Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Doa-doa Pelebur Dosa (3)

Rabu, 26 Desember 18


Úóäú ÃóÈöí ÈóßúÑò ÇáÕøöÏøöíÞö ÑóÖöíó Çááøóåõ Úóäúåõ Ãóäøóåõ ÞóÇáó áöÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Úóáøöãúäöí ÏõÚóÇÁð ÃóÏúÚõæ Èöåö Ýöí ÕóáóÇÊöí ÞóÇáó Þõáú Çááøóåõãøó Åöäøöí ÙóáóãúÊõ äóÝúÓöí ÙõáúãðÇ ßóËöíÑðÇ æóáóÇ íóÛúÝöÑõ ÇáÐøõäõæÈó ÅöáøóÇ ÃóäúÊó ÝóÇÛúÝöÑú áöí ãóÛúÝöÑóÉð ãöäú ÚöäúÏößó æóÇÑúÍóãúäöí Åöäøóß ÃóäúÊó ÇáúÛóÝõæÑõ ÇáÑøóÍöíãõ


Dari Abu Bakar ash-Shiddiq bahwa ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Ajarkan kepadaku sebuah doa yang akan aku panjatkan dalam shalatku." Beliau bersabda, "Ucapkanlah, ’Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau. Oleh karena itu, ampunilah aku dengan pengampunan dari sisiMu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." (HR. al-Bukhari, no. 834 dan Muslim, no. 2705).

Pembaca yang budiman, Hadis ini berisikan contoh doa yang dengannya Allah akan melebur dosa yang dilakukan oleh hamba-hambaNya.

Abu Bakar ash-Shiddiq meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar beliau mengajarinya suatu doa untuk dipanjatkan di dalam shalatnya. Maka, beliau pun membimbingnya untuk berdoa dengan doa yang bermanfaat ini, hal itu karena doa ini mencakup sebab-sebab yang berfaeadah untuk memperoleh apa yang diminta.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuka doa yang diajarkan kepada Abu Bakar ini dengan pengakuan akan tindak kezhaliman terhadap diri sendiri yang sedemikian banyak, dan sisi kekurangan dalam kaitannya dengan hak Allah, dilanjutkan dengan pernyataan keesaaan Allah dalam pemberian ampunan dan penutupan terhadap aib serta perlakuan baik. Ini menunjukkan kebenaran dalam menyandarkan sesuatu kepada Dzat yang dipinta dan mengandung pula kehangatan sebuah permohonan. Setelah tawasul–tawasul yang bermanfaat ini dilakukan barulah kemudian meminta kepadaNya semata agar memberikan ampunan, karena tak ada yang mampu untuk melakukan hal itu selainNya. Dan tidak ada pula yang melimpah pemberianNya selainNya.

Setelah itu, dilanjutkan dengan memohon kepadaNya rahmat, di mana rahmat merupakan kebaikan yang sangat banyak. Dan beliau menutup doa yang diajarkan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ini dengan bertawasul kepadaNya dengan menggunakan sifat-sifatNya yang mulia, (yaitu dengan ungkapannya, Åöäøóß ÃóäúÊó ÇáúÛóÝõæÑõ ÇáÑøóÍöíãõ , yang artinya, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang-pen) karena tidaklah Allah disifati dengan “pemberi maaf” dan “kasih sayang” melainkan agar dengan keduanya Allah memberikan kepada hamba-hambaNya, apalagi kepada hamba-hambaNya yang membenarkanNya dan menyandarkan urusannya kepadaNya. (Taisiir al-‘Allam Syarh Umdatu al-Ahkam, 1/181).

Ini adalah doa yang bersifat menyeluruh yang mengumpulkan berbagai macam permohonan. Di dalamnya terdapat pengakuan terhadap dosa, dan bahwa seluruh makhluk tidak mampu untuk memberikan ampunan kepadanya, di dalamnya juga terdapat penampakkan rasa butuh yang sangat kepada Allah yaitu berupa permohonan ampun kepadaNya dan permohonan untuk mendapatkan kasih sayangNya. Di dalamnya juga terdapat sanjungan kepadaNya yang selaras dengan apa yang diminta. Doa yang demikian ini kandungannya merupakan bentuk doa yang sempurna. (Minhah al-‘allam Fii Syarhi Bulughil Marom, 1/144).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan doa ini kepada Abu Bakar as-Siddiq yang tidak lain adalah mertuanya karena ‘Aisyah bintu Abi Bakar adalah istri beliau. Hal ini tidak berarti bahwa doa ini hanya boleh dipanjatkan oleh Abu Bakar as_Siddiq saja, bahkan doa ini selayaknya dipanjatkan pula oleh kita semua ummat beliau. Hal demikian itu karena beberapa alasan, dua di antaranya :

Pertama, Tidak adanya riwayat-sejauh pengetahuan penulis, wallahu a’lam yang menjelaskan atau mengindikasikan bahwa doa yang diajarkan Nabi kepada Abu Bakar ini hanya berlaku baginya. Bila demikian, maka dikembalikan kepada kaedah bahwa apa yang diajarkan Nabi adalah untuk diamalkan oleh para pengikutnya tanpa terkecuali baik dari kalangan para sahabatnya maupun generasi setelahnya hingga kita yang hidup di zaman ini.

Kedua, Cakupan makna yang terkandung dalam doa ini selaras dengan kondisi setiap kita, yaitu bahwa setiap kita begitu banyak telah melakukan tindakan kezhaliman terhadap diri, sehingga hal ini harus diakui oleh setiap kita, dan sangat perlu kiranya kita meminta ampun kepadaNya atas dosa yang kita perbuat ini. Kita memelas kepadaNya untuk mendapatkan kasih sayangNya.

Pengajaran doa ini kepada Abu Bakar ash-Shiddiq padahal beliau seorang yang mempunyai keutamaan adalah agar hal ini menjadi pelita bagi ummat ini.

Kapan Saat Memanjatkan doa ini ?

Zhahir permintaan Abu Bakar secara jelas menyebutkan bahwasanya doa yang diajarkan beliau ini akan dipanjatkannya ketika shalat. Namun, pada bagian yang mana dari shalatnya ? nampaknya persoalan ini diperselisihkan di kalangan para ulama.

Ibnu Rajab al-Hambali berkata, di dalam hadis ini terdapat penyebutan doa ketika shalat tanpa menyebutkan pengkhususan bahwa doa tersebut dipanjatkan setelah tasyahhud. (Fathul Baari, 5/185).

Syaikh Abdullah bin Shaleh al-Fauzan mengatakan, perkataan Abu Bakar, “ÃÏÚæ Èå Ýí ÕáÇÊí “ (aku berdoa dengannya di dalam Shalatku), zhahirnya keumuman shalat, ketika sujud atau ketika duduk tasyahhud. Sementara Zhahir yang disebutkan oleh imam al-Bukhari menujukkan bahwa yang dimaksudkan adalah bahwa doa ini dipanjatkan ketika tasyahhud akhir, sesungguhnya beliau membuat bab untuk hadis ini dengan pernyataannya, ÈÇÈ ÇáÏÚÇÁ ÞÈá ÇáÓáÇã (bab doa sebelum salam). (Minhah al-‘Allam Fii Syarhi Bulughil Marom, 1/143).

Badruddin al-‘Aini al-Hanafi, berkata, perkataan Abu Bakar, “di dalam shalatku”, zahirnya adalah berlaku umum pada seluruh bagian dari aktivitas shalatnya, akan tetapi yang dimaksud adalah ketika dalam kondisi duduk setelah tasyahhud sebelum salam sebagaimana kami telah menelitinya demikian. Sementara Syaikh Taqiyuddin mengatakan, ‘Barangkali hal yang menjadikan pendapat bahwa doa ini dipanjatkan setelah tasyahhud adalah adanya perhatian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang sedemikian nampa dalam hal pengajaran doa khusus ketika itu. Sementara ulama yang lainnya menyelisihi pendapatnya tersebut dan mengatakan, ‘Yang utama adalah menggabungkan antara keduanya di dua tempat yang disebutkan, yaitu ; ketika sujud dan ketika usai dari tasyahhud. Saya (Badruddin al-‘Ainiy) katakan, ‘dakwaan bahwa yang utama adalah demikian tidak memiliki dalil, bahkan dalil yang jelas adalah menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa tempat/waktu dipanjatkannya doa tersebut adalah ketika duduk (yakni, Tasyahhud sebelum salam-pen). (Umdatul Qari Syarh Shahih al-Bukhari, 9/387). Wallahu A’lam.

Makna “Kezhaliman” Terhadap Diri

Asal makna “azh-zhulm” (kezhaliman) yaitu, meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Adapun menzhalimi terhadap diri sendiri maknanya yaitu, seseorang mengurangi hak dirinya sendiri dengan sebab melakukan dosa, baik dalam bentuk kurangnya dalam melaksanakan apa yang diperintahkan ataupun dalam bentuk melakukan sesuatu yang terlarang, atau dalam bentuk melakukan sesuatu yang mewajibkan pelakunya mendapatkan hukuman.

Faedah :

Banyak faedah yang dapat dipetik dari doa yang disebutkan dalam hadis ini, di antaranya,

1. Dalam doa yang tersebut dalam hadis ini terdapat pengakuan terhadap adanya kesalahan di mana hal ini merupakan sebab untuk mendapatkan ampunan dan pemaafan dari Allah.
2. Doa ini juga menunjukkan bahwasanya seorang mukmin hendaknya mengakui kekurangan dirinya dan tindakan kezhalimannya kepada dirinya sendiri, dan hendaknya ia berdiri di hadapan rabbnya dengan penuh rasa kehinaan diri dan kerendahan hati. Karena hal ini merupakan sebab terbesar doanya terkabulkan, taubatnya diterima Allah dan menjadi baiknya kondisi hatinya.
3. Dalam doa ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwasanya manusia tak ada yang terlepas dari dosa dan kekurangan. Hal ini diperkuat oleh sabda beliau,


ßóõáøõ ÇÈúäö ÂÏóãó ÎóØøóÇÁñ¡ æóÎóíúÑõ ÇáúÎóØøóÇÆöíúäö ÇáÊøóæøóÇÈõæúäó


"Setiap bani Adam (manusia) melakukan kesalahan dan sebaik-baik yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat." (HR. Ahmad, 3/198, at-Tirmidzi, no. 2499 dan Ibnu Majah, no. 4251).
4. Di dalamnya juga menunjukan ketamakan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terhadap kebaikan dan baiknya adab mereka dalam bertanya dan meminta, dan bahwasanya mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang sebab-sebab yang akan mengantarkan mereka masuk Surga dan mendapatkan keselamatan dari siksa Neraka.
5. Disyariatkannya doa dalam shalat secara mutlak tanpa menentukan dimana tempatnya untuk memanjatkannya. Dan di antara tempat di mana seorang yang shalat dianjurkan untuk berdoa adalah setelah ia bertasyahhud berdasarkan sabda beliau, …“Bila salah seorang di antara kalian duduk di dalam shalat (yakni, duduk tasyahhud-pen) maka hendaknya ia mengucapkan,


ÇáÊøóÍöíøóÇÊõ áöáøóåö æóÇáÕøóáóæóÇÊõ æóÇáØøóíøöÈóÇÊõ ÇáÓøóáóÇãõ Úóáóíúßó ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÈöíøõ æóÑóÍúãóÉõ Çááøóåö æóÈóÑóßóÇÊõåõ ÇáÓøóáóÇãõ ÚóáóíúäóÇ æóÚóáóì ÚöÈóÇÏö Çááøóåö ÇáÕøóÇáöÍöíäó


[Artinya : "Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih]."

-Ketika seseorang mengucapkan kalimat æóÚóáóì ÚöÈóÇÏö Çááøóåö ÇáÕøóÇáöÍöíäó [dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih], hal tersebut meliputi setiap hamba yang shaleh yang ada di langit dan yang ada di bumi-


ÃóÔúåóÏõ Ãóäú áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááøóåõ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäøó ãõÍóãøóÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæáõåõ


[Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya].

Kemudian, hendaknya setelah itu memilih doa yang dikehendakinya. (HR. Ahmad, di dalam Musnadnya, 6/122). Dan, salah satu doa yang dianjurkan untuk dipanjatkan adalah doa ini, doa yang diajarkan beliau kepada Abu Bakar ash-Shiddiq

6. Pengikraran tindakan kezhaliman terhadap diri merupakan pengakuan bahwa tak seorang pun manusia yang terbebas dari tindakan menzhalimi diri sendiri baik berupa melakukan sesuatu yang terlarang, atau kekurangannya di dalam menunaikan perkara yang diperintahkan untuk mengerjakannya.
7. Disyariatkannya bertawasul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah dalam berdoa, karena dalam doa ini terdapat bentuk tawassul kepada Allah dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifatNya ketika meminta sesuatu kepadaNya dan menolak perkara yang tidak disukai. Dan ketika itu, hendaknya menyebutkan sifat-sifatNya yang sesuai dengan permintaan, seperti menyebut, ÇáúÛóÝõæÑö ÇáÑøóÍöíãö (Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) ketika meminta ampunan. Wallahu a’lam.

Demikianlah uraian singkat contoh doa pelebur dosa ini dan beberapa faedah yang dapat dipetik darinya. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Aamiin (Redaksi).

Referensi :

1. Fathul Baari, Ibnu Rojab al-Hambali
2. Minhah al-‘allam Fii Syarhi Bulughil Marom, Abdullah bin Shaleh al-Fauzan
3. Musnad Imam Ahmad bin Hambal
4. Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim
5. Taisiir al-‘Allam Syarh Umdatu al-Ahkam, Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh Alu Bassam
6. Umdatul Qari Syarh Shahih al-Bukhari, Badruddin al-‘Aini

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=799