Artikel : Fiqih - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Musabaqah

Senin, 26 Nopember 12


Perlombaan adalah permainan yang pada dasarnya mubah, bila ia dijadikan sebagai sarana kepada kebaikan, maka ia adalah kebaikan, bila sebaliknya atau ia melalaikan dari ibadah atau melupakan hal-hal yang utama maka ia pun tercela.

Hukum Musabaqah

Perlombaan bisa tanpa hadiah dan bisa dengan hadiah. Bila yang pertama maka ia mubah untuk permainan mubah. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam beradu lari dengan Aisyah dua kali. Pertama Aisyah menang dan kedua Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menang. Nabi bersabda, “Ini dengan itu.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 131. Salamah bin al-Akwa` beradu lari dengan seorang laki-laki Anshar di depan Nabi. Diriwayatkan oleh Muslim.

Musabaqah dengan Hadiah

Bila perlombaan dengan hadiah, maka para ulama terbagi menjadi dua pendapat:

Pertama: Hanya boleh pada pacuan unta, kuda dan bidikan anak panah, berdasarkan hadits Abu Hurairah di mana Rasulullah bersabda,


áÇó ÓóÈúÞó ÅöáÇ Ýöí ÎõÝ Ãóæú äóÕúáò ÃæúÍóÇÝöÑò


Tidak ada hadiah lomba kecuali pada unta atau anak panah atau kuda.” Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan dan Imam Ahmad. Pembatasan hadiah lomba pada tiga hal di atas, menunjukkan tidak bolehnya hadiah lomba pada selainnya, karena ketiganya merupakan sarana penunjang jihad di jalan Allah.

Kedua: Boleh untuk permainan yang bermanfaat bagi jasmani dan agama, karena Nabi pernah ditantang oleh Rukanah adu kekuatan, Nabi melayani dan mengalahkannya sampai tiga kali, satu kali dengan seratus ekor kambing. Rukanah berkata, “Muhammad, tak seorang pun sebelummu yang mampu menempelkan punggungku di tanah.” Dia berikrar masuk Islam dan Nabi shallallohu 'alaihi wasallam mengembalikan kambing-kambingnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil 1503.

Hadiah Musabaqah

Hadiah dalam sebuah perlombaan mempunyai tiga kemungkinan:

l- Bisa dari pihak ketiga yang tak terlibat, seperti pimpinan atau perusahaan atau panitia yang menyiapkan hadiahnya dan tak memungut apa pun dari peserta. Ini boleh karena bersih dari unsur judi.

2- Bisa dari salah satu pihak saja, misalnya seseorang berkata kepada kawannya, “Bila Anda mampu mengalahkanku dalam adu anak panah, maka aku memberimu sekian rupiah.” Namun bila dia yang menang, dia tidak meminta apa pun dari rekannya. Ini boleh karena bebas dari judi.

3- Bisa dari pihak-pihak yang terlibat, misalnya dua atau tiga orang berpacu dengan kuda, masing-masing menyiapkan 10 rupiah, siapa yang menang dari mereka maka dia mendapatkan 30 rupiah.

Kemungkinan ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Penentuan pemenangnya dengan lomba. Kedua: Penentuan pemenangnya dengan undian.

Bila yang pertama, maka ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Alasan pihak yang melarang karena ia termasuk judi, kecuali bila mereka mengikutkan seorang muhallil yang ikut dalam lomba, dia tidak membayar apa pun, tetapi bila menang maka dia mengambil hadiah dan kemampuannya setara dengan yang lainnya, berdasarkan hadits, “Barangsiapa mengikutkan seekor kuda di antara dua kuda dan dia tidak menjamin didahului maka tidak mengapa, bila dia menjamin maka itu judi.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad. Ibnu Hajar berkata dalam Bulughul Maram, “Sanadnya dhaif.”

Sementara pihak yang membolehkan beralasan bahwa itu bukan judi, karena masing-masing pihak punya peluang dan usaha untuk menang, bukan sekedar mengandalkan nasib semata, seperti yang dilakukan oleh Nabi shallallohu 'alaihi wasallam dengan Rukanah. Sementara hadits di atas bukan hadits yang shahih.

Bila penentuan hadiahnya adalah dengan undian, maka sisi mengandalkan nasibnya sangat tinggi, unsurnya judinya besar, sehingga patut ditinggalkan. Wallahu a'lam.
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfiqih&id=309