Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Berhukum kepada Selain Syariat Allah Bag.1
Senin, 20 September 21

Pertanyaan:

Kepada, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, yang mulia:
Di dalam risalah Tahkim al-Qawanin (Berhukum Kepada Undang-Undang) karya Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, beliau menyebutkan bahwa kondisi-kondisi di mana berhukum kepada selain Allah bisa menjadi kekufuran yang amat besar adalah ucapan beliau: … (dst, di antara isinya setelah mengomentari tentang hal itu, pent.): "… yang merupakan sebesar-besar, seluas-luas serta sejelas-jelasnya pembangkangan terhadap syariat, keangkuhan terhadap hukum-hukumNya, penentangan terhadap Allah dan RasulNya serta penyerupaan terhadap peradilan-peradilan agama dari berbagai aspeknya; persiapan, dukungan, pengontrolan, pengakaran, pencabangan, format, variasi, vonis hukum, legalitas, sumber-sumber rujukan dan pegangannya.
Sebagaimana peradilan-peradilan agama memiliki sumber-sumber rujukan dan pegangan; sumber rujukannya adalah sama-sama merujuk kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Namun, peradilan-peradilan ini juga memiliki sumber rujukan yang lain, yaitu undang-undang yang dicampuradukkan dengan berbagai syariat dan undang-undang lainnya, seperti undang-undang Perancis, Amerika, Inggris dan lainnya. Juga dimasukkan pendapat-pendapat sebagian aliran sesat yang menisbatkan diri mereka kepada syariat, dan lain sebagainya.
Peradilan-peradilan seperti ini sekarang di mayoritas negeri-negeri Islam memang dipersiapkan dan disempurnakan sedemikian rupa, pintunya terbuka lebar-lebar sementara manusia mengalir menujunya secara kontinyu. Penguasa di sana memberikan putusan hukum terhadap mereka dengan sebagian produk hukum dari undang-undang tersebut dan memaksa serta mewajibkan mereka untuk menerimanya. Hukum tersebut jelas menyelisihi hukum as-Sunnah dan Kitabullah. Kalau begitu, kekufuran apalagi yang lebih tinggi dari kekufuran seperti ini?"

Beliau juga pada bagian lain menjawab tentang hal itu: "…Sedangkan pernyataan yang menyatakan bahwa ia (berhukum kepada selain hukum Allah, pent.) termasuk kategori kufrun duna kufrin (kekufuran di bawah kekufuran); bila seseorang berhukum kepada selain Allah diiringi keyakinan bahwa ia adalah hanya orang yang berbuat maksiat dan bahwa hukum Allah lah yang haq, maka ini terkait dengan orang yang mengatakan seperti ini sekali waktu begini atau semisalnya. Sedangkan orang yang menggodok undang-undang dengan menyusunnya dan tunduk kepadanya, maka inilah kekafiran itu, meskipun mereka mengatakan: 'Memang kami telah bersalah dan hukum syariat adalah yang lebih adil'

Pertanyaannya, wahai Syaikh yang mulia:

Bukankah ucapan Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Ibrahim benar dan senada serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterapkan oleh Ahlussunnah?

Apakah anda memiliki pandangan yang berbeda dari apa yang telah kami sebutkan sebelumnya?

Dalam hal ini, salah seorang saudara kami dari Mesir, yaitu Khalid al-'Anbary di dalam bukunya 'al-Hukm Bi Ghairi Ma Anzalallah Wa Ushul at-Takfir' menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim juga mengeluarkan pendapat yang lain dan menisbatkannya kepada anda. Pengarang buku tadi berkata sesuai naskah aslinya: "Yang mulia Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin , menceritakan kepada saya bahwa beliau -yakni Syaikh Muhammad bin Ibrahim juga mengeluarkan pendapat yang lain… (hingga selesai pada hal.131).
Kami mengharap kesediaan syaikh yang mulia untuk memaparkan secara rinci jawaban tentang masalah-masalah tersebut, semoga Allah membalas jasa anda dengan kebaikan.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, wa ba'du:

Sesungguhnya orang tua kami dan Syaikh kami, Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh adalah orang yang sangat keras di dalam mengingkari perbuatan-perbuatan bid'ah dan ucapannya tersebut termasuk ucapan beliau yang paling lunak terhadap undang-undang buatan manusia. Kami telah mendengar di dalam sebuah laporan yang disampaikan oleh beliau (barangkali terkait dengan kedudukan beliau sebagai mufti kala itu, wallahu a'lam) mengecam dengan keras para ahli bid'ah dan pelanggaran terhadap syariat yang mereka lakukan serta tindakan mereka menggodok produk-produk hukum dan undang-undang yang menyerupai hukum Allah -سبحانه وتعالى-. Beliau berlepas diri dari perbuatan mereka dan menghukumi mereka sebagai orang yang murtad dan keluar dari Dien al-Islam sebab mereka telah mencederai syariat, membatalkan hudud (aturan-aturan)nya dan berkeyakinan bahwa ia (hudud) tersebut sangat tidak manusiawi (bengis) seperti hukum qishash dalam kasus pembunuhan, potong tangan dalam kasus pencurian dan hukum rajam dalam kasus perzinaan. Demikian pula sikap beliau terhadap gaya permisivisme (serba boleh) mereka terhadap perbuatan zina asalkan masing-masing pihak sudah sama-sama rela dan sebagainya. Beliau banyak sekali menyinggung masalah tersebut di dalam kajian-kajian fiqih, akidah dan tauhid yang beliau ajarkan.

Seingat saya, beliau tidak pernah rujuk (melunak) dari sikap seperti itu dan tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang intinya menerima alasan berhukum kepada selain hukum Allah -سبحانه وتعالى- ataupun bersikap lunak di dalam berhukum kepada para thaghut yang tidak berhukum kepada hukum Allah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkategorikan hal tersebut sebagai kepala para thaghut. Maka, siapa saja yang telah menukil dari saya bahwa beliau (Syaikh Muhammad bin Ibrahim) telah rujuk dari ucapannya di atas, berarti dia telah salah menukil sebab rujukan asal di dalam masalah seperti ini adalah nash-nash syariat; Kitabullah, Sunnah Rasulullah dan ucapan para ulama yang agung tentangnya sebagaimana terdapat di dalam Kitab at-Tauhid (karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.), yaitu, Bab: Tentang Firman Allah -سبحانه وتعالى-, "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu." (An-Nisa`: 60), serta penjelasan-penjelasannya oleh para Imam-Imam dakwah dan karya-karya tulisan yang demikian gamblang lainnya tentang hal itu. Wallahu A'lam. Wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad Wa Alihi Wa Shahbihi Wa Sallam.

Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin terhadap hal itu disertai stempel dan tanda tangan beliau, tercatat pada tanggal 14-05-1417


Sumber: 'al-Fatawa asy-Syar'iyyah Fi al-Masail al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama al-Balad al-Haram,'
(Fatwa-Fatwa Syar'i Terhadap Permasalahan Kontemporer Oleh Para Ulama Kota Suci dari syaikh Khalid bin Abdurrahman al-Juraisiy).
Diposting oleh: Abdul Wakhid

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1719