Artikel : Fiqih - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

MACAM-MACAM SHIFAT SHALAT KHAUF

Jumat, 11 Desember 09

Shalat khauf ini telah dimuat di dalam banyak hadits, dalam redaksi yang bermacam-macam. Diantara sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa kaifiyah shalat khauf mencapai 16 cara, sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Syarhnya dari Shahih Muslim, Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla menyebutkan ada 15 cara, dan Alhakim dalam Al-Mustadrak ada delapan cara. Dalam hal ini Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan dalam Zadul Ma’ad (I/532) setelah menyebutkan enam sifat dari macam-macam shalat khauf, “Telah diriwayatkan dari Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam beberapa sifat lain yang semuanya kembali kepada yang ini. Yang keenam ini merupakan pokok. Mungkin terjadi perbedaan diantara lafadz-lafadz yang digunakan. Sebagian mereka ada yang menyebutkan sepuluh sifat. Abu Muhammad bin Hazm menyebutkan 15 sifat. Yang benar adalah apa yang telah kami sebutkan pertama kali. Mereka itu setiap kali melihat adanya perbedaan riwayat tentang sebuah kisah, mereka menjadikan hal tersebut sebagai beberapa sisi dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal hal tersebut dari perbedaan para perawi semata”.

Perlu diketahui bahwa setiap sifat yang telah ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam boleh dikerjakan sesuai kondisi yang ada. Kaum muslimin boleh memilih saat yang paling aman untuk mengerjakan shalat sehingga senantiasa siap siaga. Shalat khauf ini beragam jenisnya, tetapi tetap satu dalam makna. Dan diantara macam-macam yang tetap di dalam beberapa hadits adalah beberapa sifat berikut :

Cara pertama; yang sesuai dengan lahiriyah al-qur’an.

Sebagaimana pula yang disebutkan pada hadits dari Sahl bin Abi Hatsamah, dan cara ini adalah shalat khauf yang dilakukan pertama kali yaitu pada perang ‘Dzaatur riqaa’. Yaitu, “Pemimpin membagi pasukan menjadi dua kelompok: kelompok pertama menghadap ke arah musuh agar tidak diserang dan satu kelompok lagi shalat bersama pemimpin tersebut. Sang pemimpin mengerjakan shalat bersama kelompok yang bersamanya satu rokaat, ketika ia bangun untuk rokaat kedua, kelompok yang telah shalat bersamanya berniat untuk berpisah dari imam dan menyempurnakan shalat sendiri-sendiri, sedangkan imam masih tetap berdiri, lalu mereka mengucapkan salam sebelum imam ruku’.

Setelah itu, mereka pergi ke kelompok yang menghadap musuh, maka kelompok pertama yang menghadap ke arah musuh bergegas mendatangi imam yang masih menunggunya sambil berdiri di rokaat kedua lalu mereka masuk dan shalat bersamanya. Ketika imam duduk untuk tasyahud, kelompok ini langsung berdiri dan menyempurnakan satu rokaat yang tertinggal sedang imam masih menunggunya di duduk tasyahud. Ketika mereka telah selesai tasyahud, imam pun mengucapkan salam bersama mereka.

Cara kedua; jika musuh berada di arah kiblat.

Pada kondisi demikian, maka di belakang imam berbaris dua barisan. Imam bertakbir (takbiratul ihram) dan semua mengikutinya. Imam pun ruku’ lalu diikuti oleh mereka semua, dilanjutkan dengan berdiri dari ruku’ yang juga disusul oleh mereka semua. Selanjutnya, imam sujud yang diikuti oleh barisan pertama saja, sedangkan barisan kedua tetap berdiri menjaga serangan musuh. Setelah imam dan barisan pertama sudah mengerjakan dua sujud dan berdiri ke rokaat kedua, barisan yang kedua baru bersujud. Mereka berdiri dan maju ke posisi barisan pertama, sedangkan orang yang berada dibarisan pertama mundur menempati barisan kedua.

Selanjutnya, imam pun ruku’ dan I’tidal yang diikuti oleh mereka semua, setelah itu imam bersujud yang diikuti oleh barisan pertama yang pada rokaat pertama berada pada barisan kedua. Jika imam sudah sujud dua kali dan duduk tasyahud, barisan kedua bersujud dan menyusul imam duduk tasyahud sehingga mereka pun duduk tasyahud semua. Maka imam mengucapkan salam bersama mereka semua.
Hal itu berdasarkan hadits riwayat Jabir bin Abdillah yang dikeluarkan oleh imam Muslim bab ‘Shalatul Khauf’, no: 840.

Cara ketiga; disebutkan dalam hadits muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma.

Yaitu bahwa imam membagi jama’ahnya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menghadap ke musuh dan kelompok lainnya shalat bersamanya. Imam mengerjakan shalat satu rekaat bersama satu kelompok kemudian barisan yang pertama ini berbalik kebarisan kedua sebelum salam, dan ketika itu imam masih dalam keadaan shalat. Selanjutnya, kelompok yang kedua maju ke barisan tepat di belakang imam dan mengerjakan rokaat kedua bersama imam. Setelah itu, imam mengucapkan salam sendirian, lalu masing-masing kelompok menyelesaikan rokaat yang masih tertinggal.

Cara keempat; dalam hadits Jabir bin Abdillah dan dari Abu Bakrah.

Yaitu bahwa: imam mengerjakan shalat dengan masing-masing kelompok, sendiri-sendiri (tidak berbarengan dalam satu waktu). Imam mengerjakan shalat dua rekaat dengan kelompok yang pertama kemudian mengakhirinya dengan salam. Setelah itu, dia mengerjakan shalat lagi dengan kelompok yang kedua, juga dengan dua rokaat, lalu mengakhirinya dengan salam.

Cara kelima; dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu.

Yaitu bahwa: Imam mengerjakan shalat dengan salah satu kelompok satu rokaat kemudian kelompok itu pergi dan setelah itu tidak menyelesaikan shalatnya lagi. Selanjutnya datang kelompok lain dan berbaris dibelakangnya dan kemudian dia shalat dengan mereka dan mengucapkan salam dan tidak lagi menyelesaikan shalatnya.

Demikian beberapa macam sifat shalat khauf diantara shalat-shalat khauf yang telah ditetapkan dan disebutkan oleh para ulama.

Shalat khauf ketika tidak dalam perjalanan dikerjakan tanpa mengqashar

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Di antara petunjuk rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat khauf adalah bahwa Allah Ta’ala membolehkan mengqashar rukun-rukun dan jumlah shalat karena rasa takut dan ketika dalam perjalanan menjadi satu waktu.

Dia boleh mengqashar rukun-rukun saja jika dia merasa takut ketika tidak dalam perjalanan. Demikian itulah bagian dari petunjuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengannya pula diketahui hikmah dalam membatasi hukum qashar disebabkan oleh perjalanan di muka bumi dan rasa takut, sebagaimana termaktub dalam ayat al-qur’an.” (Zadul Ma’ad I/529)

Yang demikian itu menjelaskan bahwa shalat khauf itu boleh dilakukan ketika tidak sedang dalam perjalanan jika orang-orang memang membutuhkan hal tersebut karena datangnya musuh pada posisi yang sudah sangat dekat dengan negeri mereka. Wallahu a’lam.

Sumber : Diringkas dari ‘Shalaatul Mukmin’ karya Dr. Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani
Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfiqih&id=159