Melihat akan besarnya hak dan kewajiban waliyul amri (penguasa) dan konsekuensinya, seperti: Terbangunnya masyarakat yang kuat; Komitmen terhadap keputusan dengan asas saling tolong menolong (at-ta’awun) dalam kebaikan dan ketakwaan; Dan saling menjalin kasih sayang dan persatuan antara penguasa dan rakyat, maka wajib menyosialisasikan hal tersebut dengan berbagai cara dan melalui media informasi. Termasuk mengadakan seminar-seminar dan kuliah-kuliah umum, menulis buku secara khusus (yang berkenaan dengannya) berdasarkan nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah sesuai pemahaman para as-Salafu ash-Shalih. Juga mengingatkan agar tidak meremehkan dalam menunaikan hak mereka atau mengingatkan agar tidak menfitnah para penguasa dan menyebarluaskan isu-isu negatif tentang mereka sebab konsekuensi dari semua itu adalah terjadinya kerusakan, baik agama maupun dunia. Tidak lupa mendoakan mereka baik secara sembunyi atau terang-terangan. Oleh karena itu dalam edisi kali ini, kita akan mengkaji hak-hak dan kewajiban para penguasa dan para pemimpin rakyat.
10 HAK WALIYUL AMRI (PENGUASA)YANG HARUS DIPENUHI
KEWAJIBAN WALIYUL AMRI (PARA PENGUASA).
1. Memelihara kemurniaan Islam dan membelanya di seluruh wilayah. Memerangi orang-orang musyrik, mengusir para penjajah (agresor) dan orang-orang yang zhalim, mempersiapkan dan melatih pasukan, menjaga tempat-tempat yang dikhawatirkan mendapatkan serangan musuh dengan segala perlengkapan dan persenjataan (yang handal dan mutakhir) yang dapat menangkalnya, serta menginspeksi ketertiban para pasukan di seluruh lini sesuai kebutuhan dan menentukan kesejahteraan, gaji, dan kemaslahatan mereka.
- 2. Memelihara agama di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidahnya yang telah ditetapkan (valid), menolak bid’ah dan para pelakunya, menjelaskan hujjah-hujjah agama, menyosialisasikan ilmu-ilmu syar’i, memuliakan ilmu dan ahlinya (para ulama) dan meninggikan menara-menara/ corong-corong ilmu dan tempatnya, berinteraksi dengan para ulama besar (kompeten), konsultan-konsultan agama Islam dan bermusyawarah dengan mereka di dalam mengeluarkan, membatalkan dan mengesahkan hukum-hukum.
Allah Ta’ala berfirman kepada Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imron: 159).
- 3. Menegakkan syiar-syiar Islam, seperti: Kewajiban shalat berjama’ah, adzan, iqamah (qomat); Khutbah, imamah (masalah keimaman); Dan juga memperhatikan urusan puasa; Berbuka; Melihat bulan sabit (hilal); Serta haji ke Baitu al-Haram dan ‘umrah; Begitu juga dalam Hari Raya (‘Idul fitri dan ‘Idul Adha); Mempermudah orang-orang yang naik haji dari seluruh penjuru dunia; Dan merenovasi jalan-jalannya dan (menjamin) keamanannya di dalam perjalanan mereka; Dan menyeleksi para petugas yang mengurusi urusan-urusan mereka.
- 4. Memutuskan perkara-perkara dan hukum-hukum dengan mempercayakan kepada para hakim untuk menyeselaikan perselisihan antara orang-orang yang berselisih dan mencegah orang yang zalim dari kezaliman; Dan tidak mempercayakan hal tersebut kecuali kepada orang yang dia percaya agama dan amanahnya; Menjaga/ melindungi para ulama, orang-orang shalih, dan para konsultan yang kompeten; Dan selalu memperhatikan keadaan mereka, dan mengetahui keadaan pemerintah dan rakyatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, bertanggung jawab atas rakyatnya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- 5. Menegakkan kewajiban jihad pada dirinya sendiri, tentara/ pasukannya, dan para duta negara dan wajib melaksanakannya sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i. Menolong negara-negara (muslim) yang dikuasai oleh orang-orang kafir, dan memerangi orang-orang kafir yang mendekatinya apabila bermaksud buruk semata-mata untuk memuliakannya.
- 6. Menegakkan peraturan-peraturan syar’i demi menjaga agar tidak dilanggarnya hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala dan demi menjaga hak-hak para hamba dari kezhaliman. Dan berlaku adil dalam memberlakukan peraturan-peraturan antara yang kuat dan yang lemah, yang hina dan yang mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa apabila orang yang mulia di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya, dan jika yang mencuri orang yang lemah di antara mereka, mereka tegakan hukuman atasnya. Demi Allah! Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku benar-benar akan memotong tangannya” . (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- 7. Mengumpulkan zakat, harta-harta (rampasan) perang dan upeti pada tempatnya, dan mendistribusikannya pada lokasi-lokasi yang syar’i dan diridhai, serta mengoordinir tempat-tempat tersebut dan menyerahkannya kepada petugas-petugas yang terpercaya.
- 8. Memikirkan waqaf-waqaf kebajikan dan mendistribusikannya pada tempat-tempatnya, seperti untuk pembangunan jembatan-jembatan, dan lain-lain.
- 9. Memikirkan bagian yang mengkoordinir harta rampasan perang dan distribusinya, dan mendistribusikan seperlimanya kepada mustahiqnya.
- 10. Berlaku adil dalam kekuasaan, akhlak, dan dalam segala halnya. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. an-Nahl: 90). Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil.” (Al-An’am: 152).
Dalam kata mutiara “Keadilan seorang raja adalah kehidupan rakyat dan ruh kerajaan”. Maka wajib bagi seorang hamba yang dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai hakim atau penguasa di sebagian negaranya untuk menjadikan sikap adil sebagai dasar sandarannya yang di dalamnya terdapat kemaslahatan para hamba dan kemakmuran negara. Dan oleh karena nikmat-nikmat Allah Ta’ala adalah wajib untuk disyukuri, rasa syukur yang sesuai dengan kadar/ besar nikmatNya. Dan nikmat Allah Ta’ala kepada penguasa adalah di atas segala kenikmatan, maka mereka wajib bersyukur.
Dan seutama-utamanya rasa syukur seorang penguasa kepada Allah Ta’ala adalah menegakkan keadilan dengan apa yang mereka putuskan. Diriwayatkan dalam suatu hadits, “Adilnya seorang pemimpin kepada rakyatnya satu hari lebih utama dari beribadah enam puluh tahun” . Dan dalam riwayat lain, “Seratus tahun.” Dan semakin besar kedudukan dan manfaat seorang penguasa, maka semakin besar pula pahala dan kedudukannya di sisi Allah Ta’ala di surga yang mulia.
Oleh : Abu Nabiel.
Sumber: Disadur dari “An-Nuqath 10 adz-Dzahabiyah”.
|