Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Adab Berhari Raya

Jumat, 05 April 24
***

Alhamdulillah.

Sesungguhnya Islam merupakan agama toleran dan mudah. Dan di antara bentuk kemudahan dan toleran agama ini adalah dijadikannya beberapa hari untuk bergembira dan bersenang-senang. Di antara hari-hari untuk bergembira dan bersenang-senang ini adalah hari-hari idul fithri dan idul Adha. Namun, betapa kita sangat butuh untuk mengetahui adab-adab berhari raya di dalam Islam.

Hari Raya Hanya Ada Dua dalam Islam, Tidak Ada yang Ketiga

Anas bin Malik- ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- mengatakan, ‘Dulu di masa jahiliyah, penduduk Madinah mempunyai dua hari setiap tahunnya untuk bermain-main pada kedua hari tersebut. Lalu, setelah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –datang, beliau bersabda,


ßóÇäó áóßõãú íóæúãóÇäö ÊóáúÚóÈõæúäó ÝöíúåöãóÇ ¡ æóÞóÏú ÃóÈúÏóáóßõãõ Çááåõ ÈöåöãóÇ ÎóíúÑðÇ ãöäúåõãóÇ : íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ¡ æóíóæúãó ÇáäøóÍúÑö


“Dulu, kalian memiliki dua hari di mana kalian bermain-main pada kedua hari tersebut. Sungguh-kini-Allah telah memberikan ganti untuk kalian dengan dua hari yang lain yang lebih baik daripada kedua hari tersebut; yaitu, hari Fithri (Idul Fithri) dan hari Nahr (idul Adha) [1]

Dalam hadis ini, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menjelaskan kepada kita bahwa hari raya di dalam Islam ada dua; yaitu, Idul Fithri yang penuh berkah dan Idul Adha. Sehingga, Islam tidak mengenal adanya hari raya-hari raya yang lainnya yang dibuat-buat oleh manusia, seperti hari musim semi dan hari kasih sayang, dan lainnya.

Maka, semestinya seorang Muslim berpegang teguh dengan apa yang diperintahkan oleh Allah-ÚóÒøóæóÌóáøó-dan apa-apa yang diperintahkan oleh Nabi-Nya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, serta menjauhkan diri dari apa-apa yang dilarang oleh Allah-ÚóÒøóæóÌóáøó- dan Rasul-Nya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- hingga ia akan berbahagia di kehidupan dunia dan di kehidupan akhirat.

Di antara adab-adab berhari raya :

Sesungguhnya hari raya di dalam Islam memiliki adab-adab yang cukup banyak. Al-Mushthafa (manusia pilihan)-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-telah membimbing kita kepada adab-adab tersebut dan juga memotivasi kita agar kita berhias diri dengannya. Di antara adab-adab tersebut yaitu,

1-Mengerjakan shalat sebelum dilakukanya khuthbah

Ibnu Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-meriwayatkan bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, Abu Bakar, dan Umar, dulu mereka biasa mengerjakan shalat dua hari raya sebelum dilakukannya khuthbah. [2]

Jabir -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-mengatakan, ‘Aku menyaksikan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pada hari raya. Beliau memulainya dengan mengerjakan shalat sebelum melakukan khuthbah. [3]

Ibnu Abbas -ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-mengatakan,’Aku menyaksikan hari raya bersama Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, dan juga bersama Abu Bakar dan Umar. Mereka memulai dengan shalat (ied) sebelum khuthbah.’[4]

Abu Ubid mantan budak Abdurrahman bin Auf-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-mengatakan, “Aku menyaksikan Umar pada hari Nahr (Idul Adha). Beliau memulai dengan mengerjakan shalat sebelum khuthbah.”

Kemudian ia mengatakan, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –melarang berpuasa dua hari ini. Adapun hari Fithri (Idul Fithri) maka itu adalah hari berbukanya kalian dari puasa kalian dan merupakan hari raya untuk kalangan kaum Muslimin.’

Ia berkata, ‘Kemudian aku menyaksikan Utsman pada hari raya idul Fithri dan bertepatan dengan hari Jum’at. Dia (Utsman) memulainya dengan mengerjakan shalat ied sebelum khuthbah, lalu Utsman mengatakan, ‘Sesungguhnya dua hari ini (yakni, Idul Fithri dan hari Jum’at) merupakan dua hari raya, keduanya berkumpul dalam satu hari.’ [5]

2-Disukai bagi seorag imam (khatib) memberikan pilihan kepada para hadirin antara tetap duduk (setelah shalat Ied) untuk mendengarkan khutbah atau meninggalkan tempat.

Dari Abdullah bin as-Sa-ib- ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- ia berkata : Aku menghadiri ied bersama Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Maka, beliau mengimami kami dalam mengerjakan shalat Ied. Kemudian beliau bersabda, ‘Sungguh kita telah menyelesaikan shalat ied, maka barang siapa suka untuk tetap duduk di tempat untuk mendengarkan khuthbah maka silakan ia tetap duduk. Dan, barang siapa suka untuk beranjak pergi meninggalkan tempat maka silakan ia beranjak pergi meninggalkan tempat.’ [6]

3-Makan dan minum pada hari raya

Diriwayatkan dari Musa bin Ali, dari ayahnya bahwasanya ia pernah mendengar Uqbah bin Amir al-Juhani-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-,mengatakan, ‘Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


« Åöäøó íóæúãó ÚóÑóÝóÉó ¡ æóíóæúãó ÇáäøóÍúÑö ¡ æóÃóíøóÇãó ÇáÊøóÔúÑöíúÞö ÚöíúÏõäóÇ Ãóåúáõ ÇáúÅöÓúáóÇãö æóåöíó ÃóíøóÇãö Ãóßúáò æóÔõÑúÈò »


Sesungguhnya hari Arafah, hari Nahr, dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kita umat Islam, dan hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum [7]

4-Disunnahkan mandi dan mengenakan wewangian pada hari raya.

Dulu, Ibnu Umar –ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-biasa mandi pada saat hari raya Idul Fithri sebelum beliau beranjak pergi ke tempat pelaksanaan shalat Ied.’ [8]

Dan dari Ubaidillah bin Umar–ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata, ‘Nafi’ mengkhabarkan kepadaku bahwa Ibnu Umar–ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ- dulu biasa mandi untuk menghadiri shalat dua hari raya, dan berangkat pergi sebelum makan.’ [9]

Dan, al-Ja’d bin Abdurrahman–ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-mengatakan, ‘Aku pernah melihat as-Saa-ib bin Yazid mandi sebelum beliau keluar menuju tempat pelaksanaan shalat Ied [10]

Dan, Nafi’ meriwayatkan bahwa Ibnu Umar –ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-dulu biasa mandi dan memakai wewangian pada hari raya Idul Fithri.

Dan diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyib bahwa ia berkata, ‘Sunnah Idul Fithri ada tiga : (1) berjalan kaki menuju ke tempat pelaksanaan shalat Ied, (2) makan sebelum keluar (dari rumah menuju tempat pelaksanaan shalat Ied, dan (3) mandi [11]

5-Disunnahkan mengonsumsi makanan pada hari raya Idul Fithri sebelum mengerjakan shalat

Dari Ibnu al-Musayyib, ia berkata :


« ßóÇäó ÇáúãõÓúáöãõæúäó íóÃúßõáõæúäó íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÞóÈúáó ÇáÕøóáóÇÉö ¡ æóáóÇ íóÝúÚóáõæúäó Ðóáößó íóæúãó ÇáäøóÍúÑö »


Dulu, pada hari raya Idul Fithri kaum muslimin biasa mengonsumsi makanan sebelum mengerjakan shalat, dan mereka tidak melakukan hal tersebut pada saat hari raya Idul Adha. [12]

Dan dari Ibnu al-Musayyib, ia berkata :


« áóÇ ÊóÛúÏõæúÇ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÍóÊøóì ÊóÃúßõáñæúÇ ¡ æóáóÇ ÊóÃúßõáõæúÇ íóæúãó ÇáäøóÍÑö ÍóÊøóì ÊõÐóßøõæúÇ Ãóæú ÊóäúÍóÑõæúÇ »


Janganlah kalian melakukan al-Ghadwu [13] pada hari raya Idul Fithri hingga kalian mengonsumsi makanan. Dan, janganlah kalian mengonsumsi makanan pada hari an-Nahr [14] hingga kalian menyebelih atau memotong (hewan kurban kalian) [15] [16]

Imam Malik mengatakan, ‘Dan dulu manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan sebelum mereka beranjak pergi pada hari raya idul Fithri, dan di atas kondisi itulah aku mendapati manusia (di hari ini).’

Dan dari Anas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-ia berkata,


ßóÇäó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó áóÇ íóÛúÏõæú íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÍóÊøóì íóÃúßõáó ÊóãóÑóÇÊò ¡ æóíóÃúßõáõåõäøó æöÊúÑÇð


Dulu, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- biasa tidak beranjak pergi pada saat hari raya Idul Fithri higga beliau mengonsumsi beberapa butir kurma, dan beliau mengonsumsinya dalam jumlah bilangan ganjil.’ [17]

Al-Muhallib mengatakan, ‘Hikmah yang terkandung dalam tindakan mengonsumsi makanan sebelum mengerjakan shalat idul fithri adalah agar tak ada orang yang mengira bahwa puasa wajib tetap dilakukan sampai ia mengerjakan shalat ied. Jadi, seakan-akan beliau menghendaki untuk menutup celah kemungkinan hal ini.

Sementara yang lainnya mengatakan, ‘Tatkala kewajiban berbuka puasa setelah usai kewajiban mengerjakan puasa, maka disunnahkan untuk menyegerakan berbuka dari kewajiban puasa, sebagai tindakan langsung melaksanakan perintah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan seseorang merasakan hal itu hanya dengan mengonsumsi makanan dalam kadar yang sedikit, dan andaikata bukan untuk melaksanakan perintah niscaya ia akan mengonsumsi makanan dalam kadar yang dapat mengenyangkan.’ [18]

6-Shalat ied tidak memiliki shalat sunnah qabliyah, tidak pula shalat sunnah ba’diyah

Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-meriwayatkan bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-keluar (ke tempat pelaksanaan shalat ied) pada hari raya idul Adha atau idul fitri. Lalu, beliau mengerjakan shalat dua rakaat. Beliau tidak mengerjakan (shalat sunnah apa pun) sebelum mengerjakan kedua rakaat shalat Ied tersebut, tidak pula mengerjakan (shalat sunnah apa pun) setelahnya. Kemudian, beliau mendatangi kaum wanita dibersamai oleh Bilal. Lalu, beliau memerintahkan mereka (kaum wanita) untuk bersedekah. Maka, ada di antara kaum wanita itu yang melemparkan al-Khirsh [19] miliknya, ada pula di antara mereka yang melemparkan ÇáÓÎÇÈ miliknya [20]

Dan dari Jabir bin Samurah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata, “Aku shalat dua hari raya (Iedul Fithri dan Iedul Adha) bersama Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- tidak hanya sekali dua kali, shalat tersebut tidak dikumandangkan adzan tidak pula iqamah.’ [21]

Dan, Ibnu Abbas -ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-meriwayatkan bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó keluar pada hari raya idul Adha (menuju tempat pelaksanaan shalat ied). Beliau tidak mengerjakan shalat (sunnah apa pun) sebelum shalat Ied dan tidak pula setelahnya. [22]

Nafi’ meriwayatkan bahwa Ibnu Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ- pada hari raya idul fithri tidak pernah mengerjakan shalat (sunnah apa pun) sebelum mengerjakan shalat Ied dan tidak pula setelah shalat ied.’ [23]

7-Takbir pada hari raya

Takbir pada hari raya termasuk sunnah yang agung pada hari tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,


æóáöÊõßúãöáõæÇ ÇáúÚöÏøóÉó æóáöÊõßóÈøöÑõæÇ Çááøóåó Úóáóì ãóÇ åóÏóÇßõãú æóáóÚóáøóßõãú ÊóÔúßõÑõæäó [ÇáÈÞÑÉ : 185]


Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur (al-Baqarah : 185)

Waktu takbir

Jumhur ulama berpendapat bahwa takbir pada hari raya idul fithri adalah sejak seseorang keluar untuk menunaikan shalat ied sampai akan dimulainya khuthbah.

Adapun takbir pada hari raya idul Adha dimulai sejak pagi hari Arafah sampai Asar hari-hari tasyrik, yaitu, hari ke-11, ke-12, dan ke-13 dari bulan Dzulhijjah.

Hikmah Takbir

1-Yang menjadi maksud dari dzikrullah (mengingat dan menyebut Allah), mengagungkan-Nya dan memuji-Nya adalah menghidupkan keagungan Allah dan kebesaran-Nya di dalam hati...agar hanya kepada-Nya saja seorang hamba bertawajjuh dalam semua keadaan ... dan agar jiwa selalu menerima untuk mentaati-Nya ... mencintai-Nya dan hanya bertawakkal kepada-Nya semata tidak ada sekutu bagi-Nya ...karena Dialah yang Maha Besar yang tidak ada yang lebih besar dari-Nya...dan Dialah ar-Razzaq (Yang Maha Memberi Rizki) yang mana setiap kenikmatan bersumber dari-Nya. Dialah al-Malik yang setiap sesuatu selain-Nya adalah hamba-Nya. al-Khaliq (Maha Pencipta) yang mencipta segala sesuatu.


Ðóáößõãõ Çááøóåõ ÑóÈøõßõãú áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ åõæó ÎóÇáöÞõ ßõáøö ÔóíúÁò ÝóÇÚúÈõÏõæåõ æóåõæó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò æóßöíáñ [ÇáÃäÚÇã : 102]


Itulah Allah, Tuhan kamu ; tidak ada tuhan selain Dia ; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia ; Dialah Pemelihara segala sesuatu. (al-An’am : 102).

2-Apabila hati mengetahui hal itu niscaya ia akan siap untuk mentaati Allah, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan, lisan seorang hamba pun akan gemar berdzikir mengingat Allah, memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya, dan anggota badannya akan bergerak untuk beribadah kepada Allah dengan penuh kecintaan, pengagungan, ketundukan dan kerendahan hati.

Dari Nu’man bin Basyir-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-ia berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas pula. Dan, di antara keduanya (yang halal dan yang haram) ada perkara-perkara syubhat (yang samar-samar) yang banyak orang tidak mengetahuinya. Maka, barang siapa memelihara diri dari perkara-perkara syubhat tersebut, sungguh ia telah memelihara agamanya dan kehormatan dirinya. Dan barang siapa jatuh ke dalam perkara-perkara syubhat tersebut, sungguh ia telah terjatuh ke dalam perkara haram, layaknya seorang pengembala yang menggembalakan hewannya di sekitar daerah yang terlarang, dikhawatirkan ia akan memasuki daerah yang terlarang tersebut. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki daerah larangan. Ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah pula bahwa sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, niscaya akan baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak maka akan rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.’ [24][25]

Redaksi takbir :

Disunnahkan bagi seorang muslim untuk bertakbir mengagungkan Rabbnya pada waktu-waktu yang mulia tersebut dengan redaksi takbir yang diinginkannya berikut ini :

1-Bisa bertakbir dengan bilangan genap, seraya mengatakan :


Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ


Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Dan, segala pujian itu hanya bagi Allah.

2-Atau bertakbir dengan bilangan ganji, seraya mengatakan :


Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ


Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Dan, segala pujian itu hanya bagi Allah.

3-Atau, bertakbir dengan bilangan ganjil pada takbir yang pertama dan bertakbir dengan bilangan genap pada takbir yang kedua, seraya mengatakan :


Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ


Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Dan, segala pujian itu hanya bagi Allah.

4-Atau, bertakbir dengan bilangan genap pada takbir yang pertama dan bertakbir dengan bilangan ganjil pada takbir yang kedua, seraya mengatakan :


Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááåõ ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ


Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Allah yang Maha Besar. Dan, segala pujian itu hanya bagi Allah.

Sesekali seseorang melakukan yang ini dan sesekali melakukan yang itu. Perkaranya dalam hal tersebut luas.[26]

8-Melewati jalan yang berbeda

Kebanyakan ulama berpendapat disunnahkannya pergi menuju tempat shalat Ied melewati suatu jalan dan saat kembali melewati jalan yang berbeda. Dari Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-ia berkata,


ßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ÅöÐóÇ ßóÇäó íóæúãõ ÚöíúÏò ÎóÇáóÝó ÇáØøóÑöíúÞó


Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-biasa melewati jalan yang berbeda pada saat hari raya. [27]

Imam al-Munawi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan : Ungkapan ‘ ÎóÇáóÝó ÇáØøóÑöíúÞó ‘ (melewati jalan yang berbeda), yakni, beliau pulang bukan melewati jalan saat beliau pergi berangkat ke tempat pelaksanaan shalat ied. Maka, beliau berangkat melewati jalan yang lebih panjang dari jalan yang dilewatinya saat kembali. Hal tersebut dilakukan untuk memperbanyak pahala. Dan beliau pulang melewati jalan yang lebih pendek daripada jalan yang dilewatinya saat berangkat. Karena saat berangkat lebih utama dari saat pulang, agar kedua jalan tersebut atau penghuni kedua jalan tersebut memberikan kesaksian untuknya, atau untuk menyamakan antara kedua jalan tersebut dalam hal keutamaan melewatinya. Atau, untuk mencari berkah dengan tindakannya tersebut. Atau, untuk mengendus bau jalan tersebut. Atau, untuk menampakkan syi’ar pada kedua jalan tersebut. Atau, untuk berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah pada kedua jalan tersebut. Atau, untuk menjengkelkan hati orang-orang kafir. Atau, untuk menakut-nakuti mereka (orang-orang kafir itu) dengan banyaknya pengikut beliau. Atau, sebagai kewaspadaan terhadap makar mereka. Atau, untuk memberikan kegembiraan terhadap orang-orang yang tinggal di sekitar kedua jalan yang dilewati oleh beliau dengan mereka melihat beliau. Atau, untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka. Atau, untuk bersedekah atau beruluk salam kepada mereka. Atau, untuk mengunjungi kuburan kerabat-kerabatnya. Atau, untuk bersilaturahim dengan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Atau, sebagai bentuk optimisme dengan perubahan kondisi karena adanya ampunan. Atau, untuk menghindari adanya kondisi berdesak-desakan. Atau, karena para malaikat berdiri di jalan-jalan. Atau, untuk menghindari kemungkinan adanya pandangan mata yang jahat. Atau, untuk kesemua hal-hal tersebut. Atau, untuk atau karena hal-hal yang lainnya.[28]

9-Memberi ucapan selamat

Disukai seorang muslim memberikan ucapan selamat hari raya terhadap saudaranya sesama muslim.


Úóäú ÎóÇáöÏò Èúäö ãóÚúÏóÇäò ÞóÇáó : áóÞöíúÊõ æóÇËöáóÉó Èúäö ÇáúÃóÓúÞóÚú Ýöí íóæúãö ÚöíúÏò , ÝóÞõáúÊõ : ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó , ÝóÞóÇáó : " äóÚóãú ¡ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó " , ÞóÇáó æóÇËöáóÉõ : " áóÞöíúÊõ ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóæúãó ÚöíúÏò ÝóÞõáúÊõ : ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó , ÞóÇáó : " äóÚóãú , ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó


Dari Khalid bin Ma’dan, ia berkata : aku pernah berjumpa dengan Watsilah bin al-Asqa’ pada waktu hari raya. Lalu, aku katakan (kepadanya) : ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó (semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu). Maka, Watsilah pun berkata (merespon ucapan Khalid bin Ma’dan) : " äóÚóãú ¡ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó " (Iya, semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’ Watsilah berkata, ‘Aku pernah berjumpa dengan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- pada hari ied. Lalu, aku mengatakan (kepada beliau), ‘ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó ‘(semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’ Beliau pun mengatakan (kepadaku),”" äóÚóãú , ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó (Iya, semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’[29]

Dan dari Habib bin Umar al-Anshari (ia berkata) ayahku telah mengkhabarkan kepadaku seraya berkata :


" áóÞöíúÊõ æóÇËöáóÉó íóæúãó ÚöíúÏò ÝóÞõáúÊõ : ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó ÝóÞóÇáó : äóÚóãú ¡ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó "


Aku pernah bertemu Watsilah pada hari ied. Lalu, aku katakan (kepadanya) : ‘ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó ‘(semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’ Maka, ia pun mengatakan (kepadaku), ”" äóÚóãú , ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó (Iya, semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’ [30]

Dan dari Jubair bin Nufair, ia berkata,


ßóÇäó ÃóÕúÍóÇÈõ ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÅöÐóÇ ÇöáúÊóÞóæúÇ íóæúãó ÇáúÚöíúÏö íóÞõæúáõ ÈóÚúÖõåõãú áöÈóÚúÖò: (ÊóÞóÈøóáó ãöäøóÇ æóãöäúßó).


Dulu, para sahabat Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – ketika berjumpa satu sama lainnya pada hari ied, satu satu sama lainnya saling mengatakan, ‘Semoga Dia (Allah) menerima (amal baik) kami dan kamu.’ Al-Hafizh mengatakan : sanadnya hasan.

Disebutkan di dalam al-Mughni karya Ibnu Qudamah, bahwa Imam Ahmad-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan,


æóáóÇ ÈóÃúÓó Ãóäú íóÞõæúáó ÇáÑøóÌõáõ áöáÑøóÌõáö íóæúãó ÇáúÚöíúÏö : ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó


Dan tidak mengapa pada hari Ied seseorang mengucapkan kepada orang lain, “ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó “ (semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu).’

Dan, Harb-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Imam Ahmad pernah ditanya perihal ucapan manusia “ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßõãú “(semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kalian) pada saat dua hari raya (idul fithri dan idul Adha) ‘. Beliau menjawab : áóÇ ÈóÃúÓó Èöåö (tidak mengapa). Penduduk Syam meriwayatkannya dari Abu Umamah. Ditanyakan kepada beliau, ‘apakah orang tersebut adalah Watsilah bin al-Asqa’ ?’ beliau pun menjawab, ‘Iya’ (benar). Ditanyakan lagi kepada beliau, ‘Jadi, Anda tidak membenci ucapan ini dikatakan pada saat hari raya ?’ Beliau menjawab, ‘Tidak’. Aku tidak membencinya.

Dan, Ibnu Aqil menyebutkan beberapa hadis berkaitan dengan memberikan ucapan selamat pada saat hari raya, di antaranya, bahwa Muhammad bin Ziyad mengatakan : Aku pernah bersama Abu Umamah al-Bahiliy dan yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, sekembali mereka dari pelaksanaan shalat Ied, satu sama lainnya saling mengucapkan : “ ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó “(semoga Allah menerima (amal baik) kami dan kamu. Dan, imam Ahmad mengatakan, ‘Sanad hadis Abu Umamah Jayyid (bagus).’ [31]

10-Disyariatkan memberikan kelapangan terhadap istri dan keluarga di hari-hari Ied.

Islam mensyariatkan memasukkan kegembiraan terhadap istri dan anak-anak pada hari-hari ini (hari raya). Akan tetapi hal tersebut memiliki rambu-rambu syariat yang ditunjukkan oleh agama kita yang lurus, jauh dari apa-apa yang dimurkai Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáóì-, dan telah datang keterangan yang menunjukkan kepada hal tersebut, di antaranya,

Diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-, ia mengatakan,’ Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-masuk menemui diriku saat di sisiku ada dua budak wanita yang tengah bernyanyi dengan nyanyian Bu’ats. Lantas beliau membaringkan badannya di atas tempat tidur dan beliau pun memalingkan wajahnya. Tiba-tiba, Abu Bakar masuk langsung menghardikku, sambil mengatakan, ‘Seruling setan berada di sisi Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-?!’. Lalu, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bangkit menemuinya. Lalu, beliau mengatakan (kepada Abu Bakar) “" ÏóÚúåõãóÇ (biarkan saja kedua budak wanita itu). Maka, ketika Abu Bakar lalai, aku segera memegang kedua budak wanita tersebut, lalu kedunya pun keluar.’ (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Datang dalam satu riwayat lain : “ (Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda kepada Abu Bakar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-), Wahai Abu Bakar ! Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, sementara (hari) ini adalah hari raya kita.’ [32]

Dan dalam satu riwayat, disebutkan bahwa Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ- berkata, bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóìáóíúåö Óóáøóãó-bersabda pada hari itu,


" áöÊóÚúáóãó ÇáúíóåõæúÏõ Ãóäøó Ýöí ÏöíúäöäóÇ ÝõÓúÍóÉð ¡ Åöäøöí ÃõÑúÓöáúÊõ ÈöÍóäöíúÝöíøóÉò ÓóãúÍóÉò


Agar orang-orang Yahudi tahu bahwa di dalam agama kita ada kelonggaran, sesungguhnya aku diutus dengan membawa ajaran agama yang lurus dan toleran.[33]

Wahai saudara-saudara sekalian yang mulia…

Inilah sebagian dari sunnah dan adab yang hendaknya seorang muslim menjaganya di hari-hari ied sehingga ia akan memperoleh di baliknya kebaikan-kebaikan, pahala dan ganjaran yang melimpah dari Allah- ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó-.

Dan, saya bermohon kepada Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó-agar menjadikan ungkapan-ungkapan kata ini murni untuk wajah-Nya yang mulia, dan semoga pula Dia- ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó-. menerima amal baik kami dan anda sekalian, sesungguhnya Dia Maha Mampu atas hal itu.

Allah- ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó-lah yang mengetahui apa yang ada di balik niatan. Dan, cukuplah Dia- ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó- menjadi penolong bagi kita dan Dia- ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáó-adalah sebaik-baik pelindung.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

Aadabu al-‘Ied Fi al-Islam, Dr. Ahmad ‘Arafah-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ ÊóÚóÇáóì

Catatan :

[1] HR. Abu Dawud-kitab ash-Shalat-bab : shalatu al-Idaini, hadis no : 972, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahih Sunan Abi Dawud, hadis no 1134

[2] Shahih al-Bukhari-kitab al-Jum’ah- Abwab al-Idaini-bab : al-Khuthbah Ba’dal Ied, hadis no : 934. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya, kitab shalatu al-Idaini, hadis : 1518

[3] HR. al-Bukhari di dalam shahihnya-kitab al-Jum’ah-Abwab al-Idain- Bab : al-Masy-yu Wa ar-Rukuubu Ila al-Ied, hadis no : 929. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya-kitab Shalatu al-Idaini, hadis no : 1513.

[4] Ahkamu al-‘Idaini, karya al-Faryabiy-bab : Maa Ruwiya ‘An an-Nabiy- Õáì Çááå Úáíå æÓáã-Annahu Sammaa, hadis no : 7

[5] Ahkamu al-‘Idaini, karya al-Faryabiy-bab : Maa Ruwiya ‘An an-Nabiy- Õáì Çááå Úáíå æÓáã-Annahu Sammaa, hadis no : 7

[6] HR. Abu Dawud di dalam sunannya –kitabu ash-Shalati- bab al-Julus Lil Khuthbah, hadis : 988, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih Sunan Abi Dawud, hadis no : 1155

[7] HR. Abu Dawud di dalam sunannya-kitab ash-Shaum Ayyam at-tasyriq-hadis no : 2079, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahih Sunan Abi Dawud, hadis no : 2419

[8] HR. Malik di dalam al-Muwatha’ –kitab al-Idaini-bab : al-‘Amal Fii Ghasli al-‘Idaini, hadis no : 430, Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya fii al-Ightisal lil-fithri, hadis no : 13

[9] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya fii al-Ightisal lil-fithri, hadis no : 14

[10] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya fii al-Ightisal lil-fithri, hadis no : 15

[11] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya fii al-Ightisal lil-fithri, hadis no : 17

[12] as-Sunan al-Kubra, al-Baihaqi-kitab Shalat al-Idaini, bab : Yutraku al-Aklu Yauma an-Nahri Hatta Yar-ji’a, hadis no : 5763

[13] al-Ghadwu : bertolak, pergi dan bergasih-gasik pada awal siang.

[14] Yaum an-Nahri : hari idul adha dan pemotongan hewan kurban dan hewan hadyu jama’ah haji.

[15] an-Nahr : adz-Dzabhu (penyembelihan)

[16] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya fii al-akli qabla al-Khuruuj Ilaa al-Ied yauma al-fithri-, hadis no : 19.

[17] HR. al-Bukhari di dalam shahihnya –kitab al-Jum’ah-Abwabu al-Idaini-bab : al-Aklu yaum al-Fithri Qabla al-Khuruuj, hadis no : 924.

[18] Fathul Baari, juz 2 hal.447

[19] al-Khirsh : anting-anting yang terbuat dari emas atau perak

[20] as-Sakhaab : kalung yang terbuat dari ÞÑäÝá , ãÍáÈ, Óß dan yang lainnya, dan tidak ada sedikit pun pada kalung tersebut mutiara dan permata.

[21] HR. Muslim di dalam shahihnya –kitab shalatu al-Idaini, hadis no : 1517

[22] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya annahu laa shalata yauma al-Ied Qabla Shalati al-Ied Wa laa ba’dahaa, hadis no : 143.

[23] Ahkamu al-‘Idaini karya al-Faryabiy-bab Maa ruwiya annahu laa shalata yauma al-Ied Qabla Shalati al-Ied Wa laa ba’dahaa, hadis no : 144.

[24] HR. al-Bukhari di dalam shahihnya-kitab al-Iman – bab : Fadhlu Man Istabra-a Li diinihi, hadis no : 52. Shahih Muslim-kitab al-Musaaqaat- bab : Akhdzu al-Halal Wa Tarku asy-Syubuhaat, hadis no : 3081

[25] Mausu’ah al-Fiqhi al-Islami, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, juz 2, hal. 664

[26] Idem, juz 2, hal.665

[27] Shahih al-Bukhari –kitab al-Jum’ah-Abwab al-Idaini-bab : Man Khaalafa ath-Thariiq Idza Raja-‘a Yauma al-Ied, hadis no : 957

[28] Faidhu al-Qadiir, juz 5, hal. 201

[29] as-Sunan al-Kubra, al-Baihaqi, kitab shalatu al-‘idaini- bab : Maa ruwiya fii qauli an-Naas Yauma al-Ied ba’dhuhum Li ba’dhin, hadis no. 5918, dan dilemahkan oleh al-Albani. Lihat : as-Silsilah adh-Dha’ifah, hadis no : 5666.

[30] HR. ath-Thabrani di dalam al-Kabir, hadis no : 17991

[31] al-Mughniy, Ibnu Qudamah, 2/399, dan Kasysyaf al-Qana’ 2/60

[32] HR.al-Bukhari di dalam shahihnya-kitab al-Jum’ah, Abwab al-Idaini- bab : al-Hiraab Wa ad-Dirq Yauma al-Ied, hadis no : 921 dan Muslim di dalam shahihnya, kitab shalatu al-Idaini, bab : ar-Rukhshah Fii al-La’ibi al-Ladzi Laa Ma’shiyata Fiihi Ayyaam al-Ied, hadis no : 1527

[33] HR. Ahmad di dalam Musnadnya, Musnad al-Anshar, hadis ‘Aisyah- ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-, hadis no : 24330, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahih al-Jami’, hadis no : 2319.


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1068