Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Bulan-bulan Haram

Kamis, 23 Mei 24
***

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengagungkan perkara bulan-bulan haram, dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menyebutkannya di lebih dari satu tempat di dalam kitab-Nya yang mulia. Dan, tulisan ini terkait dengan kedudukan bulan-bulan haram tersebut dan beberapa keistimewaannya yang digali dari al-Qur’an al-Karim.

Saudaraku…

Sesungguhnya, termasuk kesempurnaan pengagungan terhadap Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-adalah mengagungkan sesuatu yang diagungkan oleh-Nya berupa syiar-syiar dan berbagai bentuk peribadatan. Begitu pula mengagungkan sesuatu yang diagungkan-Nya berupa tempat, waktu, bulan dan hari. Dan, termasuk dalam hal ini adalah mengagungkan bulan-bulan haram yang diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan disebutkan-Nya di dalam kitab-Nya di lebih dari satu tempat. Melalui tulisan ini kita akan mengenal dan memahaminya, serta kami akan juga sebutkan beberapa hal tentang kedudukan dan keistimewaannya di dalam al-Qur’an al-Karim.

Prolog

Sesungguhnya bulan-bulan haram itu adalah bulan-bulan yang empat yang diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, dan al-Qur’an menyebutkan secara global di dalam firman-Nya,


﴿Åöäøó ÚöÏøóÉó ÇáÔøõåõæÑö ÚöäúÏó Çááøóåö ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ Ýöí ßöÊóÇÈö Çááøóåö íóæúãó ÎóáóÞó ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ﴾ [ÇáÊæÈÉ: 36[.


Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. (at-Taubah : 36).

Bulan-bulan ini adalah bulan Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan bulan Allah al-Muharram, sebagaimana diperincikan penyebutannya oleh sunnah nabawiyah. Di dalam hadis Abu Bakrah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ – bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkhutbah pada waktu haji Wada, di dalam khuthbahnya beliau mengatakan :


(Åäøó ÇáÒøóãóÇäó ÞóÏú ÇöÓúÊóÏóÇÑó ßóåóíúÆóÊöåö íóæúãó ÎóáóÞó Çááåõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖóº ÇóáÓøóäóÉõ ÇöËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ¡ ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ¡ ËóáóÇËóÉñ ãõÊóæóÇáöíóÇÊñ: Ðõæ ÇáúÞóÚúÏóÉö æóÐõæ ÇáúÍöÌøóÉö æóÇáúãõÍóÑøóãõ¡ æóÑóÌóÈñ ãõÖóÑö ÇáøóÐöí Èóíúäó ÌõãóÇÏóì æóÔóÚúÈóÇäó)


Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keaadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi : setahun itu ada 12 bulan. Di antaranya ada 4 bulan haram, tiga bulan berurutan, yaitu, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Dan (satu bulan lagi terpisah) yaitu bulan Rajab Mudhar yang berada antara bulan Jumada (ats-Tsani) dan bulan Sya’ban [1]

Para ulama telah berijtihad di dalam menggali hikmah dari pengagungan terhadap keempat bulan ini dan rahasia di balik pengurutannya. Imam Ibnu Katsir-ÑóÍöãóåõ Çááåõ – mengatakan : bulan-bulan haram yang empat itu disebutkan tiga di antaranya secara berurutan, sedangkan satu bulan lagi disebutkan secara terpisah, hanyalah karena hal itu untuk menunaikan manasik haji dan umrah, maka Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengharamkan satu bulan sebelum bulan-bulan haji, yaitu bulan Dzul Qa’dah ; kerena mereka (di masa itu) berhenti dari melakukan perang. Dan diharamkannya bulan Dzul Hijjah karena mereka melaksanakan haji dan mereka menyibukkan diri dengannya melakukan rangkaian manasik. Dan diharamkan setelahnya bulan yang lainnya, yaitu bulan Muharram, agar mereka dapat kembali pada bulan tersebut ke segenap penjuru negeri mereka dalam keadaan aman. Sedangkan diharamkannya bulan Rajab –yang berada di tengah-tengah tahun-agar dapat mengunjungi al-Bait bagi orang yang datang dari segenap pelosok Jazirah Arab. Sehingga mereka dapat mengunjunginya kemudian kembali ke tempat tinggalnya dalam keadaan aman. [2]

Sedangkan imam Ibnu ‘Asyur-ÑóÍöãóåõ Çááåõ –menyebutkan bahwa pengharaman bulan-bulan ini termasuk hal yang Allah syariatkan untuk hamba-hamba-Nya sejak masa Ibrahim–Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ- dan hal tersebut untuk ditegakkannya ibadah haji, sebagaimana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


﴿ÌóÚóáó Çááóøåõ ÇáúßóÚúÈóÉó ÇáúÈóíúÊó ÇáÍóÑóÇãó ÞöíóÇãðÇ áöáäøóÇÓö æÇáÔóøåúÑó ÇáÍóÑóÇãó﴾ [ÇáãÇÆÏÉ: 97]»[3 [


Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci tempat manusia berkumpul. Demikian pula bulan haram. (al-Maidah : 97) [3]

Kedudukan Bulan-bulan Haram

Sesungguhnya bulan-bulan haram memiliki kedudukan yang agung di sisi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, yaitu bahwa bulan-bulan tersebut termasuk hari-hari yang sangat dicintai oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Oleh karena itu, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memilih bulan-bulan tersebut dan memuliakannya atas bulan-bulan yang lainnya. Suhail bin Abi Shaleh mengatakan dari ayahnya dari Ka’ab, ia berkata,


«ÇöÎúÊóÇÑó Çááåõ ÇáÒøóãóÇäó¡ æóÃóÍóÈøó ÇáÒøóãóÇäö Åöáóì Çááåö ÇóÃó䀀 ÔúåõÑõ ÇáúÍõÑõãõ¡ æóÃóÍóÈøõ ÇáúÃóÔúåõÑö ÇáúÍõÑõãö Åöáóì Çááåö Ðõæú ÇáúÍöÌøóÉö¡ æóÃóÍóÈøó Ðöí ÇáúÍöÌøóÉö Åöáóì Çááåö ÇúáúÚóÔúÑõ ÇóÃõó æóáõ»


Allah memilih waktu, dan waktu yang paling dicintai oleh Allah adalah bulan-bulan haram. Sedangkan bulan-bulam haram yang paling dicintai oleh Allah adalah bulan Dzulhijjah. Dan hari-hari bulan Dzulhijjah yang paling dicintai oleh Allah adalah sepuluh hari pertamanya. [4]

Dan pengagungan terhadap bulan-bulan (haram) ini termasuk bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan juga merupakan petunjuk yang menunjukkan akan ketakwaan seseorang kepada-Nya-ÚóÒøó æóÌóáøó-. Sungguh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah berfirman,


﴿Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙöøãú ÔóÚóÇÆöÑó Çááóøåö ÝóÅöäóøåóÇ ãöäú ÊóÞúæóì ÇáúÞõáõæÈö﴾ [ÇáÍÌ: 32]¡


Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (al-Hajj : 32)

Dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-juga berfirman,


﴿Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙøöãú ÍõÑõãóÇÊö Çááøóåö Ýóåõæó ÎóíúÑñ áóåõ ÚöäúÏó ÑóÈøöåö﴾ [ÇáÍÌ: 30].


Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumaat), maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (al-Hajj : 30)

Qatadah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan : sesungguhnya Allah memilih orang-orang pilihan dari kalangan makhluk-Nya. Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memilih rasul (utusan) dari kalangan Malaikat. Begitu pula Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memilih rasul (utusan) dari kalangan manusia. Memilih perkataan untuk mengingat-Nya. Memilih masjid-masjid (sebagai tempat terbaik) dari sekian banyak hamparan tanah di muka bumi. Memilih bulan Ramadhan dan bulan-bulan haram di antara bulan-bulan lainnya. Memilih hari Jum’at di antara hari-hari lainnya. Memilih lailatul qadar di antara malam-malam yang lainnya. Maka, agungkanlah apa-apa yang diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Sesungguhnya perkara-perkara itu diagungkan hanyalah karena diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- menurut pandangan orang-orang yang memiliki pemahaman dan memiliki akal. [5]

Dulu, orang-orang Arab di masa Jahiliyah sedemikian mengagungkan bulan-bulan ini dan mereka mengharamkan melakukan peperangan pada bulan-bulan tersebut. Sampai-sampai jika seseorang di antara mereka pada bulan-bulan ini bertemu dengan orang yang membunuh ayahnya, ia tidak akan menyakitinya, karena mempertimbangkan keharaman bulan-bulan ini, keagungan dan kedudukannya di sisi mereka. Ibnu Katsir-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “Dulu, ada seorang lelaki pernah bertemu dengan pembunuh ayahnya di bulan-bulan haram, namun tidak sedikit pun ia menjulurkan tangannya kepada si pembunuh ayahnya tersebut.” [6]

Bahkan, mereka memajukan sebagian bulan-bulan haram tersebut dan memundurkannya ketika mereka berkeinginan untuk melakukan peperangan atau karena mereka cemburu terhadap selain golongan mereka. Maka, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain; kerena tidak adanya keinginan mereka untuk menumpahkan darah pada bulan-bulan tersebut. Mereka mengira bahwa mereka dengan trik/tipu daya ini-yang diwahyukan oleh setan kepada mereka- mereka telah bebas dari melakukan peperangan pada bulan-bulan haram. Akan tetapi mereka telah lalai atau pura-pura lalai dari bahwa mereka dengan tindakan mereka ini telah menghalalkan apa-apa yang telah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-haramkan dan mengharamkan apa-apa yang telah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- halalkan.

Sungguh Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- telah mencela tindakan mereka tersebut, seraya berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia,


﴿ÅöäøóãóÇ ÇáäøóÓöíÁõ ÒöíóÇÏóÉñ Ýöí ÇáúßõÝúÑö íõÖóáøõ Èöåö ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ íõÍöáøõæäóåõ ÚóÇãðÇ æóíõÍóÑøöãõæäóåõ ÚóÇãðÇ áøöíõæóÇØöÆõæÇ ÚöÏøóÉó ãóÇ ÍóÑøóãó Çááøóåõ ÝóíõÍöáøõæÇ ãóÇ ÍóÑøóãó Çááøóåõ Òõíøöäó áóåõãú ÓõæÁõ ÃóÚúãóÇáöåöãú æóÇááøóåõ áóÇ íóåúÏöí ÇáúÞóæúãó ÇáúßóÇÝöÑöíäó﴾ [ÇáÊæÈÉ: 37.[


Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (at-Taubah : 37)

Ibnu Asyur-ÑóÍöãóåõ Çááåõ –mengatakan tentang tafsiran ayat ini, “ an-Nasi-u, menurut orang-orang Arab adalah pengunduran, di mana mereka menjadikannya untuk bulan haram, maka mereka menjadikannya halal, dan mereka mengharamkan satu bulan lainnya dari bulan-bulan halal sebagai gantinya pada tahunnya.” [7]

Alangkah buruknya tindakan mereka ini, dan alangkah beratnya kejahatan mereka ini; oleh karena itu, haruslah seorang mukmin berhenti pada batasan-batasan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. mentaati perintah-perintah-Nya, sangat waspada jangan sampai mengikuti hawa nafsunya. Atau, jangan sampai merekayasa perintah-perintah-Nya, syariat-syariat-Nya, dan ketentuan hukum-hukum-Nya, seperti tindakan mereka orang-orang yang bodoh ini.

Para ulama telah berbeda pendapat tentang bulan apakah di antara bulan-bulan haram ini yang paling utama. Al-Hasan dan yang lainnya mengatakan, ‘Yang paling utama dari bulan-bulan haram ini adalah bulan Allah al-Muharram, dan sekelompok kalangan ulama muta-akhirin merajihkan (menguatkan) pendapat ini. Dan, Wahb bin Jarir meriwayatkan dari Qurrah bin Khalid, dari al-Hasan, bahwa ia mengatakan :


Åöäøó Çááåó ÇöÝúÊóÊóÍó ÇáÓøóäóÉó ÈöÔóåúÑò ÍóÑóÇãò¡ æóÎóÊóãóåóÇ ÈöÔóåúÑò ÍóÑóÇãò¡ ÝóáóíúÓó ÔóåúÑñ Ýöí ÇáÓøóäóÉö ÈóÚúÏó ÔóåúÑö ÑóãóÖóÇäó ÃóÚúÙóãõ ÚöäúÏó Çááåö ãöäó ÇáúãõÍóÑøóãö¡ æóßóÇäó íõÓóãøóì ÔóåúÑó Çááåö ÇáúÃóÕóãó ãöäú ÔöÏøóÉö ÊóÍúÑöíúãöåö»


Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan haram dan menutupnya dengan bulan haram (pula). Maka, tidak ada bulan dalam tahun setelah bulan Ramadhan yang lebih agung di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu, bulan tersebut dinamakan dengan bulan Allah al-Asham karena beratnya pengharamannya. [8]

Di antara Keistimewan Bulan-bulan Haram

1-Kedzaliman pada bulan-bulan ini lebih besar (dosanya) daripada bulan-bulan lainnya.

Sesungguhnya Allah–ÚóÒøó æóÌóáøó-melarang hamba-hamba-Nya dari melakukan kezhaliman, terlebih lagi kezhaliman terhadap diri sendiri yang dilakukan dalam bentuk melanggar apa-apa yang diharamkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- atau meninggalkan perintah-perintah-Nya, atau dalam bentuk melanggar hak-hak para hamba-Nya-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Hal tersebut diharamkan pada setiap waktu dan di setiap tempat. Hanya saja, kezhaliman itu dapat menjadi lebih besar pada sebagian waktu lebih banyak lagi daripada ketika kezhaliman itu dilakukan pada waktu yang lainnya, semisal ketika kezhaliman itu dilakukan pada bulan-bulan haram. Bisa juga kezhaliman itu menjadi lebih besar dan lebih berat pada sebagian tempat lebih banyak lagi daripada di tempat yang lainnya, semisal jika kezhaliman tersebut dilakukan di Makkah dan Madinah; karena itulah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-melarang dari melakukan tindak kezhaliman terhadap diri sendiri, dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengkhususkan penyebutannya pada bulan-bulan haram ini, seraya berfirman,


﴿Åöäøó ÚöÏøóÉó ÇáÔøõåõæÑö ÚöäúÏó Çááøóåö ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ Ýöí ßöÊóÇÈö Çááøóåö íóæúãó ÎóáóÞó ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ Ðóáößó ÇáÏøöíäõ ÇáúÞóíøöãõ ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæÇ Ýöíåöäøó ÃóäúÝõÓóßõãú﴾ [ÇáÊæÈÉ: 36].


Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu (at-Taubah : 36)

Imam al-Qurthubi –ÑóÍöãóåõ Çááåõ- berkata mengenai tafsir ayat ini, ”Janganlah kalian menzhalimi diri kalian dengan melakukan dosa-dosa ; karena apabila Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengagungkan sesuatu dari satu sisi, jadilah hal tersebut memiliki satu pengharaman, dan apabila Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- mengagungkannya dari dua sisi atau beberapa sisi, maka jadilah keharamannya beraneka ragam, maka dilipatgandakanlah hukuman pada bulan tersebut karena melakukan amal buruk, sebagaimana pula dilipatgandakannya pahala karena amal shaleh. Maka, sesungguhnya siapa yang mentaati Allah di bulan haram, pahala (yang akan diperolehnya) bukanlah pahala yang akan didapatkan oleh orang yang mentaati-Nya di bulan halal di negeri haram. Dan, barang siapa mentaati-Nya di bulan halal di negeri haram, pahala (yang akan didapatkan)nya bukanlah (seperti) pahala yang akan didapatkan oleh orang yang mentaati-Nya di bulan halal di negeri halal.” [9]

Dan, imam Ibnu Asyur–ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan tentang tafsir firman-Nya ﴿ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæÇ Ýöíåöäøó ÃóäúÝõÓóßõãú﴾ (maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) , “ Dan sisi pengkhususan terlarangnya kemaksiatan pada bulan-bulan ini adalah bahwa Allah menjadikan bulan-bulan tesebut sebagai waktu-waktu (yang ditentukan) untuk melakukan ibadah. Maka, meski pun seseorang sedang tidak tersibukkan dengan ibadah pada bulan-bulan tersebut, maka hendaknya ia tidak tersibukan dengan kemaksiatan-kemaksiatan. Terlarangnya melakukan kemaksiatan pada bulan-bulan tersebut tidaklah berkonsekwensi bahwa kemaksiatan-kemaksiatan itu yang dilakukan di selain bulan-bulan tersebut tidaklah terlarang. Tetapi, yang dimaksudkan adalah bahwa kemaksiatan yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut adalah lebih besar (tingkat pelarangannya, keharamannya, dan dosanya) dan bahwa amal shaleh yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut lebih banyak pahalanya. Semisal dengan ayat ini adalah firman-Nya,


﴿æóáóÇ ÝõÓõæÞó æóáóÇ ÌöÏóÇáó Ýöí ÇáúÍóÌöø﴾ [ÇáÈÞÑÉ: 197]¡


Dan janganlah (pula) berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. (al-Baqarah : 197)

Karena sesungguhnya kefasikan/kemaksiatan itu terlarang saat dalam melakukan ibadah haji dan saat-saat yang lainnya. [10]

Dan imam Qatadah-memperkuat makna ini, seraya mengatakan,


«ÇóáúÚóãóáõ ÇáÕøóÇáöÍõ ÃóÚúÙóãõ ÃóÌúÑðÇ Ýöí ÇáúÃóÔúåðÑö ÇáúÍõÑõãö¡ æóÇáÙøõáúãõ Ýöíúåöäøó ÃóÚúÙóãõ ãöäó ÇáÙøõáúãö ÝöíúãóÇ ÓöæóÇåõäøó¡ æóÅöäú ßóÇäó ÇáÙøõáúãõ Úóáóì ßõáøö ÍóÇáò ÚóÙúíúãðÇ»


Amal shaleh yang dilakukan pada bulan-bulan haram lebih besar pahalanya, dan kezhaliman yang dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut lebih besar (dosanya) daripada kezhaliman yang dilakukan di selain bulan-bulan haram tersebut. Meskipun kezhaliman itu merupakan hal yang besar (dosanya) dalam kondisi apa pun [11]

2-Haram memulai perang pada bulan-bulan ini

Sungguh, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah mengagungkan perkara menumpahkan darah, dan menjadikan orang yang menumpahkan darah sebagai pelaku dosa besar yang termasuk dosa-dosa yang paling besar, dan di bulan-bulan haram tindak kejahatan tersebut menjadi berlipat-lipat ganda (dosanya) dan menjadi besar di sisi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Sungguh, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah berfirman,


﴿íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö ÞöÊóÇáò Ýöíåö Þõáú ÞöÊóÇáñ Ýöíåö ßóÈöíÑñ æóÕóÏøñ Úóäú ÓóÈöíáö Çááøóåö æóßõÝúÑñ Èöåö æóÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö æóÅöÎúÑóÇÌõ Ãóåúáöåö ãöäúåõ ÃóßúÈóÑõ ÚöäúÏó Çááøóåö ﴾ [ÇáÈÞÑÉ: 217]


Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. (al-Baqarah : 217)

Dan yang demikian itu oleh karena bulan-bulan ini merupakan bulan perdamaian, keselamatan, dan keamanan, di mana manusia merasa aman pada bulan-bulan tersebut atas harta benda mereka, kehormatan mereka, dan darah mereka. Maka, mereka merasa aman di bulan-bulan haji untuk menunaikan kewajiban haji, mereka merasa aman di bulan Rajab untuk menunaikan ibadah umrah, segabagaimana kebiasaan orang-orang Arab dahulu, oleh karena itu Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- mengagungkan perkara penumpahan darah pada bulan-bulan ini.

Maka, tidak selayaknya seorang muslim memulai memerangi musuh pada bulan-bulan ini. Akan tetapi, disyariatkan baginya menolak tindak memerangi musuh dan bertindak memusuhinya bila hal itu terjadi pada dirinya di bulan-bulan ini. Dan hendaknya ia membela diri, harta, dan kehormatannya bilamana hal tersebut dibutuhkannya. Dalil yang menunjukan kepada hal tersebut adalah bahwa Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman dalan rangkaian pembicaraan mengenai bulan-bulan haram ini,


﴿ÇáÔøóåúÑõ ÇáúÍóÑóÇãõ ÈöÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö æóÇáúÍõÑõãóÇÊõ ÞöÕóÇÕñ Ýóãóäö ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú ÝóÇÚúÊóÏõæÇ Úóáóíúåö ÈöãöËúáö ãóÇ ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú﴾ [ÇáÈÞÑÉ: 194]


Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku hukum qisas. Oleh sebab itu barang siapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu.(al-Baqarah : 194)

Dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-juga berfirman,


﴿æóÞóÇÊöáõæÇ ÇáúãõÔúÑößöíäó ßóÇÝóøÉð ßóãóÇ íõÞóÇÊöáõæäóßõãú ßóÇÝóøÉð æóÇÚúáóãõæÇ Ãäóø Çááóøåó ãóÚó ÇáúãõÊóøÞöíäó﴾ [ÇáÊæÈÉ: 36].


Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa. (at-Taubah : 36)

Telah terjadi perbedaan pendapat seputar masalah keharaman melakukan peperangan pada bulan-bulan haram. Para fuqaha dan ahli tasfsir terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa hukum (larangan) tersebut telah dihapuskan. Sedangkan kelompok kedua berpendapat bahwa hukum (larangan tersebut) tidak dihapuskan. Kalangan yang berpendapat bahwa hukum larangan berperang telah dihapuskan berdalil dengan beberapa dalil, di antaranya adalah apa yang terjadi berupa peperangan antara Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – dan suku Hawazin pada bulan Dzul Qa’dah. Akan tetapi, ketika ditelusuri tentang sebab terjadinya peperangan tersebut, kita ketahui bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bukanlah pihak yang memulai peperangan. Tetapi, Hawazinlah, merekalah yang memulai memerangi kaum Muslimin.

Imam Ibnu Asyur-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Tidaklah perkara ini menjadi isykal oleh karena perang yang dilakukan oleh Rasulullah-–Úóáóíúåö ÇáÕøóáóÇÉõ æóÇáÓøóáóÇãõ dan suku Hawazin yang terjadi beberapa hari lamanya pada bulan Dzul Qa’dah. Karena, merekalah yang memulai memerangi kaum Muslimin sebelum masuknya bulan-bulan haram, lalu perang terus berlanjut sampai mereka memasuki bulan Dzul Qa’dah, dan tidaklah beliau -–Úóáóíúåö ÇáÕøóáóÇÉõ æóÇáÓøóáóÇãõ menghentikan peperangan ketika upaya serangan terus dilakukan oleh orang-orang Musykin sementara merekalah yang memulai serangan pertama kalinya.’[12]

Dan, ketika mengomentari firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


﴿æóÞóÇÊöáõæÇ ÇáúãõÔúÑößöíäó ßóÇÝóøÉð ßóãóÇ íõÞóÇÊöáõæäóßõãú ßóÇÝóøÉð æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäóø Çááóøåó ãóÚó ÇáúãõÊóøÞöíäó﴾:


Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.

Atha bin Abi Rabah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Diharamkan melakukan peperangan pada bulan-bulan haram, kecuali bila pihak musuhlah yang memulai peperangan. Dan, tidak ada pe-nasah-an (penghapusan hukum larangan) di dalam ayat ini.’ [13]

Sedangkan kalangan yang berpendapat bahwa ‘hukum larangan dalam ayat ini tidak dihapuskan’ berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari hadis Jabir , –ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- ia berkata, ‘Rasulullah-ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – tidaklah pernah berperang pada bulan-bulan haram kecuali bila beliau diperangi (terlebih dahulu) atau mereka (musuh) menyerang (terlebih dahulu). Maka, bila musuh itu mendatangi beliau (untuk menyerang beliau) beliau melakukan perlawanan hingga nanti beliau melepas baju perangnya [14]. Dan, sebagian mereka menyebutkan bahwa Nabi - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –pernah mengepung daerah Thaif pada bulan Syawwal. Lalu, ketika bulan Dzul Qa’dah masuk, beliau tidak melancarkan serangan (terhadap musuh). Bahkan, beliau menahan diri mereka (orang-orang yang bersamanya agar tidak menyerang), kemudian beliau menarik diri. Demikian pula pada peristiwa Umrah Hudaibiyah, beliau- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –tidak melakukan penyerangan (terhadap musuh) hingga sampai kepada beliau berita bahwa Utsman dibunuh. Maka, segera saja beliau- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – membaiat (para sahabatnya) untuk berperang (melawan musuh). Kemudian, ketika sampai kepada beliau- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó–bahwa hal tersebut tidak benar terjadinya, maka beliau- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – menahan dirinya (dari melanjutkan peperangan). [15]

3-Bersambungnya bulan-bulan ini dengan musim-musim ibadah

Termasuk keistimewaan bulan-bulan ini dan termasuk sebab pengagungannya adalah kedekatannya dan bersambungnya bulan-bulan ini dengan musim-musim ibadah. Maka, bulan Rajab (misalnya) termasuk bulan untuk mempersiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan. Ibnu Rajab-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan,


«ÔóåúÑõ ÑóÌóÈò ãöÝúÊóÇÍõ ÃóÔúåõÑö ÇáúÎóíúÑö æóÇáúÈóÑóßóÉö»


Bulan Rajab adalah kunci bulan-bulan baik dan penuh berkah [16]

Dan dinukil dari Abu Bakar al-Warraq al-Balkhiy-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-perkataannya,


«ÔóåúÑõ ÑóÌóÈò ÔóåúÑñ áöáÒøóÑúÚö¡ æóÔóÚúÈóÇäõ ÔóåúÑõ ÇáÓøóÞúíö áöáÒøóÑúÚö¡ æóÑóãóÖóÇäõ ÔóåúÑõ ÍóÕóÇÏö ÇáÒøóÑúÚö»


Bulan Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyirami tanaman, dan Ramadhan adalah bulan memanen. [17]

Dan karena bulan Rajab berada pada pertengahan tahun di mana banyak orang pada bulan tersebut melakukan ibadah Umrah. Barangkali inilah dia hikmah dari pengharaman bulan ini, sebagaimana telah kami sebutkan.

Adapun bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram, maka bulan-bulan ini adalah bulan-bulan haji di mana kaum Muslimin menunaikan sebuah syiar yang termasuk syiar Islam yang paling agung, yaitu kewajiban haji, seperti firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


﴿ÇáúÍóÌøõ ÃóÔúåõÑñ ãøóÚúáõæãóÇÊñ﴾ [ÇáÈÞÑÉ: 197].


(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi (al-Baqarah : 197)

Dan pada bulan-bulan ini terdapat sepuluh hari di mana Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,bersumpah dengannya di dalam firman-Nya :


﴿æóáóíóÇáò ÚóÔúÑò﴾ [ÇáÝÌÑ: 2]¡


Demi malam yang sepuluh (al-Fajr : 2)

Dan Masruq mengatakan, ‘Hari-hari itu adalah hari-hari yang paling utama dalam setahun.’ [18]

Dan di bulan-bulan ini terdapat hari Arafah. Tahukah Anda apa hari Arafah itu ? Hari Arafah merupakan hari yang teragung dari hari-hari dalam setahun secara mutlak. Dan pada bulan-bulan ini pula, para jama’ah haji kembali ke negeri mereka masing-masing dengan penuh harapan akan mendapatkan pengampunan dosa-dosa mereka dan diterimanya amalan-amalan mereka.

Dan dulu, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-biasa memberikan bimbingan kepada para sahabatnya untuk berpuasa pada bulan-bulan ini karena agungnya keadaan ketaatan-ketaatan yang dilakukan pada bulan-bulan ini, terlebih pada bulan Allah al-Muharram, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mengatakan kepada al-Bahiliy di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya :


(Õõãú ãöäó ÇáÍõÑõã æóÇÊÑõßú¡ Õõãú ãöäó ÇáÍõÑõãö æóÇÊÑõßú¡ Õõãú ãöäó ÇáÍõÑõãö æóÇÊÑõßú)


“Puasalah pada bulan haram, lalu berhentilah. Puasalah pada bulan haram, lalu berhentilah. Puasalah pada bulan haram, lalu berhentilah.”[19]

Dan dari Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- ia berkata, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


(ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááøóåö ÇáúãõÍóÑøóãõ¡ æóÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóáóÇÉö ÈóÚúÏó ÇáúÝóÑöíúÖóÉö ÕóáóÇÉõ Çááøóíúáö)


Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa pada) bulan Allah al-Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat Fardhu adalah shalat malam. [20]

Oleh karena itu, dulu, banyak dari kalangan Salaf sedemikian bersungguh-sungguh dan bersemangat untuk berpuasa pada bulan-bulan Haram. Bahkan datang keterangan tentang sebagian mereka bahwasanya ia berpuasa pada bulan-bulan haram seluruhnya. Di antara mereka itu adalah Ibnu Umar, Hasan al-Bashri, Abu Ishak as-Sabi’iy. Dan, ats-Tsauriy mengatakan : bulan-bulan haram adalah bulan-bulan yang paling aku cintai untuk berpuasa di dalamnya. [21]

Penutup

Dalam tulisan ini, kita telah menyebutkan tema tentang bulan-bulan haram. Sehingga kita telah mengetahuinya dan telah mengemukakan tentang kedudukannya dan menjelaskan tentang beberapa keistimewaannya. Maka, hendaknya seorang muslim memperhatikan keharaman bulan-bulan ini yang diagungkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì – dan seyogyanya pula mengetahui kadar nilai bulan-bulan ini. Hendaknya pula bersemangat penuh untuk secara baik memanfaatkan waktu-waktu yang mulia ini. Terlebih lagi di zaman ini yang mana banyak manusia lalai dari keharaman dan kedudukan bulan-bulan ini. Karena sesungguhnya seagung-agung ibadah adalah apa yang dilakukan seorang hamba di waktu kelalaian banyak orang dan kesibukan mereka, seperti sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-


ÇáúÚöÈóÇÏóÉõ Ýöì ÇáúåóÑúÌö ßóåöÌúÑóÉò Åöáóìøó


“Ibadah di saat terjadinya fitnah seperti hijrah kepadaku.”[22]

Kita memohon kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- semoga menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengagungkan bulan-bulan ini. Semoga pula Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- membantu kita untuk menyebut dan mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan baik dalam beribadah kepada-Nya pada bulan-bulan ini.

Kita pun memohon perlindungan kepada-Nya agar jangan sampai termasuk orang-orang yang lalai.

Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, beserta segenap keluarganya dan para sahabatnya.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

Al-Asyhur al-Hurum ; Makanatuha Wa Khasha-ishuha Fi al-Qur’an al-Karim, Muhammad al-Khauliy.

Catatan :

[1] HR. al-Bukhari (4406) dan Muslim (1679)

[2] Tafsir Ibnu Katsir (4/148)

[3] at-Tahrir wa at-Tanwir (10/184)

[4] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 267

[5] Tafsir Ibnu Katsir (4/148)

[6] Tafsir Ibnu Katsir (1/413)

[7] at-Tahrir wa at-Tanwir (10/189)

[8] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 34

[9] Tafsir al-Qurthubiy (8/134)

[10] at-Tahrir wa at-Tanwir (10/186)

[11] Tafsir al-Baghawiy (2/345)

[12] at-Tahrir wa at-Tanwir (10/186)

[13] at-Tahrir wa at-Tanwir (10/186)

[14] HR. Ahmad (14583)

[15] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 116

[16] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 121

[17] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 121

[18] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 267

[19] HR. Abu Dawud (2429)

[20] HR. Muslim (1163)

[21] Latha-if al-Ma’arif, Ibnu Rajab, hal. 119

[22] HR. Muslim (2948)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1074