑó ¡ æóáóãú ÃóÑóåõ ÕóÇÆöãðÇ ãöäú ÔóåúÑò ÞóØøõ ÃóßúËóÑó ãöäú ÕöíóÇãöåö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ¡ ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ßõáøóåõ ¡ ßóÇäó íóÕõæãõ ÔóÚúÈóÇäó ÅöáÇ ÞóáöíáÇð ) ÑæÇå ãÓáã Ýí ÇáÕíÇã ÈÇÈ ÕíÇã ÇáäÈí Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó (1957) .

Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu 'anha tentang puasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia menjawab:”Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuasa. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat sama sekali beliau berpuasa lebih banyak dibandingkan di bulan Sya’ban. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hampir satu bulan penuh. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit (yang beliau tidak berpuasa di dalamnya ).” (HR. Muslim di kitab ash-Shiyam, bab Shiyamu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam)

Keempat: Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha berkata:


( ãóÇ ÑóÃóíúÊõ ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæãõ ÔóåúÑóíúäö ãõÊóÊóÇÈöÚóíúäö ÅöáÇ ÔóÚúÈóÇäó æóÑóãóÖóÇäó )

Aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Ramadhan.”(HR. Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam sunan at-Tirmidzi no. 736 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)

Kelima: Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha berkata:


Úóäú ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó : (( Ãóäøóåõ áóãú íóßõäú íóÕõæãõ ãöäú ÇáÓøóäóÉö ÔóåúÑðÇ ÊóÇãøðÇ ÅöáÇ ÔóÚúÈóÇäó íóÕöáõåõ ÈöÑóãóÖóÇäó ))

”Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau belum pernah puasa satu bulan secara sempurna dalam suatu tahun kecuali pada bulan Sya’ban, diteruskan dengan bulan Ramadhan.”

(HR. Imam Abu Dawud no. hadits (1989) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud, Imam an-Nasa’i no. hadits 2313, Imam Ahmad no. (26113), dan Imam ad-Darimi no. (1676) rahimahumullah jami’an)

Keenam: Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:


( ßóÇäó ÃóÍóÈøó ÇáÔøõåõæÑö Åöáóì ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ãóäú íóÕõæãóåõ ÔóÚúÈóÇäõ Ëõãøó íóÕöáõåõ ÈöÑóãóÖóÇäó )

”Bulan yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk berpuasa di dalamnya adalah bulan Sya’ban kemudian disambungkan dengan Ramadhan.”

(HR. Imam Abu Dawud no. hadits (2076), Imam Ahmad dalamMusnad ‘Aisyah no. (24371) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud 2/77 rahimahumullah jami’an)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang serupa yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Sya’ban.

Tidak ada kontradiksi antar hadits-hadits di atas dengan hadits-hadits yang melarang berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anh berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( ÅöÐóÇ ÈóÞöíó äöÕúÝñ ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ÝóáÇ ÊóÕõæãõæÇ ) . ÑæÇå ÇáÊÑãÐí Ýí ÇáÕæã ÈÇÈ ãÇ ÌÇÁ Ýí ßÑÇåíÉ ÇáÕæã Ýí ÇáäÕÝ ÇáËÇäí (669) ¡ æÃÈæ ÏÇæÏ Ýí ÇáÕæã (1990) ¡ æÇÈä ãÇÌå Ýí ÇáÕíÇã (1641) ¡ æÃÍãÏ (9330) æÕÍÍå ÇáÃáÈÇäí Ýí ÕÍíÍ ÇáÊÑãÐí (1/225) .

”Apabila tersisa setengah dari bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”

(HR. Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam sunan at-Tirmidzi no. 669, Abu Dawud no. 1990, Ibnu Majah no. 1641, Imam Ahmad no. 9330 rahimahumullah jami’an dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih at-Tirmidzi 1/225)

Maksudnya jika sudah melewati pertengahan bulan Sya’ban maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang kita berpuasa.

Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:

Dan makna hadits ini menurut kalangan Ulama adalah seseorang yang pada awalnya tidak berpuasa, lalu ketika masuk pertengahan bulan Sya’ban dia mulai berpuasa dalam rangka menyambut Ramadhan (ini yang dilarang dalam hadits di atas). Dan telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hadits yang menyerupai ucapan mereka (para Ulama) di mana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( áÇ ÊóÞóÏøóãõæÇ ÔóåúÑó ÑóãóÖóÇäó ÈöÕöíóÇãò ÅöáÇ Ãóäú íõæóÇÝöÞó Ðóáößó ÕóæúãðÇ ßóÇäó íóÕõæãõåõ ÃóÍóÏõßõãú )

”Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa, kecuali jika hal itu bertepatan puasa yang (biasa) dilakukan oleh salah seorang di antara kalian.” (HR. al-Bukhari rahimahullah)

Maka hadits ini menunjukkan dibencinya menyengaja berpuasa (setelah pertengahan bulan Sya’ban) untuk menyambut Ramadhan.

Al-Hafizh Ibnu hajar rahimahullah berkata:”Tidak ada kontradiksi antara (hadits) yang hadits ini (tentang anjuran puasa Sya’ban) dengan hadits-hadits yang telah lalu tentang larangan mendahuli Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, demikian juga dengan hadits yang melarang berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban. Karena sesungguhnya menkorelasikan keduanya adalah sangat jelas, yaitu membawa makna hadits larangan untuk orang-orang tidak memasuki hari-hari tersebut pada puasa yang menjadi kebiasaannya (maksudnya dia menyengaja berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, padahal sebelumnya tidak berpuasa). Dan dalam hadits ini ada dalil tentang keutamaan puasa Sya’ban.”

Imam Nawawi rahimahullah menjawab sebuah pertanyaan yang mengatakan tentang keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak memperbanyak puasa di bulan Muharram, padahal beliau mengatakan bahwa sebaik-baik puasa (setelah Ramadhan) adalah puasa yang dilakukan pada bulan Muharram.Jawaban beliau adalah mungkin saja Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengetahui hal itu melainkan di akhir umur beliau, kemudian beliau tidak memiliki kesempatan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram, atau mungkin saja (bulan Muharram) bertepatan dengan ‘udzur (halangan) yang beliau alami berupa safar, atau sakit yang menghalangi beliau untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram tersebut.(Fathul Bari 4/253)

Dan berdasarkan hal ini, maka sunnah yang tetap (berlaku) adalah berpuasa bulan Sya’ban atau pada sebagian besarnya, dari awal sampai akhir. Adapun barang siapa yang tidak berpuasa pada awalnya (awal bulan), kemudian ia ingin berpuasa setelah pertengahan bulan maka inilah yang dimaksudkan di dalam larangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana juga larangan tersebut mencakup orang yang ingin berpuasa pada akhir bulan Sya’ban dalam rangka menyambut Ramadhan. Wallahu A’lam.

Hadits-hadits Yang Tidak Shahih

Adapun hadits-hadits yang tidak shahih seputar keutamaan Sya’ban adalah sebagai berikut.

1. Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


(( ÅöÐóÇ ßóÇäóÊú áóíúáóÉõ ÇáäøöÕúÝö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ÝóÞõæãõæÇ áóíúáóåóÇ æóÕõæãõæÇ äóåóÇÑóåóÇ ÝóÅöäøó Çááøóåó íóäúÒöáõ ÝöíåóÇ áöÛõÑõæÈö ÇáÔøóãúÓö Åöáóì ÓóãóÇÁö ÇáÏøõäúíóÇ ÝóíóÞõæáõ ÃóáÇ ãöäú ãõÓúÊóÛúÝöÑò áöí ÝóÃóÛúÝöÑó áóåõ ÃóáÇ ãõÓúÊóÑúÒöÞñ ÝóÃóÑúÒõÞóåõ ÃóáÇ ãõÈúÊóáðì ÝóÃõÚóÇÝöíóåõ ÃóáÇ ßóÐóÇ ÃóáÇ ßóÐóÇ ÍóÊøóì íóØúáõÚó ÇáúÝóÌúÑõ ))

“Apabila datang malam Nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) maka bangunlah (shalat) pada malam harinya, dan berpuasalah siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada hari itu ketika Matahari terbenam, lalu Dia berfirman:”Apakah tidak ada orang yang meminta ampun kepada-Ku sehingga Aku mengampuninya? Apakah tidak ada yang meminta rizki kepada-Ku sehigga aku memberikannya? Apakah tidak ada yang sakit sehinga aku menyembuhkannya? Apakah tidak ada yang demikian dan demikian? Begitulah sampai terbit Fajar.” (Hadits maudhu’/hadits palsu)

Takhrij:

Hadits ini diriwayatkan Imam Ibnu Majah (1378), haditsnya maudhu’ karena ada salah seorang pemalsu hadits dalam sanda hadits ini. Di dalam az-Zawa’id dikatakan:”Sanadnya dha’if (lemah) karena dha’ifnya Ibnu Abi Busrah dan nama aslinya adalah Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Muhammad Abi Busrah, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata tentangnya:”Pemalsu hadits.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata di dalam kitab Silsilah adh-Dha’ifah (2132):”Maudhu’/palsu.”Al-Iraqi rahimahullah berkata:“Haditsnya batil, … sanadnya dha’if.” Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:“Hadits ini tidak shahih.”

Asy-Syaukani rahimahullah memasukkan hadits ini dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mau’dhu’ah, nomor 106. Asy-Syaukani berkata:“Disebutkan dalam Al-Mukhtashar, hadits shalat nishfu Sya’ban adalah batil.”

2. Dari ‘Aisyah radhiyallaha 'anha berkata:


(( ÝóÞóÏúÊõ ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÐóÇÊó áóíúáóÉò ÝóÎóÑóÌúÊõ ÃóØúáõÈõåõ ÝóÅöÐóÇ åõæó ÈöÇáúÈóÞöíÚö ÑóÇÝöÚñ ÑóÃúÓóåõ Åöáóì ÇáÓøóãóÇÁö ÝóÞóÇáó : íóÇ ÚóÇÆöÔóÉõ ÃóßõäúÊö ÊóÎóÇÝöíäó Ãóäú íóÍöíÝó Çááøóåõ Úóáóíúßö æóÑóÓõæáõåõ ¿ ÞóÇáóÊú : ÞóÏú ÞõáúÊõ æóãóÇ Èöí Ðóáößó æóáóßöäøöí ÙóäóäúÊõ Ãóäøóßó ÃóÊóíúÊó ÈóÚúÖó äöÓóÇÆößó ¡ ÝóÞóÇáó : Åöäøó Çááøóåó ÊóÚóÇáóì íóäúÒöáõ áóíúáóÉó ÇáäøöÕúÝö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó Åöáóì ÇáÓøóãóÇÁö ÇáÏøõäúíóÇ ÝóíóÛúÝöÑõ áÃóßúËóÑó ãöäú ÚóÏóÏö ÔóÚóÑö Ûóäóãö ßóáúÈò ))

Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam, maka aku keluar dan mencari beliau, ternyata beliau sedang berada di Baqi’ (nama kuburan di Madinah), sambil menengadhakan kepalanya ke langit, lalu beliau berkata:”Wahai ‘Aisyah! Apakah engkau takut Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu (bertindak lalim)?” ‘Aisyah menjawab:”Aku telah berkata bahwa tidak ada perasaan seperti itu dalam diriku, akan tetapi aku mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Sesunguhnya Allah Ta’ala turun ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban), lalu Dia mengampuni manusia yang jumlahnya lebih banyak dari bulu kambing milik kabilah Bani Kalb.” (Dha’if)

Takhrij:

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullah (1379), at-Tirmidzi rahimahullah (670), Ahmad rahimahullah (25487), al-Laalikaai rahimahullah, ‘Abd bin Humaid rahimahullah dalam kitab al-Muntkhob min al-Musnad (1/194). Hadits ini dinyatakan dha’if oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dan al-Albani rahimahullah.

3. Dari ‘Aisyahradhiyallaha 'anha berkata:


" ßóÇäó ÑóÓõæá Çááøóå Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÕõæã ËóáÇËóÉ ÃóíøóÇã ãöäú ßõáø ÔóåúÑ , ÝóÑõÈøóãóÇ ÃóÎøóÑó Ðóáößó ÍóÊøóì íóÌúÊóãöÚó Úóáóíúåö Õóæúã ÇáÓøóäóÉ ÝóíóÕõæã ÔóÚúÈóÇä "

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berpuasa tiga hari setiap bulan, maka terkadang beliau mengakhirkan hal tersebut sehingga terkumpul puasa tersebut selama setahun, lalu beliau berpuasa pada bulan Sya’ban.”(Hadits Dha’if)

Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari 4/252:”Hadits dha’if, diriwayatkan oleh ath-Thabrani rahimahullah dalam al-Ausath dari jalur Ibnu Abi Laila dan dia adalah dha’if.”

4. Dari Anas radhiyallaha 'anhu berkata:


" ÓõÆöáó ÇáäøóÈöíø Õóáøóì Çááøóå Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ãóíøõ ÇáÕøóæúã ÃóÝúÖóá ÈóÚúÏ ÑóãóÖóÇä ÞóÇáó ÔóÚúÈóÇä áöÊóÚúÙöíãö ÑóãóÖóÇä "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:”Puasa Sya’ban dalam rangka mengagungkan (menyambut) Ramadhan.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/252) berkata:”Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:’Hadits gharib, dan Shadaqah (salah satu perawi) tidak kuat (hafalannya) menurut Ahli hadits.’ Aku (Ibnu Hajar berkata):”Dan hadits ini bertentangan dengan hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah secara marfu’


" ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóæúã ÈóÚúÏ ÑóãóÖóÇä Õóæúã ÇáúãõÍóÑøóãö "

”Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram.”

Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam Irwaul Ghalil (3/397) berkata:”Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:’ ’Hadits ini gharib, dan Shadaqah bin Musa (salah satu perawi) tidak kuat (hafalannya) menurut Ahli hadits.’ Aku (al-Albani) berkata:”Imam adz-Dzahabi rahimahullah membawakan hadits ini di kitab adh-Dhu’afaa’ dan beliau berkata:’mereka (Ahli hadits) mendha’ifkannya.’ dan di dalam kitab at-Taqrib dikatakan:’Dia (Shadaqah) shaduq (jujur), namun ada keragu-raguan.’ Aku (adz-Dzahabi) berkata:’Imam al-Mundziri rahimahullah di dalam kitab at-Targhib (1/79) mengisyaratkan dha’ifnya hadits ini.”

5. Dari ‘Aisyahradhiyallahu 'anha berkata:


Ãä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æÓáã ßÇä íÕæã ÔÚÈÇä ßáå ¡ ÞÇáÊ ÞáÊ : íÇ ÑÓæá Çááå ÃÍÈ ÇáÔåæÑ Åáíß Ãä ÊÕæãå ÔÚÈÇä ¿ ÞÇá : " Åöäøó Çááøóåó íóßúÊõÈõ ßõáøó äóÝúÓò ãóíøöÊóÉò Êöáúßó ÇáÓøóäóÉó , ÝóÃõÍöÈøõ Ãóäú íóÃúÊöíóäöí ÃóÌóáöí æóÃóäóÇ ÕóÇÆöã " ))

”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa Sya’ban seluruhnya.”’Aisyah radhiyallahu 'anha/i] berkata:’Aku berkata:”Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa adalah sya’ban?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:”Sesungguhnya (pada bulan itu) Allah Subhanahu wa Ta'ala menuliskan semua jiwa-jiwa yang mati untuk satu tahun itu, maka aku ingin kalau kematianku datang dan aku dalam keadaan puasa.”

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la rahimahullah dan didha’ifkan oleh syaikh al-Albani rahimahullah dalam kitab Dha’ifut Targhib (619)

6. Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


(( ãä ÃÍíÇ ÇááíÇáí ÇáÎãÓ æÌÈÊ áå ÇáÌäÉ áíáÉ ÇáÊÑæíÉ æáíáÉ ÚÑÝÉ æáíáÉ ÇáäÍÑ æáíáÉ ÇáÝØÑ æáíáÉ ÇáäÕÝ ãä ÔÚÈÇä ))

”Barang siapa yang menghidupkan malam yang lima, maka dia pasti mendapatkan Surga; malam Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah), malam ‘Arafah, malam Qurban (‘Idul Adha), malam ‘Idul Fithr dan malam Nishfu Sya’ban.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (552):”Maudhu’ (palsu).” Dibawakan oleh al-Mundziri rahimahullah dalam at-Targhib, dan beliau mengisyaratkan dha’ifnya hadits tersebut atau palsunya, dan hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Ashbahani dal at-Targhib (2/50) )

7. Dari Abi Umamah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda


(( ÎãÓ áíÇá áÇ ÊÑÏ Ýíåä ÇáÏÚæÉ : Ãæá áíáÉ ãä ÑÌÈ æáíáÉ ÇáäÕÝ ãä ÔÚÈÇä æáíáÉ ÇáÌãÚÉ æáíáÉ ÇáÝØÑ æáíáÉ ÇáäÍÑ )) .

”Lima malam di mana do’a pada malam hari itu tidak ditolak (berarti diterima); malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam Jum’at, malam ‘Idul Fithri, dan malam ‘Idul Adha.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (1452):”Maudhu’ (palsu).” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10/275-276)

8. Dari Anas radhiyallaha 'anhu berkata:


(( ÊÏÑæä áã Óãí ÔÚÈÇä ¿ áÃäå íÔÚÈ Ýíå ÎíÑ ßËíÑ . æÅäãÇ Óãí ÑãÖÇä áÃäå íÑãÖ ÇáÐäæÈ Ãí : íÏäíåÇ ãä ÇáÍÑ ))

”Tahukah kalian kenapa dinamakan bulan Sya’ban? Karena di dalamya bercabang di dalamnya kebaikan yang banyak. Dan di namakan dengan Ramadhan karena ia membakar dosa-dosa, maksudnya meleburkan dosa karena dengan panasnya.”

Diriwayatkan oleh ad-Dailami rahimahullah dan ar-Rafi’i rahimahullah dalam Tarikhnya, dan Syaikh al-Albani [I]rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah 3223):”Maudhu’”.

8. Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berabda:


(( ÔÚÈÇä ÔåÑí æÑãÖÇä ÔåÑ Çááå æÔÚÈÇä ÇáãØåÑ æÑãÖÇä ÇáãßÝÑ ))

“Sya’ban adalah bulanku, Ramadhan adalah syahrullah (bulan Allah), Sya’ban adalah al-Muthahhir (pembersih) dan Ramadhan adalah al-Mukaffir(penghapus dosa).”(Dha’if)

Hadits diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir rahimahullah, dan syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (3746):”Dha’if Jiddan.”

9. Dari ‘Utsman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


ÅÐÇ ßÇä áíáÉ ÇáäÕÝ ãä ÔÚÈÇä äÇÏì ãäÇÏ : åá ãä ãÓÊÛÝÑ ÝÃÛÝÑ áå ¿ åá ãä ÓÇÆá ÝÃÚØíå ¿ ÝáÇ íÓÃá ÃÍÏ ÔíÆÇ ÅáÇ ÃÚØí ÅáÇ ÒÇäíÉ ÈÝÑÌåÇ Ãæ ãÔÑß .

Jika tiba malam Nishfu Sya’ban, maka ada penyeru yang berkata:”Apakah ada yang meminta ampun, maka Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta, maka aku akan memberinya?” Maka tida seorang pun meminta kecuali akan diberinya, kecuali perempuan pezina dan orang Musyrik.”

Hadits diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah, dan syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan:”(hadits ini) dha’if” Lihat kitab Dha’iful Jami’ no. hadits (653).
(( ÑÌÈ ÔåÑ Çááå æ ÔÚÈÇä ÔåÑí æ ÑãÖÇä ÔåÑ ÃãÊí ))

“Rajab adalah syahrullah (bulan Allah), Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku.”(Dha’if)

Diriwayatkan oleh Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam kitab al-Amali.

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata:”Dha’if.” lihat hadits no. 3094 di kitab Dha’if Al Jami’, dan datang dalam riwayat ‘Aisyah radhiyallahu 'anha dan ia adalah hadits maudhu’, lihat hadits no. 3402 di kitab Dha’if Al Jami’.

10. Dari Rasyid bin Sa’d secara mursal:


(( Ýí áíáÉ ÇáäÕÝ ãä ÔÚÈÇä íæÍí Çááå Åáì ãáß ÇáãæÊ íÞÈÖ ßá äÝÓ íÑíÏ ÞÈÖåÇ Ýí Êáß ÇáÓäÉ ))

Pada malam Nishfu Sya’ban, Allah Subhanahu wa Ta'ala mewahyukan kepada Malaikat Maut untuk mencabut setiap jiwa yang Allah kehendaki untuk dicabut pada tahun itu.”

Diriwayatkan oleh ad-Dinawari rahimahullah dalam kitab al-Mujalasah, syaikh al-Albani rahimahullah berkata:”Dha’if”. Lihat hadits no. 4019 kitab Dha’iful Jami’.

11. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


ãä Õáì áíáÉ ÇáäÕÝ ãä ÔÚÈÇä ËäÊì ÚÔÑÉ ÑßÚÉ íÞÑà Ýí ßá ÑßÚÉ Þá åæ Çááå ÃÍÏ ËáÇËíä ãÑÉ¡ áã íÎÑÌ ÍÊì íÑì ãÞÚÏå ãä ÇáÌäÉ …

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam nishfu sya’ban sebanyak 12 raka’at, setiap raka’atnya membaca surat “Qul huwallahu ahad” sebanyak tiga puluh kali, maka dia tidaklah akan keluar sampai dia melihat tempat duduknya di surga …”

Hadits ini dibawakan oleh Ibnul Jauziy dalam Al Maudhu’at (kumpulan hadits-hadits palsu). Ibnul Jauziy mengatakan bahwa hadits di atas adalah hadits maudhu’ (palsu) dan di dalamnya banyak perawi yang majhul (tidak dikenal). (Lihat Al Maudhu’at, 2/129)

Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Dari Abi Musa al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:


( Åöäøó Çááøóåó áóíóØøóáöÚõ Ýöí áóíúáóÉö ÇáäøöÕúÝö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ÝóíóÛúÝöÑõ áöÌóãöíÚö ÎóáúÞöåö ÅöáÇ áöãõÔúÑößò Ãóæú ãõÔóÇÍöäò )

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengamat-amati malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan musyahin.”(HR. Ibnu Majah kitab Iqamatush Shalat, bab Maa Jaa’a fii Lailatin Nishfi min Sya’ban (1380) dan dihasankah oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ (1819))

makna musyahin:Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:Al-musyahin, Ibnul Atsir rahimahullah berkata:”ia adalah orang yang memusuhi”, dan kata asy-Syahnaa’ artinya adalah permusuhan. Dan al-Auza’i rahimahullah berkata:”Yang dimaksud al-musyahin di sini adalah ahli bid’ah yang memisahkan diri dari jama’ah kaum Muslimin.”(Silsilah ash-Shahihah)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( íóØøóáöÚõ Çááøóåõ ÚóÒøó æóÌóáøó Åöáóì ÎóáúÞöåö áóíúáóÉó ÇáäøöÕúÝö ãöäú ÔóÚúÈóÇäó ÝóíóÛúÝöÑõ áöÚöÈóÇÏöåö ÅöáÇ áÇËúäóíúäö ãõÔóÇÍöäò æóÞóÇÊöáö äóÝúÓò )

”Allah Subhanahu wa Ta'ala memandang kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni hamba-hamba-Nya, kecuali dua golongan, yaitu musyahin dan pembunuh.”(HR. Imam Ahmad dalam Musnad ‘Abdullah bin ‘Amr (6353), Ahmad Syakir rahimahullah berkata: sanadnya shahih (6642))

Perhatian:

Di dalam hadits-hadits yang lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada kita keutamaan malam yang mulia ini, Allah memberikan rizki kepada kita pada malam hari itu dengan pemaafan pengampunan. Sekalipun demikian hal tersebut tidak membolehkan kita untuk mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban ini dengan ibadah tertentu. Karena mengkhususkan malam tersebut dengan ibadah tertentu yang tidak ada dalilnya dari Syari’at (Allah dan Rasul-Nya). Dan melakukan perbuatan apapun pada malam Nishfu Sya’ban dengan tujuan mengkhususkannya termasuk perbuatan bid’ah, seperti orang yang mengkhusukannya dengan sholat ataupun ibadah yang lain.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihathadits&id=269